Liora terperangah dengan kemarahan Zidane dan betapa kuat Zidane mengusirnya.
Sepanjang perjalanannya di bis, Liora sudah mereka-reka adegan seperti apa yang akan terjadi di sini.Dia sudah mewanti dirinya sendiri untuk tidak meluapkan kekesalan pada Zidane. Zidane sakit jadi dia haruslah lebih sabar lagi menghadapi Zidane.Liora sudah memilih kata-kata dengan cermat, menekankan pada penyesalannya dan keinginannya untuk merawat Zidane.Setidaknya begitulah Liora ingin membalas budi dan menebus ketidaksetiaannya terhadap Zidane.Tapi dia tak menyangka jika Zidane akan semarah ini dan akan menolaknya sekasar ini!Hatinya teriris pilu. Dia juga tak tahu harus berbuat apa.Rasanya tidak mungkin jika dia langsung pergi lagi padahal butuh perjuangan agar dirinya bisa tiba di tempat ini.“Tempat ini memang untukmu, Zid. Tapi aku istrimu. Setidaknya biarka“Meski begitu, usia Pak Zidane masih bisa panjang, tergantung seberapa ketat dia menjaga kebugaran tubuhnya,” ucap Clint lagi melanjutkan agar Liora tidak langsung patah arang.Apalagi terlihat bibir Liora yang memucat ketika mendengar jika Zidane tak akan bisa sembuh.“Kalau begitu, apa penyakitnya, Clint? Beritahu aku!”Rasa penasaran Liora membludak tinggi tapi Clint di hadapannya tetap menggeleng.“Maaf, Pak Zidane yang harus menjelaskannya sendiri.”Dengan berakhirnya percakapan mereka, Liora tersadar itu berarti dia harus segera ke bandara, seperti janjinya pada Clint tadi.Liora pun berpamitan. “Aku akan pergi. Ehm, maksudku pulang ke rumah. Beritahukan Zidane, aku akan pulang. Dan mohon agar dia masih bersedia menemuiku setelah ini. Kembali ke rumah seperti dulu lagi. Tolong ...”Liora benar-benar terdengar memohon pada Clint. Pria itu pun akhirnya mengangguk.Liora pun berbalik untuk pergi. Dia menuju l
“Selamat siang! Bagaimana Pak Zidane hari ini?”Sapaan dokter menggema di ruang rawat Zidane dan Liora yang memutuskan untuk mencuri dengar pun berusaha agar berada di depan pintu sambil menahan daun pintu agar masih ada sedikit celah di terbuka untuk suara apapun terdengar keluar.Liora tak bisa mendengar ucapan balasan dari Zidane. Mungkin suara Zidane terlalu lemah dan pada akhirnya Liora hanya mendengarkan saja suara dokter.“Kita periksa dulu ya. Kalau hasil pemeriksaan darah ya memang ada beberapa penyakit lain yang mulai muncul.Bisul di mulut ini salah satu contohnya. Coba kita lihat dulu mulutnya, Pak Zidane. Mohon buka mulut Anda, Pak.”Liora merasakan perih di hatinya. Tak terbayangkan jika dia menjadi Zidane. Ada bisul di mulut? Pantasan tadi kata-kata Zidane seperti kesusahan. Berarti jika tidak ada bisul itu, suara Zidane mengusirnya tadi bisa lebih kuat lagi.Liora tak bisa membayangkannya.“Beruntung bisul ini hanya kecil-kecil. Kalau lebih besar, kasihan Anda. Kita ol
Liora diam ketika tatapan Zidane menyelusuri wajahnya. Entah apa yang dipikirkan pria itu. Tapi Zidane seperti sedang menimbang apakah dia harus membiarkannya atau kembali mengusirnya pulang ke rumah seperti tadi.Liora harus akui Zidane yang seperti ini terlihat sangat berbeda dari Zidane biasanya. Tubuhnya terlihat lebih kurus dan kulitnya terlihat pucat.Bahkan di lengan atas dan leher pria itu terlihat sisik-sisik kulit yang kemerahan. Liora harus menahan dirinya untuk tidak terus- terusan mempertanyakan apa sebenarnya sakitnya Zidane, sama kuatnya dengan dirinya harus menahan diri untuk tidak bergidik melihat diri Zidane yang seperti ini.“Baiklah, kau boleh di sini,” ucap Zidane lemah, menyerah pada kekeraskepalaan Liora setelah pria itu sempat melirik sekilas ke arah jendela yang tidak ditutupi gorden.Mungkin Zidane tak tega harus menyuruh Liora keluar dari rumah sakit di sore yang dingin ini.Dan Liora baru melebarkan senyumnya, hendak bersorak ketika Zidane dengan cepat berka
