Setelah dua hari dirawat di rumah sakit, akhirnya Dokter mengizinkan Tia pulang hari ini. Wanita yang tengah hamil 19 hari itu tidak kembali ke kosan, melainkan ke kediaman Wijaya.Ia sudah nekat meneguk racun untuk mengakhiri hidupnya dan janin yang ada di dalam kandungannya, namun semua usahanya itu sia-sia. Justru ia masih hidup dan janin yang ada di dalam perutnya masih utuh dan baik-baik saja.Sedangkan Bryan sudah berangkat ke Singapura. Bram sengaja mengirimkan pria tampan itu ke luar negeri agar tidak bertemu dengan Tia dan tidak mengetahui kondisi kandungan Tia saat ini.Semua itu Bram lakukan demi kebaikan bersama. Bram takut, Bryan nekat membawa Tia kabur agar mereka bisa hidup bersama dan membesarkan janin yang ada di dalam kandungan Tia saat ini."Tia, kamu makan dulu ya?" bujuk Amel dengan lembut."Tidak Kak, aku tidak lapar," jawab Tia yang duduk di dekat jendela sambil memandang ke arah kolam renang. "Bagaimana tidak lapar? Sejak pagi kamu belum makan," protes Amel.
"Tok...tok...tok..." Bryan mengetuk pintu kamar Ayahnya."Iya sebentar," suara lembut Amel terdengar dari dalam.Hanya menunggu lima menit, pintu sudah terbuka. Tentu Amel terkejut melihat Bryan berdiri di bibir pintu."Bryan," ucap Amel."Iya Mom, apa Papah masih tidur?" tanya Bryan."Iya, Papah masih tidur. Tapi jika ada hal penting yang ingin kamu bicarakan, aku akan membangunkan Papah," ucap Amel yang langsung bergegas menuju tempat tidur lalu membangunkan Bram."Pah, Pah, Pah," panggil Amel sambil menggoyangkan tubuh Bram dengan lembut."Iya sayang, apa kamu ingin satu ronde lagi," ucap Bram yang berusaha memeluk Amel dengan posisi kedua mata masih terpejam.Amel mendorong tubuh kekar Bram, "Pah ada Bryan di pintu," ucapnya.Mendengar nama Bryan, Bram refleks membuka mata lebar-lebar dan langsung bangkit dari tidurnya"Apa Mamah sedang bermimpi?" tanya Bram.Ia berpikir Amel sedang bermimpi, bagiamana mungkin Bryan tiba-tiba kembali dari Singapura tanpa memberitahunya terlebih da
Tanpa terasa waktu telah berlalu, kedua belah pihak sudah bertemu dan sudah membuat kesepakatan untuk tanggal dan hari pernikahan Rico dan Tia.Saat ini dikediaman Wijaya sedang melakukan dekorasi super mewah. Bram sebenarnya ingin pernikahan Rico dan Tia di adakan di hotel bintang lima. Tetapi Tia menolak, ia meminta pernikahan mereka diadakan di kediaman Wijaya dengan acara seadanya saja.Tetapi satu permintaan wanita cantik itu ditolak mentah-mentah oleh keluarga Rico. Mereka tetap memaksa untuk membuat pesta super mewah. Karena Rico adalah putra bungsu mereka."Permisi Nyonya," ucap Mbok Inem.Amel yang sedang memberi Ramel makan, refleks memutar kepala, "Iya Mbok," ucapnya."Nyonya Friska sedang menagis di kamar, Nyonya.""Ibu menagis? Tolong temani Ramel sebentar Mbok," ucap Amel.Ia menitipkan putranya kepada Mbok Inem lalu bergegas menuju kamar Ibunya. Saat membuka pintu, Amel melihat Friska menagis di atas tempat tidur. Entah apa yang membuat wanita paruh baya itu meneteskan
Rico pun memeluk Tia sebagai adik, ternyata orang yang dicari Ibunya selama ini adalah wanita yang ia kenal dari sosial media. Tuhan memang adil, ia tidak membiarkan seorang kakak sampai menjalin hubungan dengan adiknya sendiri, itu sebabnya dia membuat Rico untuk menjodohkan Tia dengan Bryan. Padahal saat pertama kali melihat Tia! Rico sudah jatuh hati, namun ia mengurungkan niat dan tetap mendekatkan Bryan dan Tia.Akhirnya Rico membuka jasnya lalu memberikannya kepada Bryan. Pria tampan itu dengan senang hati menikahkan adiknya dengan sahabat dekatnya. Begitu juga dengan Felicia, ia tidak berhenti menagis karena bahagia. Akhirnya putri kesayangannya bisa kembali kepadanya, padahal Rico sudah beberapa kali membawa Tia ke rumahnya."Saya terima nikahnya dan kawinnya Cintya Baskoro binti Baskoro dengan seperangkat alat sholat dan emas tersebut dibayar, tunai." Akhirnya Bryan mengucapkan ijab kabul dengan sekali napas."Bagaimana para saksi?" tanya penghulu."Sah, sah, sah," suara para
