“Cassandra, apa-apaan ini. Letakkan pisau itu,” titah Marco saat melihat benda tajam di tangan Cassandra. Cassandra menggelengkan kepalanya. “Untuk apa aku hidup, tak ada satupun yang menyayangi aku. Bahkan orang tuaku juga membenciku. Lalu apa alasanku untuk tetap hidup?” “Sandra …” Marco melangkah mendekat dengan penuh waspada. “Jangan lakukan itu. Percayalah, jangan sampai kamu melakukan sesuatu yang akan kamu sesali.” "Jalanmu masih panjang, jangan menyakiti dirimu sendiri," lanjutnya. "Baiklah," sahut Cassandra. "Tapi katakan dengan jujur, sebenarnya Om juga mencintaiku, bukan?"Marco menelan kasar salivanya, ia seakan terjebak dalam jalan yang dipilihnya sendiri. Tentu saja dia tidak mungkin mengelak setelah mencumbu Cassandra barusan. Ia tidak mungkin bisa mengatakan tidak mempunyai perasaan apapun, sementara keponakannya telah merasakan luapan hasratnya."Cassandra," panggilnya. "Aku …." Cassandra melepaskan pisau itu dari tangannya. Gadis itu melangkah mundur sembari men
Tiga hari berlalu begitu saja. Cassandra masih berusaha untuk melupakan Marco. Ia memutuskan untuk tidak pulang ke rumah, karena begitu banyak kenangan pamannya di rumah itu. Kejadian malam itu benar-benar membuat perubahan pada sikap Cassandra. Seperti pada siang itu, di saat matahari terasa panas menyengat di kulit. Cassandra justru menghabiskan waktunya bercengkrama dengan kawan-kawannya di taman kampusnya. "Jadi gimana? Kamu beneran mau jadi pacar aku?" Nando menggenggam tangan Cassandra dengan tatapan penuh harap. Cassandra langsung menarik tangannya saking risihnya. “E, e, eh! Enak aja main serobot.” Fritz yang baru saja muncul dan disuguhi adegan itu, spontan memisahkan keduanya. Lelaki itu duduk di antara keduanya, sehingga membuat kedua temannya bergeser menjauh. “Gue sudah berkali-kali menyatakan perasaan gue sama dia,” lanjutnya. “Seharusnya lo nggak main serobot gebetan orang.”“Ah … rese lo! Udah ditolak berkali-kali juga, nggak nyadar,” gumam Nando dengan kesal. Lela
"Cassandra.” Marco membelalakkan matanya. Ia sama sekali tidak menyangka akan kedatangan keponakannya itu. Apalagi setelah malam kejadian tiga hari yang lalu. Belum habis rasa terkejutnya, gadis itu menyeruak masuk ke dalam kamar Marco. Tanpa ragu ia melewati pamannya yang masih terpaku di depan pintu. “Kenapa bengong, sih Om?” sapanya seolah tak pernah terjadi sesuatu di antara mereka. Kedatangan Cassandra tentu saja menghadirkan begitu banyak teka teki di dalam kepala Marco. Apa yang sebenarnya ingin dilakukan oleh Cassandra? Apa semuanya baik-baik saja? Dan apa yang sebenarnya terjadi malam itu? Apa Cassandra mengalami amnesia, sehingga ia bisa melupakan kejadian itu? Apa pria di dalam mobil itu telah mencuci otaknya? Sialan! Ini semua karena kecerobohannya, sehingga kehilangan jejak malam itu. “Sini,Om. Cepetan. Sandra udah lapar nih!” ajak gadis itu. Sepasang tangannya sibuk mengeluarkan bungkusan berbentuk kerucut dari kantong belanjanya ke atas meja makan.Mendengar ajakan
