“Begitu pula denganku.” Sahut Angela tegas. Ia tidak ingin meninggalkan keraguan sekecil apapun.“Kalau begitu, mendekatlah padaku.” Undang Sebastian sambil membentangkan tangan.“Kau tahu, aku mempunyai persyaratan.”“Katakan.” Sebastian masih terus membentangkan tangannya, dengan kesan mengundang.“Katakan bahwa kamu mencintaiku.”Sebastian memutar matanya. “Ayolah, bukankah seharusnya aku yang meminta pernyataan itu darimu?”“Katakan lebih dulu,” pinta Angela sambil menatap jari-jari Sebastian yang kokoh dan telapak tangan yang sudah menantinya.“Kesinilah agar aku bisa mengatakannya dari dekat,” Sebastian mengatakannya sambil berbisik.Dengan perlahan, Angela mengulurkan tangan untuk menyentuhkan ujung jari Sebastian dengan jarinya. Tapi Sebastian belum beranjak, sampai Angela melintasi setengah jarak mereka, mengatakan pada Sebastian bahwa ia pun menginginkannya, saat telapak tangannya yang dingin berada diatas telapak tangan Sebastian yang hangat.Tangan Sebastian menggenggam ta
Angela membutuhkan waktu dua hari untuk membawa semua barang-barangnya. Butuh dua hari berikutnya sebelum seorang petugas pengadilan datang ke rumah Angela dengan membawa surat-surat perceraian.Butuh seminggu sebelum Sarah Sanders menelpon, suara wanita itu tampak tidak peduli, jelas sekali ia sudah menduga dengan kabar perpisahan mereka. Dan butuh waktu satu minggu sebelum Angela bisa mengumpulkan keberanian untuk menemui Ayahnya dan mengatakannya.Namun hanya butuh waktu setengah jam bagi Angela untuk mulai merindukan Sebastian.Hari-hari berikutnya adalah hari yang paling menyedihkan dalam kehidupan Angela. Ia mendapati dirinya menatap kosong ke arah barang-barang dan perabotan yang mereka beli bersama, ada banyak sekali barang-barang berwarna coklat kesukaan Sebastian. Tempat ini lebih pantas menjadi rumah Sebastian, daripada rumahnya.Tidak bisakah kita tetap melakukan ini untuk malam-malam berikutnya? Pertanyaan Sebastian malam itu terus berdengung di telinganya dan ia menahan
Kuda-kudaan di komedi putar sangat indah di bawah cahaya rembulan. Ia selalu menikmati taman ini waktu masih kecil. Bersama adiknya. Tapi sekarang ia bukan anak-anak lagi dan kepolosan taman bermain itu terasa menghinanya kala ia duduk di bangku, memikirkan betapa kacau hidupnya kini.Kursi tempatnya duduk bergoyang kemudian terdiam ketika ditimpa beban seseorang yang duduk. “Dasar bodoh,” bisiknya, matanya tetap tertuju pada kuda-kudaan komedi putar itu. “Menelfonku seperti waktu itu tidak masalah, tapi mengajakku bertemu di sini... kalau sampai ada yang melihat kita...”“Sialan.” Desisan yang sarat akan ketakutan. “Aku tahu dimana laki-laki tua itu berada.”Ia duduk lebih tegak. “Jangan bilang ia berada di kantor polisi.”“Lebih buruk. Ia berada dalam genggaman Sebastian.”“Sialan. Kita akan mati.” Bisikannya terdengar histeris. “Dia bukan lagi anak kecil yang bisa kita suap dengan coklat, Henry! Aku... aku tidak mau dipenjara, atau yang lebih buruknya lagi, aku tidak mau dipenjara
Sebastian sedang duduk di kursi dalam ruangannya yang gelap. Ia mendengar suara gumaman di lorong dan tahu Edward telah datang membawa laporannya. Ini minggu ketiga setelah perceraiannya, dan ia menyibukkan diri setengah mati untuk membunuh kerinduannya.Tidak semuanya berantakan. Ia masih bisa mengencangkan tali yang sudah diikatkan pada beberapa tempat. Dan kali ini, saatnya menarik tiap umpan. Jika hubungannya terhadap Angela hancur, tapi tidak dengan rencananya.Laki-laki itu akan sangat marah.Sebastian terkekeh saat membayangkan wajah laki-laki itu. Ia sangat hafal bahwa laki-laki itu sangat terobsesi terhadap kesempurnaan. Ia akan sangat marah ketika mengetahui satu dari sekian targetnya menghilang. Ia akan sangat kesal hingga akan membunuh lagi.Tapi Sebastian tidak akan membiarkannya. Sudah cukup keluarga Sanders yang jadi korban kelalaiannya. Tidak lagi. Tidak ada lagi permainan dengan mengorbankan nyawa The Great Sanders.Edward masuk ke dalam ruangan dan menutup pintu. Rua