Waktu begitu cepat berlalu, di mana hari ini momen spesial bagi Bryan. Setelah berjuang selama 4 tahun, akhirnya pria tampan itu meraih gelar sebagai Sarjana Komputer atau S.Kom. Sebenarnya ia ingin melanjutkan kuliahnya sampai S2 yaitu Magister Komputer. Tapi Bram melarangnya, Ayah angkatnya itu meminta ia untuk fokus pada rumah tangganya. Karena ia dan Tia baru saja menikah, lagipula untuk apa Bryan harus mengejarnya sekarang, sedangkan perusahaan tempat bekerjanya adalah miliknya sendiri, yaitu warisan Wijaya yang diberikan Bram untuknya.Bibir Bryan tersenyum saat melihat semua keluarganya datang. Dari istri, Ayah, Ibu, Adik dan mertuanya."Selamat ya sayang," ucap Tia sambil menjabat tangan suaminya."Terima kasih sayang." Bryan mengecup kening Tia, lalu menjabat tangan yang lainnya dan memeluknya. "Sayang, kamu kenapa?" tanya Tia, karena Bryan tiba-tiba meneteskan air mata.Hal yang wajar Bryan meneteskan air mata, di momen seperti ini semua orang menginginkan kedatangan orang
Kaki jenjang Bram berlari menyusuri lorong rumah sakit, dari ujung sana ia sudah melihat Amel duduk di kursi yang terletak di depan ruangan UGD. Wanita cantik itu menunduk sambil menagis, sedangkan Lukas berdiri tepat di samping UGD."Sayang, apa yang terjadi kepada putra kita?" ucap Bram yang langsung mendaratkan bokongnya di atas kursi dan memeluk Amel."Pah." Hanya itu yang ke luar dari mulut Amel.Wanita cantik itu tidak bisa berhenti menagis yang membuatnya sulit untuk bicara. Amel merasa tidak becus mengurus putranya, anaknya celaka di tangannya sendiri."Kamu tenang ya, putra kita pasti baik-baik saja." Bram berusaha menenangkan Amel, walupun ia belum tahu seperti apa kondisi putranya saat ini."Aku tidak becus menjaga anak kita Pah," ucap Amel disela-sela tangisan."Ssttt.. jangan bicara seperti itu sayang. Tidak ada orang tua yang menginginkan anaknya celaka," sahut Bram dengan lembut."Tapi Pah....." Amel menghentikan ucapannya karena melihat pintu UGD terbuka.Keduanya refl
"Iya Pak, pelakunya sudah menyerahkan diri ke kantor polisi," jawab dari seberang sana."Baiklah, sekarang aku ke sana." Bram langsung memutuskan sambungan teleponnya."Papah mau ke mana? Siapa yang menelepon tadi?" tanya Amel yang penasaran."Itu telepon dari kantor polisi sayang, katanya pelakunya sudah menyerahkan diri," jawab Bram."Aku ikut Pah," ucap Amel."Enggak usah sayang, kamu tunggu Ramel di rumah saja ya? Biar aku yang ke kantor polisi," bujuk Bram dengan lembut.Ia tahu istrinya itu pasti ingin melihat wajah pelaku yang sudah tega menabrak putranya. Tetapi Bram sengaja tidak mengizinkannya, ia takut Amel tidak bisa menahan emosi saat bertemu dengan pelakunya."Iya Amel, kita di rumah saja. Biarkan Bram yang pergi ke kantor polisi," timpal Friska."Kalau begitu aku pergi dulu ya, Ma." Bram mencium punggung tangan Ibu mertuanya lalu mengecup kening Amel dan mencium kedua pipi tembem putranya.Bram ke kantor polisi bukan hanya sendiri, tetapi bersama Lukas. Kaki jenjang Bra
