Share

Bab 146. Begitu Besar

Author: Rich Mama
last update Last Updated: 2025-01-31 18:33:51
Reval tersenyum miring. “Karena itu membuatku ingin melakukan sesuatu.”

Jantung Naura hampir meloncat keluar dari dadanya. Ia tahu ia harus menjauh, harus menghentikan ini sebelum semuanya semakin lepas kendali. Tapi tubuhnya seolah membangkang, terpaku di tempat.

Dan dalam sekejap, Reval menariknya ke dalam pelukan.

Naura tersentak. Kedua tangannya otomatis terangkat, tapi sebelum ia bisa melakukan apa pun, Reval sudah menundukkan wajahnya.

“Aku hanya ingin memastikan sesuatu,” bisiknya tepat di telinga Naura, membuat bulu kuduk wanita itu berdiri.

“Me-memastikan apa?” suara Naura bergetar.

Reval menatapnya dalam. “Bahwa kamu benar-benar milikku.”

Sebelum Naura bisa memproses kata-kata itu, Reval sudah mendekatkan wajahnya. Napas hangat pria itu menyapu kulitnya, dan dalam sepersekian detik, bibirnya hampir menyentuh bibir Naura—

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan pintu membuat mereka berdua tersentak. Naura langsung melangkah mundur dengan wajah memerah, sementara Reval mengumpat
Rich Mama

hm, hm,

| 3
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 147. Menjeritkan Namamu

    Naura menatap layar komputernya dengan tatapan kosong. Dokumen yang seharusnya ia revisi sudah terbuka sejak tadi, tetapi tidak satu pun kata yang berhasil ia pahami. Jemarinya menggenggam mouse, tetapi tidak ada perintah yang ia jalankan. Fokusnya sepenuhnya terganggu. Pikirannya terus kembali ke satu hal. Siapa yang menemui Reval tadi? Yang membuat Naura resah adalah karena lelaki itu sama sekali tidak menyebutkan apa pun kepadanya. Naura menghela napas panjang, lalu melirik ponselnya yang tergeletak di meja. Layar masih gelap, tidak ada notifikasi dari Reval. Tidak ada pesan yang mengingatkan tentang makan siang atau menyelipkan kata-kata manis yang mungkin berhasil membuatnya tersenyum. Ia menggigit bibir, berusaha menepis kegelisahannya. “Naura.” Suara Dinda membuatnya tersentak. Ia buru-buru menoleh ke arah sahabatnya yang berdiri dengan kedua tangan menyilang. “Apa yang sedang kamu pikirkan?” Dinda mengangkat alis. “Sejak tadi aku melihatmu cuma duduk diam menatap

    Last Updated : 2025-01-31
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 148. Setelah Dia Pergi

    Jari-jarinya mencengkeram kertas itu lebih erat. Perasaannya campur aduk antara keterkejutan, luka, dan amarah yang tak terbendung. Setiap kata yang ia baca terasa seperti belati yang menusuk ke dalam jantungnya. Surat itu penuh dengan pengakuan, kehangatan, dan cinta yang begitu dalam. Cinta yang Naura pikir hanya miliknya. Tetapi satu kalimat membuat seluruh tubuhnya menegang. “Aku hanya bisa berharap kita bertemu di waktu yang tepat, ketika aku bisa memilihmu tanpa ragu, tanpa batasan.” Napas Naura memburu. Siapa wanita yang dimaksud oleh Reval? Jantungnya terasa seperti ingin melompat keluar dari dadanya. Ia memandang surat itu dengan tatapan kosong sebelum menurunkannya perlahan. Tidak mungkin ini untuknya. Surat ini tidak mungkin ditujukan untuknya. Suara langkah kaki terdengar mendekat dari arah lorong. Naura buru-buru menyembunyikan surat itu di balik tumpukan amplop lain. Jantungnya berdetak begitu keras sampai ia takut Reval bisa mendengarnya dari kejauhan. Ketika sos