Laki-laki itu terkesiap, getaran ponselnya mengejutkannya. Dengan hati-hati supaya tempat persembunyiannya tidak kelihatan, ia mengecek teleponnya dan mengerutkan kening. Sebuah pesan teks dari rekannya di kepolisian. Ia bertanya-tanya apa orang tersebut mengikutinya kemari.Tapi ia sudah sangat berhati-hati. Tak seorang pun mengikutinya. Selama ini ia menyadari bahwa waktunya habis untuk mengikuti orang lain, berada di sekitar orang lain tanpa mereka sadari dan melihat banyak ekspresi wajah yang biasanya disembunyikan oleh orang lain. Termasuk Sebastian.Ia sangat menikmati melihat wajah Sebastian yang frustasi. Ia sangat menikmati rasa sakit yang Sebastian rasakan. Ditinggalkan Angela, sendiri dan selalu berada dalam kegelapan. Begitulah laporan yang ia dengar. Sungguh sebuah investasi yang menguntungkan untuk membayar salah satu dari banyaknya karyawan yang bekerja di rumah Sebastian.Laki-laki itu membuka pesan teks yang tadi masuk ke dalam ponselnya. Terima kasih untuk hadiahnya.
Ruangan itu mempunyai ruangan kurang lebih sepuluh meter yang terbagi dua dengan sekat kaca tebal, dan lebar kurang lebih lima meter. Dua lampu panjang dipasang di tengah. Satu sisi di tempat Sebastian berdiri terdapat sofa, sedang di tempat lainnya hanya ada satu kursi dari alumunium dengan dudukan kayu.Seorang pria bertubuh kurus, bertelanjang dada dengan telapak tangan dan kakinya yang terus mengeluarkan darah, masuk ke dalam ruangan itu dengan diseret oleh seorang pria.Sebastian tersenyum licik, matanya memicing tajam saat melihat tubuh laki-laki itu tergeletak lemas di depannya. “Gantung dia!”Dua orang laki-laki mengangguk cepat. Mereka mengikat kedua pergelangan tangan laki-laki itu lalu menariknya ke atas. Kini laki-laki itu tergantung dengan posisi kedua tangan terikat ke atas dan ia masih belum sadarkan diri.Sebastian hampir tidak mengenali laki-laki itu, padahal ia selalu hafal tiap kontur wajahnya. Bulu-bulu tipis terlihat memenuhi rahang hingga lehernya. Wajahnya meman
“Ini barang bagus, Garvin. Kamu ingat barang bagus, kan?”Isak tangis melompat keluar dari tenggorokannya yang kering. “Kumohon, jangan. Jangan itu. Bunuh saja aku!”Sebastian menghela napas dengan dramatis. “Aku masih ingat sewaktu membantumu mengobati kecanduan pada obat-obatan ini. Sangat miris ketika pada akhirnya cairan ini kembali masuk ke dalam tubuhmu. Padahal kamu berusaha sangat keras keluar dari ketergantungan pada obat-obatan ini ya?”“Aku sangat membencimu, Sebastian! Kamu dan ayahmu, pergi saja kalian ke neraka!! Aku bersumpah, aku tidak akan mati dengan tenang sebelum memastikan kalian membusuk di neraka!!”Sebastian mengerutkan keningnya. “Apa ini tentang BCB Royal Insurance? Kamu melakukan semua ini hanya demi itu?”“Hanya? Kamu bilang ‘hanya’?!” Mata Garvin berkilat amarah. “Ayahku bersama Kakek yang merintis perusahaan itu! Ayahku yang mempunyai ide untuk mendirikan perusahaan itu! Setelah besar, kamu dan ayahmu merebutnya! Kalian menendang ayahku seperti sampah!!”
