Rasanya Leon uring-uringan setiap hari karena relasi Jack Beilamy dan George Whitmann di New York masih belum berhasil menemukan dimana Evita disekap oleh Joe Allen Leigh."Kenapa belum ada kemajuan penyelidikannya?! Seharusnya Evita ada di tempat pria itu tinggal," tuntut Leon dengan nada tajam melecut kedua bodyguard kepercayaannya."Maaf, Pak Leon. Apa mungkin sebaiknya saya atau Jack yang berangkat sendiri ke New York untuk membuntuti Joe Allen sepulang kantor?" saran George berusaha mencari solusi. Dia paham rekanannya di New York juga takut dengan pengaruh kekuasaan Joe Allen sehingga tidak berani terang-terangan menyelidiki pria itu.Leon berpikir sejenak, dia sudah tak sanggup membiarkan istrinya tak jelas nasibnya di negeri asing. Itu sedikit banyak mengurangi fokus pekerjaannya. Leon pun menghela napas lelah dengan segalanya, bahkan wajahnya yang biasa licin mulai bersemak tertutupi bulu-bulu gelap yang subur."Berangkatlah, George. Tapi jangan lakukan apapun di sana. Aku ta
George tetap waspada dan menjaga jaraknya tetap aman di belakang ketiga mobil yang melaju berurutan menuju ke arah pantai di pinggiran kota New York bagian selatan. Dalam hatinya, George yakin tujuan mobil-mobil itu adalah tempat Dokter Evita disekap.Sepeda motor itu melewati jalur hutan yang paralel dengan tepi pantai yang dituju oleh ketiga mobil itu. The Raven pasti ada di limousine paling depan. George sangat yakin.Akhirnya target yang dia buntuti sampai di depan sebuah rumah kaca tepi pantai yang megah. George memasang standar sepeda motor Repsol itu lalu menggunakan teropong infrared jarak jauh untuk memeriksa di balik dinding kaca rumah itu mulai dari lantai teratas. Sosok yang ia cari sedang berdiri menatap ke laut lepas. Bingo! Misinya selesai. George tidak ingin berlama-lama di situ sekalipun jaraknya jauh dari rumah kaca itu, ini masih berada dalam perimeter musuh dan dia bisa kapan saja tertangkap. Dengan segera George menstarter sepeda motor Repsol itu lalu meninggalka
Hari demi hari pun bergulir tanpa hasil, FBI tidak mampu menemukan dimana lokasi Joe Allen menyembunyikan Evita. Resource mereka pun tidak bisa digunakan untuk menyelidiki persoalan ini secara maksimal karena dianggap tidak berhubungan dengan kepentingan negara khususnya Amerika Serikat. Ditambah lagi sosok Joe Allen Leigh yang seolah kebal hukum menjadi dinding penghalang tebal untuk ruang gerak FBI yang bersedia membantu Leon.Joe Allen pun sudah mengetahui hal itu sedari awal, tak semudah yang orang-orang Indonesia itu bayangkan. Negeri Paman Sam membutuhkan produk bahan bakar olahan perusahannya, Leigh Petroleum Corporation. Bahkan, presiden pun memandang dengan penuh penghargaan kepadanya. Dia orang yang sangat penting, VIP.Pagi itu Evita merasa tidak enak badan. Biasanya setelah Joe Allen terlelap dia pindah tidur di sofa diam-diam. Dia jijik bila harus tidur di pelukan pria itu. Perutnya terasa bergolak dan ingin muntah. Segera dia berlari ke kamar mandi dan menumpahkan isi pe
"Malam ini akan menjadi malam bersejarah untuk dunia musik Indonesia. Kita akan segera ketahui idola pilihan Indonesia berikutnya. Apakah Andrew ... ataukah ... Alice?" ucap Daniel Manuhutu yang menjadi host malam grand final Top Sing Idol.Kedua grand finalis menyunggingkan senyum terbaik mereka sembari melambaikan tangan menyapa para penggemar mereka di Balai Sarbini Jakarta Selatan."Alice! Alice! Alice!""Andrew! Andrew! Andrew!"Sorak sorai para pendukung kedua idol itu menggema saling bersahutan di dalam ruangan luas itu. Lampu hanya menyorot bagian tengah panggung sehingga memberikan efek menegangkan."Indonesia telah memilih ...," ucap Daniel Manuhutu yang sontak membuat seisi Balai Sarbini sunyi senyap, "Idola baru kalian adalah ... Andrew, kamu pemenangnya! Selamat untuk Andrew Idol!" Musik signature Top Sing Idol pun diputar kencang. Rekan-rekan Andrew memberi pemuda asal Batak itu selamat termasuk Alice yang sedikit kecewa. Namun, dia harus sportif dan menerima posisi run
