"Ibu Anda harus segera dioperasi untuk menyelamatkan nyawanya." Suara tegas sang dokter seketika membuat Anna menahan napasnya sejenak. Sudah satu tahun ini, Martha, ibu Anna menderita gagal ginjal sampai harus rutin cuci darah. Komplikasi membuat kondisinya terus memburuk hingga Martha harus terus menginap di rumah sakit beberapa bulan terakhir ini. Semua harta benda pun sudah dijual habis hingga Anna tidak tahu lagi harus mencari uang ke mana untuk biaya operasi yang selangit itu. "Itu ... apa harus sekarang, Dokter? Bisakah ditunda dulu? Aku masih belum punya uang. Bisakah diobati dulu seperti biasa saja?" Anna mencoba menawar. "Melihat kondisinya sekarang, kami khawatir jantungnya mendadak berhenti saat cuci darah ...." Lagi-lagi Anna menahan napasnya. Jantungnya seolah tertusuk oleh benda tumpul sampai ia sulit bernapas. Tanpa bisa dicegah, air mata Anna pun menetes merasakan bagaimana dunia bisa berputar dalam sekejap. Padahal dulu hidup Anna serba mewah. Lahir di keluar
Mungkin, seumur hidup, orang yang tidak mau Anna temui lagi adalah mantan suaminya. Bukan karena Anna membenci pria itu, tapi Anna terlalu takut pada kemarahan dan kebencian pria itu padanya. Namun, takdir malah membawa Diego, mantan suami Anna berdiri tepat di hadapannya seperti ini. "Bagaimana kabarmu, Bu Anna Wijaya?"Suara Diego membuat Anna tersentak. "D-Diego ...." lirih Anna dengan susah payah. "Pak Diego!" Diego mengoreksi. "Jangan lupa kalau posisi kita sudah setara sekarang. Atau malah ... aku lebih tinggi?" Diego menyeringai. Anna menahan napasnya sejenak dan ekspresi Anna benar-benar membuat Diego puas. "Mengapa ekspresimu seperti sedang melihat hantu, Bu Anna? Kau pasti tidak berharap bertemu denganku lagi kan? Tapi nyatanya kita bertemu lagi."Seringaian itu makin mengembang dengan tatapan yang tidak pernah lepas sedikit pun dari Anna. "Jadi apa hidupmu lebih bahagia setelah membuang suami miskinmu yang tidak berguna ini dan menikah lagi dengan pria kaya?" "Bahka
Anna langsung meradang mendengar persyaratan kurang ajar dari Diego. Walaupun Anna butuh uang, tapi Anna punya harga diri dan Anna tidak akan membiarkan Diego menginjak-injak harga dirinya seperti itu. "Dasar kurang ajar! Berani sekali kau meminta hal seperti itu padaku, Diego?" kecam Anna. "Pak Diego!" Diego mengingatkan. "Bersikap sopanlah padaku!" "Baiklah, Pak Diego!" ulang Anna dengan penuh tekanan. "Tapi aku tidak akan pernah setuju dengan syaratmu!" Diego menaikkan alisnya. "Boleh aku tahu alasannya? Aku menyetujui semua poin yang perusahaanmu minta, sedangkan aku hanya mengajukan satu syarat dariku, apanya yang berat?" "Syaratmu sangat tidak bermoral dan aku menolaknya! Jadi tidak akan ada kesepakatan di antara kita! Permisi!" Anna mencengkeram berkas yang ia pegang dan ia pun buru-buru keluar dari sana dengan jantung yang masih berdebar tidak karuan. Anna menahan dirinya dan terus mengangkat dagunya angkuh sampai saat ia sudah duduk di mobilnya dan tangisannya pun mel