Suara detak jantung mereka berpacu dengan ritme yang bahkan lebih cepat dibanding detak jam di dinding kamar itu. Marco meremas gemas gumpalan di dada gadisnya. Hasratnya semakin memuncak, bahkan kejantanannya terasa berkedut seakan tak sabar lagi untuk merasakan kenikmatan dunia. Cassandra menggigit bibirnya, menahan gelenyar di dadanya. Tenggorokannya terasa kering, namun ia tetap diam. Ia tak ingin kehilangan sentuhan Marco malam itu. Desahan pun lepas dari bibirnya, saat gelitik terasa di bagian intimnya. Marco mengusap lembut bagian intim gadisnya. Sesuatu yang tersembunyi di balik kain berbahan renda itu seolah menjanjikan sesuatu baginya. Cassandra menggeliat, ia seakan tak dapat lagi menahan hasratnya. Setiap sentuhan Marco membuat tubuhnya bergetar, seolah sebuah medan listrik mengaliri tubuhnya. “Ah …” desah lembut kembali lolos dari bibirnya. Marco tak dapat menahan diri lagi. Tangan
“Tapi Rex, kenapa harus Zissy?” protes Marco. Ia masih merasa kesal dengan kejadian yang terakhir kali harus dialaminya karena ulah Zissy. “Karena hanya dia yang paling betah menghadapi kamu.” Rexy tersenyum lebar seolah mengatakan idenya adalah yang paling brilian dan Marco harus menyetujuinya. “Apa kamu gila? Tidak Rex, tidak! Aku tidak mau mati karena dicekoki pil pil aneh lagi olehnya.”Rexy mengedikkan pundaknya. “Terserah padamu. Asal kamu tahu, tidak ada satupun gadis yang betah berlama-lama di sisimu, kecuali dia. Dan setidaknya kamu harus bertanggung jawab karena sudah membiarkannya menunggumu begitu lama hingga mendapatkan gelar perawan tua.”Rexy menatap arloji yang melingkar di tangannya. Ia mendecak kesal dan menurunkan satu kaki lainnya ke atas lantai. “Aku pamit dulu. Ada beberapa hal yang harus kuselesaikan hari ini,” pamitnya. “Setidaknya aku berharap hubungan kamu dengan Zissy akan sepanas hub
“Kenapa dia bertingkah aneh seperti itu? Apa dia muak padaku? Kenapa setelah kuberikan segalanya, dia justru berbalik dan menikahi wanita lain? Bu Zissy, apa sih hebatnya dia? Kenapa Om Marco lebih memilih dia daripada aku?” Seribu pertanyaan bergelayut di kepala Cassandra. Hingga malam semakin larut, gadis itu belum juga dapat memejamkan mata. Ia masih mengingat semua ucapan Marco yang menyakiti hatinya.“Bahkan dia seperti sudah tidak tertarik lagi denganku,” keluhnya. Ia masih mengingat dengan jelas bahwa Marco mengabaikannya, sekuat apapun usahanya untuk melemahkan imannya. ***“Non, ada teman Non di depan.” Bik Sum mengetuk pintu kamar Cassandra. “Non Sandra ….” Dengan perasaan enggan Cassandra bangkit dari ranjangnya dan bergerak mendekati pintu. “Aduh …. Siapa sih yang dateng pagi-pagi gini. Nggak sopan amat,” omelnya pada Bik Sum. “Sudah sore, Non. Sudah jam tiga
Marco menghentikan langkahnya. Pupilnya melebar dalam kegelapan karena memaksakan diri untuk mengenali dua sosok manusia di hadapannya. Sepasang manusia yang sedang bercumbu, di tengah teriakan para makhluk halus settingan. “Sandra?” panggilnya pelan karena sedikit ragu akan penglihatannya. Sepasang kekasih itu balas menatapnya. Mereka bergeming di tempatnya hingga Marco semakin dekat dan berhasil mengenali keduanya. “Bukan! Syukurlah, itu bukan mereka,” batin Marco. “Tapi bagaimana kalau mereka justru melakukan hal yang lebih dari itu di tempat ini?” Memikirkan hal itu, membuat Marco tiba-tiba menjadi paranoid. Ia tidak ingin laki-laki itu menyentuh Cassandra. Ia tidak rela siapapun menyentuhnya. Sepasang matanya terus memindai sekelilingnya. Hingga tiba-tiba ia mendengar sebuah jeritan. Jeritan yang khas, yang dapat dikenalinya. “Cassandra!” teriaknya tanpa ragu. Ia berjalan lebih cepat menuju ke asal suara. Sepasang mata
