" Entahlah apa aku masih dibilang perjaka atau tidak. Karena dalam konteksnya itu benar-benar berbeda dengan apa yang aku lakukan selama ini," Sebenarnya pernyataan James itu lucu. Tapi mengingat apa yang sedang kami bahas itu tidak lucu sama sekali. satu hal yang membuatku senang, dia memang belum pernah benar-benar bercinta. " Sejak kecil, meskipun Mama sering membawaku ke psikolog anak aku masih sering memimpikan bagaimana para pria hidung belang memperlakukan wanita itu," "Bayangan itu seperti menjadi momok mengerikan di alam bawah sadarku. Dia disiksa tapi dia terlihat senang. Begitulah saat itu aku sangat keheranan,""Ketika beranjak remaja, aku bahkan tidak memiliki teman. Aku takut sekali terutama berteman dengan seorang gadis," "Apa? Jadi kau sama sekali tidak memiliki seorang teman?" tanyaku sangat terkejut. James mengangguk."Tapi kenapa? Bukankah itu akan membuatmu jadi semakin kesepian?""Ya, aku memang kesepian. Tapi ada sesuatu dalam diriku yang memberontak jika me
Mama Rita telah pulang kemarin. sedangkan James akan pergi ke Arizona untuk perjalanan bisnis. Tinggallah aku kesepian dirumah ini."Aku akan meminta Scott untuk menjagamu. ingat! jangan percaya pada siapapun sekalipun dia orang yang kau kenal," Begitulah James berpesan sebelum kepergiannya . Aku berusaha menolak, tapi James mengingatkan aku tentang kejadian Luna dan Daisy Allen. Akhirnya aku bungkam tanpa dapat membantah lagi.Scott datang saat menjelang malam. Aku sempat terkejut karena dia ternyata lebih muda dariku."kau boleh tidur di kamar tamu, Scott," kataku berusaha bersikap ramah.Scott hanya mengangguk tersenyum, tapi dia tidak mengindahkan tawaranku. Sebaliknya, Scott malah berbaring dengan khidmat di sofa ruang tamu.Mungkin Scott sudah terbiasa tidur dengan posisi seperti itu. Aku sempat memperhatikan wajah Scoot. Garis wajah Scott membuatnya terlihat mirip dengan James. Hanya saja Scott dalam versi yang lebih muda meski dia sama kekarnya dengan James.Berkat Scott, ak
Aku berjalan cepat sambil menutupi wajahku yang memanas melewati area parkir yang ramai sekali. Ketika mataku melihat salah seorang temanku di koridor pun aku segera berlari menghampirinya. Betty, dia seorang gadis pendiam introvert yang sangat tidak pandai bergaul . Tapi Betty jago di bidang matematika dan fisika murni. Salah satu alasan aku mendekatinya untuk dijadikan teman baik.Perasaan lega merasuk ke sarafku ketika sudah bersama Betty. Dia bukan tipe orang yang suka mencampuri urusan orang lain. Jadi aku akan aman dari interogasi nya. Aku menoleh kebelakang saat merasakan ada yang mengikuti kami. Dan benar saja, itu Scott. Aku langsung berbalik dengan wajah garang. Mataku hampir keluar dari sarangnya karena memelototi Scott.Aku menghadangnya sambil berkacak pinggang, melihatnya menenteng tas? sejak kapan dia membawa tas itu?"Kenapa kau mengikuti aku sampai sini?" tanyaku sengit. Scott hanya melihatku dengan tatapan kosong. Dia malah hendak berlalu melewatiku, tapi dengan
