"Baik Bu," jawab Amel sambil mengangguk. Selama ini tugas Amel hanya menyiapkan minuman, dan membantu atasannya jika ada yang membutuhkan bantuan. Sedangkan untuk kebersihan dan mengantar minuman, adalah tugas Mutia. Itu sebabnya Amel tidak pernah bertemu dengan Bram saat di kantor."Yasudah, sekarang siapkan minuman untuk Bapak Direktur."Amel meninggalkan ruangan Manajer dan kembali ke tempatnya. Ia segera membuatkan satu gelas air hangat, lalu mengantarnya ke ruangan Direktur."Permisi Pak," ucap Amel sambil mengetuk pintu."Masuk." Sahut suara bariton dari dalam.Amel mendorong pintu, ia melangkah menuju meja Direktur sambil menunduk."Ini minumannya Pak," ucap Amel sambil menaruh gelas di atas meja."Hm..." jawab singkat Bram."Kalau begitu, saya permisi dulu pak." Amel langsung berbalik, melangkah menuju pintu.Sementara Bram, refleks menghentikan gerakan tangannya yang sedang berselancar di keyboard laptop. Suara itu seperti tidak asing di telinganya."Tunggu dulu," panggil Br
Sebenarnya Amel sudah menolak, tetapi karena ajakan Riska! Akhirnya Amel meneguk satu gelas hingga tandas. Posisi Amel yang belum pernah menyentuh minuman beralkohol, membuatnya mabuk. Matanya terasa berkunang-kunang, sehingga membuatnya tidak bisa melihat dengan jelas, kepalanya juga terasa pusing.Begitu juga dengan Bryan, walaupun ia sering berkumpul dengan teman-temannya! Tetapi Bryan tidak pernah menyentuh yang namanya alkohol. Namun malam ini, ia menikmatinya agar terlihat jantan di depan Amel."Aduh... bagaimana ini?" keluh Riska.Ia pusing karena Amel dan Bryan mabuk parah. Begitu juga dengan yang lain, sehingga Riska bingung harus minta tolong kepada siapa. Ingin membawa Amel pulang, tetapi ia tidak tega meninggalkan Bryan.Akhirnya Riska menghubungi Alex, memintanya datang ke sana untuk mengantar Bryan kembali ke kediaman Wijaya.Setelah menunggu 1 jam, akhirnya Alex tiba bersama Bram. Pria tampan itu langsung menghubungi sahabatnya, setelah Riska mengatakan kalau Amel seda
"Om, aku ingin lebih dari itu," ucap Amel dengan nada penuh gairah.Bram menghentikan gerakan lidahnya, ia menindih tubuh Amel sambil berbisik, "Jangan meminta lebih, Nanti kamu menyesal."Amel menggelengkan kepala, "Tidak, aku tidak akan menyesal memberikannya kepada suamiku," ucapnya.Seketika Bram merasa hangat, mendengar Amel menyebutnya suami. Pernikahan siri yang mereka lakukan 10 hari yang lalu, tiba-tiba muncul dalam ingatannya."Kamu benar-benar tidak akan menyesal?" tanya Bram untuk memperjelas.Amel mengangguk, "Tidak akan menyesal," ucapnya."Apa yang membuatmu tidak akan menyesal?" Bram lagi-lagi bertanya."Karena aku mencintaimu, dan kamu adalah suamiku. Seorang istri harus melayani suaminya dengan tulus," jawab Amel, sambil menatap kedua mata Bram.Bram menarik napas, ia bangkit dari atas tubuh wanita cantik itu, lalu mengambil posisi aman di kedua sela pahanya."Ah...ah...." Desahan itu lepas dari mulut Amel, saat Bram memainkan benda tumpulnya di goa miliknya."Oyo Om
"Sayang, kamu kenapa melihatnya seperti itu?" tanya Bram.Sebab Tania memperhatikan Amel saat ke luar dari ruangan itu."Apa dia karyawan baru?" Bukannya menjawab, Tania justru balik bertanya."Iya," jawab singkat Bram, "Memangnya kenapa sayang?" lanjutnya."Enggak apa-apa sayang." Tania kembali menjatuhkan bokongnya di atas sofa.Seketika wajahnya berubah menjadi tegang, walupun Bram sudah berkali-kali bertanya! Tetapi Tania tidak mau mengatakan yang sejujurnya. Entah apa yang yang ada dalam pikirannya saat ini."Sayang, kamu tunggu di sini dulu ya? Aku ingin bicara dengan Rani," ucap Bram kepada Tania."Hm....tapi jangan lama sayang.""Ok," jawab Bram, dan langsung pergi.Pria tampan itu bukannya menemui Rani sang Manajer, melainkan menemui Amel ke ruangannya. Entah mengapa Bram merasa bersalah kepada wanita cantik itu."Amel," panggil Bram, sambil menutup pintu dan menguncinya dari dalam."Iya Om." Amel menghentikan gerakan tangannya yang sedang membersihkan gelas."Mulai besok, ka
