“Aku nggak nyangka kalau kamu sebrengsek itu sampai tega memanfaatkan Karina.”
Jleb! Itu respon pertama Gwen yang membuat Matthew kehilangan kata-kata.“Aku tau kalau tindakanku itu salah, tapi saat itu aku sungguh tidak menyadarinya. Maaf,” aku Matthew penuh penyesalan.“Sudahlah, toh itu semua sudah jadi masa lalu,” balas Gwen berusaha cuek.“Jadi apa jawaban kamu?”“Jawaban apa?”“Tentu saja jawaban atas pengakuanku barusan.”“Kamu hanya membuat pengakuan. Tidak pernah bertanya, jadi apa yang harus aku jawab?” balas Gwen keras kepala, sengaja mempermainkan Matthew. Gwen ingin melihat seberapa serius pria itu pada dirinya.Matthew terdiam. Benar juga. Sedari tadi dia hanya menjelaskan keadaan yang sebenarnya, mengakui perasaannya namun tidak mengajukan pertanyaan atas perasaannya sama sekali. Matthew berdeham dan merapal doa dalam hati, berharap Gwen tidak lagi mempersulit dirinya.“Oke, sekarang aku akan tanya dan aku harap kamu langsung menjawDua puluh menit kemudian…Levin, Claire dan Revel sudah duduk manis di kursi yang disediakan dengan puluhan atau bahkan ratusan wartawan yang berada di hadapan mereka.Wartawan yang tampak jelas begitu penasaran ingin mendengar informasi apa yang akan disampaikan oleh pengusaha besar itu. Apalagi ini pertama kalinya Revel muncul di depan publik sejak berita negative mengenai dirinya mencuat ke khalayak umum!“Saya yakin anda semua pasti merasa penasaran dan bertanya-tanya dengan apa yang akan saya sampaikan hari ini. Kalian semua juga pasti sudah tau kalau beberapa minggu terakhir banyak berita negative mengenai putra saya yang berkembang luas di luar sana. Berita yang menyebabkan putra saya dijuluki sebagai pria brengsek! Mungkin juga disebut sebagai pria yang mengganggu rumah tangga orang lain!” ucap Levin membuat para wartawan meringis saat mendengar ucapan sang pengusaha, seolah menyindir mereka.Bukankah pekerjaan wartawan memang begitu? Mengemas berita menjadi
Revel memperhatikan reaksi setiap orang atas pernyataannya barusan dan pandangannya tertumbuk pada seorang wanita yang berdiri di pojok ruangan. Revel mengangguk pelan, memberi isyarat hingga akhirnya wanita itu langsung maju dengan perut buncit yang tampak jelas. Setiap orang yang ada di dalam ruangan semakin bertanya-tanya heran dengan kehadiran wanita tersebut. Bisik-bisik penasaran merambat hingga mengalahkan dengungan tawon. Begitu berisik membuat ruangan terdengar riuh!“Siapa wanita ini, Tuan?” tanya salah seorang wartawan yang tidak bisa menahan rasa penasarannya lagi. Revel yang memang sengaja berdiam diri, hendak memberikan waktu agar para wartawan semakin penasaran, menjawabnya dengan senyum tipis.“Siapa wanita ini?” ulang Revel lambat-lambat, seolah sedang berpikir meski yang sebenarnya Revel sudah tau siapa wanita yang sedang hamil ini. Wanita yang menjadi kartu AS-nya dalam menjatuhkan Alvaro!“Wanita ini adalah salah satu korban dari kelakuan bo
Alvaro baru saja membanting guci antik di dalam ruangan kantornya, merasa marah dengan pernyataan Revel. Pernyataan yang begitu menyudutkannya. Dengan mudahnya pria itu menjatuhkan harga dirinya di depan umum hingga Alvaro tidak memiliki kesempatan untuk membela diri lagi! Semua kebobrokannya sudah dibongkar habis-habisan! Andai sedang bermain catur, istilahnya Revel sudah menutup semua jalan keluar untuk dirinya! Skakmat! Alvaro menoleh saat pintu ruangannya menjeblak terbuka dan tampak wajah marah papanya di sana. Kemarahannya semakin menjadi-jadi melihat tingkah gila anaknya.“Dasar anak tidak berguna! Apa cuma ini yang bisa kamu lakukan? Menghancurkan barang-barang?" geram Yosua marah, tidak sadar kalau beberapa hari kemarin juga dirinya melakukan hal yang sama. Bukankah buah jatuh tidak jauh dari pohonnya? Life father like son! Wajah Alvaro semakin menggelap mendengar cercaan papanya. Belum lagi dengan sumpah serapah yang keluar dari bibir sang papa, yang sem
