Selamat malam dan selamat membaca Kak
"Pak Aron, anda bisa nggak cepat sedikit, kita ini harus bertemu klien tapi dari tadi anda malah asik memainkan ponsel!" maki Rebecca. Aron yang asik mengirim pesan kepada Arini mengabaikan makian Rebecca sehingga membuat Rebecca marah dan kesal. "Ya sudah lanjutkan saja bermain dengan ponselmu itu, mana berkas yang harus aku berikan kepada klien." Sudah mentok dengan sikap Aron Rebecca meminta berkas karena dia sendiri yang menemui klien. Tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel Aron mengambil berkas yang berada di depannya kemudian memberikannya kepada Rebecca. "Lama-lama kamu jadi nggak waras," ucap Rebecca lalu pergi meninggalkan Aron. Sepanjang koridor Rebecca terus menggerutu, dia sungguh kecewa dengan Aron yang akhir-akhir ini tidak profesional padahal meeting dengan klien kali ini sangat penting. Saat bersamaan Rebecca menabrak Arion yang kebetulan Arion juga ingin ke ruang Aron. "Maaf maaf aku nggak sengaja kata Rebecca," kata Rebecca. "Kamu mau kemana?" tanya Rebec
Setelah di ruangannya, Aron langsung menjatuhkan tubuh Arini ke sofa dia merasa kesal karena Arini tidak menurut dengan perintahnya."Pak!" teriak Arini yang kaget karena Aron langsung menjatuhkannya begitu saja."Anda ini apa-apaan!" protes Arini kemudian."Kamu yang apa-apaan, kenapa kamu mempermalukan aku di depan semua staf?" tanya Aron dengan kesal juga."Itu karena saya kesal kepada anda Pak," jawab Arini."Memangnya aku melakukan kesalahan apa?" tanya Aron kembali.Arini menceritakan semua pembicaraannya dengan Rebecca, hal ini sontak menyulut emosi Aron. Dia sungguh tak menyangka kalau Rebecca bisa senekad itu padahal semua sudah jelas."Beraninya Rebecca bilang seperti itu," kata Aron.Arini mencoba menenangkan suaminya, meskipun Rebecca menyakiti hatinya namun dia juga tidak ingin Aron sampai menyakiti Rebecca."Sudahlah Pak, jangan emosi kita kan mau makan siang," bujuk Arini."Tapi dia sungguh keterlaluan," sahut Aron.Tak ingin trus membicarakan Rebecca Arini meminta Aron
"Apa maksud kamu Arini?" tanya Aron. Tiba-tiba air mata Arini merembes keluar, siapa yang nggak sakit melihat suami sangat mengkhawatirkan wanita lain, tak hanya itu Aron juga terlihat sangat rapuh. "Jujur ada perasaan berlebih terhadap anda Pak dan melihat anda seperti ini benar-benar menyakiti saya," jawab Arini. "Tapi anda tenang saja saya tidak akan memaksakan perasaan ini jika anda ingin kembali mencintai Ibu Rebecca silakan saya sadar diri kok siapa saya," sambung Arini. Ucapan Arini benar-benar membuat Aron tertampar dirinya tidak sadar kalau apa yang dilakukannya menyakiti Arini. "Bukan begitu Arini, maafkan aku jika aku menyakitimu tapi kamu kan tahu Rebecca adalah sahabatku kami berteman semenjak kuliah, aku menganggapnya sama seperti Arion," jelas Aron. Arini tersenyum sambil menggangguk dia mencoba memahami keadaan Aron, siapa tahu apa yang diucapkan Aron benar adanya. "Maafkan saya pak," kata Arini. Beberapa saat kemudian Arion datang, dia datang dengan membawa ba
