Emily bangkit dari tempat tidur sambil menahan nyeri di pinggangnya.
Seperti biasanya, setiap kali William melakukan hubungan intim dengannya kakinya bahkan sampai gemetaran. “Ck! Orang buta ini benar-benar tidak punya perasaan,” gumam Emily. Hanya bisa menuju ke kamar mandi dengan langkahnya yang kesulitan, pasrah dengan perlakuan William yang bagikan binatang buas. Melihat itu, William pun hanya bisa menahan senyumnya agat tidak timbul. Mengguyur tubuhnya dengan air hangat menggunakan shower, Emily berharap itu dapat membuat tubuhnya rileks. Namun, tiba-tiba saja dia mulai berpikir tidak jelas. “Kalau William bisa segila ini dalam melakukan hubungan badan, kenapa Hendrick selalu menolaknya dulu?” Emily menyipitkan matanya. “Bahkan, setiap kali aku coba menggodanya yang ada dia memintaku untuk menunggu sampai menikah. Hendrick itu sangat menghargai ku, atau dia tidaEmily kembali menatap layar ponselnya dengan perasaan tak karuan. Tubuhnya membeku, dan napasnya tersengal saat video yang terhubung dengan Azura mulai menunjukkan sesuatu yang tak pernah ia duga sebelumnya. “Ya ampun... ngeri sekali, ya??” gumam Emily. Pria itu kembali mendekat dan memeluk Hendrick dengan akrab, bahkan mengecup bibirnya berkali-kali dengan santai, seolah itu adalah hal yang biasa mereka lakukan. Hendrick, bukannya menolak, malah membalas ciuman itu dengan penuh kelembutan, membuat Emily makin tercekat di tempatnya. Mereka saling menatap dengan tatapan yang begitu dalam, dan Hendrick dengan lembut mengusap wajah pria itu sambil tersenyum. Adegan itu, yang seharusnya menjadi momen manis bagi mereka, malah membuat Emily dan Azura tambah merinding hingga ke tulang. “Ini… tidak mungkin mereka sampai sejauh itu, kan?,” gumam lagi Emily dengan suara parau. Ia mencoba mencari alasan
Emily duduk di depan laptopnya dengan wajah serius, hanya diterangi cahaya layar yang memantulkan bayangannya di dinding kamar. Tangannya sibuk mengetik sesuatu di akun anonim dengan hati-hati. Seperti sebelumnya, akun itu dilengkapi dengan perlindungan ekstra agar identitasnya tetap tersembunyi.Ditambah lagi diam-diam William juga selalu melindungi aktivitas Emily di media sosial. Dia mengambil napas panjang, menatap video pendek di layar, rekaman Hendrick dengan pacar laki-lakinya siap untuk diekspos. Emily merasa gugup, namun entah mengapa dia juga merasa puas. Dengan sekali ‘klik’, video itu pun diunggah ke platform media sosial, disertai keterangan singkat tanpa menyebutkan nama tokohnya. “Mereka benar-benar pasangan panas tahun ini! Bisakah kalian berikan selamat juga?” Beberapa menit pertama berlalu dengan tenang dan hening. Emily menatap layar, jantungnya berdegup kencang.
Di ruang keluarga mewah milik keluarga Sebastian, ketegangan tengah memuncak. Kelly berdiri dengan wajah merah padam, sementara Sebastian, dengan tatapan penuh amarah, berjalan mondar-mandir sambil menggenggam ponselnya yang masih memutar video singkat itu. “Bagaimana ini bisa terjadi?!” Sebastian menggebrak meja kayu mahal yang berada di depannya. Gelas kristal yang berada di atas meja berguncang seolah ikut merasakan kemarahan sang kepala keluarga tersebut. “Apa yang sebenarnya kau lakukan selama ini, Kelly?! Kau bilang kau dekat dengan Hendrick, tapi kau bahkan tidak tahu anak kita… memiliki kelainan menjijikan seperti ini!” Kelly mendengus tajam. “Kelainan katamu, hah? Jadi sekarang kau menyebut itu kelainan? Hendrick adalah anakmu juga, Sebastian! Kau tidak pernah meluangkan waktu untuknya. Kau sibuk dengan perusahaan, pesta-pesta, dan... wanita-wanitamu!” Kelly mendekat ke meja dan menatap Sebastian dengan tajam. “Ini bukan salahku sepenuhnya!”