"Apa kak?" tanya Amel."Hem..." Bryan berdehem sebelum membuka mulut. "Amel, aku mencintaimu," ucapnya.Amel refleks menelan salivanya dengan kasar. Kata cinta yang terucap dari mulut Bryan, benar-benar membuat jantungnya berdegup kencang. Selama hidupnya, ini pertama kalinya pria mengucapkan cinta kepadanya. "Amel, apa kamu menerima cintaku?" Bryan kembali membuka mulut, karena tidak ada jawaban dari Amel."A...a....aku..a..."Amel tidak melanjutkan kata-katanya, karena Bryan melumat bibirnya dengan lembut. Amel berusaha mendorong tubuh Bryan, untuk melepaskan bibirnya. Tetapi Bryan justru memeluknya dengan erat, dan semakin kasar melumat bibirnya."Haaaaaaa...." Akhirnya Amel bisa menghirup udara, setelah Bryan melepaskan ciumannya.Bryan bangkit dari sofa, ia menjatuhkan kedua lututnya di atas lantai tepat di hadapan Amel. Dengan lembut ia meraih tangan wanita cantik itu."Amel, jadilah kekasihku. Aku berjanji tidak akan pernah mengecewakanmu," ucapnya dengan sungguh-sungguh."Kak
Suara nyaring ponsel membangunkan Bram di pagi hari. Ia meraih ponselnya dari atas meja yang terletak di samping tempat tidur. Setelah selesai berbicara dengan seseorang, ia kembali menaruh ponselnya.Bram memutar kepala, tatapnya langsung disambut wajah cantik Amel, yang tertidur pulas di sampingnya. "Apa anak ini benar-benar jatuh cinta padaku?" tanya dalam batin Bram."Ah, itu tidak mungkin. Dia pasti mencoba menipuku demi mendapatkan apa yang dia mau, Tania saja yang sudah memberiku satu anak! Selalu mengatakan cinta setiap kali menginginkan sesuatu. Semua perempuan itu sama, menginginkan kemewahan." Bram kembali bergumam dalam hati.Bram menutup mata, berusaha melupakan kata cinta dari Sugar Baby-nya itu. Saat itu juga Amel terbangun dari tidurnya, ia tersenyum melihat wajah tampan Bram."Om Bram benar-benar tampan, pantas saja banyak wanita yang jatuh cinta," ucap Amel dengan lembut, namun bisa di dengar oleh Bram.Sebab pria tampan itu hanya memejamkan mata dan berpura-pura ti
Setelah dari showroom, Amel berpikir mereka akan kembali ke Apartemen. Tetapi Bram justru membawanya ke tempat lain, pria tampan itu memarkirkan mobilnya tepat di sebuah bangunan tinggi."Kita untuk apa ke sini Om," tanya Amel."Untuk membeli alat bangunan," jawab Bram dengan asal.Amel mengerutkan kening, "Tapi ini kan, toko ponsel Om.""Nah...itu kamu tahu. Terus kenapa tadi bertanya?" Amel diam, ia mengikuti langkah Bram masuk ke dalam toko. Sebenarnya Amel ingin bertanya, tetapi Bram sudah terkenal dahulu bicara."Jangan tanya lagi untuk siapa, ini sudah pasti untukku. Kamu pahami?" tegas Bram."Iya Om." Amel hanya duduk manis di samping Bram, ia diam sambil melihat Bram memilih ponsel."Ok, saya ambil yang ini saja," Bram memilih ponsel yang harganya 22 juta rupiah, dengan warna gold."Ya Tuhan, beruntung sekali wanita yang menjadi istri sah Om Bram," bisik dalam hati Amel.Dia berpikir ponsel itu pasti untuk Tania, kalau untuk Bram! Pria tampan itu tidak mungkin memilih warna