"satu tahun?" tanyaku tidak dapat menyembunyikan keterkejutan.Aku cukup bingung, karena aku belum pernah melihat Scott sebelum ini. "sebenarnya, Scott adik kelas kita, Alice," "jelaskan, aku sangat penasaran," pintaku tak sabar.Alih-alih masuk kelas, kami malah membelot ke halaman belakang yang sedang sepi. Scott pergi, mungkin dia akan menjadi murid teladan daripada mengikuti kekasih hatinya tercinta.Disana, Betty menceritakan awal pertemuannya dengan Scott. Betty dan Scott sering bertemu di perpustakaan. Setahuku, Betty memang suka sekali di dalam sana seharian. Aku mengenal Betty hanya karena kami satu kelas . Bukan karena dia pandai bergaul. Mencari Betty juga sangat mudah, karena kau bisa menebak di mana dia akan berada di jam-jam kosong kelas.Hampir setiap hari bertemu, membuat Betty dan Scott sering berbagi bacaan dan wawasan. Ditambah Scott adik kelas yang membutuhkan banyak bimbingan.Benih-benih Cinta tumbuh dihati mereja hingga Scott memberanikan diri menyatakan p
Aku menjerit ketakutan karena Scott tiba-tiba mengangkat tangan dan mendekatiku. Aku menutup mata, menunggu sesuatu yang buruk terjadi. Tapi aku tidak merasakan kekerasan apapun selain suara bunyi klik. Dengan perasaan takut aku membuka mata. Waspada dengan apa yang akan aku lihat, namun ternyata Scott hanya memasang sabuk pengamanku.Scott bersikap normal tanpa menanggapi ke parno an yang baru saja aku rasakan. Dia lalu melajukan mobilnya pulang kerumah. Jantungku masih berdegup kencang, keringat dingin mengucur di dahiku tapi Scott bersikap biasa saja. Jika saja ada benda tumpul yang berat, aku sudah menggetok kepalanya.Saat aku masih merengut sambil menggerutu dalam hati, Scott nge-rem tiba-tiba. Mobil berputar dengan sangat cepat hingga kepalaku terasa tertinggal ditempat sebelumnya."kau kenapa? kita sudah sampai satu jengkal lagi, Scott!" keluhku kesal sekaligus pening."dirumah tidak aman, apa kau tidak lihat?" Mataku membelalak saat melihat siapa yang sedang berdiri didep
Perjalanan kami bagaikan tiada akhir. Tidak ada pemandangan indah dimalam hari. karena semuanya terlihat sangat gelap.Aku terakhir melihat tempat yang bagus untuk menepi sekita setengah jam yang lalu. Setelah itu, gelap kembali. Scott diam saja sambil terus melirik sekitar jalan yang sepi. Tidak ada kendaraan lain yang melintas. Ketenangan ini, bagaikan hening sebelum badai. Bulu kudukku semakin meremang dan pelipisku terus berkedut tegang.Scott berbelok ke jalanan setapak bersemak tinggi dan basah. Sepertinya disini baru saja hujan. Suara batu kerikil beradu dengan ban mobil menghiasi perjalanan yang hening Gesekan rumput basah dan burung-burung memekik menjadi lagu penghantar yang indah untuk kosah horor. Aku memeluk tubuhku sendiri dalam diam.Setelah masuk cukup dalam setelah belokan tadi, aku melihat sebuah rumah besar dan tampak berhantu ditengah ladang sorgum yang memerah. Semburat pucat cahaya bulan menerangi ladang yang siap dipanen. Bahkan aku melihat ladang gandum dis
"kau sudah sadar?" Sebuah suara memaksa otakku kembali pulih dari pukulan di tengkukku. Dengan perlahan mataku terbuka, meski pandanganku masih berkabut.Aku baru saja ingin menggaruk bokongku yang gatal karena ada yang menusuknya dibawah sana, tetapi...ah ternyata tanganku terikat kuat dikursi."Hei dungu! jawab aku!" Betty berkata dengan kasar.Aku sengaja tidak langsung melihat wajahnya, karena sangat hafal dengan suaranya yang cempreng itu."apa?" keluhku dengan kelemahan yang dibuat-buat.Betty berjalan sambil menghentakkan kakinya, lalu dengan kuat menginjak kakiku yang sudah telanjang bulat. Aku memekik seraya menatap kaki mungilku yang malang. Mataku mencari dimana kiranya sepatu butut tercintaku dibuang oleh mereka. " Kau ini kenapa Betty?" tanyaku kesal, Maksudku, kalau dia cemburu ya katakan saja pada Scott. Kenapa harus menculikku? ini sangat berlebihan. Dengan dagu terangkat dan mata menyala, Betty menatap lekat wajahku yang lugu."dimana pacarku?" "entahlah Betty