Angela memandangi foto pernikahan dirinya dan Sebastian yang tengah tersenyum di atas altar sebelum menyelipkannya kembali ke tas kecil yang terasa berat karena berisi pistol.Beberapa hari yang lalu ia mendapatkan surat izin untuk memiliki senjata tersebut. Ia memang mempunyai pengawal yang selalu ada di dekatnya kemanapun ia pergi, tapi ia tidak bisa berpegangan pada orang lain. Ia harus bisa melindungi dirinya sendiri.Daniel, pengawal yang ditugaskan Sebastian untuk selalu menjaganya mengerutkan kening saat melihat pistol tersebut. Tapi Angela tidak mau mengambil resiko, ia hanya menatap sekilas wajah pria itu lalu berpura-pura tidak terjadi apa-apa.“Angela. Apa kamu sudah lama menunggu?” Anthony tersenyum sambil merapikan rambutnya. Wajahnya tampak segar. Janggut tipis yang biasanya menghiasi dagunya kini sudah dicukur rapi.“Kami baru saja datang,” kata Angela sambil melirik Daniel di meja sebelahnya.Anthony mengikuti tatapan mata Angela lalu ia tertawa pelan. “Sebastian tidak
Angela membantu Sebastian mencuci peralatan makan dengan mesin cuci piring, lalu membersihkan dapur setelah mereka selesai makan. Angela tidak tahu apa yang tengah terjadi, Sebastian tiba-tiba mengajaknya berlibur ke villa dekat pantai dan menugaskan tidak ada satu pelayan pun yang ikut bersama mereka. Ini aneh, pikir Angela. Mereka terbiasa liburan ke villa tapi Sebastian tidak pernah meliburkan pelayan di villa. Apalagi, saat aku sedang hamil, pikir Angela. Tetapi ia menduga, mungkin Sebastian hanya ingin menghabiskan waktu berdua, benar-benar berdua dengan dirinya. Sudah seminggu berlalu sejak pertemuannya dengan Mark dan pria itu jelas pembual yang ulung. Kurang dari dua puluh empat jam katanya? Huh, sudah berlalu tujuh hari dan Mark belum melaporkan apapun padanya. Pria itu bahkan terkesan menghindari dirinya. Telepon iseng itu memang sudah berhenti. Tapi Angela tidak menemukan ada satu pun pelayan yang menghilang atau diberhentikan. Semua berjalan seperti biasa. Seperti tidak
Diluar dugaan, Anna justru tertawa. Suara tawa keras yang membuat Edward bingung haruskah ia ikut tertawa atau hanya menunggu tawa Anna selesai.“Apa kau berharap aku mempercayaimu begitu saja?” tanya Anna sambil menepuk pundak Edward. “Kau tidak bisa membodohiku, Ed. Aku sudah melakukan segala upaya untuk mendapatkan dirimu tapi kau jelas-jelas menolakku. Lalu tiba-tiba, setelah tiga hari aku merawatmu saat kau sakit, kau datang padaku dan bilang bahwa kau mencintaiku?”Edward tidak mengatakan apapun. Untuk sesaat mereka hanya saling memandang berlama-lama, pandangan yang makin lama membuat nafas mereka sesak dan tak pelak lagi, pandangan itu membuat mereka bergairah.Edward mengambil langkah maju. Ia mencium lagi. Lebih lembut. Semesra mungkin. Anna tidak menolak, tidak melawan, tidak berusaha lari. Edward menggoda mulut Anna dengan kecupan-kecupan lembut, gigitan mesra, dan gelitikan kecil di lidahnya.Ketika Anna mendesah senang, Edward memanfaatkannya untuk memasukkan lidahnya ke
“Kau jelas menyukainya, Mr. Harrison. Kau menyukainya lebih dari yang kau duga.”Edward terdiam. Cornelia benar. Bagaimana mungkin ia tidak menyadarinya selama ini? Bagaimana mungkin orang lain bahkan lebih mengetahuinya dibandingkan dirinya sendiri?“Lalu, bagaimana perasaanmu melihat pemandangan itu?”Edward menatap wajah Cornellia bingung lalu mengikuti arah matanya. Kini ia melihat Alex, wanita yang menjadi alasan kehadirannya ke tempat ini, wanita itu membuat seolah matanya terhipnotis. Teman lelakinya, memojokkan Alex ke tikar, rok wanita itu tersingkap sehingga menampakkan pahanya yang langsing. Lalu tangan si lelaki menyelinap ke balik rok, mendekap bokong Alex.Mulut Cornelia menganga. “Aku tidak menyangka Alex seberani itu.”Edward kehilangan kata-kata. Bagaimana mungkin Alex yang polos dan ceria, yang bahkan Edward tidak menyangka usianya sudah dua puluhan, melakukan hal itu di tengah keramaian acara yang bertema keluarga seperti ini?“Aku tanya, bagaimana perasaanmu, Ed?”
