"Aakhh ... Gosh!" desah Chantal ketika kedua tangannya ditahan di atas kepalanya dalam lift yang naik dari lantai lobi ke lantai 80.Wajah Jordan terbenam di lembah yang ada di antara gundukan lembut dada Chantal. Lidahnya mengusap puncak buah dada istrinya dan mengisapnya penuh napsu.Bra yang tadinya dikenakan Chantal di balik kemeja sutra beige longgarnya teronggok di lantai lift bersama kemeja tersebut. Perempuan itu menggigit bibirnya cemas bila ada yang akan masuk ke dalam lift sementara suaminya seperti kehilangan akal mencumbunya dengan ganas di sana."Jordan, nanti ada yang melihatku seperti ini bagaimana?" lirih Chantal mencoba membawa kewarasan dalam pikiran suaminya. Wajah mereka pun berhadapan dan pria itu terkekeh. "Takut? Hmm ... tak perlu, pengawalku akan memastikan tak ada yang akan memakai lift khusus ini kecuali aku sendiri dan orang yang kuajak naik lift ini tentunya."Chantal pun menghela napas lega. Setidaknya ketelanjangannya tak akan menjadi konsumsi publik ka
Makan malam mewah yang tersaji di meja makan bundar yang ada di penthouse Jordan dimasak langsung oleh Chef Oliver Zhao asal Hong Kong. Cita rasa masakan otentik oriental itu membuat Chantal terkesan. Suaminya memang tidak melebih-lebihkan ketika mengatakan bahwa dua chef andalannya di SEI Tower sangat impresif. Chef Arnold Suarez yang menguasai western food juga hebat dalam menyajikan masakan otentik daratan Eropa. Apa pun yang dia masak sangat memanjakan lidah. Itu salah satu alasan yang membuat Chantal betah tinggal bersama Jordan.Ketika mereka berdua sedang makan malam santai, Jordan teringat pertanyaan dokter yang merawat istrinya di ICU saat jatuh pingsan beberapa waktu lalu. Dia pun menyeletuk, "Apa kau menderita bulimia, Chant?" "Hahh? Bulimia—apa maksudmu, Hubby?" Chantal sendiri justru kebingungan mendengar pertanyaan Jordan yang tak beralasan. "Jawab saja, Chant. Aku tak akan memarahimu justru aku akan membantumu sebisa mungkin!" balas Jordan menatap istrinya lekat-leka
Pagi itu langit nampak biru di Santa Monica Harbour, wanita itu mengenakan topi putih lebar untuk dipadukan dengan gaun putih senada tanpa lengan sepanjang lututnya yang seolah berkibar tertiup angin. "Kau nampak cantik, Darling! Lihatlah kapal yang tertambat dari ujung dermaga sisi barat hingga tengah ini, semuanya milikku. Apa kau suka berlayar, Chant?" ujar Jordan menggandeng tangan istrinya dengan posesif karena banyak mata pria yang bekerja di pelabuhan menatap dengan penasaran ke arah Chantal."Aku suka berlayar, Hubby. Kapan kita bisa mengarungi lautan dengan salah satu yacht itu?" canda istri Jordan seraya tertawa lepas dibalik kaca mata hitamnya.Sedikit terkejut dengan antusiasme wanita itu, tetapi Jordan justru senang karena istrinya memiliki jiwa petualang yang menarik baginya. Dia pun menjawab, "Sekarang pun bisa, aku akan minta salah satu kunci yacht milikku. Tunggu saja, Baby Girl!" Ketika Jordan melayangkan pandangannya ke sekeliling dermaga itu, dia menemukan orang
"Hey, Dave. Apa kabarmu?" sapa Pablo Guilermo memeluk akrab sepupunya dari garis keturunan papa mereka yang kakak beradik kandung.Sedikit mengernyitkan hidung mancungnya David Guilermo menjawab sembari membanting tubuhnya di sofa empuk ruangan CEO Guilermo Star Oil Company, "Sangat buruk hingga nyaris memilih mati saja!""Ohh God, really? Ceritakan apa masalahmu, Brother!" hibur Pablo turut prihatin melihat sepupunya yang tumbuh besar bersamanya patah semangat.Kedua pria muda berdarah Latino itu saling berbincang membahas usaha IT yang dirintis oleh David lenyap bagaikan abu tertiup angin dalam sekejap mata. Aset-asetnya terpaksa dilikuidasi untuk membayar tuntutan kreditor yang hilang kepercayaan pasca persidangan kasus cyber crime melawan Jordan Fremantle. Masih ditambah kekasihnya yaitu Chantal Brickman dipaksa menikah oleh pria keparat itu juga. Dia seperti jatuh tertimpa tangga saja."Ouchh ... damn it! Memang keparat si Jordan Fremantle. Dia membuatmu jatuh bangkrut dengan men
