Fabio yang sempat shock melihat mayat anaknya segera menatap seluruh pelayan rumah, “Jangan sampai berita ini tersebar!”“Ba-baik Tuan Besar!” sahut mereka.“Papa? Apa ada sesuatu?” suara seorang pria terdengar dari dalam mansion—pria dengan kondisi tubuh yang kurus, menggunakan kaca mata hitam dan di dorong oleh seorang perawat duduk di kursi roda.Fabio segera membelalakkan matanya, ia terkejut mendapati putranya yang lain sudah berada di ambang pintu.“Ah Rafael? Tidak ada Nak.” Sahut Fabio cepat dan menyuruh asistentnya untuk membawa masuk peti hitam tersebut dari pintu belakang.“Ingat! Jangan sampai mencolok dan habisi pelayan yang menyaksikan perihal ini!” bisik Fabio kepada tangan kanannya.“Baik, Tuan besar.”“Oh, tadi aku mendengar suara teriakan.” Tanya Rafael.Fabio berjalan mendekat kepada Rafael dan menyuruh perawat tersebut untuk memutar, “Ohh itu, pelayan baru kita kaget melihat salah satu peliharaanmu, Nak.”“Hahaha… Dia pasti sangat ketakutan.”“Hem, masuklah.”“Huft
Beberapa menit sebelumnya, Rafael yang tengah asik berada di dalam kandang peliharan hewan mamalianya—yang bernama viper—ular piton yang beracun. Ia mendengar suara teriakan dari luar.Rafael segera memanggil perawattnya—Naina untuk membawanya serta untuk melihat keributan apa yang terjadi. Tidak seperti biasanya, Fabio—Papa dari Raul dan Rafael itu menimbulkan keributan jika menyangkut pekerjaannya yang sangat Rafael tahu—perdagangan manusia dan wanita, serta obat-obat terlarang.Pria jangkung dan berkulit pucat itu segera berdiri dari duduknya dan duduk di kursi rodanya. Naina menutup kaki Rafael dengan selimut berwarna hitam, kemudian beralih ke belakang dan mendorongnya dengan hati-hati.“Langsung ke depan.” Titahnya kepada Naina.“Baik Tuan Muda.”Naina mendorong kursi masuk ke dalam lift, turun ke lantai bawah—ruangan utama. Karena di mansion ini, ada ruang bawah tanah.Saat keluar dari lift, Rafael menaikkan satu alisnya ketika melihat begitu banyak yang berkumpul di depan pint
Di Berlin, tepatnya di sebuah rumah sakit besar Harold Grup, Emily akan menjalani terapi oleh seorang dokter ahli psikiater—Dokter Adeline. Arion dengan setia menemani Emily hingga istrinya itu berada bersama Dokter pribadinya.“Aku masuk ya sayang.”“Hem, jangan khawatir. Aku akan menunggu di depan. OK?” ujar Arion lembut sembari mengecup kening istrinya itu.Arion yang ingin menemani Emily hingga di dalam, di cegah oleh sang Dokter demi kelancaran pertemuan pertamanya dengan Emily.Karena menurut Dokter, pertemuan awal di mana chemistry seorang Dokter dan pasiennya bisa saling dekat satu sama lain.Dan hal itu sangat berguna demi kelancaran dan kesembuhan pasien. Semakin Pasien percaya kepada sang Dokter, maka semakin terbuka sang pasien menceritakan apa yang dia alami pada saat kejadian serta apa saja yang pasien rasakan.Arion melihat punggung istrinya di saat pintu mulai tertutp, di mana menurut Dokter Adeline, untuk pertemuan ini ia akan melakukan metode Terapi Kognitif-Perilaku
Satu jam pun berlalu, Arion mengisi kekosongan waktunya sambil melihat layar ipad di tangannya. Meskipun ia tidak dapat masuk, namun dengan izin dari Dokter Adeline, Arion di berikan hak special untuk melihat secara langsung proses terapi Emily lewat layar Ipad.Ia berkali-kali menghela napas berat melihat Emily yang kadangan menangis dan menceritakan yang dia lalui dengan penuh rasa takut.Hal itu berlangsung lancar karena persetujuan Emily yang meminta dirinya di hipnotis. Emily dapat menceritakan setiap detail kejadian sejak awal Tasha memanggilnya, bagaimana perlakuan Raul yang menyiksanya dan meminta berhubungan badan hingga melakukan anal seks.Serta bagaimana ia di sekap dan di ikat, di berikan obat peransang yang sangat kuat. Sampai membuat dirinya hilang kendali atas tubuhnya.Arion yang mendengar hal itu merasa dadanya di remas kuat, ia menyesal tidak menyiksa pria itu lebih lama. Membuat pria itu mati, malah memperingan hukumannya.“Damn!” Arion mengepal tangannya dengan ku
