Sebentar… tadi dirinya bilang apa? Terbakar api cemburu? Wah! Kacau! Jill ternyata sudah benar-benar gila hanya karena seorang Revel! Bagaimana bisa bilang cemburu, kalau tidak ada perasaan sama sekali pada Revel kan?
Tapi apa benar dirinya tidak memiliki perasaan pada Revel? Jika tidak, kenapa bisa sekesal ini saat melihat Revel dekat dengan wanita lain? Seperti Jessie contohnya! Harusnya masa bodoh kan? Ahh! Entahlah, Jill pusing! Kenapa pertanyaannya seperti lingkaran setan yang tidak ada jawabannya begini sih?!Jika benar Jill merasa cemburu, bukankah itu tandanya Jill memiliki perasaan khusus pada Revel? Tidak boleh! Jika pun iya, Jill harus menghalau dan memusnahkan perasaan itu! Jill harus membasmi kupu-kupu yang berdesir di hatinya setiap kali melihat Revel!Jill tidak ingin dikecewakan dan sakit hati.Jill tidak ingin mengambil resiko berpacaran dengan pria playboy!Cukup sekali dirinya dikhianati oleh pria playboy, yaitu Alvaro, Jill tidak ingin berbuClaire mengangguk membenarkan ucapan suaminya.“Benar ucapan Papa kamu, Revel. Mama yakin kalau sebenarnya Jill ada rasa sama kamu, hanya saja dia terlalu angkuh untuk mengakuinya.”“Sama seperti kamu dulu,” sela Levin dengan nada mengejek membuat Claire mendelik gemas campur malu karena dirinya sadar kalau egonya dulu memang setinggi langit! Namun Claire mengabaikan ejekan suaminya dan melanjutkan ucapannya,“Tugas kamu adalah membuatnya sadar akan perasaannya sendiri. Jika tidak bisa dengan cara lembut, gunakanlah cara ekstrem. Biasanya dengan begitu wanita akan secara alamiah menyadari perasaannya,” saran Claire.Saat ini Revel merasa seperti sedang berguru dengan pakar professional mengenai hubungan asmara. Revel tidak menyangka kalau dirinya akan membuat papa dan mamanya ikut berpikir keras mengenai kisah cintanya dengan Jill. Padahal awalnya Revel ingin menutupinya lebih dulu! Hah! Rencana memang tidak selalu sejalan dengan keinginan hatinya! “Ma
Jill melangkah ke ruang kuliahnya dengan lesu. Tampak tidak bersemangat. Gwen memandang sahabatnya dengan kening berkerut heran. Tidak biasanya Jill selemas ini. Apa ada masalah baru? Atau masih berhubungan dengan Revel? Bukankah akhir-akhir ini Jill selalu uring-uringan hanya karena seorang Revel? “Lo kenapa?”“Males banget kuliah!”“Tumben?”“Emang sejak kapan gue rajin?”“Ya bener juga sih! Tapi biasanya lo nggak seaneh dan semales ini. Ada masalah?”“Nggak ada.”“Bohong banget!” cibir Gwen.“Nggak percayaan banget sih!”“Ya iyalah! Siapa yang akan percaya dengan tampang lo yang kayak gitu? Kayak orang abis kalah perang alias putus cinta, tau nggak?” balas Gwen telak, separuh menyindir. Skakmat. Jill sadar kalau hari ini dirinya tampak kacau dan menyedihkan, tapi jika Gwen bertanya mengenai masalahnya, jujur Jill bingung memikirkan cara untuk menyampaikannya, karena dirinya juga bingung dengan perasaannya sendiri! Yang Jill tau semua
“Kok diam? Nggak bisa nyangkal lagi kan? Karena gue yakin tebakan gue emang bener!” balas Gwen bangga. Jill terdiam, tidak ingin membantah karena dirinya memang sedang menyesali ucapan bodoh yang keluar dari bibirnya! Ucapan yang keluar karena hatinya sedang kacau setelah melihat kedekatan antara Revel dengan Jessie! Ucapan yang didasari oleh emosi tanpa berpikir jernih lebih dulu! “Lagian gimana bisa lo bilang udah punya cowok? Gimana kalo bokap lo tanya siapa cowok lo?” tanya Gwen. Sumpah, dirinya speechless dengan improvisasi Jill yang melenceng jauh dari jalur awal. “Itu urusan nanti. Kalau terpaksa gue bisa minta tolong Carl.”Gwen terdiam sejenak sebelum bertanya pelan,“Terus kenapa lo nggak jadian beneran aja sama Carl? Gue liat kalian cocok kok. Kalo ngobrol juga nyambung kan? Jadi kenapa nggak coba menjalin hubungan yang lebih serius?” tanya Gwen hati-hati. Lagi-lagi Jill terdiam mendengar ucapan Gwen. Memang dirinya dan Carl cocok, dalam arti