    Last Updated : 2025-02-01
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 149. Milik Naura

    “Bukan seperti itu, Naura.” Reval mendekatinya, meletakkan tangannya di bahu Naura. “Dia bagian dari masa laluku, kenangan yang tidak akan pernah hilang. Tapi kamu …” Ia menghentikan kalimatnya, matanya yang penuh penyesalan dan ketulusan menatap Naura dalam-dalam. “Kamu adalah masa kini dan masa depanku.” Naura terdiam. Kata-kata itu seharusnya membuatnya merasa lebih baik, tetapi luka yang baru saja tergores di hatinya membutuhkan waktu untuk sembuh. Ia tahu Reval tidak berbohong, tetapi ada bagian dari dirinya yang tidak bisa begitu saja menerima bahwa ia harus berbagi tempat di hati Reval dengan seseorang yang sudah tiada. Sungguh perasaan yang sulit dipahami. Rasa cemburu yang berbeda. “Kenapa Bapak tidak pernah membicarakan ini pada saya?” Naura berbisik, suaranya penuh luka. “Kenapa Pak Reval membuat saya merasa seperti orang asing dalam hidup Bapak?” “Karena aku takut.” Reval menarik napas dalam-dalam. “Aku takut kehilangan kamu, Naura. Takut kamu akan merasa bahwa kamu h

    Last Updated : 2025-02-02
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 150. Menikmati Momen

    Reval melirik Naura dengan senyum misterius di sudut bibirnya. Naura menatapnya curiga. “Ke mana?” “Rahasia,” sahut Reval santai sambil menautkan jemarinya pada jemari Naura. Naura menoleh ke sekitar saat keluar dari ruangan CEO. Wanita itu buru-buru menarik tangannya dari genggaman Reval. “Pak Reval!” bisiknya panik. “Kita masih di kantor!” Reval mengangkat alisnya, tampak tak terganggu sama sekali. “Lalu?” Naura melotot kecil. “Lalu? Semua orang bisa melihat kita!” Reval terkekeh, tetapi akhirnya mengalah. Dengan berat hati, ia melepaskan genggamannya. “Baiklah, baiklah. Tapi ini bukan berarti aku menyerah.” Naura mendengkus, berusaha mengabaikan tatapan menggoda pria itu. Mereka berjalan keluar gedung, menuju parkiran. Reval membuka pintu mobil untuk Naura sebelum berjalan ke sisi lain dan masuk ke dalam. Mesin mobil dihidupkan, dan perjalanan dimulai. Naura hanya bisa pasrah. Ia melirik jam di pergelangan tangannya. Jika Reval yang mengajak, itu berarti waktu makan siang

    Last Updated : 2025-02-03
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 151. Benar-benar Mencintainya

    Naura memperhatikan gerak-gerik Reval. Dengan penuh rasa ingin tahu. “Apa itu?” Reval tidak langsung menjawab. Ia mengeluarkan ponselnya, membuka ikon kamera, dan mengangkatnya setinggi wajah mereka. “Apa yang Bapak lakukan?” tanya Naura, menyipitkan matanya curiga. Reval menoleh sekilas dengan ekspresi polos, yang jelas dibuat-buat. “Tidak ada salahnya kan jika kita mengabadikan momen hari ini?” “Maksudnya ... mengambil foto berdua?” Naura tampak terkejut. Tidak menyangka Reval bisa berpikir sampai ke sana. Reval mengangguk, senyum nakal tersungging di sudut bibirnya. “Tentu saja. Kalau bisa, banyak.” Naura mendengkus pelan. “Pak Reval, kita ini ...” “Kita ini apa?” potong Reval cepat. “Bukan pasangan suami-istri?” Pipi Naura memanas. “Bukan itu maksud saya.” “Kalau begitu, tidak ada alasan untuk menolak, kan?” Reval mengedipkan mata sebelum menarik Naura lebih dekat. “Pak Reval!” Naura berusaha menjauh, tapi pria itu justru mempererat genggamannya. “Kita sudah di tempat ya

    Last Updated : 2025-02-04
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 152. Kamu Yakin?