“Jadi sekarang langkah apa yang akan kita lakukan selanjutnya, Pa?”“Memberi pelajaran pada Edbert, Yosua dan juga Alvaro pastinya. Sekarang publik sudah memiliki opini sendiri mengenai ketiga orang itu. Opini negative tentunya. Jadi Papa tinggal memberi pelajaran kecil untuk mereka.”“Pelajaran kecil seperti apa yang Papa maksud?” tanya Revel ragu.“Nanti juga kamu akan tau sendiri,” jawab Levin misterius.Sementara itu Alvaro mondar mandir dengan gelisah di lorong rumah sakit, menanti dokter yang sedang menangani papanya. Hingga akhirnya dokter keluar dari ruangan yang langsung dihampiri oleh Alvaro.“Bagaimana keadaan Papa saya, Dok?”“Pecahan guci yang menancap di tubuh Papa anda sudah berhasil kami singkirkan dan lukanya tidak terlalu serius, untungnya tidak sampai melukai organ penting. Hanya saja Papa anda harus istirahat total selama beberapa hari. Semoga saja saat beliau sadarkan diri nanti tidak ada masalah serius pada kesehatannya.”“Masal
Empat puluh menit kemudian…Jill menatap bingung pada kedua orang di hadapannya. Keningnya mengernyit dan tatapan matanya memicing tajam. Yakin ada perubahan status terhadap hubungan Gwen dengan Matthew karena sahabatnya itu dengan yakin menggandeng lengan Matthew! “Kalian berdua udah jadian? Kapan?” “Baru kok.”“Kok bisa? Lo yakin mau LDR an, Gwen? Bukannya dulu lo nggak yakin ya buat jalin hubungan jarak jauh sama cowok?” sindir Jill.Gwen meringis malu saat teringat ucapannya pada Jill dulu.“Ya, mau gimana lagi? Gue harus percaya sama Matthew kan?”Jill mencibir mendengar jawaban Gwen dan langsung meledeknya.“Dulu aja lo nggak yakin, tapi sekarang malah nggak masalah!”“Ya itu kan dulu! Semua orang bisa berubah pikiran. Dulu aja lo nggak percaya sama Revel kan?” balas Gwen luwes.“Iya deh iya! Btw congrats ya, gue ikut happy kalian akhirnya bisa jadian juga. Semoga langgeng sampai ke jenjang pernikahan ya?”“Jauh amat sih ngomongnya
Alvaro terbahak geli. Tidak menyangka akan menemukan teman satu kubu yang memiliki musuh yang sama. Levin dan keluarganya!“Okay! Sekarang waktunya lo balas perlakuan mereka. Hancurkan wanita itu seperti Levin menghancurkan keluarga lo! Nggak perlu berbelas kasihan sama sekali!” balas Alvaro memprovokasi pria yang sudah dibutakan oleh dendam. Pria yang masih merasa sakit hati dengan masa lalu buruknya akibat ulah Levin dan Claire!“Sure! Gue nggak akan sia-siakan kesempatan ini. Kasih gue waktu maksimal 3 hari dari sekarang dan lo bakal dengar kalau mereka lagi nangis darah karena sudah kehilangan calon cucunya! Atau sekalian calon menantunya jika memungkinkan!” “Oke! Gue tunggu kabar baik dari lo! Yang pasti gue mau dengar berita duka dari mereka! Ingat, jangan sampai gagal!” ancam Alvaro.“Apa lo pernah liat gue gagal waktu mengeksekusi target?” tanya pria itu dengan nada angkuh yang terdengar jelas.“Nggak, makanya gue serahin semua musuh gue ke tangan lo. Te