Hendrick duduk di dalam ruang kerjanya yang megah, namun malam itu terasa seperti penjara baginya. Ia memandangi layar ponselnya yang terus berbunyi, telepon dari Kelly, pesan dari Sebastian, dan bahkan email dari dewan direksi. Semua orang menuntut penjelasan. Semua ingin tahu apakah benar pria yang ada di dalam video itu adalah dia.“Sial!!! kenapa sih mereka tidak membuatku tenang sama sekali?!” kesalnya. Tangan Hendrick gemetar, dia melempar ponselnya ke meja hingga terdengar bunyi keras.Brak!! Wajahnya memerah karena amarah, rasa malu, dan frustrasi bercampur menjadi satu. Dia memijit pelipisnya, mencoba mengatur napas. Hendrick tahu dia tidak bisa menyangkal kebenaran itu. Sejak remaja, dia memang memiliki ketertarikan kepada sesama pria. Itu adalah kenyataan yang selama ini ia simpan rapat-rapat. Bukan karena dia malu pada dirinya sendiri, tapi karena dia tahu duni
Malam itu, suasana di kediaman Hendrick begitu tegang. Ia berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya, sementara koper besar sudah tergeletak di sudut ruangan. Hendrick tahu ia harus pergi, harus menghilang sementara waktu. Publikasi video skandalnya semakin menjadi-jadi, dan ia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika ia tetap berada di kota ini. Dengan topi, masker, dan jaket panjang yang telah disiapkan, Hendrick berniat menyelinap keluar tanpa ada yang tahu. Namun, Emily dengan akun anonimnya, ia menyebarkan rumor bahwa Hendrick akan meninggalkan rumahnya malam itu untuk melarikan diri dari skandal yang sedang menimpanya.Pesan-pesan itu sengaja dikirim ke sejumlah jurnalis yang terkenal haus berita panas. Emily tahu, Hendrick pasti akan panik begitu menyadari apa yang terjadi.“Hihihi... Hendrick, rasakan dan nikmati ini. Aku tidak akan melepaskan mu!” gumam Emily. “Aku tidak akan me
William melangkah masuk ke kamar. Emily yang duduk di tepi tempat tidur segera bangkit, berniat membantunya. Namun, tidak seperti biasanya, Emily tidak berkata apa-apa. Wajahnya terlihat muram, seolah pikirannya sedang dipenuhi oleh sesuatu yang berat. “Aku pikir kau sudah tidur,” ujar William. “Belum kok. Kau pulang agak terlambat malam ini, ya?” ucap Emily. William duduk di sofa dekat jendela, melepas dasinya dengan gerakan yang perlahan. Tatapannya mengarah pada Emily secara diam-diam yang berdiri di sudut ruangan, menatap kosong ke lantai. “Emily,” panggil William akhirnya, suaranya datar namun juga tegas. “Ada apa? Nada bicaramu tidak seperti biasanya yang bersemangat.” Emily terdiam sesaat, menggigit bibirnya sebelum mengangkat wajah. “Tidak ada apa-apa,” jawabnya singkat, tapi jelas nada suaranya tidak meyakinkan. William mengernyit. “Kau benar-benar buruk dalam menyembunyik
Pembicara William dengan Nyonya besar tidak berakhir baik. William jelas tidak tertarik dengan permainan Nyonya besar.“Bantulah Hendrick, setelah ini Nenek akan pastikan dia tidak membuat ulah,” ucap Neneknya William.“Aku tidak mau. Nenek dan Kakek bebas membantunya saat kalian berdua mau. Membantu Hendrick sama artinya melepas ikatan anjing gila yang rabies,” balas William. Karena tidak menemui jalan keluar, Nyonya dan Tuan besar pun memilih meninggalkan rumah William. Mereka jelas akan tetap membantu Hendrick, demi nama baik keluarga mereka. Setelah sarapan bersama Emily, William pun pergi ke kantor. Tinggal Emily di dalam kamarnya, merenungkan banyak hal setelah pertemuannya dengan Tuan dan Nyonya besar. Walaupun Nyonya besar tidak mengatakan apapun, tatapan matanya yang tajam itu mengusik Emily. Pada akhirnya, ia pun mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Tuan Xavier. “Paman X
