Maaf, Aham. Aku tadi refleks saja." Ayana segera menjauhkan wajahnya dari Aham setelah menyadari keberaniannya yang menyentuh bibir Aham tanpa persetujuannya.Bahkan kali ini Ayana tak hanya menjauhkan wajahnya, namun juga tubuhnya dari Aham.Melihat itu, Aham hanya bisa tersenyum. "Tidak perlu merasa tak nyaman seperti itu. Bukankah aku kekasihmu," ucap Aham dengan senyuman yang masih terpatri di wajahnya."Kemarilah!" Aham mengulurkan tangannya lagi, kembali ingin menarik Ayana agar kembali dekat dengannya."Tidak, Aham." Ayana segera berdiri dan merasa gugup. Entahlah, bisa-bisanya tadi ia saking bapernya dengan kata-kata Aham sampai seberani itu."Kamu kenapa, sih, Ay?" Aham juga ikutan berdiri. Menatap Ayana dengan kening mengkerut. Bingung."Maaf, aku tak akan mengulanginya." Ayana memalingkan pandangannya ke sembarang arah. Tiba-tiba
"Kenapa terkejut gitu?""Kamu serius dengan apa yang kamu katakan tadi?" Ayana masih tak percaya."Iya, aku tak pernah main-main dengan ucapanku. Apalagi sama kamu.""Iya, tapi untuk apa kamu mau bawa aku ke rumahmu dan mempertemukan aku dengan orang tuamu?" Mata Ayana semakin melebar."Untuk memperkenalkan kamu ke ibuku.""Sebagai apa?"Aham tak segera menjawab, ditatapnya wajah cantik Ayana dengan lekat. "Kamu maunya sebagai apa?""Apa?""Kekasih!""Jangan gila, Aham!""Kenapa?" Aham sedikit tersenyum."Aku tak mau." Ayana kembali melangkah meninggalkan Aham."Ya sudah…." Aham ikut melangkah mengejar langkah Ayana. "Aku kenalkan kamu sebagai calon istri." Sontak A
"M-Mas…ini…i-ini aku—""Kenapa kau tak menghilangkannya?" Dindar memotong cepat. Membuat Ayana ternganga."Aku memang tak bisa menahan diri untuk tidak melakukan itu padamu, tapi bukan berarti kau bisa seenaknya membiarkan tanda merah itu terpajang di lehermu itu," ucap Dindar dengan sengit. Sedangkan Ayana hanya bisa menelan ludah tanpa berkata-kata.Jadi Dindar mengira kalau tanda merah yang ada di leher jenjang putih istrinya tersebut adalah hasil perbuatan dirinya. Tentu saja hal itu membuat Ayana lega.Kiranya Ayana pikir tadi adalah hari terakhir ia akan hidup, sebab Dindar akan menghabisinya setelah tahu ia memiliki hubungan gelap dengan Aham di belakang pria kejam berstatus suaminya tersebut."Hilangkan tanda merah itu dari sana, aku tak suka melihatnya." Setelah berucap dengan sengitnya, Dindar kembali melanjutkan langkahnya masuk ke kamar mandi.Ayana segera terduduk di sofa merasa lega. Tangannya mengusap keringat yang membanjiri wajahnya. Kali ini ia berhasil lolos dari D
"Senyum, Ayana!" bisik Dindar di telinga Ayana saat sudah tiba di pesta.Ayana yang enggan tersenyum sebab memang hatinya sedang bingung juga saat ini akhirnya tersenyum."Kenapa kau susah sekali tersenyum saat lagi bersamaku. Apa kau ingin menampakkan ke semua orang bahwa kau tidak bahagia hidup denganku, heum?" Dindar menekan setiap kata-katanya saat berbisik ke dekat Ayana, yang saat ini duduk di sampingnya. Sontak Ayana segera menggelengkan kepalanya. "T-tidak, Mas. Aku sama sekali tak ada niatan seperti itu." Ayana kembali memaksakan senyum. Sekalipun itu sangat susah. Namun jika tidak begitu, sudah pasti Dindar akan melakukan hal buruk lagi padanya. Bahkan tak segan-segan pria bengis itu akan menghukum dirinya berat hanya karena hal sepele yang membuatnya tidak senang."Bagus. Kau tunggulah di sini. Aku harus menemui teman-temanku di se
