Jantung Zie serasa terlempar dari tempatnya, wajah pucat kesi, melihat sosok gagah berdiri menjulang di hadapan dengan senyum manis terukir di bibirnya. Sebuah rasa sakit dan kecewa merangsek masuk tanpa aba-aba. Zie tidak tahu bagaimana cara menggambarkan kedua rasa itu. Demi Tuhan, Pak Andra adalah calon suami Mbak Syahra--si wanita berhati Malaikat, jerit hati Zievana.Wanita berambut panjang hitam bergelombang itu mencoba memunguti kepingan-kepingan indah saat bersama Andra. Meskipun singkat, tapi sangat membekas. Barisan aksara yang mengalun merdu dua hari lalu tentang 'Kamu Milikku', masih segar diingatan, bahkan di abadikan di memory otak paling terdalam. Namun, baru saja Zie mencecap manisnya cinta, kini langsung dihempas badai nestapa."Zie, kamu baik-baik saja?" Syahra menyentuh tangan Zie yang dingin.Zievana tersadar dari angan yang melambungkannya. Andra sudah duduk di dekat Syahra tanpa Zie tahu kapan bergeraknya. Tanpa disadari oleh kedua wanita itu, sang pria sedang
"Pak Andra kenapa, Zie?" Rena dibuat penasaran oleh kata-kata Zie."Pak Andra adalah ayah kandung Alana.""Apaa?"Zie secepat kilat membungkam mulut Rena dengan tangan kanan, tangan kiri depan di bibir itu sendiri. Kepalanya celingak-celinguk, takut pekikan Rena mengundang perhatian.Beberapa orang terpancing, menoleh ke arah dua gadis yang terlihat seperti sedang berseteru itu dengan rasa curiga. Zie mengangguk sopan sebagai kode permintaan maaf, mereka menanggapi dengan gelengan kepala.kebiasaan! Pikir mereka."Jangan teriak napa, Dodol Bulukan! Noh, orang-orang pada curiga."Rena mengacungkan dua jari, membentuk huruf 'V'. Zie menurunkan tangan dari wajah gadis itu."Astaghfirullah, astaghfirullah, astaghfirullah, kamu gak lagi ngelindur kan, Zie?" Ekspresi Rena kentara sekali dengan keterkejutan. matanya melotot sempurna."Kamu bisa melihat wajah anakku mirip siapa?" Suara Zie sendu sambil memandang manik mata sahabatnya."Gila! Jika aku inget-inget lagi, Alana dan Pak Andra waja
Zie membocorkan lekat sang pria lalu berkata, "Untuk apa Pak Andra ingin tahu siapa ayah Alana?"Andra perhatiannya kepada arah sang wanita. Dia bangkit, berjalan mendekati Zie yang mulai mundur dan berahkir dengan punggung menempel di dinding kamar."Dia putriku? Dia darah dagingku, kan?" Andra berjarak di antara mereka. Menempelkan telapaknya di kiri kanan tembok, wajah Zie.Zie merasakan embusan napas panas Andra di wajah dan sedikit pengalaman. Aroma maskulin merangsek indera penciumannya sehingga sel-sel dalam tubuh mulai bereaksi tegang."Katakan, Zie? Jelaskan yang kamu sembunyikan dariku?"Keheningan ruangan. Andra menunggu penjelasan dari bibir semerah delima yang justru sedang hanyut dalam kebingungan."Aku menunggu, Zievana." Andra mendesis."Ka-kalau Alana p-putrimu, apa yang akan Pak Andra l-lakukan?" Zie kepayahan tanya. Tenggorokan bagai tercekik sesuatu tidak kasat mata."Jadi... benar, Alana hasil perbuatan kita di malam itu?"Zie tidak menjawab lalu, menutup mata, me