Di rumah, Revel menyantap makanannya dengan tidak berselera. Semenjak Jill meminta izin padanya untuk jalan-jalan bersama dengan Gwen, kecemasannya semakin pekat hingga Revel tidak bisa melahap makanannya seperti biasa. Bagai mahasiswa yang akan menghadapi sidang skripsi dan dosen penguji super killer! Atau mungkin jauh lebih cemas sekarang daripada saat sidang kemarin? Sepertinya iya!Brian memandang kakaknya dengan cemas. Secuek apapun dirinya, tetap saja sebagai adik ada rasa khawatir, terlebih mereka sudah tau masalah apa yang sedang dihadapi oleh kakaknya itu. Bukan masalah enteng pastinya.“Lo nggak apa, Bro?” tanya Brian tidak mampu menahan rasa cemasnya lagi. Meski dirinya jarang berbicara, namun kasih sayang antar saudara tidak mungkin hilang kan?“Nggak apa kok, cuma lagi nggak nafsu makan aja.”“Yakin cuma karena itu? Nggak biasanya lo keliatan khawatir dan selesu ini.”Revel tersenyum tipis pada adik laki-lakinya. Merasa cukup terharu dengan perh
James menyeret dua orang yang ditugaskan untuk menjaga Jill. Dirinya tidak memiliki kesulitan saat harus melumpuhkan kedua orang itu. Obat bius yang dimilikinya bekerja dengan cepat dan ampuh. Dan sekarang tugasnya lebih gampang. Hanya perlu mengikuti kedua wanita yang pasti dapat dengan mudah diatasinya!Tidak percuma dirinya mengintai sejak kemarin karena bisa langsung mendeteksi keberadaan dua pengawal yang ditugaskan menjaga Jill tanpa wanita itu sadari! Apalagi dirinya sudah terlatih menjadi penyusup! Pondok Indah Mall…“Gwen, gue laper nih. Makan dulu ya?” ajak Jill sambil mengelus perutnya dengan wajah memelas, sengaja agar Gwen iba.Gwen terbahak. Padahal baru jam 11 dan tadi Jill sudah sarapan, sudah makan roti juga di dalam mobilnya, tapi tetap saja ibu hamil yang satu ini masih ribut kelaparan! Tapi Gwen tidak protes dan langsung menuruti keinginan Jill. Tidak ingin mencelakakan sahabatnya sendiri. Bisa habis diamuk oleh Revel nantinya! Apalagi Revel
Satu tahun kemudian…Di salah satu hotel bintang lima terlihat dekorasi yang begitu mewah namun terkesan elegan, tidak norak. Jill memasuki ballroom sambil menggandeng lengan Revel yang sedang menggendong baby Luiz. Di umur yang hampir menginjak tiga tahun, baby Luiz terlihat semakin tampan, mengikuti wajah Revel.Di belakang mereka ada seorang baby sitter sambil mendorong stroller kosong, untuk jaga-jaga jika Luiz mengantuk di tengah acara pesta. Sejak beberapa bulan yang lalu, Jill akhirnya menyerah pada bujukan Revel dan mengikuti keinginan suaminya yang tidak tega melihatnya kelelahan jika harus mengurus Luiz sendirian.‘Aku nggak mau kamu terlalu capek dan jatuh sakit, Baby. Apalagi selain mengurus Luiz, kamu juga masih harus mengurusku.’Ya, sejak menikah dengan Revel, Jill memang ingin mengurus keperluan suami dan anaknya sendiri, bahkan dirinya sampai rela berhenti kerja hanya untuk mengurus rumah tangganya. Jill lebih memilih menjadi ibu rumah tangga daripad
Beberapa bulan kemudian….Revel menatap bangga pada putranya yang semakin pintar, lucu dan menggemaskan. Disela-sela kesibukannya sebagai seorang pengusaha, bermain dengan buah hatinya merupakan kebahagiaan tersendiri untuk Revel. Dan sekarang di waktu santai, itulah yang dirinya lakukan.Bermain dengan Luiz sepuasnya sekalian menggantikan tugas Jill menjaga anak meski hanya sementara. Perhatian Revel beralih dari Luiz kepada Jill yang baru saja memasuki ruang keluarga dengan piring buah di tangannya. Hal yang memang biasa dilakukan setiap hari. Makan buah agar sehat.Senyum lebar mengembang di wajah cantik Jill yang tampak polos, tanpa adanya jejak make up sama sekali, namun tidak menutupi kecantikan alami yang terpancar jelas. Kecantikan yang membuat Revel tidak bisa mengalihkan pandangan barang sedetik pun dari istrinya. Dari dulu.“Hei, kamu lagi main apa sama Papa? Kok senang banget sih?” tanya Jill sambil menggoyangkan tangan kecil Luiz. Tidak ada jawaban