"Sebentar Darling, aku akan menyuruh Donovan untuk mengemudikan kapal kembali ke Santa Monica Pier. Aku masih ingin menemanimu di kabin!" ujar Jordan sembari mengenakan celana pendek selututnya yang berwana khaki di hadapan istrinya.Wajah Chantal sehabis bergumul panas bersamanya masih diselimuti gairah dan Jordan tahu itu. Dia pun sama halnya dengan istrinya masih mendambakan kehangatan. Namun, sayangnya langit mulai gelap, dia tak ingin mengambil risiko yang tak perlu dengan ancaman pembajakan di tengah laut ataupun serangan hiu bawah air.Dengan langkah tegap pria tampan itu meninggalkan kabin dan menuju ke anjungan untuk menemui kepala pengawal pribadinya. Rupanya Donovan sedang minum secangkir kopi sore yang dia buat sendiri di pantry tadi."Don, kemudikan yacht menuju dermaga. Hari mulai petang, aku tak ingin mencari perkara yang tak perlu. Hati-hati, oke!" titah Jordan menepuk-nepuk bahu Donovan sebelum kembali mencari istrinya di kabin.Keempat pengawal lainnya masih berjaga
"Sergio, apa kau sudah lakukan apa yang kuperintahkan?" tanya David Guilermo di telepon kantornya kepada anak buah kepercayaannya."Segalanya sudah siap kapanpun Anda perintahkan, Sir. Pria yang menjadi musuh Anda itu menebar banyak bibit dendam di masa lalunya. Dia pengusaha yang tiran dan suka menginjak pengusaha kecil bila merasa tersinggung," jawab Sergio Portabelo yang sedang duduk di cafe seberang Sky Eternity Intercontinental Tower.Mata David memicing dengan seringai puas mendengar laporan anak buahnya. Dia memang sudah menduga bahwa Jordan memiliki banyak musuh. Dan baginya musuh dari rivalnya adalah kawan yang potensial untuk dimintai dukungan dalam perangnya melawan Jordan."Kembalilah ke kantor, Sergio. Bekerjalah seperti biasanya. Waktu kita masih cukup banyak untuk menyusun serangan yang telak nanti di saat yang tepat! HA-HA-HA," titah David Guilermo sebelum memutus sambungan teleponnya. Banyak hal yang harus diaturnya sebelum terang-terangan melawan Jordan Fremantle. K
Dari dalam mobil Bughati silver miliknya, David Guilermo mengamati mantan kekasihnya turun dari limousine dibantu oleh Jordan Fremantle. Rasanya dia ingin berteriak frustasi karena wanita yang seharusnya menjadi pendamping hidupnya justru dimiliki pria lain yang memporak porandakan kehidupannya."Barry, aku turun di depan restoran itu. Tunggu aku hingga selesai makan siang," perintah David dengan jelas kepada sopir pribadinya.Pengawalnya yang berjumlah 6 orang yang mengikutinya di mobil van di belakang Bughati itu mengawalnya masuk ke restoran The Chariot Fame. Dengan ramah David disambut oleh waiter berpakaian seragam restoran tersebut dan dicarikan meja kosong untuk satu orang.Kebetulan tanpa dia minta, mejanya berdekatan dengan meja yang ditempati oleh Jordan dan Chantal. Mata pria muda itu memicing penuh amarah karena rasa cemburu yang telak menghunjam jantungnya melihat kemesraan gestur pasangan suami istri tersebut."Baby Girl, bagaimana kalau besok sepulang kerja kita nonton
"Jadi apa tadi David Guilermo menciummu di toilet, Chant?" pancing Jordan dengan ekspresi wajah datar yang tentunya palsu. Emosi kecemburuan bergejolak di bawah sana.Alis bak bulan sabit itu berkerut tak nyaman. Perempuan itu menggelengkan kepalanya dengan jantung berdetak kencang. Dia takut suaminya akan meradang karena pertemuan tak sengajanya di toilet dengan mantan pacarnya tadi."Apa kau marah padaku, Hubby? A—aku tidak tahu dia di sana dan membekap mulutku tadi agar tidak berteriak—"Jordan menggeretakkan rahangnya penuh amarah. Memang bukan Chantal yang bersalah, pria pecundang itu yang membuat suasana siang ini kacau dengan ulahnya. Sebelumnya sudah dia sindir hingga meninggalkan meja makan di samping mejanya dan Chantal. Akan tetapi, yang terjadi justru David Guilermo menyergap istri kesayangannya di toilet wanita."Lantas apa saja yang kalian berdua lakukan di dalam toilet tadi? Semoga bukan quickie express!" sindir Jordan lagi dengan nada tajam yang membuat Chantal terpera