"Daerah itu merupakan tanah kosong. Ada beberapa rumah tua yang sudah lama tidak berpenghuni. Polisi juga sudah memeriksa CCTV di arah jalan ke sana dan mereka menemukan satu mobil dengan plat nomor yang sama." Polisi benar-benar bekerja cepat setelah Pak Rusli memberikan lokasi. Mereka memeriksa keaslian lokasi dan memang benar ada. Bukan hanya itu, dengan jaringan yang mereka punya, mereka juga menemukan bahwa mobil penjahat itu melintasi salah satu jalan menuju ke lokasi itu. Diego sendiri sudah melajukan mobilnya duluan ke sana saat polisi mengeceknya karena perjalanan membutuhkan waktu. Lokasi itu ada di perbatasan ke luar kota. "Berarti aku sudah melakukan hal yang benar dengan menyusul ke sana, Pak. Tolong minta para polisi terdekat menyusulku! Cepat! Aku tidak mau terjadi sesuatu pada Anna!" seru Diego di teleponnya. "Aku mengerti, Pak. Polisi sedang berusaha menghubungi pihak terdekat. Tapi hati-hati, Pak Diego! Pak Jeremy tidak mungkin sendirian di sana!" Diego menggera
"Sedikit lagi! Aku bisa merasakan sedikit lagi tanganku akan terlepas! Ayolah, Anna! Ayolah!" "Uhuk ... uhuk ... bau apa ini? Sesak sekali!" Anna terus berusaha melepaskan dirinya dari ikatannya. Namun, bau sangit yang menyengat ditambah asap yang mulai muncul membuat Anna terbatuk makin keras. "Ah, apa ini? Mengapa ada asap? Asap apa ini?" Anna terus terbatuk dan tenaganya makin melemah. Perlahan, asap hitam itu masuk makin banyak sampai kamar Anna mulai berwarna abu-abu. "Uhuk ... uhuk ... tolong! Tolong!" teriak Anna yang mulai kehilangan kekuatannya. Hal yang sama dirasakan oleh Wijaya yang masih terkurung di kamarnya. Awalnya, Wijaya hanya mencium bau bensin yang menyengat dan ia mulai panik. "Sial! Jeremy benar-benar akan membakar rumah ini dan membiarkan aku mati terpanggang di sini! Sial!" "Buka pintunya, Jeremy! Buka pintunya, Keparat!" Wijaya terus memukul dan menendang pintu kamarnya, berharap kayu yang rapuh itu bisa segera hancur. "Sial! Buka pintunya!" Dengan
Diego benar-benar menerjang masuk ke dalam rumah yang terbakar itu. Sungguh, Diego tidak berpikir panjang karena yang ada dalam pikirannya hanya ia harus menyelamatkan Anna. Pintu masuk ke rumah itu tadinya sudah terjilat api, tapi tidak terlalu besar sampai Diego masih bisa masuk tanpa terbakar. Namun, sialnya, begitu Diego masuk ke sana, langit-langit di atas pintu itu ambruk dan menutupi jalan keluar satu-satunya itu. BRAK!"Akhh!" pekik Diego kaget. Debu dan asap pekat memenuhi udara, membuat matanya perih dan paru-parunya terbakar. Panas yang menyengat menerpa wajahnya dan untuk sesaat, Diego berdebar mengetahui dirinya ikut terjebak di sini. "Sial! Sial!" geram Diego yang berusaha bernapas. Diego pun berusaha menenangkan dirinya dan mulai fokus mencari Anna sambil terus mengangkat tangan menutupi wajahnya dari api. "Anna! Anna!"Diego mengedarkan pandangan. Sesekali ia mundur saat kayu berjatuhan. Tidak ada waktu. Api semakin menjalar, memakan setiap sudut rumah ini. Ia h
