"Sebenarnya apa, Dok?" tanya Ayana yang tak sabar untuk mendengar kelanjutan kata-kata dokter Althan.
Althan tampak mendesah sembari mengusap wajahnya kasar."Maaf. Sebenarnya aku kurang tahu pasti dengan sikap yang dialami oleh suami Bu Ayana. Namun menurut prediksiku yang seorang dokter. Tampaknya suami Bu Ayana mengalami kepribadian ganda. Sebab jika saya lihat sepertinya setelah ia menyakiti Bu Ayana ia sangat menyesalinya. Dan saya bisa melihat itu sendiri saat Bu Ayana tak sadarkan diri sebab kepala Bu Ayana terluka karena perbuatan suami Bu Ayana."Ayana tampak menghela nafas. Tanpa Altha jelaskan pun kalau Dindar selalu menyesali perbuatannya pada dirinya, Ayana sendiri juga tahu itu. Cuman masalahnya Ayana tak tahu cara mengatasi sikap kelainan yang Dindar miliki itu. Sedangkan ia sudah tak tahan dengan sikap kasar Dindar.Ayana menjatuhkan diri di sofa sambil mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. "Aku sudah capek dibuat seperti ini terus, Dok," keluh Ayana. Tampak frustasi memikirkan sikap Dindar."Maaf, Bu Aya. Aku memang tak bisa memberikan informasi tentang sikap berlebihan suami Bu Aya. Tapi jika Bu Aya mau sedikit saran, lebih ba—""Aku mau, Dokter!"Ayana yang sudah merasa lelah dengan sikap Dindar yang sudah 3 bulan ini dihadapi oleh dirinya dengan sikap sabar, namun kini ia sudah tak tahan lagi. Apalagi semakin hari sikap Dindar semakin menjadi saja.Althan yang sudah tak merasa sungkan lagi dengan Ayana, perlahan duduk di sofa samping Ayana."Aku rasa…suami Bu Ayana punya penyakit. Punya kepribadian ganda. Kenapa gak Bu Ayana periksakan saja ke dokter psikiater?""Aku mana berani, Dok!" Ayana segera menimpali."Dokter tahu sendiri, kan. Mas Dindar itu seperti apa. Dia hanya mau semua keinginannya dipenuhi.""Dan itu berlaku hanya untuk Bu Ayan," sahut Althan. Cepat."Maksud Dokter?" Kening Ayana mengkerut mendengar ucapan Althan."Entah ini hanya perasaanku saja atau apa, namun aku lihat kalau Pak Dindar hanya bersikap seperti itu hanya pada Bu Ayana saja." Althan berucap dengan mata menatap serius pada istri tuannya itu."Maksud Dokter?" Ayana semakin tak mengerti.Althan tak segera menjawab. Matanya masih menatap Ayana dengan lekat."Apa ada sesuatu yang terjadi maksud Dokter?" tanya Ayana sebab tak segera mendapat jawaban dari Althan."Menurutku, Pak Dindar punya obsesi lebih pada Bu Ayana. Namun di samping itu, ia punya suatu rahasia.""Rahasia?" Kening Ayana mengkerut. Ia semakin penasaran saja."Rahasia apa? Apa Dokter tahu?" tanya Ayana antusia. Menatap serius.Althan segera menggelengkan kepalanya. "Tidak, Bu. Saya memang terlebih dahulu bertemu Pak Dindar sebelum Bu Ayana menikah dengannya. Namun saya tak pernah terlibat dengan pembicaraan serius dengannya selain saya ditugaskan untuk mengobati anggota keluarganya.""Tapi barang tidak Dokter pernah melihat sesuatu yang berhubungan dengan sikap anehnya tersebut, Dok?" Ayana menatap penuh selidik.Althan tak segera menjawab, tampak masih berpikir. "Mungkinkah…Pak Dindar punya sebuah rahasia…." Mata Althan menatap Ayana serius. "Selain apa yang tadi saya katakan pada Bu Aya. Kalau Pak Dindar