Ketika Alice menapakkan kakinya pertama kali di kediaman Leigh yang berupa mansion house di pinggiran timur kota New York yang berdekatan dengan Vermont, gadis itu mengedarkan pandangannya dengan penasaran.Rumah bercat dinding putih itu memiliki banyak aksen kayu mahoni warna coklat kemerahan. Halaman kebunnya sangat luas mengelilingi bangunan utama yang bertingkat 3 itu didominasi pohon mapel dan pohon buah apel Washington. Udaranya terasa sejuk sore itu terasa di kulitnya."Alice, welcome to my home. Ayo kita temui orang tuaku!" ujar Matthew menggandeng tangan Alice dengan hangat di lengannya.Para pelayan rumah berjejer di halaman depan hingga teras menyambut kedatangan tuan muda mereka bersama calon istrinya yang akan menikah besok. Alice memang terbiasa dengan banyak pelayan di kediaman Tanurie, bagaimanapun juga dia adalah seorang nona muda keluarga konglomerat. Namun, Alice menanggapi penyambutannya dengan senyum ramah dan sopan, sesekali dia mengatakan 'hello' dan 'thank you
WARNING!!! Konten seksual dan kekerasan yang tidak cocok dibaca di usia bawah 21+ (tidak menerima komplain, bab ini harus dibaca dengan pikiran yang bijak)Malam sebelum pernikahannya dengan Alice, Matthew mengajak gadis itu di balkon melihat gugusan jutaan bintang yang menghiasi langit bagaikan permadani hitam keunguan bertabur berlian yang berkilauan."Teleskop ini bagus sekali, Matt!" puji Alice dengan ceria usai meneropong benda-benda langit dengan teleskop besar yang dipasang permanen di susuran balkon yang menghadap ke halaman belakang mansion house itu."Joe dan aku yang memasangnya ketika aku SMA dulu. Sebagian besar waktuku sering kuhabiskan di sini memandangi bintang di angkasa. Berharap bisa meraih cita-citaku setinggi bintang di langit," ujar Matthew terkekeh malu.Alice menoleh lalu melingkarkan lengannya di pinggang pria itu. "Kau sudah menjadi pria yang sangat hebat, Matt sekarang!" balas Alice mendongak memandangi wajah kekasihnya yang tampan itu."Semakin sempurna kar
WARNING!!! Konten seksual dan kekerasan yang tidak cocok dibaca di usia bawah 21+ (tidak menerima komplain, bab ini harus dibaca dengan pikiran yang bijak)Sejak Matthew meninggalkan rumah masa kecilnya, dia menghindari panggilan daddy-nya untuk pulang ke rumah. Dia tidak ingin bertemu wanita laknat yang mengkhianati daddy-nya dan selama bertahun-tahun menindasnya. Tubuh Ellena memang sangat menggiurkan seperti buah terlarang, wanita itu merawat setiap sisi tubuhnya dengan cermat di salon kecantikan secara rutin. Namun, jiwanya jahat seperti iblis. Matthew sangat membencinya hingga ke tulangnya. Sekali dia terlepas dari Ellena, maka Matthew tidak ingin satu kalipun menyentuh lagi wanita itu.Jiwanya telah sakit dan membuatnya mengidap sadomasokisme. Calvin O'neil adalah saksi hidup betapa jahanamnya kelakuan bosnya itu. "Bos, Nona Avery Jimmy sudah menunggu di penthouse," ujar Calvin yang biasa mencarikan wanita untuk Matthew."Good job, Calvin. Aku ke atas sekarang," jawab Matthew
Perias pengantin mulai mendandani Alice di kediaman Leigh sejak jam 07.00 AM waktu New York. Sebelumnya Matthew memaksa Alice untuk sarapan pagi yang mengenyangkan bersamanya, dia sendiri yang melayani gadis itu mengupaskan cangkang telur ayam yang direbus setengah matang, mengoleskan selai blueberry ke roti panggang untuk Alice dan memaksanya minum susu sapi segar.Alice tertawa-tawa riang sepagian karena tingkah Matthew yang sangat perhatian kepadanya seperti mengurusi bocah kecil saja. "Matt, I know you're my daddy bear but please you're too much!" tegur Alice sambil bercanda ketika Matthew mengupaskan apel dengan pisau dan menyuapi Alice."Aku senang mengurusi baby girlku yang imut-imut ini," jawab Matthew dengan ringan.Pelayan-pelayan di ruang makan terkikik diam-diam memperhatikan tuan muda mereka yang sedang kasmaran berat pada gadis mungil dari Indonesia itu.Akhirnya mereka berdua harus berpisah ruangan karena Alice harus didandani. Nyonya Alberta Crawford, penata rias itu t