Tanpa disuruh, Gwen dan Jessie mengikuti langkah Jill. Sadar kalau Jill sedang tidak bisa dibiarkan seorang diri, takut nekat. Tangan Jill menyambar kunci mobil yang tergantung manis ditempatnya, tidak jauh dari pintu masuk.
“Jill, lo mau kemana?” “Jill! Tungguin gue!” Suara Gwen dan Jessie yang berteriak memanggil namanya diabaikan begitu saja. Jill menyalakan mesin mobil dengan cepat. Tergesa, Gwen dan Jessie melompat masuk ke dalam mobil Jill sebelum mobil itu melaju dengan gila ke arah jalan raya. Bahkan Gwen meninggalkan mobilnya begitu saja di rumah Jill. “Lo mau kemana, Jill?” tanya Gwen khawatir, apalagi Jill mengemudikan mobilnya seperti orang kesetanan. “Jill! Jangan diem aja sih! Bikin gue takut tau nggak?!” omel Jessie. Gwen menoleh ke arah Jessie, baru menyadari kehadiran gadis itu sepenuhnya. Tadi pikirannya terlalu fokus pada Jill hingga tidak sadar kalau ada Jessie di dekat mereka. Dan keheranan GMama Lea memandang suaminya dengan panik saat Jill berlalu pergi dari hadapan mereka dengan marah. Hal yang belum pernah terjadi selama ini, semarah apapun Jill, putrinya itu tidak pernah tampak segusar ini sampai nekat kabur!“Gimana kalau Jill nekat kabur, Pa?”“Nggak mungkin, Ma. Lagipula ada Gwen. Mama tenang aja,” jawab papa Edbert meski dalam hati cukup khawatir, mengingat sifat putrinya yang cukup nekat.“Papa kenapa tenang banget sih? Jill itu putri kita satu-satunya, Pa!” sentak mama Lea mulai kesal saat melihat sikap suaminya yang terlalu tenang. Apakah memang pria seperti itu? Menyebalkan!“Papa tau, Ma. Tapi mau bagaimana lagi? Cepat atau lambat Jill pasti akan tau mengenai rencana perjodohan itu. Jadi ada bagusnya juga karena kita tidak perlu lagi menyembunyikan masalah serius seperti ini.” “Terus harus bagaimana, Pa? Apa Papa akan terus memaksa Jill untuk menjalani perjodohan itu meski Jill menolak? Tidak bisakah Papa batalkan saja?”“Tidak bis
Jill terdiam, tidak dapat menyangkal kebenaran dari ucapan Gwen. Ya, pada akhirnya Matthew memang harus meninggalkan Gwen sendiri di Jakarta dalam waktu sekian tahun. Tapi tetap saja, bukankah lebih baik mendengar penjelasan Matthew dulu agar tidak ada salah paham? Bukankah lebih baik menyelesaikan kesalahpahaman sebelum berpisah? Iya kan? “Tapi kenapa lo nggak mau dengar penjelasan Matthew, Gwen?”“Gue takut malah nggak bisa lepasin dia, Jill,” aku Gwen pelan.Jill tertegun, tidak menyangka akan mendengar jawaban seperti itu dari Gwen.Jill pikir Gwen menolak karena masih terlalu marah pada Matthew, tapi nyatanya Gwen melakukan hal itu hanya untuk melindungi hatinya yang takut terluka akibat kepergian Matthew. Hmm, Jill sudah salah menilai sahabatnya sendiri!“Tapi itu akan buat Matthew salah sangka. Dia akan berpikir kalau lo nggak bisa maafin dia. Atau malah kemungkinan terburuk bisa aja Matthew beralih ke cewek lain karena berpikir lo nggak bisa lagi te
“Terus gimana donk, Pa?”“Apa kamu udah bener-bener yakin kalau kamu serius dengan Jill?”“Yakin donk! Papa nggak percaya sama aku?”“Tentu saja percaya. Lalu bagaimana dengan Jill sendiri? Apa kamu yakin kalau Jill juga serius sama kamu?” tanya Levin memastikan.“Papa nggak percaya sama Jill?”“No! Bukan begitu! Papa hanya ingin memastikan karena usia kalian berdua masih begitu muda. Papa cuma takut kalian belum yakin dengan perasaan masing-masing.”“Aku yakin Jill juga serius sama aku, Pa. Kalau tidak, Jill tidak mungkin mengejarku sampai ke Melbourne kan?” balas Revel. Levin hanya mengangkat bahu, enggan berkomentar lebih jauh tentang kenekatan Jill yang berani menyusul Revel beberapa waktu lalu. Pria paruh baya itu justru merespon hal lain.“Kalau begitu biar nanti Papa bahas masalah ini sama Mama kamu. Yang penting sejauh ini hubungan kamu dengan Jill baik-baik saja kan?”“Hmm… kami baik-baik aja kok, Pa,” ucap Revel yakin membuat Levin meng