HAHAHAHAHAHAHA Suara tawa nenek Betty menggelegar hingga keluar rumah, sampai-sampai lantai berderit dan kelebatan bayangan pohon berlalu lalang lewat jendela. Tunggu! Aku tidak melihat ada pohon besar di samping rumah ini, kalaupun ada bayangannya tidak mungkin dapat berlari bukan? Otakku menjadi panas. "Gadis bodoh... gadis bodoh!" gumam nenek Betty setelah puas tertawa Scott dan Betty masih saling tatap penuh arti. Aku merasa mereka sedang bertelepati. Sementara itu, nenek Betty sedang berkutat dengan saku bajunya yang usang. "Lihat ini!" Nenek Betty menunjukkan sebuah foto dengan tulisan harga nya. Aku harus menatapnya lekat-lekat karena itu mirip aku. Harga yang tertera merupakan harga yang akan dibayar jika mendapatkan aku. Meski kepalaku pusing dan nafasku sesak, aku tidak ingin pingsan lagi. Setelah tau alasan kenapa Scott berkata aku sudah mirip buronan, keinginan melarikan diriku sangat kuat. Entah apa pekerjaan Betty dan neneknya, hingga harus me
"James? Kau kenapa?" Alice yang sedang meneguk air dari botol minum tampak panik, dan menghampiri kekasihnya. "Tidak apa, " James hanya menyambut dan memeluk Alice. "Wajahmu pucat, apa kau melihat hantu?" James mendengus, sejak kapan hantu dapat menakutinya. Yang dia takutkan ada didepan matanya. "Kenapa kau pulang tidak mengabari aku?" Sekarang mata James menelisik curiga. "Oh anu," Alice melepaskan pelukannya dan berjalan mundur. "Jangan main-main denganku. Apa kau tak tau aku sudah setengah gila?" James merasa seluruh tubuhnya memanas. Alice malah menjauhinya. Tiba-tiba saja Alice berlari ke tangga dan menuju loteng. Entah apa yang ada dipikiran Alice, tapi James semakin dikuasai emosi. Bagaimana tidak? Dia pulang tanpa mengabari, itupun Scott yang memberitahunya. Saat di bandara, dia juga bersama Aldrick yang James benci. Sekarang malah berlari menjauh tanpa memberi penjelasan apapun. James berjalan dengan perasaan berang. Memijakkan kakinya dengan langkah lebar-lebar. Ha
Pria paruh baya itu tidak mengatakan apapun, tapi dari tatapan matanya James langsung mengerti siapa dia. Mereka akhirnya berbagi tongkat berjalan masuk ke dalam bandara. "Bagaimana, apa kau sudah melihat kedatangannya?" Bisik James tak sabar. "Aku melihatnya , apa kau sudah mulai rabun?" "Cih, dasar tidak sopan!" ,James menggerutu tapi matanya jelalatan mencari. "Jangan lihat ke arah kirimu, nanti mereka curiga" James mengangguk, menahan kepalanya agar tidak melakukan hal sebaliknya. Sulit sekali melakukan itu karena dia benar-benar merindukan Alice. "Lihat itu, pria dengan setelan hawai yang norak?""Kenapa? Siapa mereka?"" Kau tidak mengenali mereka?" James tidak memperhatikan mereka, dia sibuk mencari-cari kesempatan menoleh ke arah Alice. Tapi mereka sudah pergi. "Ayo kita pergi saja, nanti kita tertinggal jauh" pinta James tak sabar. "Astaga! Dia pasti akan pulang kerumah, tenang saja""Darimana kau tau?" James mendelik marah. Dia takut Aldrick berlaku licik. Membawa k