Perlahan namun menakutkan, Dindar melangkah menuju tempat di mana Ayana berdiri, seorang diri.Iya, saat mendengar suara Dindar, Aham langsung pergi. Tubuh Ayana semakin bergetar tatkala sosok tinggi tegap suaminya tersebut sudah ada di hadapannya. "Katakan! Siapa pria itu!" bentak Dindar dengan raut wajah bengisnya."Ayana!" Bentakan Dindar kali ini membuat Ayana terperanjat. Dindar menatap begitu menakutkan."S-siapa yang Mas Dindar tanyakan?" Ayana tergugu menahan takut. Bahkan suaranya bergetar.Ia tak tahu, dengan apalagi kali ini akan menyelamatkan Aham dari amarah Dindar. Jangankan Aham, untuk menyelamatkan dirinya saja ia tak tahu.Gigi Dindar bergemeletuk menahan amarah. Tangannya terangkat mencengkram kuat wajah Ayana. Hingga wanita itu harus mendesis kesakitan."Jangan pikir aku tak melihatnya meskipun aku tak sempat melihat wajahnya, Aya!" Semakin kuat cengkraman tangan Dindar di wajah Ayana membuat kuku-kuku tajamnya melukai kulit halus itu. Dan mengeluarkan darah. M
"Mas…aku akan berhenti kuliah!" ucap Ayana yang panik dengan cepat. Memdengar itu, Perlahan Dindar menurunkan senjatanya. Dan Ayana pun menangkupkan kedua tangannya di dada. "Agar Mas Dindar percaya, kalau aku tak akan bertemu lagi dengan pria itu, maka aku lebih baik berhenti saja. Aku akan menuruti semua kemauan Mas Dindar. Aku juga akan selalu bersamamu…aku tak akan melakukan pelanggaran dan melakukan sesuatu yang tak disukai Mas Dindar…." Semakin deras mengalir air mata Ayana saat mengatakannya.Dindar masih bergeming dengan tatapan tajam namun menakutkan menatap lekat Ayana yang menangis tersedu-sedu."Aku tak akan kemana-mana lagi…aku juga tak akan keluar rumah jika tidak dengan Mas Dindar…aku akan menuruti semuanya…." Ayana berucap sambil menangis tersedu-sedu. Bahkan semakin menjadi setelah menyadari apa yang dikatakannya."Semuanya?" Dindar maju satu langkah
"Jangan mendesah, Ay!" ingat Dindar, saat Ayana, istrinya tak sengaja mengeluarkan suara desahan akibat dari perlakuan Dindar.Ayana pun segera menggigit bibirnya agar suara yang lumrahnya kebanyakan lelaki sukai saat wanitanya mengeluarkan suara yang menandakan bahwa wanita tersebut merasa menikmati atas perbuatan suaminya tersebut namun dibenci oleh Dindar. Ayana tak pernah tahu apa alasan Dindar selalu melarangnya untuk bersuara disetiap kali mereka melakukan hubungan. Sedangkan Dindar begitu pintar dan lihai saat memancing hasrat bercinta Ayana. Namun ia sendiri melarang Ayana untuk menikmati apa yang ia lakukan.Setelah melihat Ayana yang berusaha mengatupkan bibirnya, agar tak mengeluarkan desahan, Dindar pun melanjutkan permainannya yang masih tahap pemanasan.Tangan kekar Dindar dari dada Ayana turun menggerayangi perut Ayana, lalu selanjutnya makin turun kebawah tepat di area paling sensitif milik Ayana. Ayana sekuat tenaga menahan agar dirinya tak sampai mengeluarkan sua
"Ayana!" seru Dindar saat sarapan pagi berlangsung.Ayana yang masih merasa sakit hati dengan perkataan kasar Dindar semalam hanya melirik Dindar tanpa berucap."Kamu masih marah samaku, Ay?" Dindar bertanya sambil terkekeh menatap Ayana.Lagi, Ayana masih bungkam. Wanita mana yang tak sakit hati jika suaminya memarahi dan menyalahkan dirinya sebab melakukan tak kesengajaan disaat mereka sama-sama meneguk madu."Maaf, ya, Ay!"Ayana menghela nafas seraya menyudahi sarapannya. Sudah biasa Ayana mendengar permintaan maaf Dindar setelah Dindar memarahinya sebab kesalahan yang sama."Kenapa kau tak menjawab, Ay?" tanya Dindar."Aku sudah terbiasa dengan permintaan maafmu, Mas!" Nada bicara Ayana tampak lesu. Sekilas mata Ayana melirik ke arah Dindar yang saat ini bergeming dengan mata sama menatap Ayana.Sekali lagi Ayana menghembuskan nafas sebelum akhirnya ia berdiri untuk membereskan meja makan."Tidak perlu kau lakukan itu, Ay!" Dindar segera berdiri dari kursinya, lalu berjalan mengh
