Maaf kak, bab selanjutnya habis ini ya kak.
Arini berjalan keluar restoran dengan hati yang sangat hancur, dia sungguh tak mengira kalau Aron telah mempermainkannya, padahal tadi ekspektasi Arini sebelum berangkat sangat indah dan menyenangkan."Beraninya anda mempermainkan saya seperti ini Pak, tiga jam menunggu hanya dengan memesan air hangat," gumam Arini lalu melangkahkan kaki untuk pulang.Sesampainya di rumah Arini langsung pergi ke kamar, dia yang sakit hati dengan Aron tidak lagi menunggu Aron pulang sesuai poin dalam kontrak mereka.Di depan cermin, Arini mengusap semua make up yang dia kenakan sebelumnya, dia juga melempar tasnya karena kesal."Aku benci denganmu Aron," teriak AriniKeesokan harinya seperti biasa Arini membantu para bibik di dapur untuk menyiapkan sarapan, Renata yang mengira kalau Arini dan Aron makan romantis semalam, datang mendekat lalu menggoda menantunya."Gimana makan malam kalian?" tanya Renata.Arini sungguh bingung harus menjawab apa, ingin sekali jujur tapi kalau dia jujur pasti Renata akan
Rebecca tersenyum ketir entah mengapa ada perasaan tak suka saat Aron membelikan Arini sebuah kalung. "O begitu," kata Rebecca. Setelah mendapatkan kalung yang diinginkan Aron dan Rebecca kembali lagi ke kantor kemudian dia meminta Arini untuk datang ke ruangannya. "Kenapa anda memanggil saya Pak?" tanya Arini setelah dia menghadap Aron. Aron menyodorkan sebuah bungkusan kecil kepada Arini dan menyuruh Arini untuk membukanya. "Bukalah," titah Aron. Arini segera membuka bungkusan kecil yang diberikan oleh Aron lalu setelah tahu kalau isinya adalah kalung Arini pun bertanya. "Ini kalung siapa?" tanya Arini. "Itu hadiah untukmu sebagai permohonan maaf karena semalam telah melupakan janjiku," jawab Aron. Arini mengembalikan kalung pemberian Aron, dia tidak berniat untuk menerimanya karena sakit hatinya sampai saat ini masih terasa. "Maaf Pak saya tidak bisa menerimanya," kata Arini. "Kenapa?" tanya Aron. "Hati saya masih terasa sakit, jangan berpikir dengan memberi hadiah terus
"Gak ada apa-apa Ma," sahut Aron lalu dia mengejar Renata. Di dalam kamar Renata mengemasi pakaiannya, dia sudah tidak bisa hidup bersama Aron, untuk masalah magang biarlah Tuhan yang menentukan jika memang dia tidak bisa menjadi apa yang diamanatkan oleh kedua orang tuanya Arini pasrah dan rela. "Kamu mau ke mana?" tanya Aron setelah masuk ke dalam kamar. "Maaf Pak, saya rasa saya harus mengakhiri pernikahan kontrak ini," jawab Arini. Mendengar jawaban Arini membuat Aron sangat terkejut lalu dia berjalan mendekati Arini. "Di bawah ada mama dan papa, aku mohon jangan lakukan ini," pinta Aron. "Itu urusan Anda bukan urusan saya, anda telah melecehkan saya seperti ini pak," sahut Arini. Keputusan Arini sudah bulat, dia tidak peduli dengan kedua orang tua Aron karena yang terpenting adalah menyelamatkan mentalnya dari orang seperti Aron. "Aku mohon Arini, aku minta maaf aku akui aku salah, tadi aku khilaf," pinta Aron lagi. Setelah selesai mengemasi barang-barangnya Arini menying