Tiga hari telah berlalu, saat ini Amel sedang dalam perjalanan menuju kampus. Ia tidak menaiki taksi lagi, karena Bram sudah mengirimkan sopir pribadi untuk Amel, menunggu wanita cantik itu bisa mengemudi sendiri."Berhenti sebentar pak," ucap Amel."Baik Nyonya." Mobil berhenti di sisi jalan, Amel menyipitkan mata untuk memperjelas penglihatannya. Di sana terlihat, seorang wanita bergelayut manja di lengan seorang pria."Itu kan, istri Om Bram," bisik dalam hati Amel.Setelah 5 menit memperhatikannya, Amel meminta sopirnya untuk menjalankan mobil. Sedikitpun ia tidak berniat untuk memberitahukannya kepada Bram. Menurut Amel, itu bukan urusannya dan ia tidak berhak ikut campur dalam hubungan Bram dengan istrinya.Tetapi tidak bisa dipungkiri, kalau Amel tidak berhenti memikirkan Tania. Menurut Amel, Tania wanita yang tidak tahu bersyukur. Bram begitu menyayanginya, memberikan semua apa yang dia inginkan.Namun wanita cantik itu masih bermain api dengan pria lain. Dari segi materi, ha
Ramel tidak membuka mulut, rasa terharu sekaligus sedih membuat bibirnya kaku."Jadi untuk sementara waktu...." Melisa belum selesai bicara, tiba-tiba terdengar suara teriakan dari lantai dua. Sontak membuat keduanya refleks meninggalkan ruang tamu menuju arah datangnya suara."Tidak, tidak, tidak." Teriakan itu menyambut Ramel dan Melisa."Ibu, ibu, ada apa ibu?" Melisa merangkul ibunya, wajahnya terlihat khawatir.Begitu juga dengan Ramel, pria tampan itu menarik Bella lalu memeluknya dengan erat. Menungkupkan wajah wanita cantik itu di dada bidangnya, sambil mengecup ujung kepala Bella dengan penuh kasih sayang.Setelah Bella sedikit tenang, Ramel mengajaknya duduk di sisi ranjang. Memberinya air mineral sambil berbicara dengan lembut."Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku, aku merasakan sesuatu saat memasuki kamar ini," ucap Bella dengan wajah bingung.Ramel tersenyum tipis, "Apa kamu mengingat sesuatu?"Bella menggeleng, "Aku hanya merasa tidak asing dengan kamar ini, padahal
Dua hari telah berlalu, Ramel dan Tania sedang bersiap-siap untuk menemui wanita itu. Selama ini ayah satu anak itu benar-benar sibuk karena kliennya datang dari Singapura. "Kenan, kamu gak jadi ikut?" tanya Ramel saat tiba di meja makan.Dua hari yang lalu pria tampan berusia 17 tahun itu berjanji untuk ikut. Namun pagi ini ia masih terlihat mengenakan baju santai."Enggak Pah," jawab Kenan."Kenapa?" Tentu Ramel bertanya, apa alasan putranya tidak ikut!"Kenan merasa tidak enak badan Pah, kepalaku sedikit pusing.""Yasudah, kamu istirahat aja di rumah." Kali ini Tania yang membuka mulut.Ruangan itupun seketika hening, semua sibuk menikmati sarapannya masing-masing. Setelah itu Ramel dan Tania meninggalkan kediaman Wijaya bersama Lukas sopir kepercayaan keluarga Wijaya.Setelah menempuh perjalanan selama 7 jam, akhirnya mereka tiba. Tania memperhatikan rumah sederhana yang berdiri kokok di hadapannya. "Ayo Oma," ajak Ramel.Keduanya melangkah secara bersamaan, Ramel mengangkat sat