Seusai kuliah….“Ke kantin dulu yuk, Gwen,” ajak Jill.“Okay!” Dari ruang kuliah sampai kantin Gwen asyik mengobrol dengan Jill hingga langkah kakinya mendadak terhenti saat melihat seseorang yang dikenalnya. Saat itu juga rasanya Gwen ingin kabur sejauh mungkin!Namun sayangnya Gwen hanya bisa terpaku saat melihat siapa yang berada tidak jauh dari mereka. Matthew dan Karina, kekasihnya! Sedang asyik berduaan. Di tempat umum seperti kantin! Saat itu juga Gwen merasa hatinya diserbu oleh ribuan jarum! Sakit, saat harus melihat pria yang masih dicintainya bermesraan tepat di depan matanya! Jill menoleh heran pada sahabatnya saat Gwen berhenti melangkah begitu saja. Jill mengikuti arah pandang Gwen dan menggeram kesal saat mengetahui apa yang mendasari sifat aneh sahabatnya itu! “Cowok kurang ajar! Pacaran sih di kantin! Kayak nggak ada tempat lain aja! Dasar cowok nggak punya modal!” sungut Jill.“Kita cari makan di tempat lain aja, Gwen,” ajak Jill
“Siapa?” tanya Gwen saat melihat kepanikan Jill. Tidak biasanya Jill sepanik itu jika ada yang telepon, sekarang wajah Jill bagaikan sedang ditelepon oleh debt collector, seolah wanita itu sudah menunggak selama berbulan-bulan! Panik di level maksimal! “Revel.”Gwen mengangguk paham. “Ya udah angkat aja. Ingat yang manis dikit. Jangan ketus!”Jill mengangguk patuh, tampak seperti gadis remaja yang sedang jatuh cinta untuk pertama kalinya. Padahal dirinya sudah beberapa kali pacaran! Sial, Revel membuat Jill kembali bersikap bagaikan remaja ingusan! “Halo?”“Jill?”“Ya, kenapa?”“Malam ini apa bisa ketemu?”“Malam ini? Bisa aja, tapi ada apa ya?” tanya Jill dengan jantung berdebar kencang, menebak-nebak apa yang hendak dibicarakan oleh pria itu.“Datang aja nanti gue kasih tau. Gue nggak bisa bahas masalah ini di telepon.”“Oh okay, mau ketemu dimana? Jam berapa?”“Di café X jam 7 malam ya.”“Okay.”Dan Revel langsung menutup
Revel melangkah menjauhi Jill dengan berat. Setelah berpikir berulang kali. Mempertimbangkan saran kedua orangtuanya dalam kebimbangan yang begitu menyesakkan hati, akhirnya Revel memutuskan mengambil langkah ini. Melepas Jill. Berat? Sangat! Tidak rela? Pasti! Sedih? Tentu saja! Tapi Revel sadar kalau selama ini Jill tidak memiliki perasaan padanya, tidak heran wanita itu selalu menampilkan raut kesal jika bertemu dengannya. Sedangkan Revel tidak ingin memaksakan kehendaknya pada Jill. Perasaan tidak bisa dipaksa juga kan? Revel tidak ingin membuat Jill jadi semakin membencinya, jika tidak bisa mencintai setidaknya Revel berharap Jill tidak benci padanya. Karena jika dibenci oleh wanita yang dicintai pasti akan sangat menyakitkan hatinya dan Revel tidak ingin hal itu terjadi. Jadi meski berat, langkah inilah yang terpaksa harus Revel ambil. Setidaknya untuk kebaikan dirinya dan juga Jill. ‘Semoga lo bahagia tanpa gue, Jill. Andai suatu hari nanti, saat gue kemba