Pagi itu di ruang rapat besar yang megah, suasana begitu tegang. Para petinggi perusahaan, para investor, dan tim eksekutif duduk di kursi mereka dengan ekspresi yang nampak kaku. Biasanya, Hendrick gemar menjadi sosok yang paling dominan dalam pertemuan seperti ini, tapi kini tidak terlihat di sana. Sebaliknya, Sebastian dan Kelly berdiri di depan ruangan, mencoba yang terbaik untuk menenangkan kerumunan yang semakin gelisah. “Semua yang anda sekalian lihat di media hanyalah rumor yang belum tentu benar,” Sebastian berkata dengan nada tegas, meskipun jelas ada ketegangan di suaranya. “Perusahaan ini tetap solid, dan kami memiliki rencana untuk memastikan kelangsungan bisnis kita bersama untuk sekarang dan kedepannya.” Namun, seorang pria tua dengan rambut beruban di sudut meja menggeleng tak percaya. “Rumor atau bukan, nama baik perusahaan ini telah tercoreng. Kami sudah menerima laporan bahwa tender dengan grup Red Crescent
Setelah memastikan Elle tertidur lelap, Emily dan William akhirnya berbaring di tempat tidur mereka. Ruangan terasa sunyi, hanya ada suara napas mereka yang terdengar samar. Emily menggigit bibirnya, ragu-ragu sebelum akhirnya bertanya, “William... apa tidak apa-apa memperlakukan Anastasia seperti itu?”William yang tengah berbaring dengan mata terpejam menghela napas panjang. Dia membuka matanya perlahan lalu menoleh ke arah Emily. Tanpa berkata-kata, ia mengulurkan tangannya dan menyentil dahi wanita itu. “Aduh!” Emily meringis kesal, memegangi dahinya yang baru saja disentil. “Kenapa menyentil ku?” tanyanya dengan nada merajuk. William menatapnya tajam, lalu berkata dengan suara yang datar, “Kalau saja kau tidak kabur 4 tahun lebih yang lalu... kalau saja kau tidak berkata bahwa aku sebaiknya mencari wanita lain yang lebih pantas mendampingiku... mana mungkin aku membiarkan Anastasia tetap berada di sisiku?”Emily terdiam. Kata-kata
Anastasia mencengkram setir kemudi mobilnya erat-erat. Tangannya gemetar, begitu pula tubuhnya yang terasa lemah seolah tidak ada lagi tenaga. Matanya memanas, dan tidak butuh waktu lama hingga air mata mulai berjatuhan tanpa bisa ia kendalikan lagi. Pada akhirnya, Anastasia menangis sejadi-jadinya, menumpahkan segala rasa sakit yang menghantam hatinya. Ia memukuli setir mobil dengan frustrasi, dadanya terasa sesak seakan udara enggan masuk ke dalam paru-parunya. Kata-kata William terus terngiang di kepalanya, kalimat yang menusuknya lebih dalam dari yang pernah ia bayangkan. “Istriku sudah kembali. Aku akan menjalani hidupku seperti sebelumnya.”Itu bukan sekedar pernyataan. Itu adalah penegasan, pengakuan yang membuat semua harapan Anastasia runtuh dalam sekejap. Bertahun-tahun ia menunggu, bertahun-tahun ia berharap, rela menghabiskan waktunya hanya untuk mengemis cinta dari pria itu. Dan kini, semua itu terasa sia-sia.