“Jadi siapa nama cowok yang kemarin, Jill?” cecar Jessie tidak sabar saat datang ke rumah Jill pagi-pagi, persis dengan gaya ibu-ibu komplek yang begitu penasaran akan gossip terbaru! Tidak ingin ketinggalan berita! “Cowok? Oh yang itu! Masa lo nggak kenal sih? Bukannya udah pernah ketemu ya pas pergi sama gue?” tanya Jill masih tidak percaya kalau Jessie tidak mengenal pria yang kemarin membuat gadis itu sampai ternganga takjub!“Mana ada? Belom lah! Kalau udah gue nggak mungkin lupa sama cowok ganteng begitu!” sanggah Jessie yakin, mengulang ucapannya kemarin.“Masa iya sih?” tanya Jill sambil mengusap dagunya pelan, berpikir keras.“Jangan kebanyakan mikir! Cepet kasih tau gue siapa namanya? Gue udah penasaran dari kemarin tau!” cecar Jessie lagi membuat Jill berdecak sebal karena seperti sedang dikejar oleh debt collector!“Tuh cowok namanya Jayden! Dia temen gue yang kerja sebagai bartender!”“Bartender?” ulang Jessie lemas. Seolah harapannya untuk
Matthew menatap Gwen yang baru saja selesai mandi. Akhirnya malam ini mereka resmi menjadi sepasang suami istri. Hal yang tidak berani Matthew bayangkan sebelumnya, terlebih saat mengingat waktu Gwen menjauhinya dulu, begitu membuatnya frustasi. Apalagi istrinya itu sangat sulit dibujuk!Hati Matthew menghangat saat melafalkan kata ‘istri’ meski hanya dalam hati. Dadanya bergemuruh dipenuhi euphoria yang bernama kebahagiaan. Matthew masih asyik dengan pikirannya saat Gwen bertanya dengan nada heran,“Kamu belum mau mandi?”“Ini aku baru mau mandi,” jawab Matthew agak kikuk, belum terbiasa berada berduaan dengan wanita yang telah resmi menjadi istrinya hari ini dalam satu kamar. Gwen mengambil hairdryer dan mengeringkan rambut, tidak ingin tidur dalam keadaan rambut basah karena bisa bikin kepalanya sakit nanti. Gwen sedang fokus dengan rambut dan hairdryer di tangannya saat tangan Matthew memeluk pinggangnya dari belakang. Refleks wanita itu memekik kaget!“Asta
Lamunan Revel mengenai perusahaan pupus saat melihat Jill menggeliat dan membuka matanya perlahan, berusaha menyesuaikan matanya dengan cahaya matahari sore yang menerpa indera penglihatannya. “Hei, kamu udah pulang dari tadi?”“Nggak kok, baru aja. Kamu pasti capek banget sampe ketiduran gini.”“Nggak juga kok, cuma anginnya enak aja bikin aku ngantuk dan ketiduran,” kilah Jill tidak ingin membuat Revel khawatir dan malah menambah beban pikiran sang suami yang pasti sudah begitu banyak, apalagi dengan masalah perusahaan yang pasti tidak akan pernah ada habisnya.Revel hanya mengangguk, sadar kalau Jill tidak ingin membuatnya khawatir.“Jadi gimana kantor hari ini? Banyak kerjaan?”“Ya begitulah, setiap hari pasti ada aja.”“Tapi nggak ada masalah kan?”“Nggak kok, semuanya aman. Kamu tenang aja, okay?”Jill mengangguk, menggendong baby Luiz perlahan agar tidak membuatnya terbangun dan membaringkannya di baby box.Beberapa bulan kemudian…