Sepulang dari rumah sakit Aron segera mencari Arini, dia ingin menjelaskan semua namun Arini yang merasa dipermainkan oleh Aron tidak banyak komentar, dia mengingat kembali tujuan awal mereka menikah."Itu terserah anda Pak, anda pulang maupun tidak juga nggak papa, lagipula saya juga bukan istri sebenarnya, kehadiran saya disini juga hanya sebagai bayang-bayang," tukas Arini.Aron menatap Arini dengan nanar, dia kini bingung sendiri menghadapi perasaannya yang nggak jelas.Semenjak saat itu, Arini lebih banyak diam dia tidak lagi protes apapun terhadap Aron dan sebisa mungkin dia tidak mencampuri urusan Aron.Arion yang melihat perubahan Arini menjadi heran, pasalnya Arini tidak seperti biasanya."Beberapa hari ini aku melihat kamu tidak happy," kata Arion."Nggak Pak, perasaan bapak saja," elak Arini.Meskipun begitu Aron yakin kalau ada sesuatu yang terjadi di antara Aron dan Arini."Ya sudah, aku meeting dulu lain kali kita lanjut lagi."Siang ini Arion dan Aron ada meeting dengan
Aron langsung terdiam, ucapan Arini benar-benar membuatnya tak bisa berkata apa-apa lagi, memang ketika bersama Rebecca Aron selalu meletakkan ponselnya di dalam tas dan tak lupa dia selalu menggunakan mode diam agar tidak ada yang mengganggu. Malas berdebat dengan Aron Arini memutuskan untuk segera menutup matanya karena dengan begitu obrolan mereka akan berakhir. Sepanjang malam Aron memikirkan Arini, istri kontraknya kini benar-benar berbeda, inilah yang tidak Aron sadari kalau wanita memiliki titik lelah, ketika selalu dipermainkan dia akan menyerah dan diam. Keesokan harinya di kantor Aron memanggil ketua devisi keuangan tanpa bertanya lebih lanjut dia langsung memarahi bawaannya tersebut. "Kenapa kamu menyuruh anak magang untuk lembur dan pulang larut, kamu kan tahu dia adalah istriku," maki Aron. Ketua devisi yang tidak tahu apa-apa hanya terdiam sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Mohon maaf Pak Aron, saya tidak mengerti maksud anda," sahut ketua divisi. "Peke
Renata sangat sok setelah mendengar perkataan Arion, dirinya benar-benar tidak menyangka kalau anaknya melakukan pernikahan kontrak. Dengan langkah lemas Arini mendekati Aron yang kini tertunduk seolah tak berani menatap wajah kedua orang tuanya. "Apa benar pernikahan kalian hanya pernikahan kontrak?" tanya Renata dengan lirih. Aron benar-benar tidak bisa menjawab pertanyaan mamanya, dia terus saja menunduk tanpa berani mengangkat kepala. "Aron! jawab!" bentak Dion yang ikut mendekat. Perlahan Aron mengangkat kepalanya lalu dia menatap kedua orang tuanya secara bergantian. "Iya," jawab Aron dengan lirih pula. Plak Renata enampar pipi anak tercintanya, seumur-umur inilah kali pertama dia menampar Aron. Arini dan Arion terperangah melihat Renata menampar Aron. "Keterlaluan kamu Aron! Kamu pikir pernikahan itu main-main! beraninya kalian menipu kami semua," maki Renata dengan menangis. "Ma jangan salahkan Mas Aron." Dion mengkode Arini untuk tidak mendekat. "Tetap di tempat k
Arini membuang wajahnya membelakangi Aron, dia sama sekali tidak memiliki jawaban atas pertanyaan Aron karena memang Arini sendiri tidak tau apa yang dirasakannya."Kamu kenapa membalikan badan?" tanya Aron."Nggak papa Pak," jawab Arini dengan gugup.Sebisa mungkin Arini mengalihkan topik pembicaraan mereka namun Aron yang sangat penasaran terus saja mengejar Arini."Jawab dulu pertanyaanku," pinta Aron."Tentu saja tidak, mana mungkin saya memiliki perasaan berlebih kepada anda, saya bilang begitu kepada Mama agar mama nggak sedih," jawab Arini.Sebenarnya Aron merasa kecewa dengan jawaban Arini tapi ya sudahlah yang terpenting sekarang masalahnya sudah kelar.Untuk membuktikan ucapannya kepada Renata, Arini mengajak Aron untuk benar-benar totalitas dalam berperan menjadi suami istri. Dia tidak ingin membuat mertuanya sedih lagi."Kita harus meyakinkan Mama kalau kita adalah suami istri yang saling mencintai Pak," kata Arini."Benar Arini, mulai sekarang dan seterusnya aku akan meman