Liora duduk manis di samping brankar Zidane.Makan malam datang dan dia siap menyuapi Zidane.“Tidak perlu, aku masih sanggup makan sendiri,” protes Zidane. “Aku bukan pasien patah tangan.”“Oh, oke.”Liora tidak mendebatnya dan memberikan nampan meja ke arah Zidane. Dia biarkan Zidane makan sendiri.Dirinya sendiri sudah makan malam dan kini hanya perlu menunggui Zidane.Sesekali Liora ke kamar kecil dan kali ini dia juga membasuh wajahnya agar tampak lebih segar.Zidane meliriknya kesal sambil makan. Baru kali ini dia melihat Zidane berlaku seperti ini.Melihatnya seperti itu, Liora tak sanggup menahan dirinya. “Sebenarnya, kau sakit apa, Zid? Kenapa tidak mau memberitahuku?”Zidane mendiamkan sembari terus menyuap makanannya meskipun dia mengunyahnya dengan perlahan.“Ziddd ...”Lirikan Zidane pun terarah padanya. “Sebenarnya ...” katanya berlambat-lambat sembari mengumpulkan aura kepemimpinannya, “siapa yang memberitahumu tentang kondisiku dan di mana aku berada?”Liora mendesah k
Liora memilih diam dan menuruti Zidane. Dia tidak ingin Zidane kehilangan kedamaian sebagai pasien gara-gara kedatangannya.Dan ketika malam tiba, Liora akhirnya bisa tertidur di sofa panjang yang diperuntukkan bagi pendamping pasien.Biarlah perihal rasa penasarannya ditunda dulu. JIka Zidane dan Clint tidak mau memberitahunya, dia masih bisa menanyakan masalah ini ke dokter, atau mencaritahu sendiri lewat ... ya, pokoknya Liora bertekad mencari jalannya sendiri.Untuk malam ini tubuhnya butuh beristirahat setelah semalam bercinta dengan Zach, lalu sebelum langit terang benderang Liora sudah keluar untuk pulang dan menyiapkan diri untuk menaiki bis ke sini.Tubuhnya sangat lelah dan dia masih harus mendengar kabar dipecatnya dirinya.Haruskah dia membuka blokir nomor Zach dan meminta agar dia jangan dipecat?Atau ... biarkan saja dan mencari pekerjaan lain nanti?Dua pikiran itu akhirnya mengambang-ngambang tak jelas da
“Zid! Kau kenapa? Zid!” Liora kebingungan dan akhirnya Liora kembali berlari keluar.“Aku panggil suster, Zid!”Liora kembali dengan beberapa perawat yang langsung melakukan berbagai tindakan.Zidane dipegang tubuhnya oleh dua perawat, sedangkan yang satu lagi mempersiapkan jarum suntik. Lengan Zidane kemudian disuntik cepat dan setelah itu perawat mulai memasangkan masker oksigen di sekitar hidung dan mulut Zidane.Setelahnya lagi, salah satu perawat juga mulai menekan-nekan tengah dada Zidane agar paru-paru Zidane bisa segera terisi oksigen.Dalam hitungan detik, Zidane mulai bisa menarik napasnya dengan normal. Dada Zidane yang tadinya kembang kempis berusaha memompa oksigen, kini mulai tenang dan bernapas seperti biasa.Liora pun terduduk lemas di sofa setelah semua ketegangan tadi.Dia lega setelah nyaris ketakutan. Kedua matanya sampai dibayangi butiran bening.Tubuhnya bahkan terlihat gemetar.