    Beberapa hari telah berlalu. Cahaya matahari sore masuk melalui jendela besar, menciptakan pola-pola lembut di atas lantai. Aroma lembut parfum Reval memenuhi ruangan, menciptakan suasana tenang, tetapi ada ketegangan tipis yang menggantung di udara. Naura sedang bercermin seraya merapikan rambutnya. Wajahnya terlihat tenang setelah menghabiskan banyak waktu bersama Reval selama kurang lebih satu minggu. Reval yang berdiri di belakangnya. Sebuah lipstik berwarna pink tergenggam di tangan pria itu, jemarinya yang panjang dan kuat tampak santai, tetapi sorot matanya penuh konsentrasi. “Kamu tidak perlu bergerak,” bisik Reval, suaranya rendah, nyaris seperti perintah. Ia memiringkan kepalanya sedikit, matanya tajam namun lembut, seperti seseorang yang sedang menyusun karya seni. Naura mengangkat matanya perlahan, namun hanya untuk menemukan wajah Reval sudah begitu dekat dengannya. Dadanya seakan membeku sesaat. Ia merasakan hawa napas pria itu menyentuh pipinya, begitu hangat, hamp

    Last Updated : 2025-02-05
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 153. Ingin Pisah

    Naura mengangguk. “Saya tidak bisa terus seperti ini, Pak Reval. Saya tidak bisa menjalani dua kehidupan dalam satu waktu. Saya harus menyelesaikan masalah saya dengan Mas Dion.” Ruangan itu terasa sunyi sesaat. Reval menatapnya dalam-dalam, seakan mencari kebimbangan dalam mata wanita itu. Tapi, yang ia temukan hanyalah keteguhan hati. Akhirnya, ia menghela napas panjang. “Baiklah,” ucap Reval, suaranya sedikit berat. “Kalau itu yang kamu mau.” Naura tersenyum kecil, lega karena Reval tidak berusaha menahannya. Tapi, sebelum ia bisa melangkah, Reval kembali bersuara. “Tapi, aku ingin kamu tahu satu hal, Naura.” Naura menoleh. Reval menatapnya lekat, suaranya terdengar lebih dalam. “Aku tidak akan mundur. Aku akan tetap di sini, menunggumu. Apa pun yang terjadi di rumahmu nanti, aku ingin kamu ingat ... bahwa aku selalu ada.” Naura merasakan tenggorokannya mengering. Ia ingin membalas sesuatu, tapi kata-katanya terasa macet di tenggorokan. Akhirnya, ia hanya bisa mengangguk

    Last Updated : 2025-02-05
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 154. Makan Malam

    Seperti petir yang menggelegar di siang bolong, pernyataan itu langsung mengubah atmosfer ruangan. Wajah Ibu Lastri memucat, sementara Dion tersentak, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. “Naura, jangan bicara seperti itu ....” Ibu Lastri langsung menggenggam tangan Naura erat, air matanya mulai menggenang. “Pikirkan lagi, Nak. Jangan gegabah mengambil keputusan.” “Ibu, ini bukan keputusan yang Naura buat dalam semalam. Naura sudah berpikir panjang,” ucap Naura, mencoba tetap tenang meskipun dadanya sesak. “Tapi, Nak ....” suara Ibu Lastri bergetar, jemarinya semakin erat mencengkeram tangan Naura. “Ibu mohon ... jangan tinggalkan Dion ... dan jangan tinggalkan ibu.” Dion yang sejak tadi diam akhirnya ikut bicara. “Naura ... aku tahu aku salah. Aku bodoh, aku egois ... aku sudah menyia-nyiakanmu.” Suaranya serak, nadanya penuh dengan penyesalan. “Aku janji ... aku tidak akan mengulangi kesalahan itu lagi. Tolong beri aku kesempatan kedua.” Naura mengalihk