Baron dikurung dalam rumah sakit jiwa selama beberapa bulan, membuatnya jera dan berhenti dengan kebiasaan buruknya itu. Jadi, saat James menemuinya di bawah tanah saat ini pun, Baron sudah menjadi orang yang berbeda. Bukan Baron yang suka menculik anak-anak remaja untuk di lecehkan. "Bagaimana kabarmu, bung?" tanya James seraya duduk tepat berhadapan dengan Baron. Dengan wibawa yang berbeda, Baron menyambut hangat uluran tangan James yang menyapanya. "Aku baik, terima kasih sudah membantuku," "Justru aku yang harus berterima kasih, Baron. Kau sudah memberiku banyak informasi penting," Baron tersenyum tulus, lalu membuka laci meja kerjanya. Dia mengambil sebuah map cokelat lalu memberikannya pada James. "Informasi lain untukmu, kau akan terkejut mengetahui orang-orang yang terlibat didalamnya," Baron tampak khawatir."Apa mereka mencurigaimu?" "Tidak, aku anggota lama. Hanya saja tidak pernah aku benar-benar mengurusi data-data seperti itu. Setiap anggota jaringan berhak tau s
"ayo!" Baron ditarik paksa oleh James. Mereka sudah sampai di sebuah gedung yang mirip rumah sakit. Baron mencari-cari nama rumah sakit itu tapi mereka sudah berada di halamannya. "Mau kemana kita?" tanya Baron ketakutan. Yang ada dipikirannya adalah..."Suntik mati!" Jawab James tanpa menoleh. Garis wajahnya begitu tegas dan kejam, membuat Baron semakin trauma. "Kumohon, jangan suntik mati" rengek Baron memelas, "aku akan lakukan apapun tapi jangan suntik mati aku" "Kau rupanya takut mati juga? Apa kau takut tidak dapat kesempatan mencoba obat barumu?" "Apa?""Obat baru yang kau beli dari seorang dokter kandungan" "Darimana kau tau itu?"James menghentikan langkah dan menatap tajam Baron, "tentu saja aku tau semua perbuatan mu, bahkan semua daftar psk juga gigolo yang kau sewa!" Baron bungkam, dia tidak dapat mengelak apapun lagi. Sudah pasti James bisa mendapatkan informasi apapun dari manapun. Selama ini, Baron merasa bahwa dia adalah seorang mafia yang disegani di bawah ko
Hari -hari James menjadi lebih sulit setelah dia pulang ke Boston. Terus mengecek email dan meminta semua orang untuk melapor setiap satu jam sekali. Gedeon yang paling aktif. James sempat tersedak saat sedang meneguk tehnya. Cara Gedeon cukup cerdik. Dia menggunakan media sosial untuk mengunggah setiap aktifitasnya di Farm Girl sebagai pegawai baru. Alice menyadarinya tentu saja, tapi dia terus tersenyum saat diajak ber selfie oleh Gedeon. Terkadang Alice menunjukkan sarapannya, atau melambai saat dia sedang berjalan melewati Farm Girl di petang harinya. Itu mengobati rindu James meski hanya sedikit. Sebagian besar pekerjaannya sudah di alihkan pada semua tangan kanan dan sekretasinya, namun kehadirannya di kantor sangat dibutuhkan. Pengaruh James yang cukup besar tidak hanya untuk perusahaannya saja, namun beberapa saham yang dimilikinya di beberapa negara bagian lainnya. Seperti satu hari itu, James berangkat menggunakan