“Kalau memang kau dipecat, baiklah aku akan menerimamu merawatku. Tapi ada satu syarat, Lio.”Liora yang baru saja selesai mencuci wajahnya sehingga dia tampak segar, menoleh pada Zidane.“Syarat apa? Aku pasti menyetujuinya.”“Jangan pernah menanyakan lagi apa penyakitku. Tidak padaku, tidak pada Clint.”Liora mendelik kesal pada Zidane, tapi akhirnya dia setuju.“Baiklah, baiklah.”“Bagus. Tapi aku akan menggajimu sebagai ganti gajimu yang hilang akibat kau dipecat.”“Eh? Mana bisa begitu, Zid. Itu sungguh tidak perlu.”“Tidak apa-apa. Aku tahu kau masih harus mengirim uang ke ibumu.”Liora mengangguk dalam hatinya membenarkan kata-kata Zidane. Dia memang masih harus mengirim uang setiap bulan pada ibunya. Dan karena itu juga Liora merasa tertekan saat Zach tiba-tiba memecatnya.Untuk meminta dari Zidane begitu saja, oohh ... sungguh tak tahu malu rasanya jika dia melakukan itu.Di mana lagi harga dirinya? Apalagi kini kesetiaan dan kesuciannya sudah lenyap. Dan Liora berada di sisi
Zach melangkah memasuki kantor diiringi bisik-bisik dan tatapan para staff di sana.Mereka bergosip, sikap dingin Zach sedang menghadapi masalah super berat. Tak jarang ada yang menyimpulkan sendiri bahwa Zach sedang bertengkar dengan tunangannya yang entah siapa, atau sedang patah hati diputus sang tunangan yang entah siapa.Di tengah rumor yang menjadi percakapan hangat mereka itu, cerita pemecatan Liora pun menjadi sesuatu yang dibahas sedemikian seriusnya.Mereka menilai pemecatan Liora terlalu berlebihan sampai-sampai muncul sedikit pemikiran, mungkinkah sikap dingin Zach ada hubungannya dengan izin cuti Liora dan pemecatannya?“Rasanya tidak mungkin. Liora sudah bersuami. Dia juga tidak pernah terlihat mencuri perhatian Pak Zach,” ujar salah satu dari mereka memperkirakan.“Iya, kau benar. Tidak mungkin Liora ada hubungannya dengan Pak Zach. Mungkin Pak Zach hanya kesal Liora cuti di tengah-tengah project yang sedang sibuk-sibuknya.”“Ya, kalau itu lebih masuk akal. Sssttt ... i
“Apa yang akan kita lakukan di sini, Zach? Berapa lama aku harus sembunyi di sini?”Liora mengelus lengan Zach yang kini melingkari bahunya dari belakang. Pria itu duduk di belakangnya bersandar pada bathtub.“Entahlah. Aku bisa cuti seminggu jika perlu.”Liora tiba-tiba teringat akan pemecatannya lalu mencubit lengan Zach.“Aw! Kenapa kau ini?”Liora berbalik dan mendelik gemas pada Zach. “Kau memecatku. Keterlaluan! Lewat Celine pula!”Zach berkata dengan cuek, “Kau yang menyebalkan.”Liora kembali menatap depan dan membuat Zach berkata lagi, “Kalau kau tak tahu seberapa menyebalkannya kau waktu itu, biar kubuat kau merasakannya. Besok pagi-pagi sekali, aku pergi dari sini meninggalkanmu saat tidur. Mau?”“Eh? Jangan dong, Zach! Aku tidak mau!”Liora sempat membayangkan hal itu terjadi. JIka Zach berniat membalas dendam padanya, mungkin Zach akan melakukan hal itu.Dan itu sempat membuat Liora ketakutan.Beruntung Zach tidak melakukannya.“Kalau tidak mau, kau harus menebus kesalaha
“Ini apartemenku.”Beberapa jam kemudian, mereka akhirnya tiba di tempat tujuan. Zach membukakan pintu apartemen sederahanannya.Berbeda dari apartemen mewah yang dia tempati, apartemen ini memang luas tapi tidak banyak barang dan furnitur. Hanya ada furnitur utama saja.“Masih banyak yang kosong, tapi tidak apa-apa yang penting kau bisa tinggal.”Zach memimpin langkah Liora hingga ke kamar. Di sana, hanya ada sebuah ranjang king size dan lemari baju.Di depan ranjang ada televisi. Hanya itu saja.Ketika Liora masuk dan melihat-lihat pada akhirnya tatapannya bertemu dengan mata Zach.Mereka berpandangan dan Liora pun berdeham lirih.“Terima kasih, Zach. Aku berhutang banyak padamu,” ucap Liora lembut. Dia berharap kemarahan Zach padanya bisa sirna lewat kejadian ini.Di hadapannya, Zach mengangguk kecil. Tapi dia berkata, “Tetap saja, kau akan memilih Zidane.”“Kenapa begitu?” tanya Liora mengernyit heran.“Entahlah. Menurutku begitu. Kau akan tinggal beberapa hari di sini, lalu Zidan
