"Malam ini akan menjadi malam bersejarah untuk dunia musik Indonesia. Kita akan segera ketahui idola pilihan Indonesia berikutnya. Apakah Andrew ... ataukah ... Alice?" ucap Daniel Manuhutu yang menjadi host malam grand final Top Sing Idol.Kedua grand finalis menyunggingkan senyum terbaik mereka sembari melambaikan tangan menyapa para penggemar mereka di Balai Sarbini Jakarta Selatan."Alice! Alice! Alice!""Andrew! Andrew! Andrew!"Sorak sorai para pendukung kedua idol itu menggema saling bersahutan di dalam ruangan luas itu. Lampu hanya menyorot bagian tengah panggung sehingga memberikan efek menegangkan."Indonesia telah memilih ...," ucap Daniel Manuhutu yang sontak membuat seisi Balai Sarbini sunyi senyap, "Idola baru kalian adalah ... Andrew, kamu pemenangnya! Selamat untuk Andrew Idol!" Musik signature Top Sing Idol pun diputar kencang. Rekan-rekan Andrew memberi pemuda asal Batak itu selamat termasuk Alice yang sedikit kecewa. Namun, dia harus sportif dan menerima posisi run
Ketika Alice menapakkan kakinya pertama kali di kediaman Leigh yang berupa mansion house di pinggiran timur kota New York yang berdekatan dengan Vermont, gadis itu mengedarkan pandangannya dengan penasaran.Rumah bercat dinding putih itu memiliki banyak aksen kayu mahoni warna coklat kemerahan. Halaman kebunnya sangat luas mengelilingi bangunan utama yang bertingkat 3 itu didominasi pohon mapel dan pohon buah apel Washington. Udaranya terasa sejuk sore itu terasa di kulitnya."Alice, welcome to my home. Ayo kita temui orang tuaku!" ujar Matthew menggandeng tangan Alice dengan hangat di lengannya.Para pelayan rumah berjejer di halaman depan hingga teras menyambut kedatangan tuan muda mereka bersama calon istrinya yang akan menikah besok. Alice memang terbiasa dengan banyak pelayan di kediaman Tanurie, bagaimanapun juga dia adalah seorang nona muda keluarga konglomerat. Namun, Alice menanggapi penyambutannya dengan senyum ramah dan sopan, sesekali dia mengatakan 'hello' dan 'thank you
WARNING!!! Konten seksual dan kekerasan yang tidak cocok dibaca di usia bawah 21+ (tidak menerima komplain, bab ini harus dibaca dengan pikiran yang bijak)Malam sebelum pernikahannya dengan Alice, Matthew mengajak gadis itu di balkon melihat gugusan jutaan bintang yang menghiasi langit bagaikan permadani hitam keunguan bertabur berlian yang berkilauan."Teleskop ini bagus sekali, Matt!" puji Alice dengan ceria usai meneropong benda-benda langit dengan teleskop besar yang dipasang permanen di susuran balkon yang menghadap ke halaman belakang mansion house itu."Joe dan aku yang memasangnya ketika aku SMA dulu. Sebagian besar waktuku sering kuhabiskan di sini memandangi bintang di angkasa. Berharap bisa meraih cita-citaku setinggi bintang di langit," ujar Matthew terkekeh malu.Alice menoleh lalu melingkarkan lengannya di pinggang pria itu. "Kau sudah menjadi pria yang sangat hebat, Matt sekarang!" balas Alice mendongak memandangi wajah kekasihnya yang tampan itu."Semakin sempurna kar
WARNING!!! Konten seksual dan kekerasan yang tidak cocok dibaca di usia bawah 21+ (tidak menerima komplain, bab ini harus dibaca dengan pikiran yang bijak)Sejak Matthew meninggalkan rumah masa kecilnya, dia menghindari panggilan daddy-nya untuk pulang ke rumah. Dia tidak ingin bertemu wanita laknat yang mengkhianati daddy-nya dan selama bertahun-tahun menindasnya. Tubuh Ellena memang sangat menggiurkan seperti buah terlarang, wanita itu merawat setiap sisi tubuhnya dengan cermat di salon kecantikan secara rutin. Namun, jiwanya jahat seperti iblis. Matthew sangat membencinya hingga ke tulangnya. Sekali dia terlepas dari Ellena, maka Matthew tidak ingin satu kalipun menyentuh lagi wanita itu.Jiwanya telah sakit dan membuatnya mengidap sadomasokisme. Calvin O'neil adalah saksi hidup betapa jahanamnya kelakuan bosnya itu. "Bos, Nona Avery Jimmy sudah menunggu di penthouse," ujar Calvin yang biasa mencarikan wanita untuk Matthew."Good job, Calvin. Aku ke atas sekarang," jawab Matthew