    Last Updated : 2025-02-05

Latest chapter

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 162. Hanya Berdua Saja

    Kedua mata Naura melirik jam digital di atas nakas. 01.45 AM.Malam sudah sangat larut.Naura menyingkap selimut, menurunkan kakinya ke lantai. Hawa dingin segera menyergap kulitnya, tetapi bukan itu yang mengganggunya. Ada perasaan tidak nyaman yang menekan dadanya, sebuah firasat yang sulit dijelaskan.Ia bangkit dan berjalan ke arah pintu, membuka perlahan. Koridor rumah gelap, hanya ada sedikit cahaya dari lampu di ruang tengah. Nafasnya tertahan saat menatap sekeliling. Rumah terasa terlalu sepi.“Mas Dion?” panggilnya pelan, suara seraknya nyaris tenggelam dalam keheningan malam.Tidak ada jawaban.Naura melangkah ke dapur, berharap suaminya ada di sana untuk mengambil minum seperti yang sering dilakukan. Namun, dapur kosong. Tidak ada jejak Dion di sana. Tidak ada gelas yang diletakkan di meja. Bahkan kulkas masih tertutup rapat, tidak menunjukkan tanda-tanda baru saja digunakan.Dadanya mulai terasa berat. Nafasnya tersendat.Matanya kemudian melirik ke arah rak sepatu di dek

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 161. Lebih Cepat

    Callista berusaha menarik tangannya, tetapi genggaman Dion terlalu kuat. “Lepaskan aku! Ini tidak termasuk dalam kesepakatan kita!”Dion terkekeh, matanya berkilat dengan sesuatu yang sulit diartikan. “Kata siapa?”Callista mendelik, wajahnya mengeras. “Aku tidak pernah menawarkan diriku, Dion. Aku hanya ingin menyelesaikan urusan denganmu, bukan melayani keinginan kotormu.”Dion menyipitkan matanya. “Oh, jadi kamu berani menentangku?”Callista berusaha menenangkan detak jantungnya yang tiba-tiba berpacu lebih cepat. Ia tahu Dion, mengenalnya lebih baik daripada siapa pun. Jika pria itu sudah menunjukkan sisi gelapnya, maka tidak ada gunanya melawan dengan keras kepala.Tetapi Callista bukan wanita lemah.Ia menarik napas panjang, mencoba melepaskan tangannya dengan sedikit lebih lembut. “Dion, dengarkan aku. Aku tidak mau ada masalah. Kita sudah punya kesepakatan, bukan?”Dion tidak bergeming. Matanya menatap Callista dengan penuh penilaian sebelum bibirnya melengkung dalam senyum li

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 160. Tidak Perlu Terburu-buru

    Dion mengerjap, matanya membesar. “Callista?”Wanita itu tersenyum miring, lalu dengan anggun memperbaiki rambutnya yang sedikit berantakan. “Apa kabar kamu, Dion? Sudah lama aku tidak melihatmu.”Dion melepaskan tangannya perlahan, membiarkan Callista berdiri tegak kembali. Matanya mengamati wanita itu dengan penuh kewaspadaan.Callista masih seperti dulu. Berpenampilan mewah, tubuhnya dibalut gaun hitam ketat yang menonjolkan lekuk tubuhnya. Parfum mahalnya masih tercium kuat, mengingatkan Dion pada masa-masa yang ingin ia lupakan.“Aku pikir kamu masih di luar negeri,” gumam Dion.Callista menyeringai. “Aku pulang beberapa bulan lalu. Kau tidak tahu?”Dion menggeleng.“Tentu saja kamu tidak tahu. Aku tidak menghubungimu.” Callista melipat tangan di depan dadanya. “Kamu terlalu sibuk dengan istrimu, kan?”Dion menatap Callista tajam.Wanita itu terkekeh pelan. “Kamu ingat, Dion? Waktu itu kamu membawa kabur uangku.”Dion mengepalkan tangan. “Aku tidak punya pilihan.”“Dan sekarang?”