Edward Harrison mengedarkan pandangannya ke lapangan tempat para pengunjung membentangkan selimut di tanah di depan panggung, dan asyik menikmati daging panggang sambil mendengarkan musik yang dibawakan band berirama country dan penyanyi lokal.Ia bertanya-tanya, dimana Alexandria di tengah lautan manusia ini. Ia tadi mengunjungi toko roti Alex dan menurut karyawannya, Alex menghadiri perayaan tanggal empat juli yang selalu diadakan setiap tahun di taman ini, jadilah Edward tahu gadis itu ada disini.Terlintas dalam benaknya untuk mengajak Alex datang bersamanya, tapi, itu sungguh perbuatan yang lancang. Ya, setelah apa yang dilakukannya pada gadis itu. Edward cukup tahu diri untuk tidak terlalu bertingkah meski tahu bahwa ia menguasai hati dan pikiran Alex.Banyak lelaki hari ini merasa iri padanya karena seorang wanita seksi, berambut panjang dan pirang dengan kedua tonjolan yang memukau di dadanya, duduk di sebelahnya. Ya, ia sengaja mengajak Cornellia Marshall, Asistennya di kanto
Callahan’s ramai oleh suara tamu mengobrol selama jam makan siang di rumah makan itu, sejak jam sebelas sampai jam dua selama hari kerja. Terletak di pusat kota, bangunan yang sudah di restorasi itu, yang dulu pernah dipakai sebagai toko obat pada awal tahun tiga puluhan hingga pertengahan tahun delapan puluhan.Mereka menempati lokasi yang sangat strategis untuk melayani kegiatan bisnis sehari-hari, termasuk karyawan pengadilan, perbankan serta para karyawan yang kantornya tersebar di segala penjuru kota. Pesaing mereka hanya rumah kana cepat saji yang melayani pengendara mobil, dan restoran kecil yang melayani roti isi.Jika seseorang ingin mengadakan rapat atau pertemuan sambil makan siang, Callahan’s-lah tempat yang paling nyaman.Ketika Angela tiba, pelayan mengantarkannya ke meja di belakang yang agak terpencil, di tempat Mark sudah menunggu. Mark, kepala keamanan rumah Sebastian dan Angela yang menggantikan posisi Zoe.Angela sengaja mengajak Mark bertemu di luar. Selain ia tid
Diluar dugaan, Anna mengantar Edward sampai ke depan pintu. Hal itu membuat Edward merasa, minimal ia harus mengundang wanita itu bertemu atau makan malam. Jika ia memang belum yakin dengan perasaannya, bukankah seharusnya ia membalas budi?“Bukankah banyak hal yang harus kau kerjakan, Ann?” tanya Edward. “Dan kau bisa tidak menunggu dan mengantarkanku seperti ini, lagipula...”“Jangan terlalu percaya diri, Ed.”Edward tergagap mendengar ucapan itu. Merasa malu tapi juga sekaligus membenarkan ucapan Anna. Ya, ada apa dengannya? Mengapa ia mengeluarkan kalimat sampah itu dari mulutnya?“Aku hanya terlambat karena mengerjakan beberapa hal tadi. Dan kebetulan waktu selesainya bersamaan dengan waktu kau keluar.”“Ya. Kau benar. Maafkan aku.”Pengecut. Anna mengumpat dirinya sendiri setelah ia mengatakan kalimat itu. Sistem pertahanan dirinya memang luar biasa. Entah ia harus bangga atau marah pada dirinya sendiri saat ini. Ia bangga karena mampu membuat wajah Edward memerah malu sekaligus