Anna nyaris tidak percaya melihat Wijaya memukul Jeremy, tapi semuanya nyata. Air mata Anna meleleh makin deras saat ini. Jeremy terpelanting ke belakang, menabrak dinding dengan keras. Ia mengerang, memegangi rahangnya yang terasa retak."Kau pikir kau siapa? Kau membunuh istriku dan menyakiti anakku! Dasar brengsek!" Suara Wijaya rendah, penuh amarah. Untuk pertama kalinya, ia bertindak sebagai seorang ayah dan suami yang sesungguhnya. Jeremy mencoba bangkit, tapi Wijaya lebih cepat dan kembali menghajar pria itu. "Kau bahkan berniat menjadikanku kambing hitam malam ini! Kau bukan manusia, Jeremy! Aku menyesal pernah mengenalmu dan menyerahkan anakku padamu!" "Kau lihat pria di luar sana? Kau lihat Diego? Bahkan saat Diego masih miskin dulu pun kau tidak pantas bersanding dengan seujung kukunya!" Buk!Wijaya menghajar dan mendorong Jeremy ke pintu kayu. Brak!Pintu kayu di belakang Jeremy jebol oleh reruntuhan, membuat api langsung menyambar ke dalam ruangan. Kepulan asap sema
"Ayah ...." Suara Anna terdengar sangat lirih saat Diego menggendong Anna yang sudah lemas bersamanya. Reruntuhan makin berjatuhan dan api makin membesar. Diego menendang semua halangan di depannya dan menggunakan tubuhnya untuk melindungi Anna. Hingga entah bagaimana caranya, Diego pun berhasil menerobos api dan membawa Anna keluar. "Itu Pak Diego! Cepat selamatkan mereka!" seru pemadam kebakaran yang melihat punggung dan tangan Diego sudah terjilat api. Rasanya panas membara sampai Diego tidak bisa berpikir lagi. "Ambulans selamatkan Bu Anna!" Para polisi dan petugas ambulans membawa Anna untuk mendapatkan bantuan oksigen, sedangkan Diego masih berguling-guling di halaman. "Siram terus rumahnya, padamkan apinya!" teriak petugas yang lain. Diego sendiri masih terus terbatuk dan jalannya sudah tidak tegak, tapi ia masih bisa berlari menghampiri Anna di ambulans. "Anna! Anna!" Anna yang memakai masker oksigennya pun meraih tangan Diego dan mencengkeramnya asal sampai kukunya
"Diego, bagaimana kondisimu? Kau tidak apa kan? Wajahmu penuh luka!" Joyce berlari masuk ke ruang UGD tempat Diego dirawat di sana. Tubuh Diego dipenuhi luka bakar sedang yang butuh perawatan, tapi tidak dalam kondisi bahaya sekarang.Joyce pun langsung meluncur begitu ia mendapat kabar dari Pak Rusli. Dan Joyce begitu cemas melihat Diego. "Aku tidak apa, Joyce." "Tapi semuanya luka, Diego!" "Ini tidak masalah, walaupun jujur aku sempat mengira aku akan mati di sana. Tapi Tuhan menjagaku. Semua baik-baik saja!" Joyce menggeram gemas. "Kau selalu bilang baik-baik saja! Berkali-kali kau bermain dengan nyawamu, Diego! Tapi bagaimana Anna? Apa yang terjadi padanya?" Diego tersenyum lemah. "Anna masih dirawat di ICU. Aku belum melihatnya, tapi kondisinya berangsur stabil dan dia sedang dalam pemulihan." Joyce bernapas lega mendengarnya. "Syukurlah, Diego! Jeremy brengsek itu benar-benar pantas mati. Dia ...." "Jeremy sudah meninggal terpanggang di dalam rumah bersama Bram. Polisi j
Satu minggu berlalu dan Anna yang sempat dirawat di ICU pun akhirnya dipindahkan ke kamar rawat inap biasa karena kondisinya sudah stabil. Tadinya dokter takut hati baru Anna akan terinfeksi berat akibat terkurung dalam rumah terbakar. Begitu juga dengan Diego yang harus membutuhkan perawatan lebih lanjut. Namun, campur tangan Tuhan membuat keduanya tetap aman dan akan segera pulih. "Terima kasih banyak, Dokter! Akhirnya aku bisa pindah juga ke kamar biasa," seru Anna dengan senyuman sumringahnya melihat semua anggota keluarganya berkumpul di kamar itu. "Terima kasih untuk Anda juga yang mau berjuang, Bu Anna. Dokter tidak bisa bekerja sendiri tanpa adanya keinginan yang kuat dari pasien untuk sembuh. Dan tentunya tanpa adanya pertolongan Tuhan. Ini salah satu keajaiban karena tidak ada yang serius. Syukurlah!" Diego yang terus berdiri di samping Anna pun membelai bahu Anna dengan sayang. Kaki Diego sempat terpincang-pincang beberapa hari kemarin, tapi sekarang semuanya sudah mem
