Liora tidak langsung menjawab. Dia diam dan masuk dalam pelukan Zach lebih lekat lagi.
Tubuhnya menempel ke tubuh Zach dengan kondisi mereka yang masih menyatu, meskipun hasrat itu sudah surut.
“Maumu bagaimana, Zach?” tanya Liora sembari menatap kedua mata Zach.
“Kalau mauku, kau di sini setiap hari, tidak lagi kembali ke apartemen Zidane.”
Seiring kata-kata Zach selesai, binar manja di mata Liora pun meredup. Zach melihatnya dan merasa jantungnya bagai jatuh ke dasar laut. Why, Liora? Apa yang kau pikirkan?
Tapi Liora sudah mengalihkan tatapannya ke hidung mancung Zach. Dengan jarinya dia menelusur lalu menuju bibir. Dikecupnya lembut bibir itu sebelum dia menelusur lagi ke rahang Zach yang kini ada bekas sisa cukuran.
Zach menangkap tangan Liora yang kini hendak turun menyusuri kulit lehernya. Saat itu, tatapan Liora terpaku pada punggung tangannya dan dia membelalak.
“Kenapa ini?” tanyanya sambi
Aku sudah tak sabar menikmati hidangan penutupku,” bisik Zach dengan suara parau yang terdengar seksi dan girang, ketika dia tiba-tiba menggendong Liora ala bridal style.“Aaargh!” seru Liora dengan kebahagiaan meluap di dadanya. Dia terkejut dan memekik spontan.Langsung dia lingkarkan lengannya di leher Zach.“Permintaanmu terlalu menggoda, Love. Aku akan menikmati ini dengan sangat baik,” ucap Zach lagi seraya menurunkan Liora perlahan di samping kolam jacuzzi-nya.Saat itu, kolam sudah dalam keadaan menyala dan mengisi air.Zach mengecek suhu air dan ketika merasa sudah pas, dia hendak menggendong Liora lagi untuk diceburkannya ke kolam.Tapi Liora menghindar sambil tertawa. “Aku bisa sendiri. Kau jangan membuat bajuku basah.”“Tidak masalah, kau bisa memakai bajuku.”Liora menggeleng meski masih dengan tawa di wajahnya. “Tidak ... bajumu kebesaran.”S
Kegelisahan kembali menguasai Liora. Dalam gelap kamar Zach, sesak itu menjalari hatinya yang lalu merambat dan menyusuri pembuluh darahnya dengan perlahan. Tangannya bergetar ketika dia menyadari apa yang harus dia lakukan. Liora mendekati pinggiran ranjang tempatnya tertidur tadi. Posisi Zach masih sama, tidur miring ke arahnya. Rasanya Liora ingin sekali mengelus rambut Zach yang tergerai di keningnya. Tapi jika dia melakukan itu, Liora takut Zach terbangun. Dia pun menahan diri dan berjongkok di sana masih sambil memandangi wajah Zach. “Maafkan aku, Zach. Percayalah, aku mencintaimu,” bisik Liora dari tempatnya, nyaris tak terdengar. Tak ada respon dari Zach. Liora tahu Zach sedang tertidur nyenyak. Menghapus butiran bening yang sudah menggenangi pelupuk matanya, Liora pun melepaskan cincin berlian pink yang diberikan Zach lalu meletakkannya di atas nakas, di samping lampu tidur. “Maafkan aku. Padahal kau mengajakku ke dokter kandungan,” bisiknya lagi dengan hati yang penu
“Makan siang datang!”Seruan penuh semangat seorang suster rumah sakit terdengar ketika wanita itu memasuki kamar rawat Zidane.Wanita yang diperkirakan seumuran dengan Zidane itu tampak tersenyum lebar.Dia mengantarkan makanan dan meletakkannya di samping brankar Zidane.“Mau makan sekarang? Biar kubantu menaikkan tegakan ranjangnya,” katanya lagi dengan senyum lembut menawan.Berhubung Clint sedang mengurus administrasi rumah sakit, Zidane pun setuju dibantu Suter Tilly.Ketika Suster Tilly sedang menuntunnya agar bisa duduk tegak, Zidane merasakan sesuatu di mulutnya terasa sakit.Rintihan pun terdengar. “Kau tak apa-apa?” tanya Suster Tilly penuh perhatian sambil memandangi wajah Zidane dengan seksama.“Tidak apa,” sahut Zidane dengan suara yang terdengar tidak jelas pengucapannya.“Hmm. Apakah muncul bisul-bisul di mulutmu?” tanya Suster Tilly lagi.Zidane ingin mengangguk tapi dia begitu malu. Entah mengapa, baru kali ini dia malu mendapati kondisi dirinya diketahui sedemikian