William meraih tangan Emily, sementara resletingnya sudah ia buka. Emily benar-benar kesal, tapi juga tidak bisa melakukan apapun. Kegilaan William hanya bisa dia tahan saja. “William, malam itu kau membawa Rose pergi di depan banyak pegawai JB fashion, kau sudah menciptakan kesalahpahaman,” ujar Anastasia. Mendengar itu, William pun hanya bisa memaksakan senyumnya. Sejatinya, dia sedang merasa kesal kepada Emily karena masih saja diam. Apa wanita itu tidak paham apa yang harus dilakukan padahal William jelas saja sudah membuka resletingnya. “Kau tidak ingin memberikan tanggapan apapun karena itu, William?” tanya lagi Anastasia yang masih belum mendapatkan tanggapan apapun dari William.. William menghela napasnya. “Yah... mau bagaimana lagi? Aku cukup bergairah melihat wanita itu.” Jawaban dari William barusan membuat Anastasia mengerutkan keningnya. “Sebenarnya, kenapa kau jadi seperti ini,
Mendengar itu, Sebastian pun tersenyum sinis. “Kau pikir apa yang akan dilakukan jika sudah sampai di pesisir pantai, hah? Tidak ada kapal yang melintas melewati Pulau ini. Usaha itu hanya akan sia-sia saja.” Kelly tertunduk lesu. Entah Bagaimana caranya dia bisa sedikit berguna untuk Hendrick. Hendrick membuang napas kasarnya. Dia benar-benar sudah pasrah. Bahkan entah sudah berapa kali saja dia mencoba untuk bunuh diri meski gagal karena dia tidak sanggup dengan rasa sakitnya. ****Sore itu, setelah menyelesaikan pekerjaannya di JB fashion, Emily langsung menuju kantor William. Kedatangannya sudah dikabarkan oleh salah satu pegawai, sehingga ia tidak menemui hambatan apapun.Saat tiba di depan pintu kantor William, Emily mengetuk pintu sekali sebelum langsung masuk. William sudah memperbolehkannya sebelumnya. namun begitu ia masuk, hal pertama yang dicari adalah Elle. “Hari ini kau pulang lebih cepat, ya?”
Pertanyaan dari Robert barusan membuat William tersenyum. “Apa yang berani dia lakukan kalau Elle tidak mau berpisah dariku?” Mendengar itu, Robert pun menganggukkan kepalanya. “Saya berharap, anda tidak akan merasakan yang sama lagi.” William menganggukkan kepalanya. “Kali ini, Aku cukup yakin bisa membuat wanita itu terus menempel padaku.” “Baiklah, Saya berharap seperti itu,” ujar Robert. William mengarahkan tatapan matanya kepada Robert, memperhatikan pria itu dengan apa yang sedang dipikirkannya saat ini. Pada akhirnya, Ia pun menyampaikan apa yang ingin dikatakannya. “Robert, ini sudah cukup. Apa kau masih harus bersikap sinis kepada Azura?” Ada perasaan aneh yang sulit untuk diungkapkan Robert saat ini. Tapi, dia juga tidak ingin William berpikir terlalu jauh. “Sebenarnya, aku sendiri tidak memperlakukan Nona Azura dengan sinis. Tapi, dia yang melakukan sebaiknya. Saya sudah mencoba untuk lunak