Polisi kepercayaannya Bram datang bersama kedua anggotanya dan pria yang mengaku sebagai pelaku penabrakan Ramel."Apa dia sudah mengatakan sesuatu?" tanya Bram kepada polisi."Sudah Pak," jawab pria bertubuh gagah itu, "Ayo katakan yang sebenarnya," lanjutnya mendesak pria itu untuk membuka mulut."Be...be...benar Pak." Pria itu mulai membuka mulut."Benar apanya?" sentak Bram."Benar aku disuruh Nona Ta...ta...Tania," jawabnya gugup sambil mengarahkan satu jarinya kepada Tania."Apa-apa ini? Enak saja kamu menuduhku, aku saja tidak pernah bertemu denganmu dan aku tidak mengenalmu sama sekali. Tapi bisa-bisanya kamu menuduhku untuk menutupi pelaku yang sebenarnya," protes Tania dengan wajah marah dan nada yang tinggi.Tentu saja Tania membantah karena memang bukan dia yang menyuruh pria itu, melainkan James. Tetapi sepertinya kekasihnya itu mulai bermain api dan menjebaknya."Lebih baik kamu bicara yang sebenarnya, katakan siapa yang menyuruhmu," lanjut Tania."Aku tidak berbohong Pa
Ramel tidak membuka mulut, rasa terharu sekaligus sedih membuat bibirnya kaku."Jadi untuk sementara waktu...." Melisa belum selesai bicara, tiba-tiba terdengar suara teriakan dari lantai dua. Sontak membuat keduanya refleks meninggalkan ruang tamu menuju arah datangnya suara."Tidak, tidak, tidak." Teriakan itu menyambut Ramel dan Melisa."Ibu, ibu, ada apa ibu?" Melisa merangkul ibunya, wajahnya terlihat khawatir.Begitu juga dengan Ramel, pria tampan itu menarik Bella lalu memeluknya dengan erat. Menungkupkan wajah wanita cantik itu di dada bidangnya, sambil mengecup ujung kepala Bella dengan penuh kasih sayang.Setelah Bella sedikit tenang, Ramel mengajaknya duduk di sisi ranjang. Memberinya air mineral sambil berbicara dengan lembut."Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku, aku merasakan sesuatu saat memasuki kamar ini," ucap Bella dengan wajah bingung.Ramel tersenyum tipis, "Apa kamu mengingat sesuatu?"Bella menggeleng, "Aku hanya merasa tidak asing dengan kamar ini, padahal
Dua hari telah berlalu, Ramel dan Tania sedang bersiap-siap untuk menemui wanita itu. Selama ini ayah satu anak itu benar-benar sibuk karena kliennya datang dari Singapura. "Kenan, kamu gak jadi ikut?" tanya Ramel saat tiba di meja makan.Dua hari yang lalu pria tampan berusia 17 tahun itu berjanji untuk ikut. Namun pagi ini ia masih terlihat mengenakan baju santai."Enggak Pah," jawab Kenan."Kenapa?" Tentu Ramel bertanya, apa alasan putranya tidak ikut!"Kenan merasa tidak enak badan Pah, kepalaku sedikit pusing.""Yasudah, kamu istirahat aja di rumah." Kali ini Tania yang membuka mulut.Ruangan itupun seketika hening, semua sibuk menikmati sarapannya masing-masing. Setelah itu Ramel dan Tania meninggalkan kediaman Wijaya bersama Lukas sopir kepercayaan keluarga Wijaya.Setelah menempuh perjalanan selama 7 jam, akhirnya mereka tiba. Tania memperhatikan rumah sederhana yang berdiri kokok di hadapannya. "Ayo Oma," ajak Ramel.Keduanya melangkah secara bersamaan, Ramel mengangkat sat