Liora terperangah dengan kemarahan Zidane dan betapa kuat Zidane mengusirnya.Sepanjang perjalanannya di bis, Liora sudah mereka-reka adegan seperti apa yang akan terjadi di sini.Dia sudah mewanti dirinya sendiri untuk tidak meluapkan kekesalan pada Zidane. Zidane sakit jadi dia haruslah lebih sabar lagi menghadapi Zidane.Liora sudah memilih kata-kata dengan cermat, menekankan pada penyesalannya dan keinginannya untuk merawat Zidane.Setidaknya begitulah Liora ingin membalas budi dan menebus ketidaksetiaannya terhadap Zidane. Tapi dia tak menyangka jika Zidane akan semarah ini dan akan menolaknya sekasar ini!Hatinya teriris pilu. Dia juga tak tahu harus berbuat apa.Rasanya tidak mungkin jika dia langsung pergi lagi padahal butuh perjuangan agar dirinya bisa tiba di tempat ini.“Tempat ini memang untukmu, Zid. Tapi aku istrimu. Setidaknya biarka
“Meski begitu, usia Pak Zidane masih bisa panjang, tergantung seberapa ketat dia menjaga kebugaran tubuhnya,” ucap Clint lagi melanjutkan agar Liora tidak langsung patah arang.Apalagi terlihat bibir Liora yang memucat ketika mendengar jika Zidane tak akan bisa sembuh.“Kalau begitu, apa penyakitnya, Clint? Beritahu aku!”Rasa penasaran Liora membludak tinggi tapi Clint di hadapannya tetap menggeleng.“Maaf, Pak Zidane yang harus menjelaskannya sendiri.”Dengan berakhirnya percakapan mereka, Liora tersadar itu berarti dia harus segera ke bandara, seperti janjinya pada Clint tadi.Liora pun berpamitan. “Aku akan pergi. Ehm, maksudku pulang ke rumah. Beritahukan Zidane, aku akan pulang. Dan mohon agar dia masih bersedia menemuiku setelah ini. Kembali ke rumah seperti dulu lagi. Tolong ...”Liora benar-benar terdengar memohon pada Clint. Pria itu pun akhirnya mengangguk.Liora pun berbalik untuk pergi. Dia menuju l
“Selamat siang! Bagaimana Pak Zidane hari ini?”Sapaan dokter menggema di ruang rawat Zidane dan Liora yang memutuskan untuk mencuri dengar pun berusaha agar berada di depan pintu sambil menahan daun pintu agar masih ada sedikit celah di terbuka untuk suara apapun terdengar keluar.Liora tak bisa mendengar ucapan balasan dari Zidane. Mungkin suara Zidane terlalu lemah dan pada akhirnya Liora hanya mendengarkan saja suara dokter.“Kita periksa dulu ya. Kalau hasil pemeriksaan darah ya memang ada beberapa penyakit lain yang mulai muncul.Bisul di mulut ini salah satu contohnya. Coba kita lihat dulu mulutnya, Pak Zidane. Mohon buka mulut Anda, Pak.”Liora merasakan perih di hatinya. Tak terbayangkan jika dia menjadi Zidane. Ada bisul di mulut? Pantasan tadi kata-kata Zidane seperti kesusahan. Berarti jika tidak ada bisul itu, suara Zidane mengusirnya tadi bisa lebih kuat lagi.Liora tak bisa membayangkannya.“Beruntung bisul ini hanya kecil-kecil. Kalau lebih besar, kasihan Anda. Kita ol