Dengan perasaan kecewa Arini kembali ke kamar perawatan yang dibooking oleh Aron, ketika dia masuk dia langsung mengemasi barang-barangnya. Arion yang kebetulan sudah bangun merasa heran dengan apa yang dilakukan Arini apalagi Arini terlihat menangis. "Ada apa Arini?" tanya Arion. Segera mungkin Arini menghapus air matanya lalu dia menjawab pertanyaan Arion. "Saya mau pulang pak, banyak pekerjaan di kantor yang harus saya selesaikan," jawab Arini berbohong. "Pekerjaan apa?" tanya Arion lagi. "Pak bulan depan saya sudah selesai magang sehingga saya harus melaporkan beberapa tugas serta pekerjaan yang selama enam bulan ini," jawab Arini. Arion menarik tangan Arini, sehingga kini Arini menghadapnya, sebisa mungkin Arini membuang tatapannya dari tatapan Arion karena masih ada sisa-sisa air mata di sekitar matanya. "Kamu jangan berbohong, aku yakin pasti terjadi sesuatu," kata Arion. Arini tersenyum lalu dia menatap Arion, Arini benar-benar tidak ingin mengatakan apa yang terjadi k
Ucapan Arini benar-benar membuat Aron tersindir hingga raut wajahnya berubah. "Kamu kenapa bilang seperti itu Arini, sebelum mengenalmu Aron memang seperti ini," sahut Rebecca dengan lirih. "Iya maafkan saya Ibu Rebecca," timpal Arini. Arini mengira kalau setelah dia menyindir Aron tidak akan menyuapi Rebecca tapi kenyataannya Aron masih menyuapi Rebecca dan ini membuat harga diri Arini sangat jatuh. Mama dan Papa Rebecca bertanya banyak hal kepada Arini seperti asal usul Arini yang tentu hal ini membuat Arini sangat kesal. Saya adalah yatim piatu dan saat ini masih kuliah semester 6," jawab Arini. "Oh kasihan sekali," sahut Mama Rebecca. "Iya memang kasihan kedua orang tua saya sudah dipanggil Tuhan, tapi tak apalah saya masih memiliki seorang suami yang begitu sangat mencintai saya." Lagi-lagi Arini menyindir Aron tapi Aron masih saja menyuapi Rebecca dan mengabaikannya. Setelah disuapi Rebecca meminta Aron untuk membantunya ke kamar mandi, jelas Arini kaget karena Aron haru
"Maafkan aku Arini tapi jika aku tidak ke sana dia tidak akan makan dan minum obat," ucap Aron. Arini tidak memberikan respon apa-apa dia berharap Aron mengurungkan niatnya untuk pergi ke rumah sakit namun harapannya pupus sudah karena Aron tetap pergi ke rumah sakit. "Aku berangkat dulu, aku janji akan segera pulang," pamit Aron. Dengan meringkuk Arini menangis di atas tempat tidurnya, bahkan dia sampai terisak. Aron benar-benar telah mempermainkan hati dan perasaannya. Hingga malam larut Arini masih menangis, dia berharap Aron memenuhi janjinya namun kenyataannya hingga esok pagi Aron tak kunjung pulang. "Sampai pagi anda masih belum pulang padahal semalam anda bilang akan segera pulang," gumam Arini. Dengan mata yang membengkak Arini memutuskan tetap berangkat ke kantor, entah alasan apa yang dia buat nanti ketika para sahabatnya bertanya. Benar saja setibanya di lobby Arini bertemu dengan Vilia yang juga baru datang, melihat mata Arini yang membengkak membuat Vilia heran dan
Aron yang kesal dengan Arion membuang semua benda yang ada di meja kerjanya, dia tau kini kalau Arion juga ingin memiliki Arini itulah sebabnya kenapa Arion berkata seperti itu padanya. "Dia istriku Arion, dia milikku, tidak akan aku biarkan orang lain memilikinya," ucap Aron dengan mengepalkan tangannya. Berapa saat Arini mengerjakan pekerjaannya Aron sudah berada di sampingnya dan mengajaknya keluar. "Ikut aku keluar, aku belum sarapan," ajak Aron. Tak ingin mempermalukan suaminya Arini mengangguk dan tersenyum, dia mencoba bersikap biasa meskipun malas sekali keluar bersama Aron. "Tunggu sebentar saya akan memberesi meja dulu," kata Arini. "Baiklah sayang," sahut Aron. Semua staf yang mendengar cara panggil Aron terhadap Renata nampak senyum-senyum sendiri terlebih Vilia yang bahagia karena Aron sangat menyayangi sahabatnya. Selain sarapan Aron ingin berbicara hal serius dengan Arini mengenai Rebecca dan sikapnya akhir-akhir ini. Aron sengaja memesan ruangan VVIP agar dia b