“Marco Asmara! Bukankah itu dia?” Marco mengedarkan pandangannya. Ia merasa ada seseorang yang memanggil namanya. Namun tak terlihat seorangpun yang dikenalnya. Namun hal itu tidak membuatnya lengah. Lelaki itu menggenggam tangan keponakannya dan membawanya pergi dari tempat itu. Keesokan harinya ….“Apa kamu sudah baca berita hari ini?” berondong Rexy yang baru saja masuk ke dalam ruang kerja Marco. Rexy memperlihatkan sebuah artikel di dalam gadgetnya. Sebuah foto dengan wajah yang tidak terlalu jelas terpampang di layarnya. Dan semuanya bertambah jelas karena judul yang terpampang di bawahnya. ‘Pengusaha garmen merk ternama tertangkap basah berkencan dengan gadis di bawah umur’“Ini kamu kan? Siapa gadis itu? Apa yang kalian berdua lakukan di Wonderland malam-malam? Apa dia benar-benar di bawah umur?” cecar Rexy. Marco menatap layar gadget itu cukup lama. “Siapa yang berani mengambil foto itu?” Rexy men
Sepasang insan itu menikmati kebersamaan mereka. Tak ada lagi kecemasan dalam pikiran mereka. Semua keraguan dan kecemasan yang beberapa hari terakhir dirasakannya, menghilang dalam sekejap. Keduanya seakan berlomba untuk saling memuaskan satu sama lain dalam degup irama jantung yang sama kencangnya.“Om,” desah suara itu memanggil kekasihnya. Marco menghentikan hentakannya. Ia menatap wajah lelah istrinya yang telah dipacunya beberapa menit berlalu. Dikecupnya bibir merahnya dengan senyuman mengembang. “Sampai kapan kamu akan memanggilku seperti itu?” godanya. “Apa kamu ingin semua orang menganggapmu sugarbaby ku?” Cassandra menarik sudut bibirnya, memberikan seulas senyuman manjanya. “Suamiku. Atau sayangku. Mana yang lebih baik menurutmu?” Marco memautkan jari jemari ke tangan istrinya. Sepasang matanya seakan tersenyum lembut bersama dengan bibirnya.“Keduanya terdengar sexy, asal keluar dari bibirmu,” bisiknya. Lelaki itu kembali mencumbu istrinya, menyerangnya dengan gelit
Marco terkesiap saat melihat Cassandra di depan pintu. Ia tidak menduga Cassandra harus terlibat dalam masalah ini. Seharusnya semua rencananya berhasil, jika saja Dave tidak dengan sengaja membawa istrinya ke tempat itu. Ia bahkan dapat melihat senyum lelaki itu saat mengikuti langkah Cassandra masuk ke dalam kamarnya. Namun Marco tidak ingin semua rencananya berantakan. Ia segera menutup pintu sesaat setelah Dave masuk. Dan pertunjukan utama pun dimulai. Cassandra melihat seorang gadis, kedua tangannya terikat menjadi satu dan Rexy sedang berdiri tepat di hadapannya. “Om Rexy? Dan kamu … bukankah kamu Shereen? Apa yang kalian bertiga lakukan di kamar ini?” Tentu saja Cassandra kebingungan melihat keberadaan mereka di tempat itu. Semua pikiran buruk tentang perselingkuhan suaminya, langsung dimentahkan karena kehadiran Rexy. “Tidak, bukan seperti itu pertanyaannya, Sandra,” sahut Rexy. “Seharusnya kamu minta Dave menjelaskan semuanya. Bagaimana ia tahu Marco ada di hotel ini