"Menetapkan terdakwa Wijaya bersalah dan dijatuhi hukuman penjara selama lima belas tahun." Wijaya langsung bernapas lega mendengar vonis akhirnya dijatuhkan atas dirinya. Setelah dirawat di rumah sakit dua bulan lamanya, Wijaya pun dengan suka rela menyerahkan dirinya ke polisi. Wijaya mengakui semua kesalahannya mulai dari kesalahan masa lalunya sampai kesalahan terbarunya yaitu menculik Anna. Namun, apa yang dilakukan Wijaya untuk menyelamatkan Anna tentu saja membuat hukumannya menjadi lebih ringan. Dan di sinilah dirinya, setelah menjalani persidangan satu bulan lamanya, akhirnya vonis atas dirinya dijatuhkan. Tidak ada pembelaan, Wijaya hanya bekerja sama dengan polisi agar kasusnya cepat selesai. "Terima kasih semuanya! Terima kasih!" Wijaya mengatupkan tangan kepada semua orang di sana dan ia tetap tersenyum. Kali ini, saat ia berjalan di jalan yang benar, ia tidak takut apa pun. Ia juga tidak takut pada para pembencinya yang ingin ia hancur, ia hanya takut pada Tuhann
Hidup ini bukan sekedar tentang memiliki, tapi tentang memberi dan menerima. Memberi semampu yang bisa kita berikan dengan tulus tanpa mengharap balasan, dan menerima dengan ikhlas tiga hal yang pasti dalam hidup kita. Yang pertama adalah rejeki. Tidak peduli seberapa keras kita berusaha atau sejauh mana kita melangkah, rejeki akan datang sesuai takarannya. Kadang lebih cepat, kadang lebih lambat, tapi selalu cukup sesuai kebutuhan.Yang kedua adalah takdir. Tidak peduli jalan mana yang kita pilih, takdir akan menemukan jalannya sendiri. Ada hal-hal yang bisa kita upayakan, tapi ada pula yang sudah digariskan dan harus diterima dengan kebesaran hati.Dan yang terakhir adalah kematian. Tidak peduli siap atau tidak, kematian akan datang menjemput pada waktunya. Itu adalah kepastian yang mengajarkan kita untuk lebih menghargai setiap detik kehidupan.Dan Anna sudah merasakan semua itu begitu jelas, bahkan juga begitu dekat dengan kematian itu. Saat Anna kehilangan Martha yang tidak
Delapan bulan kehamilan Anna adalah delapan bulan yang paling luar biasa. Berbagai perasaan campur aduk saat ia hamil anak kembar. Ada rasa berlebihan saat ia mulai sensitif, ada rasa mual parah dan tidak nafsu makan, ada rasa pegal luar biasa sampai kesulitan bernapas karena perutnya terlalu sesak, ada rasa sakit juga saat bayinya menendang, sulit berjalan karena perutnya terlalu berat, dan semua masalah lain dalam kehamilan. Namun, di atas semua itu, ada rasa haru, ada rasa bahagia saat ia diperhatikan dan dimanjakan, ada rasa bangga pada suami dan anaknya, dan terlebih ada rasa syukur yang tidak terkira. Tuhan baik dan mengijinkan Anna melewati delapan bulan kehamilan ini tanpa halangan yang berarti. Bahkan, Anna sempat berdebar dan berpikir mungkin kehamilan ini tidak akan sama bagi orang yang pernah melakukan transplantasi hati. Namun, seolah Tuhan berkata dengan restu-Nya, semua hal buruk itu tidak akan berarti apa pun. Dan di sinilah Anna, menantikan saat melahirkan yang s