Claire memandang langkah gontai putranya dengan sendu. “Kenapa Revel harus merasakan patah hati di usia semuda ini, Levin?” tanya Claire kasihan dengan nasib percintaan putranya. Di saat remaja lainnya sedang berbahagia main tarik ulur dengan lawan jenisnya, kenapa asmara Revel malah banyak masalah?“Nggak apa, Claire. Itu akan membuat dia menjadi lebih tangguh. Lagipula apa kamu nggak sadar kalau usiaku saat kamu pergi juga tidak beda jauh? Usia 22 tahun aku juga terpuruk karena kamu mendadak pergi dari hidupku,” ucap Levin mengingatkan istrinya akan penderitaannya yang tidak kalah nelangsa.“Maafin aku ya? Apa dulu kamu seperti Revel sekarang?”“Begitulah. Tapi untungnya Revel masih memiliki kesempatan untuk berpamitan, tidak seperti aku dulu yang langsung ditinggalkan begitu saja dengan kejam.”Ucapan Levin membuat rasa bersalah Claire semakin pekat. Rasa bersalah yang sudah lama tidak muncul kini kembali hadir di hati Claire. Rasa bersalah atas keegoisannya
Keesokan paginya….“Gwen? Tumben kamu kesini pagi-pagi?” tanya mama Lea.“Iya, Tante. Biasa aku mau curhat,” jawab Gwen sambil terkekeh.“Dasar kalian anak muda! Ya sudah langsung naik aja ke kamar Jill, dia lagi santai,” ucap mama Lea dengan senyum yang terpulas di wajah cantiknya. “Okay, Tante! Aku naik ke atas dulu ya.”Mama Lea mengangguk melihat Gwen yang begitu riang. Dirinya sudah cukup lama mengenal Gwen karena gadis itu sudah bersahabat dengan Jill semenjak SMP hingga sekarang. Mama Lea bersyukur Jill bisa memiliki sahabat seperti Gwen, sebagai orangtua, dirinya bisa melihat kalau Gwen anak yang baik.Setidaknya Jill tidak salah memilih sahabat! Gwen mengetuk pintu kamar Jill perlahan.“Masuk aja! Nggak dikunci kok!” jawab Jill, masih terdengar lesu, bahkan suaranya sedikit sumbang! Hmm, harus segera diselidiki! Gwen membuka pintu dan wajahnya muncul begitu saja, dengan cengiran khasnya.“Hi, Jill!”“Hei….” jawab Jill lesu, tid
Satu tahun kemudian…Di salah satu hotel bintang lima terlihat dekorasi yang begitu mewah namun terkesan elegan, tidak norak. Jill memasuki ballroom sambil menggandeng lengan Revel yang sedang menggendong baby Luiz. Di umur yang hampir menginjak tiga tahun, baby Luiz terlihat semakin tampan, mengikuti wajah Revel.Di belakang mereka ada seorang baby sitter sambil mendorong stroller kosong, untuk jaga-jaga jika Luiz mengantuk di tengah acara pesta. Sejak beberapa bulan yang lalu, Jill akhirnya menyerah pada bujukan Revel dan mengikuti keinginan suaminya yang tidak tega melihatnya kelelahan jika harus mengurus Luiz sendirian.‘Aku nggak mau kamu terlalu capek dan jatuh sakit, Baby. Apalagi selain mengurus Luiz, kamu juga masih harus mengurusku.’Ya, sejak menikah dengan Revel, Jill memang ingin mengurus keperluan suami dan anaknya sendiri, bahkan dirinya sampai rela berhenti kerja hanya untuk mengurus rumah tangganya. Jill lebih memilih menjadi ibu rumah tangga daripad
Beberapa bulan kemudian….Revel menatap bangga pada putranya yang semakin pintar, lucu dan menggemaskan. Disela-sela kesibukannya sebagai seorang pengusaha, bermain dengan buah hatinya merupakan kebahagiaan tersendiri untuk Revel. Dan sekarang di waktu santai, itulah yang dirinya lakukan.Bermain dengan Luiz sepuasnya sekalian menggantikan tugas Jill menjaga anak meski hanya sementara. Perhatian Revel beralih dari Luiz kepada Jill yang baru saja memasuki ruang keluarga dengan piring buah di tangannya. Hal yang memang biasa dilakukan setiap hari. Makan buah agar sehat.Senyum lebar mengembang di wajah cantik Jill yang tampak polos, tanpa adanya jejak make up sama sekali, namun tidak menutupi kecantikan alami yang terpancar jelas. Kecantikan yang membuat Revel tidak bisa mengalihkan pandangan barang sedetik pun dari istrinya. Dari dulu.“Hei, kamu lagi main apa sama Papa? Kok senang banget sih?” tanya Jill sambil menggoyangkan tangan kecil Luiz. Tidak ada jawaban