memiliki obsesi berlebihan pada Bu Ayana."Ayana terdiam. Tampak mencerna kata-kata Althan."Hanya itu yang bisa saya bantu untuk Bu Ayana. Saran saya, ya seperti tadi. Bu Ayana harus periksakan suami Bu Aya pada dokter psikolog." Althan memberi saran."Sangat sulit, Dok." Ayana menyandarkan punggungnya ke sofa. "Jujur, saya sudah capek menjalani rumah tangga seperti ini." Ayana mendesah. Tampak resah."Lalu…kenapa…Bu Ayana tidak…." Althan tak meneruskan kata-katanya seolah ragu untuk melanjutkannya.Ayana yang seolah mengerti dengan apa yang ingin dikatakan Althan tersenyum seraya menoleh ke arah Althan."Aku pernah mengutarakan maksudku itu. Untuk berpisah darinya. Namun…apa yang kudapat." Ayana tersenyum kecut seraya mengalihkan pandangannya ke depan. "Aku mendapatkan amarah Dindar hingga ia hampir saja mencekik ku."Mata Althan membelalak serasa tak percaya dengan pengakuan Ayana."Oleh karena itu. Rasanya sulit untuk lepas dari Dindar. Makanya aku ingin mencari cara agar Dindar tak terus menyakitiku bahkan menyiksaku sebab kesalahanku yang menurutku tak wajar.""Aku kira Bu Ayana bertahan dengan Pak Dindar karena cinta."Ayana tersenyum seraya menggelengkan kepalanya. "Awalnya iya, Dok. Tapi sekarang…hanya wanita yang tak waras mungkin yang mencintai laki-laki seperti Mas Dindar."Althan hanya tersenyum. Untuk menanggapi kata-kata Ayana.*****Entah kenapa setelah mendengar saran Althan, tiba-tuba Ayana tergerak untuk pergi ke dokter psikolog. Sendirian. Sebab untuk membawa Dindar ikut serta tentu ia selamanya tak akan pernah berhasil. Yang ada Ayana akan mendapat amarah dan tak segan-segan Dindar menyiks4 Ayana.Oleh karena itu, sore ini Ayana keluar dari rumah, bertepatan juga sekarang Dindar belum pulang semenjak kepergiannya.Ayana segera masuk ke dalam mobil taksi yang tadi di pesannya lewat online.Setelah Ayana masuk, taksi itu segera membawa Ayana pergi.Selama dalam perjalanan, Ayana menyibukkan diri dengan ponselnya.Sesekali Ayana menoleh ke arah luar jendela. Namun saat ia menyadari sesuatu, Ayana sontak menatap ke arah sopir taksi."Pak, maaf. Ini sepertinya bukan alamat yang saya inginkan," ucap Ayana. Namun tak mendapati jawaban dari sopir taksi tersebut."Eh, Pak." Lagi, Ayana tak mendapati jawaban. Malahan sopir taksi tersebut semakin melajukan mobilnya."Pak, berhenti!" titah Ayana. Berteriak.Sontak taksi berhenti. Karena penasaran, Ayana memajukan tubuhnya ke depan agar bisa melihat wajah dari sopir taksi tersebut."Kamu bukan sopir taksi langgananku." Mata Ayana membelalak."Kau siap…umpph…." Tangan laki-laki kekar tersebut segera menyumpal mulut Ayana dengan kain yang sudah dikasih obat bius.Dalam hitungan detik, Ayana sudah tak sadarkan diri.*****"Byur…!"Ayana tersadar dari pingsannya saat wajahnya disiram dengan seember air.Ayana terkejut saat melihat dirinya dalam keadaan terikat di sebuah kursi dan tersekap di gudang."Hai, Nyonya Ayana Durfandes!" Seorang pria yang duduk di kursi tepat depan Ayana menyapa Ayana. Dengan senyuman sinisnya."Siapa kamu!" tanya Ayana dengan suara bergetar."Masa kamu tak tahu aku. Sedangkan aku tahu siapa kamu.""Tidak. Aku tidak kenal kamu. Kenapa kau menculikku?" tanya Ayana. Menatap tajam pada pria di depannya tersebut.Pria itu mencondongkan tubuh dan wajahnya ke hadapan Ayana."Serius kamu ingin tahu siapa aku?" tanya pria itu. Tak kalah taj4mnya menatap Ayana."I-iya. Katakan si-siapa kamu." Ayana gugup. Menahan takut."Aku adalah…."