Liora diam ketika tatapan Zidane menyelusuri wajahnya. Entah apa yang dipikirkan pria itu. Tapi Zidane seperti sedang menimbang apakah dia harus membiarkannya atau kembali mengusirnya pulang ke rumah seperti tadi.Liora harus akui Zidane yang seperti ini terlihat sangat berbeda dari Zidane biasanya. Tubuhnya terlihat lebih kurus dan kulitnya terlihat pucat.Bahkan di lengan atas dan leher pria itu terlihat sisik-sisik kulit yang kemerahan. Liora harus menahan dirinya untuk tidak terus- terusan mempertanyakan apa sebenarnya sakitnya Zidane, sama kuatnya dengan dirinya harus menahan diri untuk tidak bergidik melihat diri Zidane yang seperti ini.“Baiklah, kau boleh di sini,” ucap Zidane lemah, menyerah pada kekeraskepalaan Liora setelah pria itu sempat melirik sekilas ke arah jendela yang tidak ditutupi gorden.Mungkin Zidane tak tega harus menyuruh Liora keluar dari rumah sakit di sore yang dingin ini.Dan Liora baru melebarkan senyumnya, hendak bersorak ketika Zidane dengan cepat berka
Liora duduk manis di samping brankar Zidane.Makan malam datang dan dia siap menyuapi Zidane.“Tidak perlu, aku masih sanggup makan sendiri,” protes Zidane. “Aku bukan pasien patah tangan.”“Oh, oke.”Liora tidak mendebatnya dan memberikan nampan meja ke arah Zidane. Dia biarkan Zidane makan sendiri.Dirinya sendiri sudah makan malam dan kini hanya perlu menunggui Zidane.Sesekali Liora ke kamar kecil dan kali ini dia juga membasuh wajahnya agar tampak lebih segar.Zidane meliriknya kesal sambil makan. Baru kali ini dia melihat Zidane berlaku seperti ini.Melihatnya seperti itu, Liora tak sanggup menahan dirinya. “Sebenarnya, kau sakit apa, Zid? Kenapa tidak mau memberitahuku?”Zidane mendiamkan sembari terus menyuap makanannya meskipun dia mengunyahnya dengan perlahan.“Ziddd ...”Lirikan Zidane pun terarah padanya. “Sebenarnya ...” katanya berlambat-lambat sembari mengumpulkan aura kepemimpinannya, “siapa yang memberitahumu tentang kondisiku dan di mana aku berada?”Liora mendesah k
Wajahnya muram penuh dengan kesedihan.Zach yang melihatnya memintanya datang.“Clint. Terima kasih sudah hadir. Terima kasih juga sudah menemani Zidane selama pengobatannya.” Zach memeluknya, berusaha keras menahan lidahnya untuk tidak mengatakan pikirannya bahwa Clint seharusnya memberitahu keluarga besar mereka tentang penyakit Zidane sebelum semuanya terlambat.Tapi Zach juga tahu, tidak ada gunanya lagi mengatakan itu semua. Zidane telah pergi dan hanya Clint yang berjasa menemani setiap langkah Zidane sampai akhir hayatnya.“Maafkan aku, Zach. Aku seharusnya tidak menutupi kondisinya. Aku menyesal. Tapi ... Zidane patah arang.”Clint menatap Liora, merasa tak enak untuk menceritakannya.Saat itulah, ibu Zach datang dan meminta Clint menceritakan lebih lanjut.“Boss Zidane ... saat perceraian dia masih bisa tegar. Tapi beberapa bulan kemudian, dia kembali terinfeksi virus yang sama. Kondisinya ini membuat keadaan tubuhnya semakin memburuk.Saat itulah dia putus asa.”“Bagaimana b
“Untukmu, Love.”Penuh rasa ingin tahu, mereka membukanya dan ternyata ...Itu adalah surat cerai baru yang sudah ditandatangani Zidane.Di balik sana ada selembar kertas kecil.Zidane menulis:[Kamu mengirim surat pembatalan menikah, aku sudah merobeknya. Tapi ini aku mengirimkan surat perceraian. Aku tidak rela jika pernikahan kita dianggap kesalahan. Pernikahan kita pernah terjadi dan itu atas kemauan ku dan kamu bersama-sama.Jadi, ini adalah perceraian yang kamu mau.Aku sudah merenung dan aku sadar tidak ada gunanya menjadi suamimu jika pada akhirnya tidak akan pernah mendapatkanmu seutuhnya.Jalani hidupmu sebahagia yang kamu bisa.Untuk Zach, aku titipkan cinta yang pernah bersemi dalam hatiku.Aku tidak marah lagi pada kalian, aku hanya marah pada takdir.Jika memang takdir hidupku seperti ini, kenapa takdir membiarkan cinta yang begitu besar tumbuh di hatiku ini teruntuk dirimu, Liora?Andai aku tidak mencintaimu, aku akan lebih mudah menjalani hidup dan sakitku ini.Selamat