“Ayo cepat!”Zach merasa dirinya sudah gila tak mampu berpikir lagi. Tapi setiap menyangkut Liora, dia memang tak bisa berpikir jernih.Membantu Liora melarikan diri dari rumahnya, memang tidak sulit. Tapi lalu apa?Apakah ini sama dengan membantu Liora mengakhiri pernikahannya dengan Zidane? Lalu Liora akan berlari ke pelukannya?Tidak! Aku sudah menutup pintu hatiku untuk Liora. Aku hanya menginginkan anakku saja!“Ayo!” sahut Liora setelah menyambar tas bahu yang terlihat seperti tas olahraga. Di dalamnya terdapat dompet serta beberapa lembar baju dan peralatan make up sehari-hari.“Kau mau bersembunyi di mana?” tanya Zach lagi ketika dia menutup pintu apartemen Zidane dan mulai menuju lift.“Aku belum tahu. Tapi aku harus bersembunyi dulu, baru kemudian mendatangi ibuku. Atau, aku datang berkunjung saja ke ibuku, tidak perlu ikut tinggal bersamanya. Zidane pasti tahu jika aku tinggal bersa
“Apa yang lagi-lagi tidak kumengerti?”Zach menatap Liora dengan frustrasi. Tapi dia melihat air mata Liora dan tangannya spontan terangkat untuk mengusap.Punggung tangan Zach mengelus pelan sudut mata Liora membuat Liora terkesiap. Dia menatap Zach seakan penuh tanya.Detik itu juga Zach seperti dipecut kesadarannya atas apa yang sedang dia lakukan.Tangannya turun seketika itu juga.Lalu suaranya melunak.“Aku ingin memeriksamu. Tadinya aku antara percaya tidak percaya jika Zidane sampai tega menguurungmu. Ini terlalu tidak realistis.”Liora menggeleng pelan. “Dia marah saat mendengar kabar kehamilanku.”“Kapan kau memberitahunya?”“Aku tidak memberitahunya. Dia mengetahui dari dokter.”Liora mengangkat wajah dan melihat Zach terpana penuh tanya, jadi Liora menjelaskan, “Aku diminta cek kesehatan secara menyeluruh untuk melihat adakah aku-”Liora baru menyadari jika dia nyaris membuka rahasia Zidane. Liora mengerem bibirnya, tapi Zach menyela, “Adakah kau kenapa? Kenapa kau diminta
“Sial!”Zach memaki dirinya sendiri seraya memukul setir mobil ketika tiba-tiba saja dia sudah mendapati dirinya berada di parkiran basement apartemen Zidane.‘Sial, buat apa juga aku ke sini? Mau Zidane mengurung dia, mau Zidane apakan dia juga seharusnya aku tidak perlu peduli lagi!’Zach menyandarkan punggungnya dengan hentakan cukup keras ke jok mobil. Dia perlu berpikir lagi. Haruskah dia turun dan menuju Liora?Jika iya, apa yang bisa dia lakukan?Dia juga tidak mengetahui nomor pin pintu Zidane.Semua pikiran itu memenuhi benak Zach.Sambil berpikir dia mengeluarkan ponsel dan menekan nomor Zidane.Ketika dijawab, Zach berkata, “Aku sekarang memiliki hewan peliharaan. Tapi sore ini aku harus ke luar negeri. Bisa kutitipkan peliharaanku di rumahmu? Aku sudah siapkan makanannya juga.”Zidane terdiam di sana untuk sesaat. Lalu setelahnya dia berkata, “Boleh.”“Oh, baiklah. Aku sudah hampir sampai apartemenmu. Bisa kau berikan pin-mu? Aku akan meletakkan peliharaanku di dekat rak s