"Dia pergi kekawasan Notting Hill kak," Scott melaporkan situasi terkini Aldrick Beufort pada James yang sedang berjaga-jaga di dekat sebuah gedung. James terus merasa gelisah sejak kepergian Alice bersama Thomas. Dia melihat bagaimana pandainya Thomas mengatur emosi, mimik wajah juga ucapannya. Orang seperti itu sangat berbahaya jika kita tidak bertindak hati-hati. Jadi, alih-alih membiarkan Alice melakukan petualangan nya sendiri, James malah mengatur rencana untuk kekasihnya. "Cari tau apa yang dia lakukan disana, dik," titah James tegas, dia tidak mau membuang kesempatan apapun untuk Alice. "Baik," Scott mematikan sambungan .James lalu pindah ke sebuah kafe diseberang gedung itu. Mengawasi setiap gerak-gerik mencurigakan. Mendapati Alice keluar bersama Thomas dan beberapa gadis yang tampak akrab dengannya. "Apa dia mendapat teman baru?" pikir James menaikkan satu alisnya. Dia sangat tau bagaimana Alice. Dia me
"ehemmmm" Aldrick langsung mengalihkan pandangan pada gadis mungil dibelakangnya. Matanya sinis juga mencela. Tapi bibirnya terkatup rapat. Alice bersikap santai, dia tersenyum lebar lalu duduk disebuah kursi dekat jendela. Angin menyibakkan rambutnya yang tergerai panjang. Ingin sekali Aldrick merapikan rambut itu. "Eh kok sudah bisa senyum? Sudah sembuh?" Celetuk Aldrick membuat Alice nyengir."Belum, tapi karena musiknya sudah mati, jadi gigiku tidak terlalu berdenyut seperti tadi," "Oh maafkan keegoisanku madam," Aldrick meminta maaf sambil membungkuk dengan sikap hormat. "Hahahah! Aku merasa jadi lebih tua," "Oh maaf, nona. Aku lupa kau belum menikah atau apakah sudah?" sindiran penuh rasa penasaran. "Tentu saja belum," Alice tersenyum manis sekali, sampai rasanya Aldrick akan membutuhkan suntik insulin. "Baiklah, aku akan mengambilkan minum untukmu" diberikannya obat pereda nyeri itu,
Semua hal di dalam dunia menjadi indah jika kita mensyukuri apa yang sudah dimiliki. Namun Aldrick hanya memiliki sebagian sebagian besar yang diinginkan kebanyakan orang. Uang bukan sesuatu yang benar-benar menggiurkan jika kau memiliki seisi Bank. Tapi Aldrick bersyukur dia memiliki Nut. Meskipun sebelum ini Aldrick tidak pernah bertanya siapa ibunya, tapi dia juga tidak menampik akan rasa penasaran terhadap sosok ibunya. Meski begitu, selera Aldrick tentang perempuan juga tidak main-main. Mungkin karena itu dipengaruhi oleh pengasuh nya sejak bayi, yaitu Bibi Sally. "Kau tau! tidak ada seorang ibu yang ingin melihat anaknya menderita. Semua ibu itu memiliki cinta yang paling besar untuk anak-anak mereka. Anak adalah hidupnya, dan dia rela menukar hidupnya untuk kebahagiaan anaknya," Dulu, Aldrick tidak mengerti ucapan yang selalu di ulang-ulang oleh Bibi Sally. Namun belakangan, Aldrick sudah mengetahui maknanya. Hingga ia memutuskan untuk
Nut terheran-heran. Sejak tadi Aldrick terus memandang ke jendela dan tersenyum seperti orang gila. Bahkan dia tidak memberi tahu Nut, siapa yang dia kunjungi di Brick Lane tadi. Namun Nut tidak ingin mengganggu apapun yang membuat tuannya tampak bahagia. Dia bersimpati pada gadis yang membuat Aldrick tampak berbeda. Binar matanya yang kelam menunjukkan cahaya meski sedikit. Mobil berhenti didepan rumah yang berdempetan rapi. Setiap rumah di cat dengan warna-warna cerah , menambah keindahan kawasan di Notting Hill itu.Aldrick membeli rumah di Chepstow Villas ini sejak tahun lalu, saat perjumpaannya dengan Alice. Dia memiliki harapan yang cerah begitu mengunjungi kawasan yang selalu ramai wisatawan itu. Rumah dengan warna cat biru pastel. Disebelah rumah berwarna pink. Dia mengira rumah itu kosong dan akan manis sekali jika yang menempatinya itu seorang gadis. Selain lingkungannya yang bagus, Chepstow dekat dengan Westbourne Grove, y