“Jadi siapa nama cowok yang kemarin, Jill?” cecar Jessie tidak sabar saat datang ke rumah Jill pagi-pagi, persis dengan gaya ibu-ibu komplek yang begitu penasaran akan gossip terbaru! Tidak ingin ketinggalan berita! “Cowok? Oh yang itu! Masa lo nggak kenal sih? Bukannya udah pernah ketemu ya pas pergi sama gue?” tanya Jill masih tidak percaya kalau Jessie tidak mengenal pria yang kemarin membuat gadis itu sampai ternganga takjub!“Mana ada? Belom lah! Kalau udah gue nggak mungkin lupa sama cowok ganteng begitu!” sanggah Jessie yakin, mengulang ucapannya kemarin.“Masa iya sih?” tanya Jill sambil mengusap dagunya pelan, berpikir keras.“Jangan kebanyakan mikir! Cepet kasih tau gue siapa namanya? Gue udah penasaran dari kemarin tau!” cecar Jessie lagi membuat Jill berdecak sebal karena seperti sedang dikejar oleh debt collector!“Tuh cowok namanya Jayden! Dia temen gue yang kerja sebagai bartender!”“Bartender?” ulang Jessie lemas. Seolah harapannya untuk
Matthew menatap Gwen yang baru saja selesai mandi. Akhirnya malam ini mereka resmi menjadi sepasang suami istri. Hal yang tidak berani Matthew bayangkan sebelumnya, terlebih saat mengingat waktu Gwen menjauhinya dulu, begitu membuatnya frustasi. Apalagi istrinya itu sangat sulit dibujuk!Hati Matthew menghangat saat melafalkan kata ‘istri’ meski hanya dalam hati. Dadanya bergemuruh dipenuhi euphoria yang bernama kebahagiaan. Matthew masih asyik dengan pikirannya saat Gwen bertanya dengan nada heran,“Kamu belum mau mandi?”“Ini aku baru mau mandi,” jawab Matthew agak kikuk, belum terbiasa berada berduaan dengan wanita yang telah resmi menjadi istrinya hari ini dalam satu kamar. Gwen mengambil hairdryer dan mengeringkan rambut, tidak ingin tidur dalam keadaan rambut basah karena bisa bikin kepalanya sakit nanti. Gwen sedang fokus dengan rambut dan hairdryer di tangannya saat tangan Matthew memeluk pinggangnya dari belakang. Refleks wanita itu memekik kaget!“Asta
Lamunan Revel mengenai perusahaan pupus saat melihat Jill menggeliat dan membuka matanya perlahan, berusaha menyesuaikan matanya dengan cahaya matahari sore yang menerpa indera penglihatannya. “Hei, kamu udah pulang dari tadi?”“Nggak kok, baru aja. Kamu pasti capek banget sampe ketiduran gini.”“Nggak juga kok, cuma anginnya enak aja bikin aku ngantuk dan ketiduran,” kilah Jill tidak ingin membuat Revel khawatir dan malah menambah beban pikiran sang suami yang pasti sudah begitu banyak, apalagi dengan masalah perusahaan yang pasti tidak akan pernah ada habisnya.Revel hanya mengangguk, sadar kalau Jill tidak ingin membuatnya khawatir.“Jadi gimana kantor hari ini? Banyak kerjaan?”“Ya begitulah, setiap hari pasti ada aja.”“Tapi nggak ada masalah kan?”“Nggak kok, semuanya aman. Kamu tenang aja, okay?”Jill mengangguk, menggendong baby Luiz perlahan agar tidak membuatnya terbangun dan membaringkannya di baby box.Beberapa bulan kemudian…