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 159. Saling Bersentuhan

    Dion terdiam sejenak. “Naura lebih banyak menghabiskan waktu dengan bosnya. Aku yakin itu anak Reval. Bukan anakku.”Lastri tidak percaya dengan apa yang ia dengar. “Dion! Istri kamu baru saja mengandung anak pertama kalian, dan alih-alih bersyukur, kamu malah menuduhnya?!”Dion menutup matanya sejenak. “Bu, aku tidak menuduh. Seminggu ini Naura tidak pulang ke rumah. Dia tidur bersama Reval, Bu. Bagaimana aku bisa yakin jika anak itu adalah anakku, Bu?”Lastri terdiam.Dion melanjutkan. “Aku melihat semuanya. Mereka selalu bertemu diam-diam, berbicara dengan cara yang berbeda. Dan lebih dari itu ....” Dion mengusap wajahnya dengan kasar. “Naura berubah sejak saat itu, Bu. Sejak dia mendapatkan uang untuk membayar operasi ibu. Dia yang mulai terlihat gelisah, pikirannya sering melayang. Dan malam ini, ketika dokter mengumumkan kehamilannya, aku melihat sesuatu di matanya.”Lastri mempersempit matanya. “Apa yang kamu lihat?”Dion menatap ibunya lurus-lurus.“Keraguan.”Dion menggeleng

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 158. Katakan yang Sebenarnya

    Deg!Naura merasakan sesuatu menyesak di dadanya. Ia mengerjap, tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.“Mas ... kamu tidak percaya?”Dion berjalan mendekat, wajahnya masih sulit ditebak. “Jangan-jangan itu anak Reval?”Seperti ada tamparan keras yang menghantam pipinya.Naura menggeleng dengan mata berkaca-kaca. “Mas, ini anakmu. Bagaimana kamu bisa meragukannya? Aku yakin jika ini anak kita, Mas.”Dion menatapnya dalam diam, tetapi ada sesuatu di matanya. Sebuah keraguan.Keraguan yang begitu nyata dan menyakitkan.Suasana ruangan terasa begitu dingin, menusuk ke dalam hati Naura lebih dalam daripada udara malam di luar sana.Dion berbalik, menarik napas dalam-dalam, lalu mengepalkan tangannya. Pikirannya penuh dengan adegan yang terus menghantuinya.Hampir seminggu Naura tidak pulang ke rumah. Ia yakin jika istrinya tersebut pasti tinggal bersama Reval. Dan tidak mungkin Naura tidak melakukan apa-apa dengan lelaki itu.Naura menatap Dion penuh harap, tetapi pria itu teta

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 157. Terasa Asing

    Reval melangkah masuk ke dalam restoran dengan perasaan hampa. Kepalan tangannya masih erat, seolah mencoba menahan gejolak emosi yang hampir meledak. Sorot matanya tajam, tetapi di balik itu, ada luka yang tidak bisa ia sembunyikan.Di hadapannya, keluarganya sudah menunggu dengan ekspresi yang berbeda-beda.Alexa langsung bertepuk tangan kecil, wajahnya tampak sumringah melihat kakaknya kembali seorang diri. “Aku sudah bilang, kan? Kak Reval terlalu percaya diri. Lihat sekarang, buktinya dia tetap memilih Dion!”Reval menghela napas, tidak menanggapi. Ia menarik kursi dengan sedikit kasar, lalu duduk tanpa banyak bicara.Dari sudut lain meja, sang mama mengamati ekspresi putranya dengan sorot puas. Ia menyandarkan tubuhnya, menyesap anggur di tangannya dengan tenang sebelum berkata, “Bagaimana, Reval? Sekarang kamu tahu sendiri sifat asli Naura. Dia tidak benar-benar mencintaimu. Selama ini dia hanya memanfaatkan kelemahanmu.”Reval mengangkat kepalanya, menatap sang mama dalam di