“Kamu kenapa, Levin?” tanya Claire heran saat melihat raut serius di wajah suaminya, tidak biasanya Levin seperti itu, kecuali jika berhubungan dengan masalah pekerjaan. Tapi sejak dulu Levin sebisa mungkin tidak membawa masalah pekerjaan ke rumah! Berarti yang terjadi sekarang bukanlah masalah kantor!“Nggak apa kok.”“Kamu itu sama banget kayak Revel sih? Udah jelas-jelas tampangnya suntuk begitu masih bilang nggak ada apa-apa!” Levin tersenyum mendengar ocehan istrinya. “Itu berarti namanya like father like son. Tandanya Revel benar-benar ngikutin sifat aku. Bagus kan?” balas Levin santai. “Mana ada bagus? Aku justru khawatir kalau dia ngikutin sifat kamu, apalagi soal sifat playboy kamu yang legendaris itu!” sungut Claire membuat Levin mengerang kesal dalam hati, tidak mengira kalau Claire akan kembali membahas dosanya di masa lalu. Susah memang kalau punya istri yang juga seorang ahli sejarah! Selalu mengingat masa lalu Levin yang menyebalkan itu!
Levin mencengkeram kedua tangan Claire dan menahannya di sisi kiri dan kanan hingga membuat istrinya tidak bisa berkutik. Claire memutar bola matanya dengan gemas, sadar kalau ada maksud terselubung dari suaminya. Otak Levin memang tidak jauh dari urusan selangkangan jika sedang berduaan dengan Claire! Otak mesum! “Kamu tuh modus banget sih!”“Modus apanya? Aku cuma mau minta jatah harian kok!”“Dua hari yang lalu kan udah!”“Itu kan udah lewat dua hari! Jadi sekarang aku mau minta jatah lagi. Aku harus sering charge biar nggak lemes, Claire! Ponsel aja harus di-charge setiap hari!”“Iya, kamu charge biar nggak lemes, tapi gantian nanti aku yang jadi lemes!” gerutu Claire membuat Levin tergelak kencang.Claire menikmati suara tawa suaminya yang terdengar begitu renyah.“I love you, My Husband,” ucap Claire tiba-tiba membuat gelak tawa Levin berhenti.“I know! Dan sekarang waktunya membuktikan seberapa besar cinta kamu sama aku!” ucap Levin sambil lan
Revel menatap gelisah pada ponselnya, sudah seharian Jill dan Jessie tidak bisa dihubungi membuat kecemasannya semakin menjadi-jadi. Dari kemarin lebih tepatnya. Nekat, Revel memutuskan datang ke rumah Jill yang langsung disambut oleh mama Lea. Rasa gugup terbayang cukup jelas di wajahnya.“Apa Jill ada di rumah, Tante?”“Sejak kemarin Jill menginap di rumah Gwen,” jawab mama Lea cepat.Dirinya tidak bohong, kemarin sore mama Lea sudah menghubungi Gwen dan gadis itu membenarkan dugaannya membuatnya lega karena setidaknya Jill berada di tempat yang tepat dan aman karena ada Gwen yang menjaganya. “Menginap sejak kemarin? Apa Jill tidak bawa ponsel?” tanya Revel penasaran, rasanya aneh karena kekasihnya itu mengabaikan semua panggilan teleponnya.“Sepertinya Jill lupa membawa ponselnya karena pergi terburu-buru.”Dan jawaban mama Lea malah semakin membuat Revel heran dan curiga, dirinya bukan orang bodoh, mana ada orang yang ingin menginap di rumah sahabatnya s