Di ruangan kerja Anastasia, wanita itu dan Emily duduk berhadapan, beseberangan meja. Emily terdiam, menunggu Anastasia memulai pembicaraan. Sejak tadi, wanita itu terus saja mengarahkan tatapan tajamnya kepada Emily. ”Kenapa kau tidak datang ke kantor kemarin?” tanya Anastasia. Jangan tanya apakah tatapan tajamnya sudah mereda, sama sekali tidak. “... Maaf. Ada beberapa hal yang terjadi, namun saya tidak bisa menyampaikannya kepada anda,” jawab Emily. Mendengar jawaban itu, Anastasia pun tersenyum kesal. Ia menggigit bibir, sementara ia sendiri juga tengah mengatur emosinya agar tidak meledak-ledak. “Dengarkan aku baik-baik, Rose. William itu adalah kekasihku. Kenapa kau bisa melakukan semua itu bahkan di hadapanku?” tanya Anastasia. Suaranya memang terdengar datar, tapi jelas penuh tekanan. Emily menunduk sejenak sebelum dia menjawab pertanyaan itu. “Nona Anastasia, Anda juga melihat sendiri dengan sep
Setelah percakapan panjang dan melelahkan itu, akhirnya William pun mengalah. Ia membiarkan Emily menyelesaikan proyeknya di perusahaan JB fashion. Namun, tentu saja, William tidak akan menyerah begitu saja tanpa mendapatkan sesuatu sebagai imbalan. “Karena aku sudah memberikan persetujuan yang harganya sangat mahal, maka kau harus membayarnya kembali,” kata William dengan tatapan penuh maksud. “Kau harus melayaniku sampai aku tidak bisa bangun besok pagi.”Emily menelan ludah, merasa wajahnya mulai memanas. Ia ingin menolak, tapi ia tahu William tidak akan menerima penolakan apapun. Namun, rencana William gagal total. Elle tiba-tiba masuk ke kamar dengan mata mengantuk, menyeret boneka yang ada di kamarnya tadi. “Ayah...” panggilnya pelan sebelum langsung naik ke tempat tidur dan memeluk William erat-erat. William membeku. Ia menatap bocah kecil itu yang dengan nyaman menempel padanya, lalu melirik Emily yang justru terseny
“William, maaf... Aku tidak pernah berpikir sampai sejauh itu. Aku salah, maafkan aku,” ucap Emily, suaranya gemetar. Benar, dia sama sekali tidak pernah memikirkan soal apa yang dikatakan oleh William barusan. Mendengar itu, William pun membuang napas kasarnya yang terasa begitu berat. “Aku tidak bohong bahwa aku membenci keputusanmu, kau yang begitu sembrono. Apakah yang aku lakukan dan pengorbananku masih belum cukup untuk membuat hatimu teguh berada di sisiku? Kenapa kau mudah sekali terpengaruh oleh ucapan Nenek ku, tapi tidak terpengaruh oleh semua yang aku lakukan?”Emily menggigit bibir bawahnya, merasa semakin bersalah. Kepergiannya bukan hanya menyiksa dirinya sendiri, tapi menyiksa William dan juga, Elle. “Emily, aku tidak bohong bahwa aku bahagia dengan kenyataan kau baik-baik saja. Bahkan, kau juga memberikan putri yang cantik dan cerdas untukku. Tapi, kenapa aku harus menunggu selama ini? Bahkan, kau juga masih ingin kab
William membawa Emily dan Elle pulang ke rumah mereka. Sesampainya di sana, Elle nampak bersemangat karena rumah William besar dan mewah, halamannya luas, ada taman samping juga. “Ini rumah kita, Yah?” tanya Elle, matanya berbinar bahagia. William tersenyum dan menganggukkan kepalanya. “Tentu saja. Bagaimana? Kau suka?” Elle mengangguk cepat, nampak begitu bahagia. “Iya, suka!” Emily tersenyum. Dia tidak menyangka kalau pada akhirnya dia akan kembali ke rumah itu, bertambah anggota keluarga juga. Rasanya, bertahun-tahun meninggalkan William tidak ada perubahan apapun di dalam hidupnya secara signifikan. William menurunkan Elle dari gendongan, membiarkan putri kecilnya itu mengeksplor ruangan. Pelayan yang ada di rumah langsung sigap menemani Elle. Mereka sempat merasa terkejut. Padahal, kembalinya Emily cukup membuat mereka kaget, sek