"Sayang, hari ini kita akan berlibur. Alangkah baiknya kita tidak membicarakan tentang Mina," balas Bram, menirukan cara bicara istrinya.Amel tersenyum tipis, "Baiklah Pah," ucapnya.Saat Amel akan bangkit dari sisi ranjang, Bram menarik tangan wanita cantik itu dengan kasar hingga terjatuh di atas tubuh kekarnya."Papah," gerutu Amel dengan wajah malu-malu.Bram mendekatkan bibirnya ke bibir Amel, "Sayang, aku mau kuda-kudaan," ucapnya dengan nada berbisik.Wajah Amel berubah menjadi merah merona karena malu. Masa siang-siang bolong mereka memalukan pertempuran, padahal tadi malam Bram sudah dua kali memasukkan bola ke gawang.Amel mengangguk untuk merespon ucapan suaminya. Hanya dalam hitungan detik bibir keduanya sudah menyatu dan saling bertukar saliva.Pintu yang tidak tertutup rapat membuat suara desahan Amel terdengar hingga ke luar. Untung saja telinga Mbok Inem memiliki pendengaran yang baik, sehingga wanita keturunan Sunda itu tidak sempat mendorong pintu. Justru ia memalin
"Apa kamu meragukan aku?" Bukannya memberi bukti, Tia justru balik bertanya."Tidak, aku hanya ingin meyakinkan diriku sendiri," jawab Bryan.Tia refleks menempelkan bibirnya ke bibir Bryan, sambil memejamkan mata. Sudah 2 bulan keduanya resmi menjadi sepasang kekasih, tetapi ini pertama kalinya bibir mereka bersentuhan. Selama ini Bryan selalu mengecup kening wanita cantik itu, karena Tia selalu menghindar saat Bryan mendekatkan bibirnya. Tia melepaskan bibirnya sambil membuka mata secara perlahan. Ditatapnya mata indah Bryan dengan penuh ketulusan."Apa bukti ini sudah cukup?" tanya Tia dengan nada lembut.Bryan hanya menggelengkan kepala untuk menjawab pertanyaan Tia. Bibirnya tertutup rapat dengan tatapan seribu arti.Tia menarik napas, ia kembali menempelkan bibirnya ke bibir Bryan. Awalnya pria tampan itu tidak merespon sama sekali, namun saat Tia akan melepaskan bibirnya! Bryan tiba-tiba menahan kepalanya. Pria tampan itu melumat bibir Tia dengan rakus, memainkan lidahnya di d
Tanpa terasa waktu telah berlalu, saat ini benda bulat itu telah menunjukkan angka tujuh. Di luar juga sudah terlihat gelap, sebab matahari telah menyembunyikan cahayanya. Bryan yang sudah menghabiskan makan malamnya, bergegas meninggalkan meja makan. Sedangkan Tania masih duduk di sana.Wanita berambut pendek itu hanya menatap punggung anaknya yang sudah semakin jauh melangkah menuju pintu utama. Biasanya Bryan tidak pernah meninggalkan meja makan sebelum semuanya selesai makan, dia juga selalu berpamitan saat akan meninggalkan meja makan. Namun malam ini anak tampan itu mendadak berubah dan tidak memiliki sopan santun. Tetapi Tania tidak menegurnya, ia berpikir putranya sedang ada masalah karena sejak pagi wajahnya terlihat murung tanpa senyuman."Pak Lukas, apa kameranya sudah diambil?" tanya Bryan kepada Lukas yang sejak tadi sudah menunggu di teras."Sudah Tuan Muda," jawab Lukas dengan hormat.Memang benar, Lukas langsung mencabut semua kamera yang ada di ruang bawah tanah, sete
"Selama ini Nyonya Tania melarang Suster untuk memberikan obat. Jadi selama ini Nyonya Friska tidak pernah meminum obat yang diberikan Dokter. Mungkin Nyonya Friska sudah sembuh saat ini, jika rutin meminum obatnya," jawab Mina.Bryan mengusap wajahnya dengan kasar, ternyata Tania lebih kejam dari apa yang ia bayangkan. Ibunya itu benar-benar monster yang tidak punya hati. Bahkan di dalam hati Bryan mengutuk wanita yang telah melahirkannya itu.Bryan segera meminta Lukas untuk memindahkan Ibu dan anak-anak Mina ke tempat yang aman, begitu juga dengan Mina. Bryan akan membawa wanita malang itu kembali ke kediaman Wijaya setelah Ayahnya kembali dari Bali........................Waktu pun berlalu begitu cepat, ini hari ke lima setelah Bryan melepaskan Mina dari gudang. Dan hal itu sama sekali tidak diketahui Tania, karena Bryan tidak menunjukkan perubahan sikap yang mencurigakan.Pria tampan itu terpaksa bersikap normal seperti biasa. Ia selalu sarapan bersama dan makan malam bersama de