Pertanyaan Jill yang terdengar begitu berapi-api dan penuh dengan tuduhan membuat emosi Revel ikut tersulut. Sungguh, saat ini Revel hanya ingin memperjelas semuanya. Mengungkapkan kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi. Bukan ingin bertengkar. Tidak bisakah Jill bersikap dewasa dan tidak menuduhnya macam-macam?“Kamu jangan salah paham. Aku mohon, tolong kamu bertindak dewasa, jangan selalu merespon setiap masalah dengan emosi!” jawab Revel cepat, berusaha meredam emosinya yang sudah mulai berkobar. “Salah paham bagaimana? Atau kamu mau terima perjodohan kamu dengan Jessie? Maka dari itu kamu merasa bersyukur karena rencana perjodohan yang sudah Papaku lakukan? Dengan begitu kamu punya alasan buat ninggalin aku, begitu kan?!” lanjut Jill ketus dengan wajah marah.“Astaga, Jill! Bisa nggak sih pikiran kamu jangan melenceng jauh seperti itu? Kenapa jadi bawa-bawa soal Jessie? Sekalipun aku nggak pernah berpikir seperti apa yang kamu tuduhkan barusan!”“Karena si
“Thank you!” ucap Jessie tergesa, bahkan tanpa menatap wajah Revel.Revel hanya menggeleng kecil, sadar kalau Jessie tidak bisa berubah. Sejak dulu Revel selalu diperlakukan seperti abang gocar alias supir! Terkesan tidak sopan memang, tapi itu lebih baik daripada Jessie bersikap genit padanya kan? “Nggak sopan!” dumel Jill.“Udah biasa. Dia emang begitu. Aku berasa kayak abang gocar kalau sama dia,” jawab Revel sambil mengangkat bahu, tidak mempermasalahkan kelakuan ajaib Jessie yang sudah diketahuinya sejak awal.Jill terdiam, teringat kembali ucapan Revel dulu. Ucapan yang diragukan oleh Jill tapi hari ini Jill sudah melihatnya sendiri secara langsung kalau ucapan Revel memang benar, bukan sekedar alasan! Dirinya saja dulu yang terlalu cemburu hingga salah paham! Revel kembali fokus dengan setirnya, melajukannya ke rumah Jill.“Ingat, nanti jangan emosi ya? Bahas dengan kepala dingin,” ucap Revel khawatir saat mereka sudah tiba di depan rumah Jill. Apala
Satu tahun kemudian…Di salah satu hotel bintang lima terlihat dekorasi yang begitu mewah namun terkesan elegan, tidak norak. Jill memasuki ballroom sambil menggandeng lengan Revel yang sedang menggendong baby Luiz. Di umur yang hampir menginjak tiga tahun, baby Luiz terlihat semakin tampan, mengikuti wajah Revel.Di belakang mereka ada seorang baby sitter sambil mendorong stroller kosong, untuk jaga-jaga jika Luiz mengantuk di tengah acara pesta. Sejak beberapa bulan yang lalu, Jill akhirnya menyerah pada bujukan Revel dan mengikuti keinginan suaminya yang tidak tega melihatnya kelelahan jika harus mengurus Luiz sendirian.‘Aku nggak mau kamu terlalu capek dan jatuh sakit, Baby. Apalagi selain mengurus Luiz, kamu juga masih harus mengurusku.’Ya, sejak menikah dengan Revel, Jill memang ingin mengurus keperluan suami dan anaknya sendiri, bahkan dirinya sampai rela berhenti kerja hanya untuk mengurus rumah tangganya. Jill lebih memilih menjadi ibu rumah tangga daripad
Beberapa bulan kemudian….Revel menatap bangga pada putranya yang semakin pintar, lucu dan menggemaskan. Disela-sela kesibukannya sebagai seorang pengusaha, bermain dengan buah hatinya merupakan kebahagiaan tersendiri untuk Revel. Dan sekarang di waktu santai, itulah yang dirinya lakukan.Bermain dengan Luiz sepuasnya sekalian menggantikan tugas Jill menjaga anak meski hanya sementara. Perhatian Revel beralih dari Luiz kepada Jill yang baru saja memasuki ruang keluarga dengan piring buah di tangannya. Hal yang memang biasa dilakukan setiap hari. Makan buah agar sehat.Senyum lebar mengembang di wajah cantik Jill yang tampak polos, tanpa adanya jejak make up sama sekali, namun tidak menutupi kecantikan alami yang terpancar jelas. Kecantikan yang membuat Revel tidak bisa mengalihkan pandangan barang sedetik pun dari istrinya. Dari dulu.“Hei, kamu lagi main apa sama Papa? Kok senang banget sih?” tanya Jill sambil menggoyangkan tangan kecil Luiz. Tidak ada jawaban