Derry menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur, lalu menerawangkan pikirannya pada beberapa jam lalu saat berhasil mengajak Zie dan Alana jalan-jalan.Dia sempat kesulitan merayu Zie mengabulkan keinginannya ke luar dari rumah untuk menikmati malam panjang yang cerah. Lagi dan lagi Bu Laela ikut berperan membujuk bunda dari Alana itu memenuhi keinginan sang putra."Zievana, aku cinta kamu." Bibir Derry menyuarakan isi hati sambil membayangkan kejadian langka penuh bahagia tadi."Kita mau ke mana, Derr?" tanya Zie di atas motor kala itu."Nanti kamu setelah kita tiba di sana," jawab Derry. Kemudian tidak ada lagi percakapan di atas motor.Alana di taruh di tengah di pangkuan Zie sehingga membatasi Derry dengannya yang bisa membatasi. Kuda besi roda dua itu memacu dengan kecepatan standar berkesan berkesan sebab angin kencang berdampak pada Alana."Kita ke tempat yang banyak permainan buat Alana ya, Zie," ucap Derry setibanya mereka di sebuah plazza dan saling melepaskan helm."Tapi
Zie menatap pantulan dirinya dalam cermin, begitu anggun dan elegan. Penampilan kali ini berbeda dari hari-hari biasanya yang selalu berstelan kerja atau rumahan. Sudah lama sekali dia tidak berdandan untuk ke pesta membuatnya pangling sendiri.Gaun dres merah darah sebawah lutut, berlengan sampai siku dengan ujung bertali dibentuk pita besar. Bagian kerah agak rendah, memperlihatkan sedikit tulang selangka seputih pualam, serta mempertegas jenjang lehernya.Zie heran dengan orang yang memberi gaun berharga selangit ini, dikirim melalui paketan, begitu pas melekat sempurna di tubuh rampingnya. Seolah si pemberi sangat hapal dengan ukurannya.Sebelum ini, Zie mendapat paketan tanpa nama si pengirim, tepat di saat dia pulang kerja. Bingkisan berbentuk kotak berwarna pink yang di atasnya diberi pita itu dititipkan pada Bu Laila.Zie membawa bingkisan berukuran cukup besar itu ke rumah kontrakan, begitu dibuka ia tercengang dengan barang di dalamnya, gaun pesta lengkap dengan tas tangan,
Zie dan Andra menoleh secara bersamaan ke arah sumber suara. Sang wanita buru-buru melepaskan dekapan Andra, berdiri secepat kilat membuat agak limbung karena hilang keseimbangan saking terkejut.Otak Zie tidak melihat Meylan berdiri tidak jauh darinya. Melayangkan rasa curiga, serta ada banyak hal dari begiturotnya."M-mey...." Suara Zie seperti tersangkut di tenggorokan. Wajahnya sepucat salju."A-apa yang kamu lakukan bersama Om Andra, Zie?""Mey, nanti om jelasin." Tidak tampak kepanikan di wajah Andra."Mau jelasin apa, Om? Aku melihat dengan mata kepala sendiri, kalian selingkuh di belakang Tante Syahra! Dan kamu, Zie, kamu tahu kan, ini acara syukuran tunangan Om Andra dan calonnya, tapi kamu nodai dengan tingkah kamu yang menjijikan sama om aku !" Mey menyuarakan isi hati yang kecewa berat dengan nada meletup-letup."Mey, ma-maafkan aku, ini tidak seperti yang kamu--""Apa? Kamu pikir aku buta?! Aku gak nyaka punya sahabat serendah itu kelakuannya!" Selepas berkata demikian, M
Andra akhirnya pergi, mencari wanita yang ia janjikan untuk hidup bersama.Zie tidak lagi berada di pesta. Setelah Andra dan Mey mencari di seantero hotel sampai pelosoknya, sosok wanita bergaun merah itu tidak ditemukan. Bahkan Rena yang ingin dimintai bantuan pun tiada jejaknya."Gimana ini? Dia udah pulang kayanya," ucap Mey, napasnya berpacu dengan lelah."Kamu tidak perlu khawatir, om akan mengantarmu besok ke kontrakannya.""Iya, kan?" Mey antusias. Gurat lelah terganti binar