______"Aku adalah Aham!" ucap pria di depan Ayana."Aham?" Kening Ayana mengkerut seraya tampak berpikir dan mengingat-ingat. Apa ia mengenal atau pernah bertemu dengan pria yang mengaku bernama Aham tersebut."Abraham Pamungkas." Aham memperjelas namanya."Aku tidak mengenalmu. Dan aku rasa aku juga tak pernah punya urusan apalagi salah padamu. Oleh karena itu lepaskan aku," ucap Ayana. Pria itu tersenyum kecut. "Kau bilang kita tak pernah bertemu?" Aham semakin memajukan tubuhnya lagi. Hingga semakin dekat jarak antara Aham dan Ayana."Menjauh dariku. Kau salah orang. Kita tak pernah bertemu," sengit Ayana."Kita pernah bertemu, Ayana!" Mata Aham lekat menatap Ayana."Kapan? Dan dimana?" tanya Ayana. Dengan suara bergetar."Pada malam itu. Di pesta!""Pesta?""Tepatnya di depan toilet!"
"Akhh…!" Ayana terpel4nting saat tangan kekar Dindar menangkis tangan Ayana yang begitu cepat ingin menghvnuskan b3lati ke perut Dindar.Dindar segera meraih tubuh kecil Ayana yang tersungkur di lantai dan membawanya duduk di sofa.Namun sebelum itu ia membuang bekau yang dioegang Ayana, melemparnya jauh.Ayana tertunduk takut. Takut akan amarah Dindar sebab barusan dirinya berusaha meleny4pkan Dindar."Ayana!"Ayana memejamkan matanya masih dengan kepala menunduk. Seruan Dindar benar-benar membuat detakan jantungnya berpacu lebih cepat. Jangankan menatap Dindar, masih mendengar suaranya saja wanita itu begitu takut. Hingga tangannya berkeringat dingin juga bergetar."Lihat aku, Ayana!"Ayana semakin takut. Ia tak tahu, apalagi yang akan Dindar lakukan pada dirinya kali ini. Tangan Ayana satunya meremas tangan yang lainnya. Gugup da
"Be-benarkah yang aku dengar ini, Mas?" Suara Ayana bergetar saat menanyakannya. Saking terkejutnya mendengar ini kandung dari Dindar mati sebab bunvh diri.Dindar menjawab dengan anggukan kepala."Lalu...apa penyebabnya?" tanyanya lagi."Karena pengkhianatan Ayahku. Ayahku seorang perwira, namun ia tukang selingkuh. Setiap malamnya Ayah selalu membawa perempuan yang berbeda-beda ke dalam rumah. Aku dan Ibu setiap malamnya selalu mendengar rintihan wanita selingkuhan Ayah. Rintihan dan des4han dari wanita-wanita jal4ng Ayah. Oleh karena itu, setiap malamnya Ibu selalu menangis. Hingga pada suatu malam, saat aku baru saja masuk ke kamar Ibu, aku sudah menemukan Ibu bergantung ke sebuah tali." Dindar mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Sedangkan Ayana ternganga seolah tak percaya dengan apa yang ia barusan dengar dari cerita Dindar.Ayana tak menyangka bahwa Dindar ternyata punya kisah menyedihkan