Dokter dan suster yang melihat kejadian itu tidak urung menatap Revel dengan raut kasihan tapi juga geli. Revel yang menyadari kalau mereka hampir terbahak melihat apa yang terjadi barusan hanya bisa menunduk, karena lagi-lagi harus menahan malu akibat ulah istrinya! Nasib!Sejak dulu Jill memang sudah menjadi titik kelemahannya. Begitu juga kali ini, Revel harus rela menurunkan wibawanya di depan dokter dan suster yang bertugas. Revel sadar kalau sebentar lagi cerita mengenai dirinya yang dianiaya oleh Jill pasti akan tersebar luas! Tapi ya sudahlah, terima nasib aja! Siapa yang menyangka kalau Revel akan cinta mati pada wanita sebar-bar ini? Iya kan?“Selamat ya, Pak. Bayinya laki-laki dan terlahir sehat,” ucap dokter.Dengan penuh haru Revel menatap bayinya. Bayi yang merupakan perpaduan antara dirinya dengan Jill! Astaga! Bagaimana bisa Tuhan menciptakan bayi setampan ini? Memang sih, Revel sadar kalau dirinya tampan dan Jill juga cantik, tapi tetap saja dirinya
Revel berdecak gemas karena pertanyaannya malah dijawab asal-asalan oleh Jill! Padahal dirinya sedang bertanya serius! Sangat amat serius! Revel ingin segera tau hasil testnya! Revel ingin tau apakah usahanya hampir setiap malam sudah membuahkan hasil atau belum! Jika belum, Revel tidak akan bosan untuk terus berusaha sampai Jill positif hamil! Usaha yang akan Revel lakukan dengan senang hati karena sama-sama dapat enak! “Aku serius, Jill!” sergah Revel menahan sabar. Jill meringis saat Revel sudah memanggil namanya dengan nada seperti itu, tanda kalau pria itu sudah tidak bisa lagi menahan kesabarannya. “Itu kan yang muncul garis dua, yang artinya aku positif. Dan karena ini testpack kehamilan, berarti tandanya aku positif hamil, Revel. Bukan positif covid,” jelas Jill, tidak ingin diomeli oleh suaminya yang terkadang bisa bersikap menyebalkan juga. “Serius?” lirih Revel dengan suara tercekat, tidak percaya kalau akhirnya Tuhan ke
“Hmm…. Matthew kemarin ngajakin gue merit,” aku Gwen dengan suara lirih. Jill ternganga sejenak sebelum akhirnya memekik kaget.“What?! Lo serius?!” “Seriuslah!”“Brengsek juga tuh cowok!” omel Jill membuat Gwen mengernyit bingung. “Kenapa jadi brengsek, Jill?”“Ya brengsek lah! Masa ngomong soal pernikahan melalui video call sih? Itu kan hal serius, Gwen! Harusnya Matthew bahas soal itu face to face sama lo!” sungut Jill tidak terima. Untung Revel tidak melakukan hal itu, jika tidak, Jill pasti akan kesal!“Tapi lo tau sendiri kalau Matthew kan nggak mungkin datang ke Jakarta cuma buat ngajakin gue merit!” bantah Gwen membela kekasihnya. Gwen tidak terima waktu Jill mengatai Matthew brengsek. Enak aja!“Cuma lo bilang? Ngajakin lo merit bukan sekedar ‘cuma’, Gwen! Itu hal serius! Mana ada sih cowok yang ngelamar ceweknya melalui video call? Lagian dia bisa aja bahas soal itu langsung pas datang ke acara resepsi pernikahan gue sama Revel! Padahal dia ka
Dua bulan kemudian…..Revel memijat keningnya yang terasa pusing, sudah dua minggu terakhir ini pekerjaannya begitu menumpuk. Siapa yang mengira kalau mengurus perusahaan akan jauh lebih melelahkan dan memusingkan daripada kuliah? Tidak heran kalau papanya ingin pensiun dini dan memilih menikmati hari tua bersama mamanya!Tentunya saat Revel sudah bisa mengurus perusahaan sendiri nantinya! Bukan sekarang! Untung sampai saat ini papanya dan uncle Nick selalu membantunya, tidak membiarkan Revel melangkah seperti anak hilang sendirian! Revel berhenti memijat keningnya saat mendengar pintu ruangannya diketuk dan muncul wajah papanya.“Kamu kenapa, Revel? Kok keliatannya pusing banget?” “Emang aku lagi pusing, Pa!”“Kenapa? Ada masalah pekerjaan?”“Nggak sih, cuma kayaknya aku kebanyakan lembur jadinya agak drop,” jelas Revel.“Ya udah, malam ini jangan lembur dulu. Maksud Papa jangan lembur di kantor ataupun di rumah. Paham maksud Papa kan?” tanya Levin