“Ngapain kamu bawa aku kemari?” Cassandra menatap curiga lelaki di sampingnya. Ia mulai gelisah. Perasaannya makin tak tenang saat lelaki itu memutar kemudinya memasuki lobi hotel berbintang empat itu. “Seperti yang aku katakan. Aku punya janji minum dengan Indra, interior desainer yang aku ceritakan tadi,” sahut Dave dengan tenangnya. Cassandra menatap lelaki itu dengan sudut matanya. Ia terus memperhatikan gerak-gerik lelaki yang dikenal dengan sifat buruknya – pemain wanita.Dave tersenyum tipis saat mengetahui Cassandra menatapnya penuh kecurigaan. “Apa?” tanyanya sembari tertawa terkekeh. “Kenapa kamu menatapku seperti itu? Apa kamu mulai menyadari bahwa teman kamu yang satu ini terlihat tampan?” Cassandra mengalihkan perhatiannya. “Iya, sebenarnya kamu cukup tampan. Tapi –” “Tapi? Tapi apa?”“Kenapa kamu sampai sekarang belum juga menikah?” ungkap Cassandra karena tak tahan lagi dengan sikap lelaki itu. Lelaki itu tersenyum lebar. “Karena aku sedang menunggu seseorang. Se
“Aku akan segera pulang setelah melakukan survey lokasi.” Marco mengatakan dengan jelas alasan kepergiannya kepada istrinya. “Hanya satu malam, Sayang.” “Tapi ….” Cassandra mendecak kesal. “Aku benci tidur sendirian, Om.”“Aku janji, seandainya nanti semuanya selesai tidak terlalu larut, aku akan langsung kembali,” sahut Marco. Cassandra mengerucutkan bibirnya. Seandainya saja Marco mengajaknya, ia pasti mau ikut bersamanya. Tapi ia malu untuk terlihat posesif terhadap suaminya. “Baiklah. Kabari aku setelah kamu sampai di tujuan,” pinta Cassandra. Marco menganggukkan kepalanya, tanda menyetujui permintaan istrinya. “Tentu saja,” ucapnya. Ditatapnya wajah manis perempuan yang ada di dalam pelukannya. Rasa hangat pelukan Marco, membuat perasaan gelisah di hati Cassandra memudar. Hatinya seharian ini memang merasa tak tenang, seperti merasakan sebuah firasat buruk tentang suaminya. Namun ia tak bisa menemukan sesuatu yang tak seharusnya. Bahkan dia percaya suaminya tak akan pernah
Shereen mengunci pintu ruang kerja Marco. Dengan liar kedua tangannya mengunci ciumannya dari belakang tengkuk Marco. Perempuan itu memeluk Marco dan melumat bibir lelaki itu dengan penuh hasrat.“Hentikan Shereen,” lirih lelaki itu. Marco meraih pinggang ramping gadis itu dan menyentakkannya agar ia melepaskan pelukannya.Tak bisa disangkal, sebagai seorang pria normal tentu saja penampilan dan sentuhan sensual gadis itu membuat jantungnya berdegup lebih kencang. Marco seakan dibawa ke sebuah petualangan baru yang tak pernah dirasakannya sebelumnya. “Bukankah ini menyenangkan?” bujuk gadis itu. “Hentikan semua omong kosong ini. Aku sudah punya–”“Istri? Aku tidak menyuruhmu menikahiku,” sambung Shereen yang tak mau mendengar sebuah penolakan. “Aku cuma ingin seseorang ada di sisiku ketika aku kesepian. Ada seseorang yang peduli padaku saat aku kesakitan.”“Keluarlah.” Marco menyingkirkan sepasang tangan yang masih enggan lepas dari lehernya itu. “Keluarlah sebelum aku memanggil sek
Cassandra berjalan selangkah demi selangkah mendekati Marco. Sepasang matanya menatap laki-laki itu dengan tatapan dinginnya. Tatapan dingin yang membuat jantung Marco seakan hampir berhenti berdetak. “Mati aku! Apa dia tahu sesuatu? Sepertinya Shereen tidak main-main dengan ancamannya.”Dengan kedua tangannya, Cassandra mendorong tubuh Marco, hingga membuat tubuh lelaki yang tidak siap menghadapinya itu limbung dan jatuh terjengkang. Marco menelan kasar salivanya. Panik! Itu yang saat ini dirasakannya. Apalagi saat melihat Cassandra yang seakan tak mau melepaskannya. Namun tiba-tiba ia merasakan sentuhan lembut di bagian tengah tubuhnya. Bagian yang masih berdiri menantang itu, kini berada dalam genggaman tangan Cassandra. Sentuhannya bahkan membuat jagoan Marco itu semakin mengeras. “Tadi … kamu kenapa?” tanya Marco ragu, “apa ada yang salah?”Cassandra menggelengkan kepalanya. “Aku cuma nggak nyaman aja, ruangannya terlalu sempit dan … keras.” Marco menghela napas lega. Ia ta