Tatapan Rebecca kini mengarah ke Aron, dia ingin protes karena Aron hanya diam saja melihat Arini berbicara seperti itu. "Aron kenapa kamu hanya diam saja. Lihatlah sikapnya yang sangat kurang ajar," adu Rebecca. "Sikapnya bukan kurang ajar Rebecca tapi memang wajar, seharusnya kamu makan sendiri kalau memang kamu tidak bisa kan masih ada kedua orang tua kamu atau perawat, aku rasa kamu juga bisa memperkerjakan suster bantu di sini untuk mengurusimu," sahut Aron. Untuk kedua kalinya Rebecca kena mental dia benar-benar tidak menyangka kalau Aron berbicara seperti itu dengannya. "Tapi aku menginginkan kamu Aron," timpal Rebecca. "Mengertilah Rebecca, aku kini bukan seorang single lagi tapi aku kini seorang suami yang mana aku harus menjaga perasaan istriku," ujar Aron. "Tapi dia hanya istri kontrak Aron, aku yakin dengan wajahnya yang pas-pasan dan body yang nggak bagus kamu tidak benar-benar mencintainya," tukas Rebecca. "Wajah dan tubuh bukan alasan utama seseorang mencintai, ka
Begitulah mereka, Arion selalu membuat kakaknya cemburu tapi semua hanya candaaan. Banyak sekali urusan yang harus mereka tangani, dan setelah semuanya selesai, mereka menyerahkan kepada pimpinan kantor cabang tersebut urusan selebihnya. Hari-hari berlalu dengan cepat, Arsen kini sudah berusia empat tahun. Dia tumbuh menjadi anak yang sangat tampan dan cerdas, di usianya yang baru empat tahun Arsen sudah bisa membaca dan menulis, dia juga menghafal dengan cepat sesuatu yang dia pelajari. "Anak kalian, sangat pintar. Rencananya kalian akan menyekolahkan dia dimana?" tanya Renata. "Belum kepikiran Ma, pengennya Arsen sekolah di rumah saja jadi Arini bisa terus mengawasinya." Dion dan Renata tampak tidak setuju dengan keputusan menantu mereka, namanya anak perlu bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Arsen bukanlah anak introvert jadi pendidikan luar rumah mungkin yang terbaik. "Bersekolah diluar dan kumpul banyak teman sangat bagus untuk perkembangan anak Arini." Arini ters
Kamar mereka layaknya kamar pengantin baru, apa yang dipersiapkan Aron jauh lebih baik daripada apa yang disiapkannya kemarin. Aron berjalan menuju meja, meninggalkan Arini yang masih membatu di belakang pintu. Pria itu menyalakan lilin dan berjalan menuju sang istri. "Happy anniversary Sayang, semoga kita langgeng sampai maut memisahkan." Arini benar-benar terharu dengan apa yang dilakukan oleh sang suami, dia tidak menyangka jika dirinya yang mendapatkan kejutan. Seusai meniup lilin Aron meletakkan kuenya kembali kemudian menggandeng tangan istrinya menuju tempat tidur. "Aku sudah memberimu kejutan sekarang mana kejutan untukku," bisik Aron sambil tersenyum licik. Segera Arini tahu maksud dari sang suami, "Kejutanku telah usai Mas." Tatapannya terlihat menggoda. Aron tidak menerima alasan apapun malam ini Arini harus memberinya kejutan. "Baiklah Mas." Wanita itu turun dari tempat tidurnya, dia menghilang di balik dinding dan entah apa yang akan dilakukannya. Beberapa saa