Hubungan Liora dan Zidane menjadi dingin. Beberapa kali Liora membicarakan tentang CCTV dan kebebasannya dalam keluar rumah, tapi Zidane tetap tidak bersedia ditawar.Baginya, Liora telah berkhianat sehingga CCTV dan kebebasannya keluar rumah sendirian adalah hukuman yang pantas untuk Liora.Liora yang tadinya hendak meminta belas kasihan Zidane agar bisa melunakkan hukuman, malah memendam kemarahannya.Dia tidak lagi meminta dan menawar.Liora menjalankan hukuman dari Zidane dengan patuh. Namun, di dasar hatinya, rasa pahit itu menumpuk dan menjadi tebal sehingga mulai mengapung dan mempengaruhi mood nya.“Aku harus berbelanja,” katanya saat menelpon Zidane. Tidak ada lagi panggilan lembut untuk Zidane.“Berikan saja apa yang kau perlukan. Aku akan menyuruh Clint membelinya untukmu, lalu mengantarnya ke rumah.”Rasa pahit dari dasar hatinya seakan mendapatkan tekanan dari bawah untuk bisa menyembur ke atas.“Itu tidak sama, Zid! Mana bisa aku membeli semua keperluanku lewat Clint! Di
Zach menatap kehadiran Merlyn di hadapannya. Wanita ini! Walaupun dikatakan berulang kali untuk tidak mendatanginya di kantor, Merlyn terus muncul di kantornya tanpa perjanjian terlebih dahulu.Rasanya Zach ingin memasang palang di depan kantornya, bertuliskan Merlyn dilarang masuk!Tapi itu tidak mungkin, bukan?“Ada apa lagi kali ini muncul?” tanyanya sinis.Dia masih teringat akan kejadian di kediaman Grandpa Hank bagaimana Merlyn membuat drama di keluarga besarnya dengan mengatakan bahwa dia sudah mengandung anak Zach.“Apa-apaan, Merlyn?” hardik Zach marah, tapi Merlyn malah menjawab, “Kejadian malam itu memang membuahkan hasil di rahimku, Zach!”“Itu tidak mungkin! Kita tidak melakukan apa-apa! Aku tidak merasa pernah tidur denganmu!”“Itu kan karena kau tak ingat kejadiannya karena kau terlalu mabuk. Dia minum tujuh shot whiskey dalam waktu setengah jam!”&ldquo
“Tap- tapi, Zid, kau tidak mengenal orangnya, untuk apa kau mengetahui namanya?”Zidane semakin pahit hatinya. Dipandanginya Liora dengan berjuta kekecewaan yang kini mulai dilapisi dengan kemarahan yang luar biasa.“Bagaimana denganmu? Apa kau mengenalnya dengan baik?”Tatapan Zidane semakin tajam dan kedua tangannya kini terlipat di depan dada.Liora pun kembali berkilah, “Aku juga tidak terlalu baik mengenalnya. Ehm ... bisakah kita membahas yang lain saja? Kenapa kita malah membahas ini?”“Kenapa memangnya kalau membahas ini?”“Kej- kejadian itu sangat membuatku tidak nyaman, Zid. Mengingatnya masih membuatku merasa sakit hati. Bisakah kita membahas yang lain?”Masalahnya, Zidane tak mau melepaskan Liora kali ini. Dia menatap semakin dalam dan bertanya lagi, “Bukankah katamu kau sedang mabuk waktu itu? Jika iya, seharusnya kau tidak mengingat apa-apa. Saat mabuk sampai bisa melakukan hal seperti itu, berarti kau benar-benar sudah kehilangan pikiranmu!”Liora tersudutkan. “Maafkan
“Memangnya kau mau mengumumkan apa, Merlyn?” tanya ibunya Zach dan Zidane yang merasa antusias dan sangat penasaran.Merlyn yang berdiri di hadapannya tersenyum lebar. Dia segera menarik tangan Zach dan memeluknya lagi membuat orang tua Zach jadi terheran-heran.Grandpa Hank pun ikut terheran.“Ada apa ini?” tanya pria tua itu.“Aku mau mengumumkan hubunganku dengan Zach. Kami berkencan, hehehe.”Semua orang terperangah termasuk Zach yang sudah beberapa kali mendengar kalimat ini dari Merlyn tapi tetap tak menyangka wanita ini bisa bertindak sejauh ini, mengumumkannya pada keluarga besar.“Jangan asal bicara, Merlyn!” desis Zach dengan gigi terkatup.Tapi Merlyn begitu tebal muka. Dia mendelik Zach dengan senyum yang tetap lebar.“Apa maksudmu, Merlyn? Kau dan Zach berkencan?” Grandpa Hank jadi tak tahan untuk menanyakannya.“Iya, Grandpa. Kami berpacaran.”“Haa? Tapi- kalian sepupu!”Merlyn tersenyum lembut. “Benar. Tapi kan jarak kami sudah jauh. Dan marga kami pun sudah berbeda, Gr