“Jadi siapa nama cowok yang kemarin, Jill?” cecar Jessie tidak sabar saat datang ke rumah Jill pagi-pagi, persis dengan gaya ibu-ibu komplek yang begitu penasaran akan gossip terbaru! Tidak ingin ketinggalan berita! “Cowok? Oh yang itu! Masa lo nggak kenal sih? Bukannya udah pernah ketemu ya pas pergi sama gue?” tanya Jill masih tidak percaya kalau Jessie tidak mengenal pria yang kemarin membuat gadis itu sampai ternganga takjub!“Mana ada? Belom lah! Kalau udah gue nggak mungkin lupa sama cowok ganteng begitu!” sanggah Jessie yakin, mengulang ucapannya kemarin.“Masa iya sih?” tanya Jill sambil mengusap dagunya pelan, berpikir keras.“Jangan kebanyakan mikir! Cepet kasih tau gue siapa namanya? Gue udah penasaran dari kemarin tau!” cecar Jessie lagi membuat Jill berdecak sebal karena seperti sedang dikejar oleh debt collector!“Tuh cowok namanya Jayden! Dia temen gue yang kerja sebagai bartender!”“Bartender?” ulang Jessie lemas. Seolah harapannya untuk
Matthew menatap Gwen yang baru saja selesai mandi. Akhirnya malam ini mereka resmi menjadi sepasang suami istri. Hal yang tidak berani Matthew bayangkan sebelumnya, terlebih saat mengingat waktu Gwen menjauhinya dulu, begitu membuatnya frustasi. Apalagi istrinya itu sangat sulit dibujuk!Hati Matthew menghangat saat melafalkan kata ‘istri’ meski hanya dalam hati. Dadanya bergemuruh dipenuhi euphoria yang bernama kebahagiaan. Matthew masih asyik dengan pikirannya saat Gwen bertanya dengan nada heran,“Kamu belum mau mandi?”“Ini aku baru mau mandi,” jawab Matthew agak kikuk, belum terbiasa berada berduaan dengan wanita yang telah resmi menjadi istrinya hari ini dalam satu kamar. Gwen mengambil hairdryer dan mengeringkan rambut, tidak ingin tidur dalam keadaan rambut basah karena bisa bikin kepalanya sakit nanti. Gwen sedang fokus dengan rambut dan hairdryer di tangannya saat tangan Matthew memeluk pinggangnya dari belakang. Refleks wanita itu memekik kaget!“Asta
Lamunan Revel mengenai perusahaan pupus saat melihat Jill menggeliat dan membuka matanya perlahan, berusaha menyesuaikan matanya dengan cahaya matahari sore yang menerpa indera penglihatannya. “Hei, kamu udah pulang dari tadi?”“Nggak kok, baru aja. Kamu pasti capek banget sampe ketiduran gini.”“Nggak juga kok, cuma anginnya enak aja bikin aku ngantuk dan ketiduran,” kilah Jill tidak ingin membuat Revel khawatir dan malah menambah beban pikiran sang suami yang pasti sudah begitu banyak, apalagi dengan masalah perusahaan yang pasti tidak akan pernah ada habisnya.Revel hanya mengangguk, sadar kalau Jill tidak ingin membuatnya khawatir.“Jadi gimana kantor hari ini? Banyak kerjaan?”“Ya begitulah, setiap hari pasti ada aja.”“Tapi nggak ada masalah kan?”“Nggak kok, semuanya aman. Kamu tenang aja, okay?”Jill mengangguk, menggendong baby Luiz perlahan agar tidak membuatnya terbangun dan membaringkannya di baby box.Beberapa bulan kemudian…