"Hei, bukankah ini Anna Wijaya, anaknya Pak Wijaya yang terhormat, hah?" Suara seorang pria mendadak membuat Anna memalingkan tatapannya dari Diego.Diego sedang duduk sendirian di tengah sofa panjang diapit oleh dua pria yang membawa pasangannya masing-masing. Dan Anna mengenali salah satu pria yang bersama Diego. Namanya Kenny, pengusaha yang menjadi korban penipuan ayahnya Anna juga. Kenny dulu juga pernah mengejar Anna, tapi Anna selalu menolaknya. "Jadi orang yang menjual mobilnya padamu itu adalah Anna Wijaya ini, Pak Diego?" seru Kenny yang membuat Anna membelalak. Ini terlalu kebetulan Diego yang akan membeli mobil Anna. Terlalu kebetulan dan terlalu memalukan. "Apa kau kekurangan uang, hah? Kasihan sekali! Anna Wijaya yang dulu kaya sekarang jadi seperti ini." Kenny mencemooh. "Tapi keluarga kalian pantas mendapatkannya, Anna! Ayahmu itu sombong dan suka merendahkan orang lain! Merasa dirinya yang paling hebat, tapi ternyata tidak lebih dari seorang pencuri! Berapa banya
"Kau benar-benar brengsek, Pak Diego!" Anna langsung mendorong Diego kasar sampai Kenny sontak ikut berdiri siaga dan menghampiri Anna. "Apa yang kau lakukan pada Pak Diego, hah? Kau tidak tahu siapa dia? Berani sekali kau, Anna!" "Kau dan dia sama-sama tidak sopannya!" geram Anna. Kenny tertawa kesal mendengarnya. "Memangnya apa yang Pak Diego minta, hah? Apa yang begitu susah kau turuti? Malahan seharusnya kau bersyukur kalau Pak Diego minta ditemani atau dilayani. Bahkan, aku juga tidak keberatan kalau kau mau melayaniku juga!" seru Kenny dengan menjijikkan sambil mencekal tangan Anna. "Akhh, lepaskan aku, Pak Kenny!" pekik Anna sambil menarik tangannya dari Kenny. "Jangan sok suci, Anna! Kau sudah di sini kan? Ayo kita bersenang-senang sebentar saja!" "Tidak! Lepaskan aku! Lepas!" pekik Anna lagi. Anna sempat menatap Diego, seolah meminta tolong pada pria itu, tapi Diego tetap diam di tempatnya, tanpa peduli apa pun. Anna makin kesal. Anna mengerahkan semu
Dengan cepat, Diego pun langsung melepaskan Anna dan menyambar ponsel itu. Diego mengangkat teleponnya melalui pengeras suara dan ia langsung mematung mendengar suara anak kecil di sana."Mama di mana? Cepat pulang, Mama!"Anna membelalak dan langsung berlari menyambar ponselnya. "Berikan padaku!"Diego yang masih mematung mendengar suara anak kecil memanggil Mama pun hanya bisa diam dan terus menatap Anna dengan tatapan penuh tanya.Diego memang pernah meminta anak buahnya memeriksa tentang Anna dan perusahaannya, tapi anak buahnya hanya melaporkan tentang perusahaan Anna dan tentang suaminya, Diego sama sekali tidak tahu bahwa Anna punya seorang anak."Halo, Sayang?" sapa Anna begitu ia mematikan pengeras suaranya.Suara Anna nampak melembut dan tatapannya pun menghangat saat berbicara di telepon."Mama, cepat pulang! Darren mau sama Mama," rengek seorang anak kecil di sana."Iya, Sayang, Mama pulang sekarang. Darren tunggu Mama ya.""Oke, Mama, jangan lama-lama ya!""Iya, Sayang.""