"besok kita akan liburan bersama mama dan papa," kata Aron saat dia masuk ke dalam kamar. Arini menatap Aron tatapan bingung bukankah seharusnya besok mereka harus ke kantor kenapa malah liburan? "Pak besok kan kita harus pergi ke kantor kenapa malah liburan?" tanya Arini. Jelas Aron gengsi mengatakan kalau ini adalah rencananya sehingga dia memilih mengambinghitamkan kedua orang tuanya agar tidak malu di depan Arini. "Mama dan Papa mengajak kita liburan udah nggak papa dituruti saja, jarang-jarang kita bisa liburan bersama," jawab Aron. Meskipun Arini kurang setuju namun dia tidak bisa menolak karena memang edisi kali ini adalah membuat mertuanya percaya benar-benar menganggap kalau mereka kini saling mencintai. Setelah makan malam Arini dan Aron memutuskan pergi ke kamar untuk istirahat namun sebelum tidur Aron menghubungi Arion terlebih dahulu. "Arion besok handle dulu pekerjaan di kantor, aku masih belum bisa masuk," kata Aron dalam sambungan teleponnya. Mendapati kakak
Begitulah mereka, Arion selalu membuat kakaknya cemburu tapi semua hanya candaaan. Banyak sekali urusan yang harus mereka tangani, dan setelah semuanya selesai, mereka menyerahkan kepada pimpinan kantor cabang tersebut urusan selebihnya. Hari-hari berlalu dengan cepat, Arsen kini sudah berusia empat tahun. Dia tumbuh menjadi anak yang sangat tampan dan cerdas, di usianya yang baru empat tahun Arsen sudah bisa membaca dan menulis, dia juga menghafal dengan cepat sesuatu yang dia pelajari. "Anak kalian, sangat pintar. Rencananya kalian akan menyekolahkan dia dimana?" tanya Renata. "Belum kepikiran Ma, pengennya Arsen sekolah di rumah saja jadi Arini bisa terus mengawasinya." Dion dan Renata tampak tidak setuju dengan keputusan menantu mereka, namanya anak perlu bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Arsen bukanlah anak introvert jadi pendidikan luar rumah mungkin yang terbaik. "Bersekolah diluar dan kumpul banyak teman sangat bagus untuk perkembangan anak Arini." Arini ters
Kamar mereka layaknya kamar pengantin baru, apa yang dipersiapkan Aron jauh lebih baik daripada apa yang disiapkannya kemarin. Aron berjalan menuju meja, meninggalkan Arini yang masih membatu di belakang pintu. Pria itu menyalakan lilin dan berjalan menuju sang istri. "Happy anniversary Sayang, semoga kita langgeng sampai maut memisahkan." Arini benar-benar terharu dengan apa yang dilakukan oleh sang suami, dia tidak menyangka jika dirinya yang mendapatkan kejutan. Seusai meniup lilin Aron meletakkan kuenya kembali kemudian menggandeng tangan istrinya menuju tempat tidur. "Aku sudah memberimu kejutan sekarang mana kejutan untukku," bisik Aron sambil tersenyum licik. Segera Arini tahu maksud dari sang suami, "Kejutanku telah usai Mas." Tatapannya terlihat menggoda. Aron tidak menerima alasan apapun malam ini Arini harus memberinya kejutan. "Baiklah Mas." Wanita itu turun dari tempat tidurnya, dia menghilang di balik dinding dan entah apa yang akan dilakukannya. Beberapa saa