Saat terbangun di pagi hari, Ayana langsung dikejutkan dengan keberadaan Dindar yang sedang duduk di pinggir kasur menatap Ayana.Ayana segera duduk dari posisi baringnya. "Ada apa, Mas?" tanya Ayana sebab merasa ada yang lain dari tatapan Dindar.Dindar tersenyum seraya menggelengkan kepalanya. "Selamat pagi," seru Dindar. Ayana segera menyunggingkan senyuman manisnya. Tiba-tiba Ayana merasakan kalau Dindar sudah mengembalikan sikap awal waktu pertama Dindar mendekati dirinya. Begitu banyak kemanisan dan kelembutan dan tentunya sangat perhatian.Dalam hati Ayana berdoa. Semoga Dindar memang telah benar-benar berubah, sudah kembali seperti sifat sebelumnya."Aku sudah pesankan kamu sarapan. Makanlah." Tangan Dindar mengelus lembut kepala Ayana.Meskipun rasa Ayana pada Dindar sudah tak seperti sebelumnya yang mencintai Dindar, namun Ayana merasa senang dan bahagia dengan perlakuan lembut dan perhatian Dindar saat ini. Walaupun sebelumnya Ayana ada keinginan untuk berpisah dari Dind
"Sekarang kau mengerti, kan, Ayana? Kenapa kamu harus mendengarkan aku. Aku mengatakan ini padamu karena kasihan. Kau tak tahu apa-apa tentang Dindar." Aham berkata dengan tatapan yang begitu serius. Seolah ingin memperlihatkan pada Ayana bahwa apa yang dikatakannya adalah sebuah keberan.Sejenak Ayana masih termangu dengan kata-kata Aham, namun untuk selanjutnya ia menggelengkan kepala."Tidak. Kau salah. Kau yang tak tahu apa-apa tentang Dindar. Dan sekarang aku sudah tahu. Aku tahu kenapa dia punya sifat seperti itu," ucap Ayana penuh keyakinan."Aku sudah sangat percaya padanya. Dan seharusnya aku kemarin tak percaya sama kamu," ucap lagi Ayana."Kau harus lebih percaya aku, Ayana.""Kau siapa. Kenapa aku harus percaya kamu," tanggap Ayana. Sengit. "Aku tidak kenal kamu.""Lalu apa kau kenal Dindar.""Dia suamiku.""Suami akan memberikan surga untuk istrinya tapi dia akan memberikan neraka untukmu, Ayana.""Aku tidak percaya kata-katamu lagi. Aku tidak tahu ada masalah apa kamu s
Jika saja Ayana punya keberanian, sedikit saja. Tentu ia akan menghampiri Dindar dan menanyakan tentang status wanita yang bersamanya. Ayana benar-benar tak menyangka bahwa ia akan diselingkuhi oleh Dindar. Ia kira Dindar hanya punya sikap kasar terhadapnya, namun ternyata Dindar juga menduakan dirinya.Ayana memilih pulang dengan membawa hati yang terluka. Entah nasib apa yang ia punya hingga segitu buruk kisah hidup yang ia alami.Setibanya di rumah, Ayana segera mencuci muka sebersih-bersihnya untuk menghilangkan air matanya yang terus mengalir. Ia benci dengan air mata yang terus mengalir karena Dindar. Lebih-lebih karena diselingkuhi Dindar. Seharusnya Ayana tak merasa sakit hati hingga harus menangis sebab diselingkuhi pria kasar sepertinya. Karena Ayana mengakui sendiri bahwa rasa cinta untuk Dindar sudah mulai memudar tatkala pria itu mulai berlaku kasar pada dirinya.Namun naluri keistriannya yang membuat Ayana merasa tak terima dikhianati Dindar. Walau bagaimanapun Ayana