Anna mengernyit dalam tidurnya pagi itu. Cahaya matahari terasa menyilaukan sampai Anna pun buru-buru membuka matanya. Dan benar saja hari sudah pagi. "Astaga, aku bangun kesiangan!" gumam Anna. Setiap pagi, Darren memang akan bersiap ke sekolah bersama pengasuhnya, lalu Anna yang akan mengantarnya ke sekolah. Anna pun menghela napas panjangnya yang masih begitu berat. Banyaknya masalah yang terjadi akhir-akhir ini membuat Anna begitu lelah, apalagi hari ini, Anna harus survey sekolah baru untuk Darren. Sudah dua tahun ini Darren bersekolah di sekolah internasional terbaik di kota itu. Sebagai orang kaya, tentu saja Anna merasa mampu memberikan pendidikan terbaik untuk Darren. Tapi itu dulu, sebelum tabungan Anna habis tidak bersisa. Anna pun terpaksa harus memindahkan Darren ke sekolah lain yang uang sekolahnya lebih murah tahun ajaran baru nanti. "Maafkan Mama, Sayang. Mama janji akan berusaha bagaimanapun caranya agar kau bisa sekolah di sekolah terbaik lagi. Mama hanya butuh
Anna membelalak tegang melihat Diego mencecap bibirnya sendiri setelah minum dari gelas Anna, seolah pria itu benar-benar baru saja berciuman dengan Anna. "Well, ternyata aku lebih suka melakukannya langsung," seru Diego sambil meletakkan kembali gelasnya di hadapan Anna. Anna sampai menatap gelas kosong itu cukup lama dan sumpah, Anna tidak mau memakainya lagi. "Jadi, ini pertama kalinya aku bertemu dengan suamimu. Dia tampan, walaupun tidak lebih tampan dariku," seru Diego percaya diri. Namun, Anna malah bertanya yang lain. "Mengapa kau harus bertemu dengannya, Pak Diego? Bukankah aku sudah bilang tidak akan ada kesepakatan di antara kita? Mengapa kau harus ...." "Dia yang meneleponku duluan, bukan aku yang meminta bertemu dengannya. Lagipula apa kau pernah dengar ada investor yang mengemis, Bu Anna? Tidak kan? Aku yang punya uang, aku yang punya kuasa. Suamimu justru yang mengemis padaku!" Anna menelan salivanya mendengar nada merendahkan dari Diego. Namun, Anna bel
"Anna ...." "Aku baik-baik saja, Diego. Aku baik-baik saja." Anna dan Diego sudah berada di mobilnya bersama Jovan dan Bik Nim. Anna pun terus diam sepanjang perjalanan sampai Diego begitu mencemaskannya. "Dia tidak peduli saat aku dan ibuku berjuang, atas dasar apa aku harus peduli padanya? Dia bilang dia sudah tidak punya apa-apa kan? Aku juga sampai menjual semuanya demi bertahan hidup. Itu juga yang harus dia lakukan." "Dan dia bilang dia akan menyerahkan diri ke polisi kan? Itu lebih baik lagi, toh dia juga buron. Daripada dia hidup jadi gelandangan, lebih baik dia hidup di penjara saja!" imbuh Anna dengan suara yang bergetar, jelas terlihat sakit hati yang masih membekas di sana. Sungguh, Anna tidak pernah menyangka hari ini akan datang, hari di mana ia terus menerus bertemu dengan Wijaya. Anna pikir satu kali saja sudah cukup, tapi mengapa Wijaya mencarinya lagi dan terus membuatnya goyah. Diego sendiri mengembuskan napas panjangnya menatap Anna, lalu ia membelai sayang