Dokter dan suster yang melihat kejadian itu tidak urung menatap Revel dengan raut kasihan tapi juga geli. Revel yang menyadari kalau mereka hampir terbahak melihat apa yang terjadi barusan hanya bisa menunduk, karena lagi-lagi harus menahan malu akibat ulah istrinya! Nasib!Sejak dulu Jill memang sudah menjadi titik kelemahannya. Begitu juga kali ini, Revel harus rela menurunkan wibawanya di depan dokter dan suster yang bertugas. Revel sadar kalau sebentar lagi cerita mengenai dirinya yang dianiaya oleh Jill pasti akan tersebar luas! Tapi ya sudahlah, terima nasib aja! Siapa yang menyangka kalau Revel akan cinta mati pada wanita sebar-bar ini? Iya kan?“Selamat ya, Pak. Bayinya laki-laki dan terlahir sehat,” ucap dokter.Dengan penuh haru Revel menatap bayinya. Bayi yang merupakan perpaduan antara dirinya dengan Jill! Astaga! Bagaimana bisa Tuhan menciptakan bayi setampan ini? Memang sih, Revel sadar kalau dirinya tampan dan Jill juga cantik, tapi tetap saja dirinya
Revel berdecak gemas karena pertanyaannya malah dijawab asal-asalan oleh Jill! Padahal dirinya sedang bertanya serius! Sangat amat serius! Revel ingin segera tau hasil testnya! Revel ingin tau apakah usahanya hampir setiap malam sudah membuahkan hasil atau belum! Jika belum, Revel tidak akan bosan untuk terus berusaha sampai Jill positif hamil! Usaha yang akan Revel lakukan dengan senang hati karena sama-sama dapat enak! “Aku serius, Jill!” sergah Revel menahan sabar. Jill meringis saat Revel sudah memanggil namanya dengan nada seperti itu, tanda kalau pria itu sudah tidak bisa lagi menahan kesabarannya. “Itu kan yang muncul garis dua, yang artinya aku positif. Dan karena ini testpack kehamilan, berarti tandanya aku positif hamil, Revel. Bukan positif covid,” jelas Jill, tidak ingin diomeli oleh suaminya yang terkadang bisa bersikap menyebalkan juga. “Serius?” lirih Revel dengan suara tercekat, tidak percaya kalau akhirnya Tuhan ke
“Hmm…. Matthew kemarin ngajakin gue merit,” aku Gwen dengan suara lirih. Jill ternganga sejenak sebelum akhirnya memekik kaget.“What?! Lo serius?!” “Seriuslah!”“Brengsek juga tuh cowok!” omel Jill membuat Gwen mengernyit bingung. “Kenapa jadi brengsek, Jill?”“Ya brengsek lah! Masa ngomong soal pernikahan melalui video call sih? Itu kan hal serius, Gwen! Harusnya Matthew bahas soal itu face to face sama lo!” sungut Jill tidak terima. Untung Revel tidak melakukan hal itu, jika tidak, Jill pasti akan kesal!“Tapi lo tau sendiri kalau Matthew kan nggak mungkin datang ke Jakarta cuma buat ngajakin gue merit!” bantah Gwen membela kekasihnya. Gwen tidak terima waktu Jill mengatai Matthew brengsek. Enak aja!“Cuma lo bilang? Ngajakin lo merit bukan sekedar ‘cuma’, Gwen! Itu hal serius! Mana ada sih cowok yang ngelamar ceweknya melalui video call? Lagian dia bisa aja bahas soal itu langsung pas datang ke acara resepsi pernikahan gue sama Revel! Padahal dia ka
Dua bulan kemudian…..Revel memijat keningnya yang terasa pusing, sudah dua minggu terakhir ini pekerjaannya begitu menumpuk. Siapa yang mengira kalau mengurus perusahaan akan jauh lebih melelahkan dan memusingkan daripada kuliah? Tidak heran kalau papanya ingin pensiun dini dan memilih menikmati hari tua bersama mamanya!Tentunya saat Revel sudah bisa mengurus perusahaan sendiri nantinya! Bukan sekarang! Untung sampai saat ini papanya dan uncle Nick selalu membantunya, tidak membiarkan Revel melangkah seperti anak hilang sendirian! Revel berhenti memijat keningnya saat mendengar pintu ruangannya diketuk dan muncul wajah papanya.“Kamu kenapa, Revel? Kok keliatannya pusing banget?” “Emang aku lagi pusing, Pa!”“Kenapa? Ada masalah pekerjaan?”“Nggak sih, cuma kayaknya aku kebanyakan lembur jadinya agak drop,” jelas Revel.“Ya udah, malam ini jangan lembur dulu. Maksud Papa jangan lembur di kantor ataupun di rumah. Paham maksud Papa kan?” tanya Levin