Awalnya hanya sebagian saja pegawai yang diminta untuk kembali bekerja, namun semakin membludaknya permintaan pasar membuat Arion dan Aron harus memanggil semua pegawai yang dulu dirumahkan oleh mereka. "Harus diakui perusahaan kita bisa normal seperti sedia kala semua karena Papa kita." bibir Arion tersenyum tipis mengingat jasa Papa dan omnya. "Benar, kita tanpa mereka tidak ada apa-apanya Arion, meskipun usia mereka sudah senja namun jiwa serta strategi bisnis mereka tidak ada tandingannya," sahut Aron. ##### Hari ini adalah hari anniversary Arini dan juga Aron, dan rencananya Arini akan memberi kejutan kepada suaminya. "Arini yakin Ma, kalau Mas Aron lupa dengan anniversary kami," celetuk Arini ketika berbincang dengan mama mertuanya. "Lelaki memang gitu, Papa juga sering lupa dengan hari anniversary kami," sahut Renata. Renata meminta kepada Arini agar tidak marah kepada Aron, banyaknya pekerjaan di kantor mungkin membuat sang anak tidak mengingat hal-hal seperti ini. "Iy
"Ayo Mas tidur ngapain kamu berdiri disini?" Arini terus menarik tangan Aron agar kembali ke tempat tidur. Aron yang penasaran dengan ponsel sang istri nampak menepis tangan Arini. Melihat ponsel sang istri yang terus menyala membuat Aron ingin melihat siapa yang terus-terusan mengirim pesan. "Aku penasaran dengan ponsel kamu yang terus menyala kelihatannya ada banyak pesan masuk." Bukannya kembali ke tempat tidur, Aron malah mengambil ponsel sang istri. Seketika Arini menyusul dan berusaha mengambil ponselnya. "Mas kembalikan ponsel aku," rengeknya. "Ada apa?" tanya Aron. Arini pasrah, jika dia harus dihukum lagi dia pun siap. Saat membaca pesan yang dikirim Dania serta Kania sontak membuat Aron menatap Arini tapi wanita itu segera mengalihkan pandangannya bahkan perlahan dia membalikkan badan agar bisa kabur. "Mau kemana kamu!" suara bariton Aron membuat Arini tersentak kaget, tanpa membalikan badannya dia menoleh sambil meringis. "Aku mau tidur Mas." "Yakin mau tidur?" t
Ketiga wanita tersebut meringis, salah satu dari mereka bergegas mematikan TV. "Sudah selesai reuniannya?" tanya Arini. "Sudah dari tadi," jawab Aron. "Kenapa dimatikan TVnya, bukankah kalian bertiga sangat menyukai film tadi," sahut Jimmy. "Sudah selesai kok Mas." Berbeda dengan Aron dan juga Jimmy, Arion hanya terdiam sembari menatap sang istri. Hening sejenak hingga Arini berceletuk, "Memangnya kenapa sih, kami kan cuma lihat drakor." Para suami saling pandang, menurut mereka para istri melanggar dan melakukan penyelewengan, memang hanya ngefans tapi mereka tetap menyukai pria lain. "Lihat drakornya tidak masalah yang jadi masalah adalah ketika kalian menyukai aktor dari film tersebut." "Apalagi istriku malam ini akan menghalu," sambung Jimmy. Para istri hanya bisa menggelengkan kepala dengan sikap posesif suami mereka. "Sudahlah mengalah saja," bisik Arini. Berhubung acara sudah selesai Aron dan Arion membawa para istri mereka pulang. Di dalam mobil baik Aron maupun A
"Papa dan Om Dion selalu bisa kami andalkan, meski usia tidak muda lagi tapi kalian benar-benar the best." Anak dan papa itu saling berpelukan, Rea dan Dania sangat terharu dengan apa yang mereka lihat. Tak hanya Arion, Aron juga melakukan hal yang sama dia mengajak kedua orang tuanya untuk makan malam diluar ya itung-itung merayakan keluarnya produk baru mereka. "Ngapain sih Aron kita makan diluar, tadi para Bibi di rumah sudah masak banyak," protes Renata. Dia merasa sayang dengan makanan yang dimasak art di rumah. "Makanannya biar dimakan mereka Ma," sahut Aron. Aron memilih restoran steak ternama, di restoran ini tersedia aneka daging premium, mulai daging impor maupun daging lokal tersedia di sini. "Mama pesan daging biasa saja Aron," kata Renata. "Semua Aron pesankan daging Wagyu Ma," sahut Aron. "Baiklah." Meski menjadi istri seorang Dion selama bertahun-tahun tapi Renata tidak lupa asalnya, dia masih enggan memilih makanan yang mahal, baginya gizi yang terkandung di da