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 156. Menghilang

    Naura mengangkat kepalanya, memaksakan senyum. “Tidak apa-apa.” Dion menghela napas lega. “Aku senang kamu ada di sini. Aku janji, Naura … aku nggak akan mengulangi kesalahan yang sama. Aku nggak akan menyia-nyiakan kamu lagi.” Naura mengangguk kecil, meski hatinya terasa semakin sesak. Di luar sana, Reval masih berdiri. Pandangan mereka bertemu lagi, dan kali ini, Naura bisa melihat jelas luka yang berpendar di mata pria itu. Namun, Naura segera membuang muka. Tiba-tiba, ponselnya bergetar lagi. Pesan masuk. [Lihat aku, Naura.] Jantungnya berdebar. Naura mengangkat kepalanya perlahan, dan saat ia melakukannya, Reval mengulurkan sesuatu dari sakunya. Sebuah kotak beludru kecil. Naura membelalakkan mata. Cincin. Reval membawakan cincin untuknya. Dan saat itu, Naura merasakan sesuatu menghantam dadanya begitu keras. Dion mungkin berjanji akan berubah. Ibu Lastri mungkin sangat menyayanginya. Tapi hanya ada satu pria yang berani memperjuangkannya dengan cara yang begitu ter

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 155. Penuh Perhatian

    Naura menarik napas panjang. Ia tidak tahu apakah ini keputusan yang benar, tetapi melihat harapan di wajah Ibu Lastri, ia akhirnya mengangguk. “Baiklah,” ucapnya lirih. Dion tersenyum lega. “Terima kasih, Naura. Aku janji, aku akan membuat semuanya lebih baik.” Malam itu, Naura mengenakan dress sederhana berwarna krem. Ia berdiri di depan kaca, menatap pantulannya sendiri. Hatinya masih terasa berat, tetapi ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa ini adalah keputusan terbaik. Ketika mereka tiba di restoran, langkah Naura terhenti seketika. Jantungnya berdegup lebih kencang. Di seberang jalan, tepat di depan restoran tempatnya berdiri, ada Revalence Dining. Restoran milik Reval. Naura menelan ludah. Tangannya refleks menggenggam clutch di tangannya lebih erat. Kenapa harus di sini? Kenapa harus sedekat ini dengan Reval? Dion meraih tangannya, membuatnya tersadar. “Ayo, Naura. Meja kita sudah disiapkan.” Naura mengangguk kecil. Ia berusaha menenangkan diri, mencoba meyakinkan hati

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 154. Makan Malam

    Seperti petir yang menggelegar di siang bolong, pernyataan itu langsung mengubah atmosfer ruangan. Wajah Ibu Lastri memucat, sementara Dion tersentak, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. “Naura, jangan bicara seperti itu ....” Ibu Lastri langsung menggenggam tangan Naura erat, air matanya mulai menggenang. “Pikirkan lagi, Nak. Jangan gegabah mengambil keputusan.” “Ibu, ini bukan keputusan yang Naura buat dalam semalam. Naura sudah berpikir panjang,” ucap Naura, mencoba tetap tenang meskipun dadanya sesak. “Tapi, Nak ....” suara Ibu Lastri bergetar, jemarinya semakin erat mencengkeram tangan Naura. “Ibu mohon ... jangan tinggalkan Dion ... dan jangan tinggalkan ibu.” Dion yang sejak tadi diam akhirnya ikut bicara. “Naura ... aku tahu aku salah. Aku bodoh, aku egois ... aku sudah menyia-nyiakanmu.” Suaranya serak, nadanya penuh dengan penyesalan. “Aku janji ... aku tidak akan mengulangi kesalahan itu lagi. Tolong beri aku kesempatan kedua.” Naura mengalihk

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status