asa. "Hmmm, dengan satu syarat.""Dihk, pake syarat segala. Apaan syaratnya, asal jangan yang susah-susah." Mey cemberut pura-pura kesal."Syaratnya cukup gampang. Bujuk Zie supaya pindah dari kontrakannya.""Lho, memangnya kenapa dengan tidak yang sekarang?""Om tidak mau Zie dimiliki laki-laki lain.""Hah, apa hubungannya sama tempat tinggal?!""Laki-laki itu putra dari pemilik kontrakan.""Oooh. Jadi... cemburu ceritanya."Andra mengembuskan napas berat dan panjang. "Bukan cemburu, tapi menjaga Alana ja
Zie terkejut mendengar ucapan Meylan yang menyuruhnya pindah dari kosan yang membuatnya nyaman selama ini. Zie berusaha mengatur nada suaranya agar tidak terkesan terkesan membentak, ditakutkan Alana terkejut dan kembali menangis. "Kenapa aku harus pindah? Ini tempatku yang paling nyaman, selama aku ada di Jakarta, gak mungkin aku pindah dan ninggalin semua yang ada di sini gitu aja.""Aduh, Zie, Kamu cuma pindah tempat tinggal aja bukan pindah ke planet lain.""Aku gak mau kalian menjelaskan maksud dari semua ini. Dan kamu, kenapa kamu benci kek gini, semalam kamu sama sama aku?" Tatapan Zie meng kamus kedua orang yang tersedia.Mey dan Andra saling pandang. Kemudian keduanya secara bersamaan menarik napas. Meylan mendekati Zie, pegang kedua bahunya."Maafkan aku, sudah marahin kamu. Kalau saja Om Andra gak jelasin, mungkin aku udah terkurung benci sama kamu, Zie."Rasa disertai sesal berkilat di mata bulat seindah rembulan milik Meylan. Kalimatnya menyentuh dasar hati Zievana sehin
Empat hari berlalu semenjak resepsi pernikahan bos muda Affandra Adiaksa Pranajaya dengan Zievana Khairunisa. Kini sepasang pengantin baru itu sedang berada di restoran mewah milik Haura.Keduanya sepakat untuk lanjut mencari tahu di mana keberadaan Syahra. Ada banyak pertanyaan membelit pikiran mereka, masih ada atau tiada wanita yang mereka cari.Sebelum pokok pembicaraan dimulai, Haura dan Zie saling tukar kabar terlebih dahulu. Bercakap ringan mengenai kelanjutan hubungan Haura dan Zevano, yang disambut semringah oleh kakak dari Syahra itu.Zie berharap penuh, Haura adalah wanita terbaik yang Tuhan pilihkan untuk Zevano, juga ibu sambung untuk Zaidan.Pembahasan pun perlahan mulai teralihkan. Haura tahu persis tujuan Andra dan Zie ke restorannya bukan karena ingin menikmati menu yang tersedia di sana, tapi untuk mengorek sampai ke akar-akarnya perihal Syahra.Dan itu terbukti saat Andra mulai mengajukan tanya, "Pertanyaanku masih sama, di mana Syahra berada?""Kalian masih ingin t
Usai resepsi pernikahan, Andra langsung memboyong wanitanya ke rumah dia sendiri, meskipun kamar pengantin disediakan di hotel itu, tetap memilih pulang. Sementara apartemen Zie ditempati keluarga Hadisusilo selama mereka tinggal di Jakarta.Netra Zie memonitor rumah megah berlantai dua dengan arsitektur Victoria. Kekaguman terpancar jelas atas kemewahan dari setiap bahan-bahan bangunan di depannya."Ini rumah kita," ucap Andra. Menyelipkan jemari kokohnya di sela-sela jari sang istri, menimbulkan gelenyar aneh pada diri Zie. Senyum mereka kian merekah, layaknya remaja sedang kasmaran, dimabuk cinta.Melangkah bersamaan memasuki rumah yang pintunya dibuka dari dalam oleh seorang pelayan. Kembali Zie terkagum-kagum atas keindahan isi bangunan ini. Di dalamnya jauh lebih megah dan serba mewah."Kamar kita ada di lantai dua." Kembali Andra menarik lembut Zie yang masih ada dalam mode terpukau. Mengikuti ke mana langkah sang pria tanpa kata.Rasanya seperti masih berada dalam dunia mimpi