“Apa? Kau dan Liora?” Ibunya Zach berteriak histeris ketika mendengar penjelasan Zach.“Apa-apaan ini?”Wanita itu bangun dan menatap garang pada Liora. Tangannya terangkat dan tanpa diduga ...Plak!“Kau keterlaluan! Tidak tahu diri!”“Mom! Jangan menamparnya!” Zach merangkul Liora dan menjauhkannya dari sang ibu. “Dia tidak salah!”“Apa yang tidak salah! Kalian sudah melakukan hal gila! Zidane itu adikmu, Zach! Bagaimana bisa kamu begitu tega padanya?”“Mom! Aku dan Liora sudah berpacaran dari sebelum dia menikah dengan Zidane. Hanya saja waktu itu ada situasi yang membuat Liora terpaksa menikahi Zidane-”“Terpaksa kau bilang?” Kedua mata ibunya semakin melotot. Ayah dan kakeknya pun ikut memelototinya.“Terpaksa atau hanya memanfaatkan Zidane? Kau memang sialan!” ujarnya marah sambil menunjuk ke arah Liora.Lalu dia menatap marah pada Zach. “Aku tidak akan pernah merestui kalian!”Ibunya langsung keluar sedangkan ayahnya tiba-tiba memegangi Grandpa Hank yang lagi-lagi terkena sera
“Aku sudah melihat semuanya. Lagipula kau masih istriku, Lio!”Zidane tertawa mengejek melihat tingkah Liora yang buru-buru memakai dalamannya. Bahkan di saat seperti itu Liora masih teramat manis.Wajah Zidane berubah masam mengejek dirinya sendiri.‘Cintamu tidak memiliki harga diri lagi, Zid!’Begitu yang dia pikirkan dalam benaknya.“Kau menaruh sesuatu di minumanku!” tuduh Liora setelah dia berusaha mengingat hal terakhir yang dia lakukan tadi. Tangannya spontan mengelus perutnya.“Kau tahu aku mengandung, tapi kau memberiku bius? Zid, kau bisa mencelakai janinku. Bayiku ini juga keponakanmu, Zid!”Zidane hanya tertawa. “Justru itu! Kalian keterlaluan! Apa yang aku lakukan ini hanya untuk membalas sedikit rasa sakit hatiku!”Seketika Liora jadi teringat alasan kenapa dia berada di sana.“Maafkan aku, Zid. Aku tahu aku sudah menyakiti hatimu. Tapi ... jika kita meneruskan ini, aku akan semakin melukaimu, Zid. Aku ... kau adalah temanku. Aku ...”Liora kehilangan kata-katanya. Dia
Di dalam kamar, Zidane menatap tubuh Liora dengan pandangan tergiur.Sungguh tubuh istrinya ini sangatlah menggiurkan.Walau tidak sebahenol Janet, tapi Liora memiliki tubuh idealnya sendiri. Tubuh yang seharusnya menjadi miliknya.Zidane mulai mengelus bagian-bagian yang menggiurkan. Dia memulainya dari pinggul.Sungguh halus dan mulus pinggul Liora. Berbeda dengan kulit Janet yang kasar dengan sedikit bersisik.Di benaknya dia berpikir bahwa Liora masih sah istrinya. Dia bisa dan berhak atas tubuh Liora.Zidane semakin menggila dan mulai mengendus leher Liora.Dia mengecup lembut seraya merayapkan bibirnya menuruni leher hingga ke bahu terbuka Liora.Aroma Liora sangat menggiurkan baginya.Tangannya pun tak tinggal diam, meremas dada Liora dan mulai berusaha melepaskan tali bra.Klik!Kaitan bra terlepas, kini saatnya mulai melepas bra dan menikmati hidangan utama tubuh Liora.Tepat saat itu,Teriakan Zach membahana dari balik pintu yang telah dikunci Zidane.Dia memang membiarkan k