Sudah dua hari Edward hanya berada di atas tempat tidur. Dan sudah dua hari Anna melayaninya layaknya seorang pasien. Anna melakukannya secara profesional. Tidak ada candaan nakal atau celetukan yang membuatnya marah.Seharusnya hidup terasa damai, bukan? Tapi entah mengapa, sesuatu terasa hilang. Hambar.Ia benar-benar dilayani seperti orang yang asing bagi Anna. Pagi hari, ia akan masuk ke kamar, mengunjungi Edward, tersenyum dengan hanya bibir yang tertarik ke samping tanpa guratan. Kelihatan sekali sebenarnya ia tidak ingin tersenyum tapi ia memaksakan senyum itu keluar.Lalu kemudian ia akan memeriksa kondisi Edward, memeriksa infus lalu memastikan apa saja yang boleh Edward lakukan hari itu, kemudian ia akan berbicara dengan seorang perawat laki-laki di sampingnya lalu setelah itu ia pergi.Perawat itulah yang datang setiap dua puluh menit sekali, secara rutin memeriksa cairan infus Edward, lalu kondisinya secara keseluruhan. Sedangkan Anna, Ed tidak tahu kemana gadis itu pergi.
Dipenuhi ketidakpastian, Anna berhenti di ambang pintu kamar tamu di rumahnya. Terakhir kali melihat Edward di rumah ini, ia hanya berada di koridor antara ruang tamu dan ruang tengah rumahnya. Tapi kali ini, pria itu tergeletak tak berdaya di kamar tamu.Anna sengaja membawa Edward kerumahnya, bukan ke klinik pengobatan miliknya atau rumah sakit. Sudah menjadi kebiasaan bagi Sebastian, Edward ataupun beberapa orang di perusahaan untuk lebih memilih di rawat di rumah Anna daripada harus kerumah sakit atau klinik.Sekarang, berdiri disini merupakan sebuah momen yang canggung. Edward berbaring di tempat tidur dengan mata tertutup, dengan selang infus yang menempel di tangannya. Terlihat sangat lemah, jauh dari keangkuhan dan sikap arogan yang sering ia tunjukkan.“Dia akan baik-baik saja,” gumam Anna pada dirinya sendiri. Ia memejamkan matanya, meremas ujung gaun hitam yang ia pakai lalu menghela nafas panjang. Ia hanya takut ketika Edward bangun dan membuka mata, maka pria itu akan mar
Begitu Alex memusatkan perhatian kepada teman makan siangnya, senyum di wajah Edward lenyap. Pandangannya terpusat ke tempat pria di samping Alex yang dengan lancang memeluk pinggang gadis itu.Ingin benar ia menyeberang jalan, merebut Alex dari tangan pria itu, memanggilnya ke tempat yang menjamin privasi lalu mengatakan, “Kau sudah menemukan pria baru, Alexandria Porter?”Pada saat Alex dan pria itu menghilang masuk ke Callahan’s, Edward langsung menyebrang dan mengikuti mereka masuk ke dalam Restoran. Pelayan sedang mengantarkan pasangan itu menuju meja mereka ketika Edward duduk di bar.Ia dapat melihat mereka berdua dari tempatnya, karena area bar letaknya lebih tinggi sekitar satu meter daripada restoran. Ia memesan sekaleng kola dan memasukkan beberapa butir kacang ke dalam mulutnya, berusaha untuk bersikap seolah-olah tidak peduli.Edward melepaskan kaca mata hitamnya, memasukkannya ke dalam saku kaosnya, dan mengawasi pasangan yang berada di meja di pojok ruangan itu.Edward