Aroma jasmin menguar di ruangan yang terasa hangat itu. Suara air yang mengalir memenuhi bak mandi, menyamarkan debaran jantung keduanya. Marco dapat merasakan betapa lembut dan lembabnya kulit kekasihnya, saat tangannya menyentuh tubuhnya. Ia dapat merasakan hasratnya yang membara saat tubuh mereka bersentuhan. Marco menangkup sepasang tangannya di dada kekasihnya, merasakan sensasi kenyal yang mempermainkan hasratnya. Lelaki itu mendaratkan kecupannya di leher jenjang istrinya, merasakan denyutan nadi yang seolah menjerit saat disentuhnya. Suara desah lolos dari bibir Cassandra. Dengan pasrah, ia menyandarkan kepalanya ke dada suaminya dan memberikan keleluasaan baginya untuk menikmati tubuhnya. Ia sungguh menikmati permainan tangan suaminya dan sentuhan basah di lehernya menciptakan percikan-percikan yang membangkitkan hasratnya. Lelaki itu memutar tubuh kekasihnya. Ditatapnya wajah cantik yang tak pernah bosan dilihatnya itu. “Aku mencintaimu Sandra, cuma kamu. Biar apapun ya
Marco mengerjapkan matanya. Ia benar-benar terkejut ketika menyadari dirinya berada di tempat yang sama sekali asing baginya. Ia mencoba mengingat kejadian terakhir yang tersimpan di memorinya. Suara gemericik air, menyadarkan dirinya bahwa ia tidak sendirian. Lelaki itu semakin terkejut ketika melihat beberapa foto yang terpampang di dinding ruangan itu. “Om sudah sadar rupanya.” Suara itu terdengar seiring dengan pintu kamar mandi yang terbuka. “Sher!” Marco menyadari bahwa dirinya berada di dalam apartemen Shereen, seorang model terpilih perusahaannya. Ia masih ingat bagaimana gadis itu menelponnya dengan ketakutan. Gadis itu tersenyum lebar. “Aku tahu Om akan datang. Aku tahu, Om akan meninggalkan istri Om buat aku,” ucapnya dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya. “Persis seperti yang Dave katakan.”“Dan yang lebih penting, alam seakan mendukung niatku. Om pingsan tepat di depan pintu apartemenku.”Marco segera bangkit dari sofa, tempatnya terbaring tadi. Ia menatap gadi
Shereen mengulurkan tangannya. Mendengar tawaran yang menguntungkan seperti ini, tentu saja tidak mungkin disia-siakan olehnya. Bukan karena ia tidak menginginkan kompensasi pembatalan kontrak bernilai ratusan juta itu, tapi ia sadar jika ia membatalkan sebuah kontrak bernilai besar seperti ini akan membuat namanya juga menjadi buruk. Tidak akan ada lagi orang yang berani menawarkan kontrak apapun kepadanya. Selain itu, firasat Shereen mengatakan bahwa Marco akan menuruti apapun keinginannya. Marco sudah berada di dalam genggaman tangannya. “Om yakin?” tanya gadis itu. “Om akan melindungi aku, menjaga aku dalam setiap kegiatan yang akan aku lakukan?” Marco menganggukkan kepala menyetujui ucapan Shereen, walau ia tahu itu tidak mungkin dilakukannya. Pekerjaannya cukup banyak, dan waktu sepanjang dua puluh empat jam bahkan tidak akan cukup jika harus ditambah dengan tugas sebagai seorang bodyguard. Tapi ia tetap menganggukkan kepalanya, yang terpenting gadis di hadapannya tidak mem