"Mas…aku akan berhenti kuliah!" ucap Ayana yang panik dengan cepat. Memdengar itu, Perlahan Dindar menurunkan senjatanya. Dan Ayana pun menangkupkan kedua tangannya di dada. "Agar Mas Dindar percaya, kalau aku tak akan bertemu lagi dengan pria itu, maka aku lebih baik berhenti saja. Aku akan menuruti semua kemauan Mas Dindar. Aku juga akan selalu bersamamu…aku tak akan melakukan pelanggaran dan melakukan sesuatu yang tak disukai Mas Dindar…." Semakin deras mengalir air mata Ayana saat mengatakannya.Dindar masih bergeming dengan tatapan tajam namun menakutkan menatap lekat Ayana yang menangis tersedu-sedu."Aku tak akan kemana-mana lagi…aku juga tak akan keluar rumah jika tidak dengan Mas Dindar…aku akan menuruti semuanya…." Ayana berucap sambil menangis tersedu-sedu. Bahkan semakin menjadi setelah menyadari apa yang dikatakannya."Semuanya?" Dindar maju satu langkah
Perlahan namun menakutkan, Dindar melangkah menuju tempat di mana Ayana berdiri, seorang diri.Iya, saat mendengar suara Dindar, Aham langsung pergi. Tubuh Ayana semakin bergetar tatkala sosok tinggi tegap suaminya tersebut sudah ada di hadapannya. "Katakan! Siapa pria itu!" bentak Dindar dengan raut wajah bengisnya."Ayana!" Bentakan Dindar kali ini membuat Ayana terperanjat. Dindar menatap begitu menakutkan."S-siapa yang Mas Dindar tanyakan?" Ayana tergugu menahan takut. Bahkan suaranya bergetar.Ia tak tahu, dengan apalagi kali ini akan menyelamatkan Aham dari amarah Dindar. Jangankan Aham, untuk menyelamatkan dirinya saja ia tak tahu.Gigi Dindar bergemeletuk menahan amarah. Tangannya terangkat mencengkram kuat wajah Ayana. Hingga wanita itu harus mendesis kesakitan."Jangan pikir aku tak melihatnya meskipun aku tak sempat melihat wajahnya, Aya!" Semakin kuat cengkraman tangan Dindar di wajah Ayana membuat kuku-kuku tajamnya melukai kulit halus itu. Dan mengeluarkan darah. M
"Senyum, Ayana!" bisik Dindar di telinga Ayana saat sudah tiba di pesta.Ayana yang enggan tersenyum sebab memang hatinya sedang bingung juga saat ini akhirnya tersenyum."Kenapa kau susah sekali tersenyum saat lagi bersamaku. Apa kau ingin menampakkan ke semua orang bahwa kau tidak bahagia hidup denganku, heum?" Dindar menekan setiap kata-katanya saat berbisik ke dekat Ayana, yang saat ini duduk di sampingnya. Sontak Ayana segera menggelengkan kepalanya. "T-tidak, Mas. Aku sama sekali tak ada niatan seperti itu." Ayana kembali memaksakan senyum. Sekalipun itu sangat susah. Namun jika tidak begitu, sudah pasti Dindar akan melakukan hal buruk lagi padanya. Bahkan tak segan-segan pria bengis itu akan menghukum dirinya berat hanya karena hal sepele yang membuatnya tidak senang."Bagus. Kau tunggulah di sini. Aku harus menemui teman-temanku di se
"M-Mas…ini…i-ini aku—""Kenapa kau tak menghilangkannya?" Dindar memotong cepat. Membuat Ayana ternganga."Aku memang tak bisa menahan diri untuk tidak melakukan itu padamu, tapi bukan berarti kau bisa seenaknya membiarkan tanda merah itu terpajang di lehermu itu," ucap Dindar dengan sengit. Sedangkan Ayana hanya bisa menelan ludah tanpa berkata-kata.Jadi Dindar mengira kalau tanda merah yang ada di leher jenjang putih istrinya tersebut adalah hasil perbuatan dirinya. Tentu saja hal itu membuat Ayana lega.Kiranya Ayana pikir tadi adalah hari terakhir ia akan hidup, sebab Dindar akan menghabisinya setelah tahu ia memiliki hubungan gelap dengan Aham di belakang pria kejam berstatus suaminya tersebut."Hilangkan tanda merah itu dari sana, aku tak suka melihatnya." Setelah berucap dengan sengitnya, Dindar kembali melanjutkan langkahnya masuk ke kamar mandi.Ayana segera terduduk di sofa merasa lega. Tangannya mengusap keringat yang membanjiri wajahnya. Kali ini ia berhasil lolos dari D