“Duduk dulu, Honey,” kata Zidane dengan suara lembut yang di telinga Liora seperti dibuat-buat.Sedikit bingung Liora mendengarnya. Setelah lama Zidane memanggilnya dengan nama, kenapa sekarang tiba-tiba Zidane memanggilnya honey lagi.Liora pun duduk sementara Zidane ke dapur dan membuatkannya minum.Mendengar bunyi gelas dan air, Liora pun gegas menyusul. “Tidak perlu, Zid. Tidak perlu repot-repot padaku.”“Tidak apa-apa.”Zidane selesai membuatkan minum untuk Liora segelas teh chamomile kesukaan Liora.“Diminum,” kata Zidane lagi saat melihat Liora hanya memegangi gelas itu.Tak enak pada Zidane, Liora pun meminumnya dua teguk. Lalu meletakkan di meja dapur.“Enak?”“Enak. Terima kasih, Zid.”“Kau mau sekalian mengambil baju-bajumu? Masih banyak bajumu di sini.”Berpikir ada Zach di tempat parkir yang menungguinya, Liora pun setuju. Setidaknya dia bisa mengambil setengah pakaiannya saja sudah sangat bagus.“Silakan,” kata Zidane seraya mengulurkan tangannya ke arah kamar.Liora mel
Zidane sedang berkutat di kantornya.Saat ini dia sudah seperti robot tak bernyawa.Dia hanya bekerja lalu pulang untuk berisirahat.Kalaupun kejenuhan dan kehampaan menyergapnya, Zidane akan ke bar, lalu minum beberapa teguk.Akhir pekan dia akan mendatangi Janet.Terkadang malah di tengah pekan, Zidane akan mendatangi Janet dengan naik pesawat, lalu esok paginya dia kembali lagi ke California.Bagi Zidane, hasratnya sekarang menyala lagi dan dia melampiaskannya tanpa menahan lagi. Dan Janetlah partnernya selalu.Tok tok tokPintu ruangannya diketuk dan Zidane mengangkat wajah.“Masuk!”“Siang, Pak. Ada yang perlu kulaporkan, Pak.”“Masuklah.”Zidane mempersilakan Clint untuk masuk dan duduk.Begitu duduk, Clint mengeluarkan tanda bukti pembayaran.Dia menyerahkan pada Zidane yang menatapnya dengan kernyitan yang makin lama makin terlihat jelas.“Apa ini? Dari Liora?”“Iya, Bos. Pesannya berhubungan dengan pengiriman ini adalah-”“Aku bisa baca sendiri!” sergah Zidane penuh kemarahan
“Kenapa kau malah menangis?” tanya Zach kesal melihat tingkah Merlyn yang penuh drama.“Aku memang mengandung,” katanya di sela isak tangis.Orang tuanya, orang tua Zach, serta Liora pun terkesiap lagi. Entah Merlyn memang mengandung atau karena dia tetap tak ingin melepaskan Zach.Tapi pengakuannya membuat Liora was-was.Bagaimana jika memang Zach dan Merlyn pernah berbagi satu malam?“Kau jangan mengada-ngada, Merlyn! Ini merupakan bukti, malam itu kau pulang dan kita tidak melakukan apa pun.”Merlyn tetap sesegukan dengan menyembunyikan wajahnya.“Bagaimana, Merlyn? Katakan yang sejujurnya.”Ayahnya mulai angkat bicara dan Merlyn makin menangis. Dia memang tak bisa menghindar lagi.“Aku memang mengandung, tapi bukan anak Zach. Malam itu memang tidak terjadi apa-apa. Pacarku menelpon dan aku pergi ke tempatnya. Di sana lah semua terjadi.”Merlyn berkata pelan berusaha tetap menyembunyikan sebagian dari ceritanya. Dari ceritanya saat ini Merlyn seakan-akan baru pertama kali berbagi r
Malam itu, selepas makan malam bersama menjadi malam yang terasa hangat bagi dua insan.Zach akhirnya mendapatkan Liora kembali dalam pelukannya.Hati yang tadinya mendendam dan ingin membalas, tiba-tiba saja surut. Yang tersisa hanyalah keinginan untuk melepas rindu.Lalu setelah semua keributan yang terjadi dengan Zidane, kebersamaan mereka disusupi perih yang menusuk hati.Liora terus memeluk Zach, memantapkan dirinya untuk bersama pria yang ada di hatinya.Pikiran Zach pun bercabang, antara memikirkan masa depan mereka harus bagaimana, juga bagaimana nasib Zidane.Biar bagaimana pun Zidane adalah adiknya. Dia harus berbuat sesuatu untuk Zidane.Ting tong!Pintu berbunyi di saat mereka hanya diam dan saling berkelana dalam pikiran masing-masing.“Biar aku buka,” kata Zach yang merasa heran, kenapa bisa ada tamu di apartemennya ini.Padahal tidak pernah dia tempati sebelumnya.Lagipula, terlalu aneh, baru tiba satu hari langsung ada tamu.Zach mengintip dari lubang intip di pintu.T