Ayana segera mengusap sudut bibirnya yang berdarah. Sekuat mungkin ia menahan diri agar sampai tak menangis dan mengeluarkan air mata.Dindar segera menghampiri Ayana yang terduduk di lantai. Sambil berjongkok, tangan kekar Dindar menarik rambut Ayana dan menghadapkan wajah Ayana pada Dindar."Akhh…!" Ayana meringis kesakitan tatkala Dindar semakin kuat menarik rambut Ayana."Kenapa kau menunjukkan wajah jelekmu?" Gigi Dindar bergemeletuk. "Apa kau tak menyukaiku, heum?" Tarikan tangan Dinar semakin kuat di rambut Ayana."Jawab, Ayana. Kenapa kau menampakkan raut wajah masam?" bentak Dindar."Bukankah, kau sudah ada wajah cantik lain yang tentunya lebih sedap dipandang oleh dirimu?""Apa?" Mata Dindar melotot. Otaknya mulai mencerna apa yang dikatakan Ayana."Aku sudah tahu perselingkuhanmu, Mas!" ucap Ayana tanpa ada ketakutan sama sekali dalam dirinya."Oh, jadi kau—""Iya, Mas. Aku tahu semua. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri Mas Dindar bercumbu mesra dengan wanita selingku
"Akhh…!" teriak Ayana.Namun bersamaan dengan itu, tubuh Ayana tertarik keluar oleh seseorang hingga terjatuh ke tanah dengan tubuh tertindih.Ayana segera menatap ke wajah orang yang menariknya keluar dari kandang harimau."Mas Dindar!" seru Ayana dengan mata melebar. Sedikit tak percaya Dindar akan melakukan hal itu.Dindar tersenyum menyeringai seraya menarik Ayana untuk berdiri."Kau takut akan hukumanku, Aya. Namun kau masih berani untuk melawan ku,"ucap Dindar dengan masih menatap Ayana yang tampak masih gemetaran. Ayana hanya diam dengan tubuh gemetar. Rasa takut dan panik nya belum juga hilang dari dirinya. Bahkan kali ini ketakutan pada Dindar semakin menjadi dalam diri wanita itu.Tanpa berkata-kata Dindar menarik tangan Ayana kembali kedalam rumah dan mendudukkannya di sofa.Sedangkan Dindar pergi sebentar dan kembali ke sofa dengan tangan sudah membawa kotak obat."Kemarikan kakimu!"Ayana sempat tercengang dengan titah Dindar."Cepat!" Dindar melotot."Tapi—"Kata-kata Ay
"Mas…aku akan berhenti kuliah!" ucap Ayana yang panik dengan cepat. Memdengar itu, Perlahan Dindar menurunkan senjatanya. Dan Ayana pun menangkupkan kedua tangannya di dada. "Agar Mas Dindar percaya, kalau aku tak akan bertemu lagi dengan pria itu, maka aku lebih baik berhenti saja. Aku akan menuruti semua kemauan Mas Dindar. Aku juga akan selalu bersamamu…aku tak akan melakukan pelanggaran dan melakukan sesuatu yang tak disukai Mas Dindar…." Semakin deras mengalir air mata Ayana saat mengatakannya.Dindar masih bergeming dengan tatapan tajam namun menakutkan menatap lekat Ayana yang menangis tersedu-sedu."Aku tak akan kemana-mana lagi…aku juga tak akan keluar rumah jika tidak dengan Mas Dindar…aku akan menuruti semuanya…." Ayana berucap sambil menangis tersedu-sedu. Bahkan semakin menjadi setelah menyadari apa yang dikatakannya."Semuanya?" Dindar maju satu langkah
Perlahan namun menakutkan, Dindar melangkah menuju tempat di mana Ayana berdiri, seorang diri.Iya, saat mendengar suara Dindar, Aham langsung pergi. Tubuh Ayana semakin bergetar tatkala sosok tinggi tegap suaminya tersebut sudah ada di hadapannya. "Katakan! Siapa pria itu!" bentak Dindar dengan raut wajah bengisnya."Ayana!" Bentakan Dindar kali ini membuat Ayana terperanjat. Dindar menatap begitu menakutkan."S-siapa yang Mas Dindar tanyakan?" Ayana tergugu menahan takut. Bahkan suaranya bergetar.Ia tak tahu, dengan apalagi kali ini akan menyelamatkan Aham dari amarah Dindar. Jangankan Aham, untuk menyelamatkan dirinya saja ia tak tahu.Gigi Dindar bergemeletuk menahan amarah. Tangannya terangkat mencengkram kuat wajah Ayana. Hingga wanita itu harus mendesis kesakitan."Jangan pikir aku tak melihatnya meskipun aku tak sempat melihat wajahnya, Aya!" Semakin kuat cengkraman tangan Dindar di wajah Ayana membuat kuku-kuku tajamnya melukai kulit halus itu. Dan mengeluarkan darah. M