Setelah taksi yang membawa Tia meninggalkan kediaman Wijaya, saat itu juga Bryan terbangun dari tidurnya. Pria tampan itu refleks bangkit dari ranjang saat melihat benda bulat yang terletak di atas meja kecil di samping tempat tidur, menunjukkan pukul 6 sore."Oh May God, Tia pasti marah," ucap Bryan.Tangannya meraih ponsel dari atas meja, lalu menghubungi sang kekasih."Iya Yank," suara lembut dari seberang sana."Maaf Yank, maafin aku Yank." Bryan langsung muntah maaf.Tia tersenyum di seberang sana, wanita cantik itu masih di dalam taksi menuju kosan. Bryan benar-benar pria yang selalu merasa bersalah sehingga setiap saat selalu meminta maaf."Iya Yank, aku gak marah kok," ucap Tia."Terus, sekarang kamu di mana? Masih di kampus? Aku jemput ya?" Bryan menghujani Tia dengan berbagai pertanyaan."Aku sudah pulang dari tadi Yank, tapi langsung ke kos," jawab jujur Tia."Terus ke mana? Sama siapa? Gak sama cowok kan?" Bryan benar-benar menunjukkan rasa cemburu."Enggak loh Yank. Aku i
Waspada, sedikit panas karena ada adegan dewasa. Yang sendiri, Monggo siapkan sabun untuk membantu anda sedikit. Yang sudah halal, gas aja mumpung masih hangat. Bijaklah dalam membaca, terima kasih********************Setibanya di kediaman Wijaya, Bram dan Amel langsung menemui Bryan ke kamarnya. Pria tampan itu terlihat sedang mengemasi pakainya ke dalam tas. Bryan sudah membulatkan niat untuk pergi dari sana, lalu memulai hidup baru."Apa yang kamu lakukan Yan?" ucap Bram dari pintu.Bryan refleks memutar kepala ke arah datangnya suara. Seketika butiran bening menetes dari kedua mata indahnya, setelah melihat Bram dan Amel."Aku ingin pergi dari rumah ini," jawab Bryan dan kembali melanjutkan gerakan tangannya.Bryan ingin pergi dari sana bukan karena benci atau marah. Tetapi Bryan merasa tidak pantas untuk tinggal di sana, setelah apa yang sudah diperbuat Ibunya kepada keluarga itu.Bram melangkah dari pintu menghampiri Bryan yang berdiri di dekat lemari. Kedua tangan pria tampan
Bryan melepaskan bibirnya dari bibir Tia, ditatapnya wanita cantik yang juga sedang menatapnya saat ini."Apa kamu tidak akan menyesalinya?" Bryan kembali bertanya untuk memastikan.Tia menatap mata Bryan dalam-dalam, kepalanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan pria tampan itu."I love you." Bryan mengecup kening Tia.Setelah itu ia kembali mencumbu Tia, membangkitkan gairah wanita cantik itu. Memberinya tanda kepemilikan di bagian leher hingga dada mulusnya. "Yank, aku sudah gak kuat lagi," erang Tia.Bryan mengambil posisi aman, ia duduk di sela kedua paha Tia. Dengan lembut tangannya melebarkan paha mulus ke kasihnya itu.Bryan memejamkan mata sambil berdoa, setelah itu ia mulai memainkan ujung miliknya di milik Tia yang sudah basah sejak tadi. "Ayo sayang," desak Tia yang sudah tidak sabar lagi ingin merasakan seperti apa nikmat surga dunia.Bryan meletakkan kedua tangannya di panggang Tia, lalu mulai menggerakkan pinggulnya sambil menekan miliknya yang berukuran besar itu ag