"Apa yang terjadi padanya, Dokter?" Anna mendadak panik saat melihat Wijaya pingsan di depan rumahnya. Anna yang memang mengintip dari jendela akhirnya keluar dari rumahnya dan melihat Wijaya yang tampak lemas. Anna tidak ingin peduli, tapi tidak mungkin ia membiarkan Wijaya pingsan di depan rumahnya. Ia pun akhirnya menelepon ambulans dan baru menelepon Diego saat mereka berada di perjalanan ke rumah sakit. "Sepertinya hanya kurang nutrisi, Bu. Dan tekanan darahnya saja yang agak tinggi. Karena itu, dia pingsan, Bu." "Tapi tadi dia menyebutkan sesuatu seperti pertemuan terakhir, Dokter. Dia juga memegangi dadanya," sahut Bik Nim yang ikut cemas."Benarkah? Dada berarti jantung, tapi irama jantungnya masih normal, Bu. Secara pemeriksaan fisik, tidak ada masalah yang berarti, tidak ada luka di tubuhnya juga. Tapi untuk memastikan, biasanya kami akan melakukan pengecekan darah dan pengecekan menyeluruh." Baru saja dokter selesai berbicara, Diego dan Jovan sudah datang ke rumah saki
Perasaan Anna tidak pernah baik setelah bertemu Wijaya. Sekalipun Anna langsung masuk dan mengunci pintu rumahnya, tapi Anna tidak bisa menahan diri untuk mengintip. Wijaya masih di sana dengan wajah memelasnya yang membuat tubuh Anna bergetar hebat. Entah apa yang sudah terjadi pada ayahnya selama ini. Sungguh, Anna membenci ayahnya yang tidak bertanggung jawab, tapi perasaan seorang anak bergejolak tanpa bisa dicegah. Anna pun akhirnya memilih mengurung diri di kamarnya dan tidak mengintip lagi. Hingga akhirnya Diego pulang sore itu bersama Jovan. Saat itu, Wijaya sudah tidak ada di depan rumah. "Papa!" Darren langsung menyambut dan berlari ke pelukan Diego. Anna yang lelah luar biasa memilih tidur, bahkan Anna tertidur begitu lama sampai saat Diego pulang, Anna masih belum bangun. "Halo, Sayang! Mana Mama? Biasanya Mama juga menyambut Papa." "Mama tidur, Pa." "Tidur? Tidak biasanya Mama tidur jam segini." "Mama tadi nangis, Pa," bisik Darren. Diego sampai mengernyit mende
"Jam berapa ini? Mengapa Darren belum pulang?" Anna melirik jamnya dan ini sudah terlalu sore. Anna pun melangkah keluar untuk mencari Darren, tanpa sadar bahwa anaknya itu sedang berhadapan dengan seseorang. "Itu ... Grandpa Jahat!" Suara Darren sudah bergetar sampai Bik Nim memeluk Darren makin erat. "Itu ... P-P-Pak Wijaya?" sapa Bik Nim juga dengan suara yang bergetar. Sungguh, setelah lama tidak bertemu dan sejak Wijaya dinyatakan buron, Bik Nim tidak berharap bertemu dengannya lagi. "Bik Nim dan Darren, cucu Grandpa ... bagaimana kabar kalian?" Suara tua itu akhirnya terdengar dan itu benar-benar suara Wijaya. Wijaya butuh waktu yang tidak sebentar untuk mencari tahu semua tentang anak dan istrinya. Wijaya akhirnya tahu bahwa Martha sudah meninggal dan Anna sempat sakit, sebelum akhirnya Anna sembuh dan kembali bersama Diego yang sudah kaya. Wijaya tahu semuanya. Butuh keberanian besar bagi Wijaya untuk menunjukkan dirinya pada keluarganya lagi, apalagi setelah apa yang
"Bagaimana kabar Jeremy, Pak Rusli?" Setelah hampir satu minggu Anna merasa diikuti, akhirnya Anna pun mencoba bertanya pada Pak Rusli tentang Jeremy. Tentu saja mantan suaminya itu menjadi satu-satunya kemungkinan orang jahat yang mengincar Anna. Memikirkannya saja membuat Anna merinding sampai Anna menjadi super protektif pada Darren. Anna terus ikut mengantar dan menjemput Darren ke sekolah lalu tidak mengijinkan Darren bermain di taman kompleks beberapa hari ini. "Pak Jeremy sudah dipenjara. Tidak ada beritanya lagi. Setelah vonis dijatuhkan waktu itu, Pak Jeremy sempat melakukan banding bahkan menuntut Anda balik dengan tuduhan Pak Wijaya membawa uangnya pergi, tapi semuanya ditolak." "Urusan Pak Jeremy dengan Pak Wijaya adalah urusan mereka sendiri karena Pak Wijaya pun masih buron dan tidak ada hubungannya dengan Anda." "Semuanya aman-aman saja, Bu Anna. Tidak perlu takut," imbuh Pak Rusli menenangkan. Namun, entah mengapa, semakin tenang, justru Anna semakin takut.