Perias pengantin mulai mendandani Alice di kediaman Leigh sejak jam 07.00 AM waktu New York. Sebelumnya Matthew memaksa Alice untuk sarapan pagi yang mengenyangkan bersamanya, dia sendiri yang melayani gadis itu mengupaskan cangkang telur ayam yang direbus setengah matang, mengoleskan selai blueberry ke roti panggang untuk Alice dan memaksanya minum susu sapi segar.Alice tertawa-tawa riang sepagian karena tingkah Matthew yang sangat perhatian kepadanya seperti mengurusi bocah kecil saja. "Matt, I know you're my daddy bear but please you're too much!" tegur Alice sambil bercanda ketika Matthew mengupaskan apel dengan pisau dan menyuapi Alice."Aku senang mengurusi baby girlku yang imut-imut ini," jawab Matthew dengan ringan.Pelayan-pelayan di ruang makan terkikik diam-diam memperhatikan tuan muda mereka yang sedang kasmaran berat pada gadis mungil dari Indonesia itu.Akhirnya mereka berdua harus berpisah ruangan karena Alice harus didandani. Nyonya Alberta Crawford, penata rias itu t
Calvin O'neil memanggil mobil ambulans untuk membawa bosnya ke rumah sakit New York Presbyterian-Columbia and Cornell. Itu adalah rumah sakit terbaik di New York yang sangat lengkap fasilitasnya. Dia berharap Matthew dapat tertolong. Para medis memindahkan tubuh Matthew ke dalam ambulans dan memperbolehkan Alice untuk ikut mendampingi pasien ke rumah sakit. Nyonya Alberta Crawford meminjami Alice baju ganti berupa blouse dan celana panjang kain karena gaun pengantin Alice begitu menyusahkan pergerakan gadis itu.Selama dalam perjalanan ke rumah sakit, Matthew hanya dapat memanggil pelan nama Alice sesekali yang membuat gadis itu berurai air mata menggenggam tangan suaminya yang baru ia nikahi beberapa jam yang lalu."Alice ... Baby," panggil Matthew lemah. Dia merasa bersalah karena telah membuat istrinya bersedih."Don't talk now, Matt! Please, hold on for me!" ujar Alice. Matthew berusaha untuk bertahan demi istrinya sekalipun rasa terbakar di paru-parunya yang tertembus peluru it
Hati Leon sebenarnya tak tega menanyai istrinya mengenai kehamilannya, tapi harga dirinya sebagai seorang pria tergelitik. Di atas ranjangnya sembari membelai perut Evita yang tengah membuncit itu ia berkata, "Eve, apa boleh aku bertanya anak siapa yang berada di dalam sini?"Mendengar perkataan Leon, tangis Evita tak terbendung lagi. Dia begitu sedih hingga tak mampu berkata-kata. Sebenarnya Evita sendiri tak tahu anak siapa yang dia kandung saat ini. Joe Allen memaksakan hasratnya terus menerus sejak dia menginjakkan kakinya di tempat tinggal pria itu.Leon pun segera meraih tubuh Evita ke dalam dekapannya lalu membelai kepala istrinya dengan lembut. "Sshhh ... jangan menangis lagi, Eve. Kau kembali ke pelukanku itu yang terpenting. Aku tak akan menghakimi kesalahan yang tidak kau perbuat," hibur Leon menekan segala egonya."Kita bisa melakukan test DNA bayi ini setelah dia dilahirkan. Bila dilakukan saat masih ada di rahimku akan menimbulkan risiko keguguran, aku tak sanggup menang
Kali ini Leon berangkat ke kantor dengan mobil sedan BMW miliknya yang dikemudikan oleh sopir pribadi. Dia memilih untuk duduk menemani Evita di bangku belakang. Pria itu begitu protektif pada istrinya yang sedang hamil muda."Eve, nanti sore kita ke dokter obsgyn ya untuk periksa kehamilanmu. Seharusnya sudah bisa dilihat jenis kelamin bayinya," ujar Leon sembari mengelus-elus perut Evita yang terbungkus long dress chiffon longgar warna salem yang membuat Evita tampak begitu manis."Tentu saja aku mau, Leon. Apa sepulang kerja saja?" balas Evita antusias sembari tersenyum menatap wajah suaminya."Oke, akan kusuruh Adrian membuatkan janji periksa ke dokter obsgyn di Rumah Sakit Siloam International. Oya, kalau kamu lelah, nanti naiklah ke ruanganku dan beristirahatlah di kamar istirahat CEO," pesan Leon."Hmm ... baiklah," sahut Evita lalu menatap pemandangan kota Jakarta dari kaca jendela mobi. Dia sangat lama meninggalkan kota metropolitan ini. Rasanya kerinduannya mulai terobati.S