Awalnya hanya sebagian saja pegawai yang diminta untuk kembali bekerja, namun semakin membludaknya permintaan pasar membuat Arion dan Aron harus memanggil semua pegawai yang dulu dirumahkan oleh mereka. "Harus diakui perusahaan kita bisa normal seperti sedia kala semua karena Papa kita." bibir Arion tersenyum tipis mengingat jasa Papa dan omnya. "Benar, kita tanpa mereka tidak ada apa-apanya Arion, meskipun usia mereka sudah senja namun jiwa serta strategi bisnis mereka tidak ada tandingannya," sahut Aron. ##### Hari ini adalah hari anniversary Arini dan juga Aron, dan rencananya Arini akan memberi kejutan kepada suaminya. "Arini yakin Ma, kalau Mas Aron lupa dengan anniversary kami," celetuk Arini ketika berbincang dengan mama mertuanya. "Lelaki memang gitu, Papa juga sering lupa dengan hari anniversary kami," sahut Renata. Renata meminta kepada Arini agar tidak marah kepada Aron, banyaknya pekerjaan di kantor mungkin membuat sang anak tidak mengingat hal-hal seperti ini. "Iy
"Ayo Mas tidur ngapain kamu berdiri disini?" Arini terus menarik tangan Aron agar kembali ke tempat tidur. Aron yang penasaran dengan ponsel sang istri nampak menepis tangan Arini. Melihat ponsel sang istri yang terus menyala membuat Aron ingin melihat siapa yang terus-terusan mengirim pesan. "Aku penasaran dengan ponsel kamu yang terus menyala kelihatannya ada banyak pesan masuk." Bukannya kembali ke tempat tidur, Aron malah mengambil ponsel sang istri. Seketika Arini menyusul dan berusaha mengambil ponselnya. "Mas kembalikan ponsel aku," rengeknya. "Ada apa?" tanya Aron. Arini pasrah, jika dia harus dihukum lagi dia pun siap. Saat membaca pesan yang dikirim Dania serta Kania sontak membuat Aron menatap Arini tapi wanita itu segera mengalihkan pandangannya bahkan perlahan dia membalikkan badan agar bisa kabur. "Mau kemana kamu!" suara bariton Aron membuat Arini tersentak kaget, tanpa membalikan badannya dia menoleh sambil meringis. "Aku mau tidur Mas." "Yakin mau tidur?" t
Ketiga wanita tersebut meringis, salah satu dari mereka bergegas mematikan TV. "Sudah selesai reuniannya?" tanya Arini. "Sudah dari tadi," jawab Aron. "Kenapa dimatikan TVnya, bukankah kalian bertiga sangat menyukai film tadi," sahut Jimmy. "Sudah selesai kok Mas." Berbeda dengan Aron dan juga Jimmy, Arion hanya terdiam sembari menatap sang istri. Hening sejenak hingga Arini berceletuk, "Memangnya kenapa sih, kami kan cuma lihat drakor." Para suami saling pandang, menurut mereka para istri melanggar dan melakukan penyelewengan, memang hanya ngefans tapi mereka tetap menyukai pria lain. "Lihat drakornya tidak masalah yang jadi masalah adalah ketika kalian menyukai aktor dari film tersebut." "Apalagi istriku malam ini akan menghalu," sambung Jimmy. Para istri hanya bisa menggelengkan kepala dengan sikap posesif suami mereka. "Sudahlah mengalah saja," bisik Arini. Berhubung acara sudah selesai Aron dan Arion membawa para istri mereka pulang. Di dalam mobil baik Aron maupun A
"Papa dan Om Dion selalu bisa kami andalkan, meski usia tidak muda lagi tapi kalian benar-benar the best." Anak dan papa itu saling berpelukan, Rea dan Dania sangat terharu dengan apa yang mereka lihat. Tak hanya Arion, Aron juga melakukan hal yang sama dia mengajak kedua orang tuanya untuk makan malam diluar ya itung-itung merayakan keluarnya produk baru mereka. "Ngapain sih Aron kita makan diluar, tadi para Bibi di rumah sudah masak banyak," protes Renata. Dia merasa sayang dengan makanan yang dimasak art di rumah. "Makanannya biar dimakan mereka Ma," sahut Aron. Aron memilih restoran steak ternama, di restoran ini tersedia aneka daging premium, mulai daging impor maupun daging lokal tersedia di sini. "Mama pesan daging biasa saja Aron," kata Renata. "Semua Aron pesankan daging Wagyu Ma," sahut Aron. "Baiklah." Meski menjadi istri seorang Dion selama bertahun-tahun tapi Renata tidak lupa asalnya, dia masih enggan memilih makanan yang mahal, baginya gizi yang terkandung di da