"Dah, Sayang!" Anna melambaikan tangannya pada Darren yang berangkat ke sekolah pagi itu. Seperti biasa, Jovan yang mengantar jemput Darren ditemani oleh Bik Nim, sebelum Jovan kembali pulang ke rumah untuk bekerja bersama Diego. Anna pun masih tersenyum menatap mobil Jovan yang sudah berlalu dan salah satu tetangga pun menyapanya.Kompleks rumah mereka adalah kompleks perumahan menengah. Banyak tetangga yang sering keluar rumah di sore hari untuk berjalan-jalan atau bersepeda memutari kompleks. Ada juga taman bermain kecil yang cukup ramai di sore hari dan membuat Darren betah tinggal di sini karena ia punya banyak teman. "Selamat pagi, Bu Anna!" "Selamat pagi, Bu!" Anna tersenyum ramah, walau ia tetap memakai maskernya sesuai dengan prokes yang ketat dari dokter. "Bagaimana kondisinya? Sehat, Bu Anna?" Para tetangga sudah berkenalan dengan keluarga Anna dan mereka tahu Anna adalah seorang mantan pasien yang sembuh dari sirosis hati. "Sehat, Bu. Terima kasih atas perhatiannya
Tiga bulan berlalu dan kondisi Diego serta Anna pun berangsur normal. Mereka masih menjaga aktivitas mereka, berdiam diri di rumah lebih lama untuk mencegah infeksi dari luar, dan mereka begitu menikmati kebersamaan mereka. Hesti dan anaknya sudah pulang ke kampung. Joyce dan keluarganya juga sudah mulai beraktivitas biasa, jauh dari Diego dan Anna, tapi Retha memutuskan tinggal bersama Diego untuk membantu mengurus Anna dan Diego yang sama-sama masih dalam tahap pemulihan. Diego dan Jovan sendiri juga makin gencar untuk membangun usaha baru, tapi kali ini ada Anna yang juga membantu, seorang wanita karir yang luar biasa pintar, cakap, dan sudah tidak diragukan lagi kompetensinya. Dengan bantuan Anna dan relasinya, Diego lebih mudah memulai semuanya kembali. Anna dan Diego saling memperkenalkan partner bisnis mereka dan mereka benar-benar bekerja dengan giat. "Kau lelah, Sayang?" tanya Diego malam itu saat melihat Anna duduk bersandar di sofanya. Anna baru saja selesai menidurkan
"Terima kasih untuk bantuan dan perawatannya selama ini!" Anna benar-benar berterima kasih dari hatinya yang paling dalam untuk dokter dan suster yang merawatnya selama berminggu-minggu ia dan Diego menginap di rumah sakit. "Sama-sama, Bu Anna! Kami senang sekali melihat Bu Anna dan Pak Diego bisa keluar dari rumah sakit dalam kondisi yang stabil." "Aku juga senang, Suster. Aku sudah tidak sabar pulang ke rumah. Istirahat di rumah jauh lebih menyenangkan." "Tentu saja, Bu! Jangan lupa untuk menjaga kesehatan ya." Hari itu akhirnya Anna dan Diego diijinkan keluar dari rumah sakit. Tentu saja mereka harus tetap kontrol rutin dan membatasi aktivitasnya. Mereka masih belum boleh beraktivitas berat dan terlalu lelah karena tubuh mereka masih adaptasi.Biasanya pasien transplantasi butuh waktu beberapa bulan sampai satu tahun untuk bisa beraktivitas normal, tergantung pemulihan masing-masing. Dokter juga sudah menjelaskan bagaimana Anna dan Diego harus beraktivitas di rumah nanti. Mer
"Apa aku sudah cantik, Joyce? Apa ini tidak terlalu menor?" Anna berdandan hari itu karena setelah beberapa hari dirawat, Diego akhirnya akan keluar dari ruang isolasi dan dipindahkan ke kamar rawat inap biasa. Ini akan menjadi pertemuan pertama antara Anna dan Diego secara langsung tanpa ada batasan kaca dan jantung Anna kembali berdebar kencang. Joyce yang melihatnya sampai terus tertawa sendiri. Di umur Anna yang sudah matang, tidak seharusnya Anna heboh sendiri seperti ini, tapi Joyce paham, sangat paham. Bahkan, Joyce ikut tidak sabar menantikan pertemuan itu. "Sudah cantik, Anna! Sama sekali tidak menor! Aku yakin Diego tidak akan berkedip melihatmu!" Anna tergelak mendengarnya dan mendadak tersipu sendiri. Tidak lama kemudian, Darren pun datang bersama Bik Nim dan Retha. "Mama!" "Darren Sayang!" Anna memeluk anak kesayangannya itu. Anna sendiri sudah mulai belajar berjalan, tapi karena tubuhnya masih adaptasi, Anna masih harus memakai kursi roda untuk berpindah tempat.