Sementara itu di tempat yang berbeda, di waktu bersamaan dengan acara pernikahan Zievana dan Andra, Derry mondar-mandir resah di kamarnya. Penampilannya sangat rapih, khas dandanan mau ke pesta. Kemeja putih tertutup jas blazer pria warna abu-abu muda, selaras dengan celananya yang berwarna sama. Rambut hitam dan tebal tersisir rapi, mengilat karena minyak rambut, serta parfum maskulin kian menambah memukau pesona sang pria.Penampilannya yang begitu cerah tidak sebanding dengan parasnya yang kental digelayuti duka. Patah hati adalah penyebab Derry demikian, tersebab yang menjadi belahan jiwanya memutuskan menikah dengan pria pilihannya.Berkali-kali mencoba ikhlas, tetap saja nyeri itu menyelinap diam-diam sehingga sesak menaktahi dada. Meskipun sekarang ada Rena yang mulai dekat bahkan sepakat saling mendekatkan diri dalam artian pacaran, jauh di palung hati cinta terhadap Zie belum bisa diakhiri."Nak, kamu belum berangkat?" Ucapan disertai sentuhan lembut di bahu oleh Bu Laila se
"Zievana ... adalah adik kandungku." Zevano berkata dengan nada hati-hati.Kali ini Haura yang terperanjat, berkata dengan terbata, "Apa, Ziezie? Zievana adalah Ziezie?"Vano mengangguk, benar dugaannya kalau Haura bakal seterkejut itu. "Dan Rara adalah Syahra?""Ya Tuhan, mereka adik-adik kita." Ketidakpercayaan tergambar dari sikap dan raut wajah Haura. "Kita hanya tahu nama panggilan kecil mereka, tanpa tau nama yang sebenarnya, aku pikir Zievana orang lain, ternyata dia adikmu.""Apa kamu tidak pernah bertemu Zie selama adikku di Jakarta?""Tidak, aku tidak pernah bertemu sekalipun dengannya. Aku hanya tau Zievana dari Syahra dan aku sama sekali tidak berpikir bahwa dia adalah Ziezie, adikmu.""Aku juga tidak menyangka, Rara adalah Syahra, calon istri dari Andra. Yaa Tuhan, rencana-Mu sungguh sempurna, melibatkan kita semua dalam satu perkara, tanpa ada yang menyadari bahwa kita begitu dekat."Keduanya dihadapkan keterkejutan dengan fakta yang terungkap. Percakapan pun merembet pa
Wanita berambut lurus sepunggung pemilik restoran itu beralih memberi sopan santun pada orang tua Vano. "Apa kabar, Om Tante?""Alhamdulillah, kami baik, Nak." Pak Rudi menjawab bersamaan dengan istrinya.Kali ini netra bening itu tertuju pada Vano."Haura, kamu ... di sini ...." Kegugupan tidak dapat Vano cegah. "Iya, aku di sini." Haura mengukir senyum termanis yang dia punya. "Ridho, letakan hidangannya ya, jangan lupa buatkan makanan penutup yang saya sebutkan tadi.""Baik, Bu."Satu hal hidangan berpindah ke meja. Vano agak tercengang, makanan yang dipesannya jauh lebih banyak dan beragam dari yang dipesannya."Ini semua...." Ucapan Vano terpangkas oleh ekspresi Haura. Melalui gerakan mata, wanita itu mencoba menyampaikan kata. Vano paham, tidak lagi bicara.Kedua orang tua Zevano masih mengingat-ingat siapa pemilik wajah bulat yang mirip dengan penyanyi diva terkenal sepanjang masa, Yuni Sahra itu. "Haura? Melihat dari paras cantik itu, melihat kamu kekasih Vano di masa lalu?"