"Senyum, Ayana!" bisik Dindar di telinga Ayana saat sudah tiba di pesta.Ayana yang enggan tersenyum sebab memang hatinya sedang bingung juga saat ini akhirnya tersenyum."Kenapa kau susah sekali tersenyum saat lagi bersamaku. Apa kau ingin menampakkan ke semua orang bahwa kau tidak bahagia hidup denganku, heum?" Dindar menekan setiap kata-katanya saat berbisik ke dekat Ayana, yang saat ini duduk di sampingnya. Sontak Ayana segera menggelengkan kepalanya. "T-tidak, Mas. Aku sama sekali tak ada niatan seperti itu." Ayana kembali memaksakan senyum. Sekalipun itu sangat susah. Namun jika tidak begitu, sudah pasti Dindar akan melakukan hal buruk lagi padanya. Bahkan tak segan-segan pria bengis itu akan menghukum dirinya berat hanya karena hal sepele yang membuatnya tidak senang."Bagus. Kau tunggulah di sini. Aku harus menemui teman-temanku di se
"M-Mas…ini…i-ini aku—""Kenapa kau tak menghilangkannya?" Dindar memotong cepat. Membuat Ayana ternganga."Aku memang tak bisa menahan diri untuk tidak melakukan itu padamu, tapi bukan berarti kau bisa seenaknya membiarkan tanda merah itu terpajang di lehermu itu," ucap Dindar dengan sengit. Sedangkan Ayana hanya bisa menelan ludah tanpa berkata-kata.Jadi Dindar mengira kalau tanda merah yang ada di leher jenjang putih istrinya tersebut adalah hasil perbuatan dirinya. Tentu saja hal itu membuat Ayana lega.Kiranya Ayana pikir tadi adalah hari terakhir ia akan hidup, sebab Dindar akan menghabisinya setelah tahu ia memiliki hubungan gelap dengan Aham di belakang pria kejam berstatus suaminya tersebut."Hilangkan tanda merah itu dari sana, aku tak suka melihatnya." Setelah berucap dengan sengitnya, Dindar kembali melanjutkan langkahnya masuk ke kamar mandi.Ayana segera terduduk di sofa merasa lega. Tangannya mengusap keringat yang membanjiri wajahnya. Kali ini ia berhasil lolos dari D
"Kenapa terkejut gitu?""Kamu serius dengan apa yang kamu katakan tadi?" Ayana masih tak percaya."Iya, aku tak pernah main-main dengan ucapanku. Apalagi sama kamu.""Iya, tapi untuk apa kamu mau bawa aku ke rumahmu dan mempertemukan aku dengan orang tuamu?" Mata Ayana semakin melebar."Untuk memperkenalkan kamu ke ibuku.""Sebagai apa?"Aham tak segera menjawab, ditatapnya wajah cantik Ayana dengan lekat. "Kamu maunya sebagai apa?""Apa?""Kekasih!""Jangan gila, Aham!""Kenapa?" Aham sedikit tersenyum."Aku tak mau." Ayana kembali melangkah meninggalkan Aham."Ya sudah…." Aham ikut melangkah mengejar langkah Ayana. "Aku kenalkan kamu sebagai calon istri." Sontak A