"Kembar? Ibu akan punya cucu kembar?"Retha memekik senang saat Diego memberitahunya tentang kehamilan Anna. "Benar, cucu Ibu akan bertambah dua sekaligus!" "Ya Tuhan, bagaimana ini? Ibu senang sekali! Oh, Anna, kau hamil anak kembar? Tapi kalian sudah memastikan semuanya baik-baik saja kalau Anna hamil sekarang kan?" "Tenang saja, Ibu, kami sudah memberitahu dokter yang merawat Anna dan tidak ada masalah. Kondisi Anna sendiri juga sangat stabil untuk melanjutkan kehamilan. Tentu saja kami akan melakukan kontrol rutin nantinya." "Oh, syukurlah! Selamat, Sayang! Selamat!" Retha memeluk Diego dan Anna bersamaan. Bukan hanya Retha yang bahagia luar biasa, tapi Joyce dan keluarganya langsung melonjak kegirangan saat Anna meneleponnya dan memberitahu tentang kehamilan ini. Dan yang paling bahagia tentu saja Darren yang baru diberitahu saat anak itu pulang sekolah. "Adiknya dua, Mama? Darren mau punya
Diego pulang keesokan harinya dengan rasa rindu yang luar biasa pada keluarganya. Setiap hari, Diego selalu melakukan video call dengan Anna dan Anna selalu menunjukkan dirinya yang segar, walaupun sebenarnya lemas. Namun, sejak Anna mengetahui hasil tespeknya, Anna benar-benar merasa segar. Bahkan, rasa mual yang ia alami sudah terasa tidak mengganggu lagi. "Yeay, Papa pulang!" seru Darren yang langsung naik ke gendongan Diego. "Halo, Anak Papa! Papa membawa banyak oleh-oleh untukmu!" Diego menciumi anaknya itu. "Yeay, Darren mau oleh-oleh. Mana, Papa?" "Haha, sebentar! Bik, tolong ambilkan yang tas besar itu, itu untuk Darren." Bik Nim langsung mengambilkan tas besar yang dibawa oleh Diego, isinya mainan dan baju baru untuk Darren sampai Darren memekik kegirangan. "Yeay, ada mainan robot! Yeay!" Darren pun heboh sendiri dengan mainan barunya. "Kau pulang, Diego!" sapa Retha juga. "Iya, Ibu! Aku membawakan oleh-oleh untuk Ibu juga. Di sana ada untuk Bik Nim dan untuk Anna
Beberapa waktu berlalu setelah bulan madu dan liburan yang menyenangkan, Diego dan Anna kembali pada aktivitasnya. Darren sendiri akhirnya naik kelas dan anak itu tidak jadi pindah sekolah karena Diego bertekad tetap menyekolahkan anaknya di sekolah yang terbaik. "Aku tidak apa kalau Darren harus pindah ke sekolah yang lebih ringan biayanya, Diego. Bukan karena aku tidak percaya padamu, tapi biaya sekolah Darren yang sekarang benar-benar mahal," kata Anna waktu mereka mendaftarkan Darren ke SD. "Aku paham apa yang kau pikirkan, Sayang, tapi Darren sudah nyaman di sekolah yang sekarang, semua temannya melanjutkan di sekolah yang sama, dan aku juga mau anakku sekolah di sana. Percayalah padaku, aku siap menanggung anakku dan keluarga kita. Jangan pikirkan yang lain karena aku yakin Tuhan akan selalu membuka jalannya untuk kita!" Dan benar saja, sejak Diego dan Anna menikah, rejeki yang berlimpah ruah tidak berhenti memenuhi hidup mereka, mengalir seperti mata air yang tidak pernah h
"Mama, ayo foto!" Dua minggu setelah pernikahan, Diego dan Anna pun lanjut berbulan madu. Tidak lupa mereka membawa Darren dan Bik Nim. Sebenarnya Retha sudah menawarkan diri untuk menjaga cucunya itu agar Diego dan Anna bisa menikmati bulan madu, tapi mereka tidak mau meninggalkan putranya itu. Retha sendiri sudah diajak, tapi ia menolak dan lebih memilih liburan di kampung halamannya saja. Dan di sinilah mereka, bulan madu sekaligus liburan di Bali, pulau yang begitu eksotis dan sangat cocok untuk berlibur. Diego sendiri sebenarnya ingin mengajak Anna ke luar negeri, tapi mati-matian Anna menolak. "Kita sedang merintis karir lagi, untuk apa membuang uang hanya demi liburan? Kemarin pesta nikah saja sudah menghabiskan uang!" omel Anna waktu itu. "Tapi bisnis baru kita sudah mulai jalan, Sayang! Rejeki pengantin itu tidak akan ada habisnya, jadi tidak usah dipikirkan tentang uangnya, kita bisa mencarinya lagi!" "Tetap tidak, Diego! Jangan boros! Kita harus berhemat! Liburan di