"Tolong katakan, di mana Syahra?" Andra mendesak Haura untuk kali kesekian."Sudah kubilang, lupakan Syahra, dan tidak perlu lagi bertanya bagaimana keadaannya." Dingin dan tanpa ekspresi sikap yang ditunjukan Haura."Aku hanya ingin tahu kondisinya saat ini. Apakah dia baik-baik saja?" Andra kukuh menuntut jawaban. Bagaimanapun ia pernah dekat dengan Syahra, rasa khawatir campur penasaran mencengkram kuat perasaan."Syahra baik-baik saja, ok! Aku sibuk, mau melanjutkan pekerjaan." Haura memutar badan.Andra tidak puas dengan jawaban yang diberikan lawan bicaranya. Namun, ia memahami sifat Haura, yang lebih memilih bungkam, ketimbang memberinya penjelasan.Janggal, Andra merasakan hal itu pada sikap Haura, seolah tengah menyembunyikan sesuatu, dan jelas itu tentang Syahra, pikirnya."Setidaknya beritahu aku dimana dia." Andra tidak menyerah, mencekal lengan Haura sebelum melangkah lebih jauh."Apa pedulimu tentangnya? Sudahlah, lupakan adikku, lanjutkan rencana pernikahanmu dengan Zie
Pagi biru cerah hujan semesta yang biasanya dinaungi awan mendung kemudian disusul serbuan tetes. Aroma petricor menusuk tajam indera penciuman siapa saja yang berada di rumah sakit ini.Di sebuah ruangan perawatan, kedua netra Syahra terbuka, yang pertama kali dilihat langit-langit kamar serba putih. Dua hari dirawat, keadaannya masih terlihat lemah, karena darah cukup banyak yang terbuang.Perasaan hampa sewaktu ia terjaga. Berapa kali kita memperhatikan raga, sesak mendera dada, diikuti bayang kematian yang seolah siap menyambutnya. Namun, entah mengapa Sang Pencipta lagi dan lagi membiarkannya bagian dari semesta. Menjaga nyawa tetap pada raganya.Keheningan terusik dengan pintu yang berdecit pelan, pertanda seseorang masuk sambil mengucap salam. Alih-alih menjawab, Syahra membuang muka, memejamkan mata, seolah enggan bersitatap dengan pria yang kini mulai mendekatinya."Syahra, apa kabar?" Nathan duduk di pinggir ranjang, mengelus jemari lentik kurus dan pucat.Sang wanita bergem
"Syahraaa! Apa yang kamu lakukan?!""A--an--dra ...." Satu kata terpatah-patah terucap, sebelum akhirnya Syahra benar-benar hilang kesadaran.Untuk mencari Andra terhanyut dalam bingung. Detik kemudian dia mengumpulkan tubuh tidak berdaya itu, kemudian membawanya untuk dibawa ke luar kamar.Menuruni tangga agak kesulitan. Salah seorang pelayan wanita terkejut, kemudian berlari membukakan pintu, agar Andra dapat dengan mudah menuju kendaraannya yang diparkir di halaman."Cepat bukakan pintu mobil belakang!" Tatapan tertuju pada pelayan pria yang sepertinya baru selesai buang sampah, segera dianggukinya mengikuti perintah."Bisa nyetir?" tanya andra.Kembali sang pelayan mengangguk disertai jawaban, "Bisa, Pak.""Cepat ke rumah sakit!"Usai berkata demikian, Andra menempatkan sang wanita di jok belakang bersamanya. Pria itu menjadikan pahanya sebagai alas kepala. Tidak berapa lama kendaraan warna hitam meninggalkan kediaman Syara.Andra membalut yang teriris potongan kaca oleh saputanga
"Zievanaaa!" Teriakan Rena memekakkan telinga. Sontak Zie menutup kuping, supaya gendangnya terhindar dari kerusakan."Eh, Patung Kerdil, itu suara apa toa soak, sih? Bikin sakit kuping orang!"Rena terbahak, paling suka kalau sudah mencandai sahabatnya, seakan terlupa masalah kerumitan hidup. Puas dengan tawanya sampai mengeluarkan air mata, Rena mengembuskan napas sambil menyelipkan anak rambut yang berantakan ke belakang telinga. Mata Rena memindai setiap inci wajah cantik di hadapannya. "Kamu beda banget, Upik Abu. Masyaa Allah, kamu ketiban hidayah dari mana, sampai penampilanmu berubah drastis kek gitu?" Rena berdecak sambil geleng-geleng kepala.Rena mengakui perubahan Zie yang semakin mempesona, pantas saja Andra tergila-gila terhadap sahabatnya itu."Sialan, sahabat gak punya akhlak!" Menjitak gemas jidat Rena. "Masih banyak waktu, ngobrol dulu, yuk!" Zie menarik tubuh mungil sang sahabat, sampai Rena pontang-panting berusaha menyeimbangkan langkah wanita berpostur tinggi it