Maaf, Aham. Aku tadi refleks saja." Ayana segera menjauhkan wajahnya dari Aham setelah menyadari keberaniannya yang menyentuh bibir Aham tanpa persetujuannya.Bahkan kali ini Ayana tak hanya menjauhkan wajahnya, namun juga tubuhnya dari Aham.Melihat itu, Aham hanya bisa tersenyum. "Tidak perlu merasa tak nyaman seperti itu. Bukankah aku kekasihmu," ucap Aham dengan senyuman yang masih terpatri di wajahnya."Kemarilah!" Aham mengulurkan tangannya lagi, kembali ingin menarik Ayana agar kembali dekat dengannya."Tidak, Aham." Ayana segera berdiri dan merasa gugup. Entahlah, bisa-bisanya tadi ia saking bapernya dengan kata-kata Aham sampai seberani itu."Kamu kenapa, sih, Ay?" Aham juga ikutan berdiri. Menatap Ayana dengan kening mengkerut. Bingung."Maaf, aku tak akan mengulanginya." Ayana memalingkan pandangannya ke sembarang arah. Tiba-tiba
"Apa itu?" tanya Ayana masih tak mengerti dengan istilah itu. "Dimana seseorang merasakan kenikm4tan dan kepuasan seksual ketika meny4kiti atau dis4kiti. Sepertinya Dindar ke yang meny4kiti," jelas Aham menatap serius wanita di depannya yang saat ini begitu ia kasihi.Ayana menghela nafas berat saat mendengar penjelasan Aham. "Sad0masokisme memiliki tingkatan, ada yang hanya sampai pada tahapan memvkul atau menggig*t hingga meninggalkan bekas lebam. Namun pada tahap yang sudah parah bisa menyebabkan lvka-lvka yang parah disebabkan alat-alat atau benda t4jam."Kali ini Ayana merinding mendengar penjelasan Aham. Sungguh mengerikan. Dan Ayana mulai sadar, pantas saja semalam saat dirinya merasa kes4kitan disana Dindar tambah semangat mengg4ulinya. Seolah hal itu bisa menambah kenikm4tan tersendiri bagi pria itu."Kelaina
Saat Ayana terbangun di pagi harinya, ia merasakan sakit di sekujur tubuhnya, lebih-lebih di area kewanitaannya.Semalam Dindar benar-benar melakukannya dengan cara yang sangat kasar, menyentuhnya dengan cara yang jauh sangat berbeda. Tak ada kelembutan yang Dindar berikan. Hingga Ayana merasa tersiksa dengan perilaku Dindar. Namun anehnya, Dindar merasa sangat kenikmatan dengan itu. Hal itu yang membuat Ayana bingung. Sebenarnya punya kelainan apa suaminya tersebut.Dengan jalan tertatih-tatih menahan rasa sakit, Ayana melangkah ke arah kamar mandi untuk membersihkan diri.Setelah selesai dengan ritual mandinya yang hanya sebentar, sebab tubuhnya terdapat luka-luka kecil sebab ulah Dindar semalam, hingga menyebabkan perih saat terkena air.Setelah rapi dengan pakaiannya, Ayana keluar kamar dan mengedarkan pandangannya, mencari sosok Dindar. Namun ia tak menemukan. Dalam hati ia bersyuku
Ayana terbangun dari tidurnya saat ia merasakan sebuah tangan kekar menggerayangi tubuhnya dan bermain-main di sana.Sontak hal itu membuat wanita yang sebelumnya terlupa tersebut membuka mata."Aham!" seru Ayana.Bersamaan dengan itu, lampu kamar hidup dan mata Ayana terbelalak saat melihat pria di depannya ternyata bukan Aham.Mendadak tubuhnya menggigil ketakutan."Siapa Aham?" Pertanyaan Dindar membuat tulang Ayana terasa ngilu. Keringat dingin langsung membanjiri keningnya. Dindar menatap tajam pada Ayana. "Siapa Aham?" Tangan Dindar menarik kuat bahu Ayana hingga membuat Ayana terduduk dari posisi baringnya.Ayana masih bergeming. Ia tak tahu akan menjawab apa."Katakan sekarang. Siapa Aham!" suara Dindar menggelegar. Terdengar menyeramkan seperti maut bagi Ayana."D-dia…dia bukan siapa-siapa." A