Dokter dan suster yang melihat kejadian itu tidak urung menatap Revel dengan raut kasihan tapi juga geli. Revel yang menyadari kalau mereka hampir terbahak melihat apa yang terjadi barusan hanya bisa menunduk, karena lagi-lagi harus menahan malu akibat ulah istrinya! Nasib!Sejak dulu Jill memang sudah menjadi titik kelemahannya. Begitu juga kali ini, Revel harus rela menurunkan wibawanya di depan dokter dan suster yang bertugas. Revel sadar kalau sebentar lagi cerita mengenai dirinya yang dianiaya oleh Jill pasti akan tersebar luas! Tapi ya sudahlah, terima nasib aja! Siapa yang menyangka kalau Revel akan cinta mati pada wanita sebar-bar ini? Iya kan?“Selamat ya, Pak. Bayinya laki-laki dan terlahir sehat,” ucap dokter.Dengan penuh haru Revel menatap bayinya. Bayi yang merupakan perpaduan antara dirinya dengan Jill! Astaga! Bagaimana bisa Tuhan menciptakan bayi setampan ini? Memang sih, Revel sadar kalau dirinya tampan dan Jill juga cantik, tapi tetap saja dirinya
Revel berdecak gemas karena pertanyaannya malah dijawab asal-asalan oleh Jill! Padahal dirinya sedang bertanya serius! Sangat amat serius! Revel ingin segera tau hasil testnya! Revel ingin tau apakah usahanya hampir setiap malam sudah membuahkan hasil atau belum! Jika belum, Revel tidak akan bosan untuk terus berusaha sampai Jill positif hamil! Usaha yang akan Revel lakukan dengan senang hati karena sama-sama dapat enak! “Aku serius, Jill!” sergah Revel menahan sabar. Jill meringis saat Revel sudah memanggil namanya dengan nada seperti itu, tanda kalau pria itu sudah tidak bisa lagi menahan kesabarannya. “Itu kan yang muncul garis dua, yang artinya aku positif. Dan karena ini testpack kehamilan, berarti tandanya aku positif hamil, Revel. Bukan positif covid,” jelas Jill, tidak ingin diomeli oleh suaminya yang terkadang bisa bersikap menyebalkan juga. “Serius?” lirih Revel dengan suara tercekat, tidak percaya kalau akhirnya Tuhan ke
“Hmm…. Matthew kemarin ngajakin gue merit,” aku Gwen dengan suara lirih. Jill ternganga sejenak sebelum akhirnya memekik kaget.“What?! Lo serius?!” “Seriuslah!”“Brengsek juga tuh cowok!” omel Jill membuat Gwen mengernyit bingung. “Kenapa jadi brengsek, Jill?”“Ya brengsek lah! Masa ngomong soal pernikahan melalui video call sih? Itu kan hal serius, Gwen! Harusnya Matthew bahas soal itu face to face sama lo!” sungut Jill tidak terima. Untung Revel tidak melakukan hal itu, jika tidak, Jill pasti akan kesal!“Tapi lo tau sendiri kalau Matthew kan nggak mungkin datang ke Jakarta cuma buat ngajakin gue merit!” bantah Gwen membela kekasihnya. Gwen tidak terima waktu Jill mengatai Matthew brengsek. Enak aja!“Cuma lo bilang? Ngajakin lo merit bukan sekedar ‘cuma’, Gwen! Itu hal serius! Mana ada sih cowok yang ngelamar ceweknya melalui video call? Lagian dia bisa aja bahas soal itu langsung pas datang ke acara resepsi pernikahan gue sama Revel! Padahal dia ka
Dua bulan kemudian…..Revel memijat keningnya yang terasa pusing, sudah dua minggu terakhir ini pekerjaannya begitu menumpuk. Siapa yang mengira kalau mengurus perusahaan akan jauh lebih melelahkan dan memusingkan daripada kuliah? Tidak heran kalau papanya ingin pensiun dini dan memilih menikmati hari tua bersama mamanya!Tentunya saat Revel sudah bisa mengurus perusahaan sendiri nantinya! Bukan sekarang! Untung sampai saat ini papanya dan uncle Nick selalu membantunya, tidak membiarkan Revel melangkah seperti anak hilang sendirian! Revel berhenti memijat keningnya saat mendengar pintu ruangannya diketuk dan muncul wajah papanya.“Kamu kenapa, Revel? Kok keliatannya pusing banget?” “Emang aku lagi pusing, Pa!”“Kenapa? Ada masalah pekerjaan?”“Nggak sih, cuma kayaknya aku kebanyakan lembur jadinya agak drop,” jelas Revel.“Ya udah, malam ini jangan lembur dulu. Maksud Papa jangan lembur di kantor ataupun di rumah. Paham maksud Papa kan?” tanya Levin