Bryan meninggalkan kosan Tia tepat pukul 1 siang. Sebelum kembali ke kediaman Wijaya, Bryan terlebih dahulu membawa Tia makan siang ke restoran favoritnya.Setibanya di kediaman Wijaya, Bryan melihat Amel sedang bermain dengan Ramel di ruang tamu."Selamat siang Mom?" sapa Bryan yang membuat Amel refleks memutar kepala ke arah datangnya suara, ia sedikit terkejut karena Bryan tiba-tiba memanggilnya, Mom."Bryan," balas Amel sambil menyambut uluran tangan Bryan."Kamu dari mana? Satu malam ini kok gak pulang?" tanya Amel dengan lembut."Tidur di Apartemen Rico, Mom," jawab Bryan.Bryan sengaja berbohong, ia tak mungkin mengatakan yang sebenarnya kalau ia menginap di kosan kekasihnya."Oh..." Sahut Amel, "Lain kali kalau nginap di tempat teman, kasih kabar biar orang rumah gak khawatir," lanjutnya.Memang benar, satu malam ini Amel tidak bisa tidur karena khawatir. Ia takut Bryan melakukan sesuatu karena kecewa terhadap Ibu dan Ayahnya.Bryan tersenyum, hatinya terasa hangat saat mendap
Ramel tidak membuka mulut, rasa terharu sekaligus sedih membuat bibirnya kaku."Jadi untuk sementara waktu...." Melisa belum selesai bicara, tiba-tiba terdengar suara teriakan dari lantai dua. Sontak membuat keduanya refleks meninggalkan ruang tamu menuju arah datangnya suara."Tidak, tidak, tidak." Teriakan itu menyambut Ramel dan Melisa."Ibu, ibu, ada apa ibu?" Melisa merangkul ibunya, wajahnya terlihat khawatir.Begitu juga dengan Ramel, pria tampan itu menarik Bella lalu memeluknya dengan erat. Menungkupkan wajah wanita cantik itu di dada bidangnya, sambil mengecup ujung kepala Bella dengan penuh kasih sayang.Setelah Bella sedikit tenang, Ramel mengajaknya duduk di sisi ranjang. Memberinya air mineral sambil berbicara dengan lembut."Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku, aku merasakan sesuatu saat memasuki kamar ini," ucap Bella dengan wajah bingung.Ramel tersenyum tipis, "Apa kamu mengingat sesuatu?"Bella menggeleng, "Aku hanya merasa tidak asing dengan kamar ini, padahal
Dua hari telah berlalu, Ramel dan Tania sedang bersiap-siap untuk menemui wanita itu. Selama ini ayah satu anak itu benar-benar sibuk karena kliennya datang dari Singapura. "Kenan, kamu gak jadi ikut?" tanya Ramel saat tiba di meja makan.Dua hari yang lalu pria tampan berusia 17 tahun itu berjanji untuk ikut. Namun pagi ini ia masih terlihat mengenakan baju santai."Enggak Pah," jawab Kenan."Kenapa?" Tentu Ramel bertanya, apa alasan putranya tidak ikut!"Kenan merasa tidak enak badan Pah, kepalaku sedikit pusing.""Yasudah, kamu istirahat aja di rumah." Kali ini Tania yang membuka mulut.Ruangan itupun seketika hening, semua sibuk menikmati sarapannya masing-masing. Setelah itu Ramel dan Tania meninggalkan kediaman Wijaya bersama Lukas sopir kepercayaan keluarga Wijaya.Setelah menempuh perjalanan selama 7 jam, akhirnya mereka tiba. Tania memperhatikan rumah sederhana yang berdiri kokok di hadapannya. "Ayo Oma," ajak Ramel.Keduanya melangkah secara bersamaan, Ramel mengangkat sat