"Akhirnya pesta usai juga!" Diego dan Anna akhirnya masuk ke kamar hotel mereka malam itu setelah serangkaian pesta yang panjang. Setelah melakukann pemberkatan nikah di pagi hari dan jamuan makan, mereka kembali menjamu undangan lain di malam hari. Pesta tanpa henti dan kebahagiaan tanpa henti juga. Dan setelah semuanya berakhir, Anna merasa sangat lelah. Anna pun langsung duduk di sofa yang nyaman, sedangkan Diego langsung menghampiri istrinya itu. "Aku akan membuatmu nyaman, Sayang." Dengan cekatan, Diego berjongkok untuk membukakan kedua sepatu Anna, lalu Diego membuka jasnya sendiri, sebelum ia duduk dan mengangkat kaki Anna ke pangkuannya. Diego memijati kaki Anna dengan lembut mulai dari tungkai sampai ke telapak kakinya. "Bagaimana rasanya?" "Hmm, enak sekali." "Bagian mana lagi yang pegal, Sayang? Aku akan memijatinya. Apa punggungmu pegal?" "Hmm, punggungku juga pegal, tapi aku harus melepaskan gaun ini dulu agar lebih nyaman." "Tentu saja, Sayang!" Diego memban
Cinta habis di orang lama. Mungkin ungkapan itu adalah kalimat yang paling tepat menunjukkan apa yang Diego dan Anna rasakan. Saat kehilangan Anna, Diego tidak pernah memikirkan cinta lagi. Di hatinya hanya ada hasrat untuk balas dendam, tapi hanya ada satu nama yang menjadi benci dan cintanya, Anna. Saat Diego kehilangan Anna lagi untuk kedua kalinya, Diego seperti mayat hidup. Cintanya sudah dihabiskan pada Anna dan sisanya hanya melanjutkan hidup. Begitu juga dengan Anna. Setelah kehilangan Diego, tidak ada lagi cinta dan ia hanya hidup untuk Darren. Saat Anna harus meninggalkan Diego untuk kedua kalinya, Anna menyimpan cinta di hatinya tetap untuk satu nama, Diego. Dan sekarang Tuhan mempersatukan mereka kembali. Cinta mereka memang habis di orang lama, tapi mereka saling menemukan dan kembali bersama. Kali ini untuk selamanya. Diego dan Anna bertatapan dengan penuh cinta. Senyum dan air mata bercampur menjadi satu, pancaran kebahagiaan tidak bisa ditutupi dari wajah kedua
"Kau gagah sekali, Diego!" Retha tersenyum sambil merapikan jas yang dipakai Diego pagi itu. Setelah dua bulan mempersiapkan pernikahan, akhirnya hari yang ditunggu pun tiba. Hari ini Diego dan Anna akan menikah lagi. Semua orang begitu antusias menantikan hari ini, termasuk Retha, seorang ibu yang sudah melihat bagaimana anaknya jatuh bangun mencintai wanita yang sama. "Terima kasih, Ibu! Aku bahagia sekali, akhirnya aku mendapatkannya lagi," ucap Diego penuh kesungguhan. Retha mengangguk. "Kau pantas mendapatkannya, Diego. Dan kali ini, Ibu yakin kalian akan bahagia selamanya." "Amin, Ibu!" Diego berpelukan dengan Retha. Hanya dengan restu ibunya itu, Diego bisa berdiri sampai detik ini. Tidak lama kemudian, Diego pun dipanggil memasuki venue acara dan Retha mengantar anaknya itu dengan penuh kebahagiaan. Diego menyapa semua orang yang hadir di acara mereka. Tidak banyak, Diego dan Anna hanya mengundang tidak lebih dari 50 undangan, hanya teman dan klien dekat, termasuk ay