Tepat pukul satu siang, Ramel dan teman-temannya sudah bersiap-siap untuk meninggalkan Villa dan kembali ke kota. Sebenarnya mereka masih memiliki satu tujuan lagi, tetapi Ramel tiba-tiba ada urusan mendadak. Kliennya dari Singapura besok pagi sudah tiba di Indonesia."Mel, dari tadi Melisa kok gak kelihatan ya? Apa dia gak kerja?" tanya Alex sambil membantu Ramel memasukkan barang-barang ke dalam mobil."Dia shift malam, jadi udah pulang tadi pagi," jawab Ramel dengan jujur."Oh, pantas itu anak gak kelihatan," sahut Alex, "Oh iya, kamu tahu dari mana?" lanjutnya."Tadi aku yang mengantarnya pulang." Ramel menceritakan semuanya kepada Alex, ia juga mengatakan merasakan sesuatu saat melihat ibunya Melisa berdiri di depan jendela."Kenapa kamu gak singgah dulu?" Tentu Alex bertanya!"Segan sama tetangganya, soalnya di rumah itu gak ada laki-laki," dalih Ramel."Iya juga sih, tapi Melisa dan ibunya kapan ke Jakarta? Bukannya kamu menawarinya untuk jadi asisten rumah tangga di kediaman W
"Kamu baru lulus sekolah ya?" Ramel kembali bertanya."Iya Om," sahut singkat Melisa."Kalau baru lulus sekolah jangan langsung nikah, lanjut kuliah dulu. Pernikahan itu tidak seindah yang dibayangkan." Ramel seketika menjadi seorang ayah yang sedang menasehati putrinya."Untuk apa sekolah tinggi-tinggi kalau akhirnya jadi tukang masak, lebih baik cari laki-laki yang mapan lalu nikah." Jawaban melihat membuat Ramel dan teman-temannya tercengang.Melisa bicara dengan wajah polos tanpa sedikitpun tersenyum. Wanita cantik berusia 18 tahun itu sungguh-sungguh ingin menikah, terlihat dari sorot matanya saat menatap Ramel.Entah apa yang membuatnya ingin segera menikah, padahal usianya masih sangat muda."Gimana Om? Mau nikah dengan saya?" lanjut Melisa sembari bertanya.Ramel tersenyum mengejek, "Anak zaman sekarang selalu bertindak tanpa berpikir dulu. Kamu pikir pernikahan itu mainan? Lagipula aku tak mungkin menikah denganmu.""Kenapa gak mungkin Om? Yang penting kan, suka sama suka," p
Tujuh belas tahun telah berlalu, selama itu juga Ramel hidup dalam kesendirian, ia membesarkan Kenan bersama Tania yang saat ini sudah menginjak usia 67 tahun. Wanita tua itu sudah sering kali meminta Ramel untuk menikah, tetapi permintaannya selalu ditolak.Tania sudah mencoba menjodohkan beberapa wanita dari golongan atas kepala Ramel, tetapi pria tampan itu sama sekali tidak tertarik. Ia masih berharap Bella hidup dan kembali ke pelukannya."Ken," panggil Ramel yang duduk di ruang tamu bersama Tania.Kenan yang melangkah menuju pintu utama, terpaksa memutar langkah menghampiri ayah dan buyutnya."Iya Pah," sahut Kenan sambil menjatuhkan bokongnya di samping Tania."Besok pagi Papah mau touring ke luar kota, tolong jaga Buyut dan jangan pulang larut malam," pesan Ramel kepada putranya."Baik Pah, Kenan gak diajak Pah?" jawab Kenan sembari balik bertanya."Fokus dengan sekolahmu." Setelah mengatakan itu, Ramel bergegas meninggalkan ruang tamu.Kenan pun berpamitan kepada buyutnya, an
"Pantas saja ini tempat favorit mas Ramel, selain pemandangannya yang indah, suasananya juga terasa tenang," ucap Bella dengan nada lembut dan nyaris tak terdengar.Wanita satu anak itu memejamkan mata, menghirup udara dalam-dalam lalu mengeluarkannya dari hidung dengan lembut, sambil menikmati sejuknya hembusan angin."Bella."Bella refleks membuka mata saat mendengar seseorang memanggil namanya, ia baru saja akan memutar kepala untuk melihat orang yang memanggilnya, tetapi dua telapak tangan sudah terlebih dahulu mendorong punggungnya dari belakang."Aaaaaahh...." teriak Bella yang terguling ke jurang hingga jatuh ke aliran air terjun.Saat itu juga Ramel terbangun dari tidurnya, seluruh kening pria tampan itu terlihat mengkilat akibat tetesan keringat, sehingga membuat Tania bingung dan terkejut ketika melihatnya ke luar dari kamar."Ramel, kamu kenapa?" tanya Tania yang sedang memberikan susu formula pada Kenan."Bella di mana Oma?" Bukannya menjawab, Ramel justru balik bertanya.