Tepat pukul satu siang, Ramel dan teman-temannya sudah bersiap-siap untuk meninggalkan Villa dan kembali ke kota. Sebenarnya mereka masih memiliki satu tujuan lagi, tetapi Ramel tiba-tiba ada urusan mendadak. Kliennya dari Singapura besok pagi sudah tiba di Indonesia."Mel, dari tadi Melisa kok gak kelihatan ya? Apa dia gak kerja?" tanya Alex sambil membantu Ramel memasukkan barang-barang ke dalam mobil."Dia shift malam, jadi udah pulang tadi pagi," jawab Ramel dengan jujur."Oh, pantas itu anak gak kelihatan," sahut Alex, "Oh iya, kamu tahu dari mana?" lanjutnya."Tadi aku yang mengantarnya pulang." Ramel menceritakan semuanya kepada Alex, ia juga mengatakan merasakan sesuatu saat melihat ibunya Melisa berdiri di depan jendela."Kenapa kamu gak singgah dulu?" Tentu Alex bertanya!"Segan sama tetangganya, soalnya di rumah itu gak ada laki-laki," dalih Ramel."Iya juga sih, tapi Melisa dan ibunya kapan ke Jakarta? Bukannya kamu menawarinya untuk jadi asisten rumah tangga di kediaman W
"Kamu baru lulus sekolah ya?" Ramel kembali bertanya."Iya Om," sahut singkat Melisa."Kalau baru lulus sekolah jangan langsung nikah, lanjut kuliah dulu. Pernikahan itu tidak seindah yang dibayangkan." Ramel seketika menjadi seorang ayah yang sedang menasehati putrinya."Untuk apa sekolah tinggi-tinggi kalau akhirnya jadi tukang masak, lebih baik cari laki-laki yang mapan lalu nikah." Jawaban melihat membuat Ramel dan teman-temannya tercengang.Melisa bicara dengan wajah polos tanpa sedikitpun tersenyum. Wanita cantik berusia 18 tahun itu sungguh-sungguh ingin menikah, terlihat dari sorot matanya saat menatap Ramel.Entah apa yang membuatnya ingin segera menikah, padahal usianya masih sangat muda."Gimana Om? Mau nikah dengan saya?" lanjut Melisa sembari bertanya.Ramel tersenyum mengejek, "Anak zaman sekarang selalu bertindak tanpa berpikir dulu. Kamu pikir pernikahan itu mainan? Lagipula aku tak mungkin menikah denganmu.""Kenapa gak mungkin Om? Yang penting kan, suka sama suka," p
Tujuh belas tahun telah berlalu, selama itu juga Ramel hidup dalam kesendirian, ia membesarkan Kenan bersama Tania yang saat ini sudah menginjak usia 67 tahun. Wanita tua itu sudah sering kali meminta Ramel untuk menikah, tetapi permintaannya selalu ditolak.Tania sudah mencoba menjodohkan beberapa wanita dari golongan atas kepala Ramel, tetapi pria tampan itu sama sekali tidak tertarik. Ia masih berharap Bella hidup dan kembali ke pelukannya."Ken," panggil Ramel yang duduk di ruang tamu bersama Tania.Kenan yang melangkah menuju pintu utama, terpaksa memutar langkah menghampiri ayah dan buyutnya."Iya Pah," sahut Kenan sambil menjatuhkan bokongnya di samping Tania."Besok pagi Papah mau touring ke luar kota, tolong jaga Buyut dan jangan pulang larut malam," pesan Ramel kepada putranya."Baik Pah, Kenan gak diajak Pah?" jawab Kenan sembari balik bertanya."Fokus dengan sekolahmu." Setelah mengatakan itu, Ramel bergegas meninggalkan ruang tamu.Kenan pun berpamitan kepada buyutnya, an
"Pantas saja ini tempat favorit mas Ramel, selain pemandangannya yang indah, suasananya juga terasa tenang," ucap Bella dengan nada lembut dan nyaris tak terdengar.Wanita satu anak itu memejamkan mata, menghirup udara dalam-dalam lalu mengeluarkannya dari hidung dengan lembut, sambil menikmati sejuknya hembusan angin."Bella."Bella refleks membuka mata saat mendengar seseorang memanggil namanya, ia baru saja akan memutar kepala untuk melihat orang yang memanggilnya, tetapi dua telapak tangan sudah terlebih dahulu mendorong punggungnya dari belakang."Aaaaaahh...." teriak Bella yang terguling ke jurang hingga jatuh ke aliran air terjun.Saat itu juga Ramel terbangun dari tidurnya, seluruh kening pria tampan itu terlihat mengkilat akibat tetesan keringat, sehingga membuat Tania bingung dan terkejut ketika melihatnya ke luar dari kamar."Ramel, kamu kenapa?" tanya Tania yang sedang memberikan susu formula pada Kenan."Bella di mana Oma?" Bukannya menjawab, Ramel justru balik bertanya.