Tepat pukul satu siang, Ramel dan teman-temannya sudah bersiap-siap untuk meninggalkan Villa dan kembali ke kota. Sebenarnya mereka masih memiliki satu tujuan lagi, tetapi Ramel tiba-tiba ada urusan mendadak. Kliennya dari Singapura besok pagi sudah tiba di Indonesia."Mel, dari tadi Melisa kok gak kelihatan ya? Apa dia gak kerja?" tanya Alex sambil membantu Ramel memasukkan barang-barang ke dalam mobil."Dia shift malam, jadi udah pulang tadi pagi," jawab Ramel dengan jujur."Oh, pantas itu anak gak kelihatan," sahut Alex, "Oh iya, kamu tahu dari mana?" lanjutnya."Tadi aku yang mengantarnya pulang." Ramel menceritakan semuanya kepada Alex, ia juga mengatakan merasakan sesuatu saat melihat ibunya Melisa berdiri di depan jendela."Kenapa kamu gak singgah dulu?" Tentu Alex bertanya!"Segan sama tetangganya, soalnya di rumah itu gak ada laki-laki," dalih Ramel."Iya juga sih, tapi Melisa dan ibunya kapan ke Jakarta? Bukannya kamu menawarinya untuk jadi asisten rumah tangga di kediaman W
"Kamu baru lulus sekolah ya?" Ramel kembali bertanya."Iya Om," sahut singkat Melisa."Kalau baru lulus sekolah jangan langsung nikah, lanjut kuliah dulu. Pernikahan itu tidak seindah yang dibayangkan." Ramel seketika menjadi seorang ayah yang sedang menasehati putrinya."Untuk apa sekolah tinggi-tinggi kalau akhirnya jadi tukang masak, lebih baik cari laki-laki yang mapan lalu nikah." Jawaban melihat membuat Ramel dan teman-temannya tercengang.Melisa bicara dengan wajah polos tanpa sedikitpun tersenyum. Wanita cantik berusia 18 tahun itu sungguh-sungguh ingin menikah, terlihat dari sorot matanya saat menatap Ramel.Entah apa yang membuatnya ingin segera menikah, padahal usianya masih sangat muda."Gimana Om? Mau nikah dengan saya?" lanjut Melisa sembari bertanya.Ramel tersenyum mengejek, "Anak zaman sekarang selalu bertindak tanpa berpikir dulu. Kamu pikir pernikahan itu mainan? Lagipula aku tak mungkin menikah denganmu.""Kenapa gak mungkin Om? Yang penting kan, suka sama suka," p
Tujuh belas tahun telah berlalu, selama itu juga Ramel hidup dalam kesendirian, ia membesarkan Kenan bersama Tania yang saat ini sudah menginjak usia 67 tahun. Wanita tua itu sudah sering kali meminta Ramel untuk menikah, tetapi permintaannya selalu ditolak.Tania sudah mencoba menjodohkan beberapa wanita dari golongan atas kepala Ramel, tetapi pria tampan itu sama sekali tidak tertarik. Ia masih berharap Bella hidup dan kembali ke pelukannya."Ken," panggil Ramel yang duduk di ruang tamu bersama Tania.Kenan yang melangkah menuju pintu utama, terpaksa memutar langkah menghampiri ayah dan buyutnya."Iya Pah," sahut Kenan sambil menjatuhkan bokongnya di samping Tania."Besok pagi Papah mau touring ke luar kota, tolong jaga Buyut dan jangan pulang larut malam," pesan Ramel kepada putranya."Baik Pah, Kenan gak diajak Pah?" jawab Kenan sembari balik bertanya."Fokus dengan sekolahmu." Setelah mengatakan itu, Ramel bergegas meninggalkan ruang tamu.Kenan pun berpamitan kepada buyutnya, an
"Pantas saja ini tempat favorit mas Ramel, selain pemandangannya yang indah, suasananya juga terasa tenang," ucap Bella dengan nada lembut dan nyaris tak terdengar.Wanita satu anak itu memejamkan mata, menghirup udara dalam-dalam lalu mengeluarkannya dari hidung dengan lembut, sambil menikmati sejuknya hembusan angin."Bella."Bella refleks membuka mata saat mendengar seseorang memanggil namanya, ia baru saja akan memutar kepala untuk melihat orang yang memanggilnya, tetapi dua telapak tangan sudah terlebih dahulu mendorong punggungnya dari belakang."Aaaaaahh...." teriak Bella yang terguling ke jurang hingga jatuh ke aliran air terjun.Saat itu juga Ramel terbangun dari tidurnya, seluruh kening pria tampan itu terlihat mengkilat akibat tetesan keringat, sehingga membuat Tania bingung dan terkejut ketika melihatnya ke luar dari kamar."Ramel, kamu kenapa?" tanya Tania yang sedang memberikan susu formula pada Kenan."Bella di mana Oma?" Bukannya menjawab, Ramel justru balik bertanya.