"Kenapa terkejut gitu?""Kamu serius dengan apa yang kamu katakan tadi?" Ayana masih tak percaya."Iya, aku tak pernah main-main dengan ucapanku. Apalagi sama kamu.""Iya, tapi untuk apa kamu mau bawa aku ke rumahmu dan mempertemukan aku dengan orang tuamu?" Mata Ayana semakin melebar."Untuk memperkenalkan kamu ke ibuku.""Sebagai apa?"Aham tak segera menjawab, ditatapnya wajah cantik Ayana dengan lekat. "Kamu maunya sebagai apa?""Apa?""Kekasih!""Jangan gila, Aham!""Kenapa?" Aham sedikit tersenyum."Aku tak mau." Ayana kembali melangkah meninggalkan Aham."Ya sudah…." Aham ikut melangkah mengejar langkah Ayana. "Aku kenalkan kamu sebagai calon istri." Sontak A
Maaf, Aham. Aku tadi refleks saja." Ayana segera menjauhkan wajahnya dari Aham setelah menyadari keberaniannya yang menyentuh bibir Aham tanpa persetujuannya.Bahkan kali ini Ayana tak hanya menjauhkan wajahnya, namun juga tubuhnya dari Aham.Melihat itu, Aham hanya bisa tersenyum. "Tidak perlu merasa tak nyaman seperti itu. Bukankah aku kekasihmu," ucap Aham dengan senyuman yang masih terpatri di wajahnya."Kemarilah!" Aham mengulurkan tangannya lagi, kembali ingin menarik Ayana agar kembali dekat dengannya."Tidak, Aham." Ayana segera berdiri dan merasa gugup. Entahlah, bisa-bisanya tadi ia saking bapernya dengan kata-kata Aham sampai seberani itu."Kamu kenapa, sih, Ay?" Aham juga ikutan berdiri. Menatap Ayana dengan kening mengkerut. Bingung."Maaf, aku tak akan mengulanginya." Ayana memalingkan pandangannya ke sembarang arah. Tiba-tiba
"Apa itu?" tanya Ayana masih tak mengerti dengan istilah itu. "Dimana seseorang merasakan kenikm4tan dan kepuasan seksual ketika meny4kiti atau dis4kiti. Sepertinya Dindar ke yang meny4kiti," jelas Aham menatap serius wanita di depannya yang saat ini begitu ia kasihi.Ayana menghela nafas berat saat mendengar penjelasan Aham. "Sad0masokisme memiliki tingkatan, ada yang hanya sampai pada tahapan memvkul atau menggig*t hingga meninggalkan bekas lebam. Namun pada tahap yang sudah parah bisa menyebabkan lvka-lvka yang parah disebabkan alat-alat atau benda t4jam."Kali ini Ayana merinding mendengar penjelasan Aham. Sungguh mengerikan. Dan Ayana mulai sadar, pantas saja semalam saat dirinya merasa kes4kitan disana Dindar tambah semangat mengg4ulinya. Seolah hal itu bisa menambah kenikm4tan tersendiri bagi pria itu."Kelaina
Saat Ayana terbangun di pagi harinya, ia merasakan sakit di sekujur tubuhnya, lebih-lebih di area kewanitaannya.Semalam Dindar benar-benar melakukannya dengan cara yang sangat kasar, menyentuhnya dengan cara yang jauh sangat berbeda. Tak ada kelembutan yang Dindar berikan. Hingga Ayana merasa tersiksa dengan perilaku Dindar. Namun anehnya, Dindar merasa sangat kenikmatan dengan itu. Hal itu yang membuat Ayana bingung. Sebenarnya punya kelainan apa suaminya tersebut.Dengan jalan tertatih-tatih menahan rasa sakit, Ayana melangkah ke arah kamar mandi untuk membersihkan diri.Setelah selesai dengan ritual mandinya yang hanya sebentar, sebab tubuhnya terdapat luka-luka kecil sebab ulah Dindar semalam, hingga menyebabkan perih saat terkena air.Setelah rapi dengan pakaiannya, Ayana keluar kamar dan mengedarkan pandangannya, mencari sosok Dindar. Namun ia tak menemukan. Dalam hati ia bersyuku
Ayana terbangun dari tidurnya saat ia merasakan sebuah tangan kekar menggerayangi tubuhnya dan bermain-main di sana.Sontak hal itu membuat wanita yang sebelumnya terlupa tersebut membuka mata."Aham!" seru Ayana.Bersamaan dengan itu, lampu kamar hidup dan mata Ayana terbelalak saat melihat pria di depannya ternyata bukan Aham.Mendadak tubuhnya menggigil ketakutan."Siapa Aham?" Pertanyaan Dindar membuat tulang Ayana terasa ngilu. Keringat dingin langsung membanjiri keningnya. Dindar menatap tajam pada Ayana. "Siapa Aham?" Tangan Dindar menarik kuat bahu Ayana hingga membuat Ayana terduduk dari posisi baringnya.Ayana masih bergeming. Ia tak tahu akan menjawab apa."Katakan sekarang. Siapa Aham!" suara Dindar menggelegar. Terdengar menyeramkan seperti maut bagi Ayana."D-dia…dia bukan siapa-siapa." A