Setelah melepas hasrat sebanyak dua kali, Ramel dan Bella meninggalkan rumah pohon dan kembali ke Villa. Setibanya di sana, Tania langsung mengajak mereka untuk makan siang bersama. Wanita tua itu sudah menyiapkan beberapa menu di atas meja bersama pelayan.Makan siang kali ini sedikit berbeda, biasanya suasana di meja makan pasti akan hening karena tak ada yang boleh berbicara. Tetapi saat ini Ramel, Bella dan Tania menikmati makan siangnya sambil berbincang-bincang."Mel, Bel, malam ini Kenan biar tidur sama Oma aja ya?" ucap Tania sambil mengunyah makanannya.Iya, Ramel dan Bella menamai putranya Kenan Alexander Wijaya."Kenan setiap malam sering minta susu, nanti Oma jadi terganggu," sahut Bella."Enggak apa-apa, Oma gak merasa terganggu kok," ucap Tania.Wanita tua itu sengaja meminta Kenan tidur di kamarnya, agar Bella dan Ramel bisa berduaan menikmati liburannya. Dari awal Tania sudah menolak untuk ikut ke Villa, tetapi Bella memaksa."Yaudah, terserah Oma aja." Kali ini Ramel
Empat puluh hari telah berlalu, hari ini keluarga Wijaya sedang bersiap untuk liburan. Ramel akan memboyong keluarganya ke villa, seperti permintaan Bella waktu itu. Rencananya mereka akan menginap di sana selama satu Minggu."Mas," panggil Bella.Ramel yang melangk menuju pintu, menghentikan langkahnya lalu berputar menghadap Bella."Iya sayang," sahut Ramel dengan lembut."Sebabnya ada yang ingin aku bicarakan, Mas," ucap Bella dengan wajah serius.Ramel melangkah menghampiri istrinya yang duduk di sisi ranjang tepat di samping wanita cantik satu anak itu."Bicara apa sayang? Apa tentang liburan kita?" todong Ramel.Bella menggeleng, "Tidak mas, aku ingin bicara tentang pak Bara dan Mbok Inem," ucapnya.Ramel menghela napas, ia meraih tangan Bella lalu menggenggamnya dengan erat. Walupun Bella belum mengatakan apapun, Ramel sudah tahu apa yang akan dibicarakan oleh istrinya itu.Tentu tentang kejadian beberapa bulan yang lalu, di mana pak Bara dan Mbok Inem tiba-tiba mengkhianatinya
"Kenapa sayang?" tanya Ramel yang langsung memeluk Bella."Mas tega," bisik Bella."Bukan tega sayang, tapi Mas hanya mengikuti saran dari dokter," sahut Ramel yang juga berbisik.Akhirnya Bella mengikuti kemauan suaminya, ia mengijinkan dokter untuk melakukan tugasnya. Bella menggigit ujung baju Ramel untuk menahan rasa sakit yang luar biasa, bahkan lebih sakit dari melahirkan."Sudah Dok, saya gak kuat lagi," keluh Bella, akhirnya wanita cantik itu menyerah."Sebentar lagi ya Bu, tinggal satu jahitan lagi," sahut dokter. Wanita berjubah putih itu sengaja mengajak Bella bicara, untuk mengalihkan rasa sakitnya.Setelah 60 menit berlalu, Bella dipindahkan ke ruang inap begitu juga dengan bayi mungilnya. Wanita cantik itu sudah pasti menempati kamar President Suite.Ramel tak sedetikpun meninggalkan istri dan anaknya. Tatapnya tak lepas dari wajah tampan putranya, bayi mungil itu benar-benar mirip dengannya. Sungguh Ramel tak menyangka memiliki anak diusianya yang masih sangat muda, ia