Setelah melepas hasrat sebanyak dua kali, Ramel dan Bella meninggalkan rumah pohon dan kembali ke Villa. Setibanya di sana, Tania langsung mengajak mereka untuk makan siang bersama. Wanita tua itu sudah menyiapkan beberapa menu di atas meja bersama pelayan.Makan siang kali ini sedikit berbeda, biasanya suasana di meja makan pasti akan hening karena tak ada yang boleh berbicara. Tetapi saat ini Ramel, Bella dan Tania menikmati makan siangnya sambil berbincang-bincang."Mel, Bel, malam ini Kenan biar tidur sama Oma aja ya?" ucap Tania sambil mengunyah makanannya.Iya, Ramel dan Bella menamai putranya Kenan Alexander Wijaya."Kenan setiap malam sering minta susu, nanti Oma jadi terganggu," sahut Bella."Enggak apa-apa, Oma gak merasa terganggu kok," ucap Tania.Wanita tua itu sengaja meminta Kenan tidur di kamarnya, agar Bella dan Ramel bisa berduaan menikmati liburannya. Dari awal Tania sudah menolak untuk ikut ke Villa, tetapi Bella memaksa."Yaudah, terserah Oma aja." Kali ini Ramel
Empat puluh hari telah berlalu, hari ini keluarga Wijaya sedang bersiap untuk liburan. Ramel akan memboyong keluarganya ke villa, seperti permintaan Bella waktu itu. Rencananya mereka akan menginap di sana selama satu Minggu."Mas," panggil Bella.Ramel yang melangk menuju pintu, menghentikan langkahnya lalu berputar menghadap Bella."Iya sayang," sahut Ramel dengan lembut."Sebabnya ada yang ingin aku bicarakan, Mas," ucap Bella dengan wajah serius.Ramel melangkah menghampiri istrinya yang duduk di sisi ranjang tepat di samping wanita cantik satu anak itu."Bicara apa sayang? Apa tentang liburan kita?" todong Ramel.Bella menggeleng, "Tidak mas, aku ingin bicara tentang pak Bara dan Mbok Inem," ucapnya.Ramel menghela napas, ia meraih tangan Bella lalu menggenggamnya dengan erat. Walupun Bella belum mengatakan apapun, Ramel sudah tahu apa yang akan dibicarakan oleh istrinya itu.Tentu tentang kejadian beberapa bulan yang lalu, di mana pak Bara dan Mbok Inem tiba-tiba mengkhianatinya
"Kenapa sayang?" tanya Ramel yang langsung memeluk Bella."Mas tega," bisik Bella."Bukan tega sayang, tapi Mas hanya mengikuti saran dari dokter," sahut Ramel yang juga berbisik.Akhirnya Bella mengikuti kemauan suaminya, ia mengijinkan dokter untuk melakukan tugasnya. Bella menggigit ujung baju Ramel untuk menahan rasa sakit yang luar biasa, bahkan lebih sakit dari melahirkan."Sudah Dok, saya gak kuat lagi," keluh Bella, akhirnya wanita cantik itu menyerah."Sebentar lagi ya Bu, tinggal satu jahitan lagi," sahut dokter. Wanita berjubah putih itu sengaja mengajak Bella bicara, untuk mengalihkan rasa sakitnya.Setelah 60 menit berlalu, Bella dipindahkan ke ruang inap begitu juga dengan bayi mungilnya. Wanita cantik itu sudah pasti menempati kamar President Suite.Ramel tak sedetikpun meninggalkan istri dan anaknya. Tatapnya tak lepas dari wajah tampan putranya, bayi mungil itu benar-benar mirip dengannya. Sungguh Ramel tak menyangka memiliki anak diusianya yang masih sangat muda, ia