“Dasarrrr Jalang!!!” teriakan menggema di dalam gudang yang kosong, suara Tasha terdengar penuh amarah dan ketakutan.Arion segera menutup kedua telinga istrinya saat itu juga, “Are you ok, sayang?”Emily mengangguk sebagai jawaban—pria berhazel biru itu menatap nyalang kepada wanita yang telah membuat istrinya celaka itu.Seandainya Tasha tidak mengancam Emily dan menjebak Emily malam itu, kejadian naas itu tidak akan terjadi.“Erik!” geram Arion memberi titah untuk menyiksa wanita blonde yang tengah terikat itu.“Baik Tuan Muda.” Sahut Erik dan berjalan menghampiri Tasha—dua pria yang berada di sisi kiri dan kanan Tasha ikut mendekat dan memberikan tamparan keras.Plak!“Berengsekkk! Lepaskaan!” auman Tasha dengan suara isak tangis—tidak berdaya.Emily terkejut, dan menoleh ke arah suaminya, “Sayang?”“Hmm?” Arion menghela napas, ia lepas kendali karena melihat wanitanya di hina seperti itu.Wanita cantik itu memegang kedua tangan suaminya, “Aku ingin bicara dengan Tasha.”“Iya saya
Jantung Emily berdegup cepat menanti jawaban yang keluar dari pencairan website, dimana ia takutkan semoga tidak sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Tasha.Emily scroll ke bawah melihat beberapa refrensi jawaban, dan akhirnya dia membuka salah satu website.Emily membaca kata tiap kata—kalimat demi kalimat, semakin ia baca, semakin dadanya bergemuruh, air matanya membentuk gumpalan di sudut matanya. Dalam kasus di mana seorang ibu hamil telah hamil terlebih dahulu dengan pria A dan kemudian berhubungan badan dengan pria B yang menumpahkan spermanya ke dalam rahim ibu hamil tersebut, status anak yang dikandungnya dapat menjadi kompleks terkait dengan paternitas.Dalam situasi seperti ini, jika terjadi pembuahan oleh sperma pria B dan anak dilahirkan, paternitas anak tersebut mungkin dipertanyakan. Untuk menentukan paternitas dengan pasti, tes DNA antara pria B dan anak dapat dilakukan setelah kelahiran.Penting untuk menyelesaikan masalah ini dengan bijaksana dan mempertimbangkan ke
Profesor Graaf tertawa mendengar penuturan dari Fabio—ia menatap dengan senyuman miring khas di wajah tuanya. Namun terlihat begitu mengerikan. “Fabio… Fabio…” gumamnya memanggil nama Fabio, menoleh melihat Fabio yang tengah gusar, “aku akan menyiapkan ruang operasi, dan aku tidak akan memungut Biaya padamu dengan syarat, jika semua yang di butuhkan Rafael terpenuhi, sisa organ yang ada pada putramu ini menjadi milikku? Bagaimana?” Deg! Fabio menegak salivanya, ia menoleh ke mayat putranya itu, dan kembali menoleh kepada Profesor Graaf, “Tidak masalah Prof, selama Prof memastikan keberhasilan operasi transplasi terhadap Rafael, dan menjadikan putraku itu menjadi sosok yang sempurna!” “Hahahah!” suara tawa menggelegar, “Ya… Kamu bisa pastikan hal itu!” “Terima kasih Prof. Jadi, kapan jadwal operasinya?” tanya Fabio. “Hem, aku akan menghubungimu begitu semuanya sudah siap. Lalu katakan pada Rafael untuk menjaga kondisi tubuhnya!” “Baik Profesor, saya akan menunggu kabar anda.” “M
Rafael membuka kacamatanya dan memberikan tatapan tidak suka kepada Fabio, “Maaf! Aku menolaknya Pa!”Fabio mengerutkan keningnya, “Kenapa?”“Tentu saja aku tidak setega itu kepada sosok kaka yang selama ini aku banggakan, aku tidak mampu untuk menerima hal berharga seperti ini dari Kak Raul.” Tolak Rafael.Pria paruh baya itu berdiri dari duduknya dan menghampiri Rafael—ia memaksa dirinya berlutut di depan sang putra yang kini hanya semata wayang miliknya."Rafael, Papa tahu kamu sangat terpukul dengan kematian saudara kamu. Tapi papa mau kamu berlapang dada menerima kenyataan ini. Dan papa yakin, Kakak kamu juga menginginkan hal yang sama untuk kamu. Serta ada satu hal yang harus kamu tahu nak tentang kematian Raul.”Rafael terdiam, melihat wajah Fabio dengan raut penasaran, “Kenyataan seperti apa pa?”Fabio menghela napas dalam-dalam dan menghembuskannya, ia menutup mata dan berkata, “Jika kamu menerima transpalasi ini, papa janji akan memberitahukan semuanya ke kamu, tentang kemat