Setelah melepas hasrat sebanyak dua kali, Ramel dan Bella meninggalkan rumah pohon dan kembali ke Villa. Setibanya di sana, Tania langsung mengajak mereka untuk makan siang bersama. Wanita tua itu sudah menyiapkan beberapa menu di atas meja bersama pelayan.Makan siang kali ini sedikit berbeda, biasanya suasana di meja makan pasti akan hening karena tak ada yang boleh berbicara. Tetapi saat ini Ramel, Bella dan Tania menikmati makan siangnya sambil berbincang-bincang."Mel, Bel, malam ini Kenan biar tidur sama Oma aja ya?" ucap Tania sambil mengunyah makanannya.Iya, Ramel dan Bella menamai putranya Kenan Alexander Wijaya."Kenan setiap malam sering minta susu, nanti Oma jadi terganggu," sahut Bella."Enggak apa-apa, Oma gak merasa terganggu kok," ucap Tania.Wanita tua itu sengaja meminta Kenan tidur di kamarnya, agar Bella dan Ramel bisa berduaan menikmati liburannya. Dari awal Tania sudah menolak untuk ikut ke Villa, tetapi Bella memaksa."Yaudah, terserah Oma aja." Kali ini Ramel
Empat puluh hari telah berlalu, hari ini keluarga Wijaya sedang bersiap untuk liburan. Ramel akan memboyong keluarganya ke villa, seperti permintaan Bella waktu itu. Rencananya mereka akan menginap di sana selama satu Minggu."Mas," panggil Bella.Ramel yang melangk menuju pintu, menghentikan langkahnya lalu berputar menghadap Bella."Iya sayang," sahut Ramel dengan lembut."Sebabnya ada yang ingin aku bicarakan, Mas," ucap Bella dengan wajah serius.Ramel melangkah menghampiri istrinya yang duduk di sisi ranjang tepat di samping wanita cantik satu anak itu."Bicara apa sayang? Apa tentang liburan kita?" todong Ramel.Bella menggeleng, "Tidak mas, aku ingin bicara tentang pak Bara dan Mbok Inem," ucapnya.Ramel menghela napas, ia meraih tangan Bella lalu menggenggamnya dengan erat. Walupun Bella belum mengatakan apapun, Ramel sudah tahu apa yang akan dibicarakan oleh istrinya itu.Tentu tentang kejadian beberapa bulan yang lalu, di mana pak Bara dan Mbok Inem tiba-tiba mengkhianatinya
"Kenapa sayang?" tanya Ramel yang langsung memeluk Bella."Mas tega," bisik Bella."Bukan tega sayang, tapi Mas hanya mengikuti saran dari dokter," sahut Ramel yang juga berbisik.Akhirnya Bella mengikuti kemauan suaminya, ia mengijinkan dokter untuk melakukan tugasnya. Bella menggigit ujung baju Ramel untuk menahan rasa sakit yang luar biasa, bahkan lebih sakit dari melahirkan."Sudah Dok, saya gak kuat lagi," keluh Bella, akhirnya wanita cantik itu menyerah."Sebentar lagi ya Bu, tinggal satu jahitan lagi," sahut dokter. Wanita berjubah putih itu sengaja mengajak Bella bicara, untuk mengalihkan rasa sakitnya.Setelah 60 menit berlalu, Bella dipindahkan ke ruang inap begitu juga dengan bayi mungilnya. Wanita cantik itu sudah pasti menempati kamar President Suite.Ramel tak sedetikpun meninggalkan istri dan anaknya. Tatapnya tak lepas dari wajah tampan putranya, bayi mungil itu benar-benar mirip dengannya. Sungguh Ramel tak menyangka memiliki anak diusianya yang masih sangat muda, ia