Tanda tanya seolah berterbangan di atas kepala Arini, dia merasa ambigu dengan suami halu yang dimaksud oleh Aron."Suami halu apaan sih Mas!" protes Arini."Kamu kan suka melihat drakor pasti ada salah satu aktor yang kamu sukai," sahutnya."Nggak cuma satu tapi banyak." Mulai malam ini Aron melarang Arini untuk menyukai para aktor Korea, dia tidak suka jika istrinya memiliki suami halu seperti apa yang dikatakan oleh Arion."Kamu tuh keterlaluan sekali sih Mas! aku tuh memang ngefans sama mereka tapi aku tidak pernah mengidamkan mereka menjadi suami halu," maki Arini lalu masuk ke dalam kamar.Malam yang romantis harus menjadi malam yang menyebalkan, ini semua gara-gara tuduhan Aron terhadap Arini."Yang selalu menjadi suami halu aku, itu kamu! yang selalu aku mimpikan, itu kamu! bukan aktor Korea." Ucapan Arini membuat Aron senyum-senyum sendiri. Ternyata apa yang dikatakan Arion tidak terjadi pada istrinya hingga dia menyesal telah membuat sang istri kesal."Karena kamu telah me
"Iya Pa, kerja sama dengan salah satu negara yang saat ini terlibat perang sudah Aron batalkan, saham terus anjlok, pemboikotan yang dilakukan masyarakat membuat pengembalian barang, jika dibiarkan terus produk kita sendiri yang kena imbasnya," jelas Aron. Memang dalam kasus ini serba salah, putus atau lanjut tetap berdampak terhadap perusahaan, terlebih masyarakat sangat pro dengan negara yang mayoritas muslim. "Keputusan yang bagus, meski sulit di awal tapi papa yakin ke depan kita bisa mengembalikan itu semua dengan produk kita sendiri tanpa ada pembagian saham dengan negara lain." Keputusan Aron dan Arion didukung penuh oleh Dion. Setelah berbincang dengan Aron, Dion berencana menemui Andika, dia ingin mengajak sang adik untuk membantu anak-anak mereka. "Besok datanglah ke rumah Andika, ada yang ingin aku bicarakan." Pesan singkat Dion kirim untuk sang adik. Tak menunggu waktu lama bagi Andika untuk membalas dan balasannya pasti iya. Malam itu Aron sibuk di ruang kerjanya, di
Para pegawai yang sudah dinonaktifkan melakukan demo besar-besaran, mereka tidak terima jika mereka di rumah kan oleh perusahaan. Aron dan Arion merasa sangat pusing dengan masalah yang melanda perusahaan mereka, masalah internal belum juga menemukan solusi sekarang muncul lagi masalah eksternal. "Bagaimana kak ini?" tanya Arion yang mulai was-was dengan pendemo. "Entahlah, memangnya apa yang bisa kita lakukan, kerjasama dengan negara itu sudah terputus." "Tapi kalau terus didiamkan mereka mengganggu pekerja lainnya Kak." Arini yang datang untuk mengantar makan siang tampak terkejut dengan adanya pendemo di depan kantor. Dia bertanya kepada beberapa security yang berjaga. "Kenapa pada berdemo pak?" tanya Arini. "Mereka tidak bersedia di rumahkan Nyonya," jawab security. Hari ini nampak manggut-manggut dengan jawaban security, kemudian dia berjalan masuk ke dalam. "Mas Kenapa kalian diamkan saja para pendemo itu kan kasihan mereka berdiri di depan kantor terus menerus!" protes