Tanda tanya seolah berterbangan di atas kepala Arini, dia merasa ambigu dengan suami halu yang dimaksud oleh Aron."Suami halu apaan sih Mas!" protes Arini."Kamu kan suka melihat drakor pasti ada salah satu aktor yang kamu sukai," sahutnya."Nggak cuma satu tapi banyak." Mulai malam ini Aron melarang Arini untuk menyukai para aktor Korea, dia tidak suka jika istrinya memiliki suami halu seperti apa yang dikatakan oleh Arion."Kamu tuh keterlaluan sekali sih Mas! aku tuh memang ngefans sama mereka tapi aku tidak pernah mengidamkan mereka menjadi suami halu," maki Arini lalu masuk ke dalam kamar.Malam yang romantis harus menjadi malam yang menyebalkan, ini semua gara-gara tuduhan Aron terhadap Arini."Yang selalu menjadi suami halu aku, itu kamu! yang selalu aku mimpikan, itu kamu! bukan aktor Korea." Ucapan Arini membuat Aron senyum-senyum sendiri. Ternyata apa yang dikatakan Arion tidak terjadi pada istrinya hingga dia menyesal telah membuat sang istri kesal."Karena kamu telah me
"Iya Pa, kerja sama dengan salah satu negara yang saat ini terlibat perang sudah Aron batalkan, saham terus anjlok, pemboikotan yang dilakukan masyarakat membuat pengembalian barang, jika dibiarkan terus produk kita sendiri yang kena imbasnya," jelas Aron. Memang dalam kasus ini serba salah, putus atau lanjut tetap berdampak terhadap perusahaan, terlebih masyarakat sangat pro dengan negara yang mayoritas muslim. "Keputusan yang bagus, meski sulit di awal tapi papa yakin ke depan kita bisa mengembalikan itu semua dengan produk kita sendiri tanpa ada pembagian saham dengan negara lain." Keputusan Aron dan Arion didukung penuh oleh Dion. Setelah berbincang dengan Aron, Dion berencana menemui Andika, dia ingin mengajak sang adik untuk membantu anak-anak mereka. "Besok datanglah ke rumah Andika, ada yang ingin aku bicarakan." Pesan singkat Dion kirim untuk sang adik. Tak menunggu waktu lama bagi Andika untuk membalas dan balasannya pasti iya. Malam itu Aron sibuk di ruang kerjanya, di
Para pegawai yang sudah dinonaktifkan melakukan demo besar-besaran, mereka tidak terima jika mereka di rumah kan oleh perusahaan. Aron dan Arion merasa sangat pusing dengan masalah yang melanda perusahaan mereka, masalah internal belum juga menemukan solusi sekarang muncul lagi masalah eksternal. "Bagaimana kak ini?" tanya Arion yang mulai was-was dengan pendemo. "Entahlah, memangnya apa yang bisa kita lakukan, kerjasama dengan negara itu sudah terputus." "Tapi kalau terus didiamkan mereka mengganggu pekerja lainnya Kak." Arini yang datang untuk mengantar makan siang tampak terkejut dengan adanya pendemo di depan kantor. Dia bertanya kepada beberapa security yang berjaga. "Kenapa pada berdemo pak?" tanya Arini. "Mereka tidak bersedia di rumahkan Nyonya," jawab security. Hari ini nampak manggut-manggut dengan jawaban security, kemudian dia berjalan masuk ke dalam. "Mas Kenapa kalian diamkan saja para pendemo itu kan kasihan mereka berdiri di depan kantor terus menerus!" protes