Kia hanya bisa duduk diam di atas pangkuan Byan, menyandarkan punggungnya dengan pasrah di dada keras penuh otot lelaki itu. Sekujur tubuhnya terasa sangat letih, namun hentakan keras tanpa jeda dari arah bawahnya tak pelak membuat gadis itu merintih, tengelam dalam kenikmatan yang sejak tadi tak hentinya diberikan oleh Byan.Karena ranjang mereka sudah kacau balau tak berbentuk dan seprainya basah oleh keringat serta cairan cinta, Byan pun akhirnya menggendong Kia menuju ke sofa untuk melanjutkan pergulatan panas mereka. Hari ini Byan bersikap jauh lebih beringas daripada sebelumnya, semata karena batinnya yang merasa sangat lega setelah menceritakan segala beban yang ia tanggung seumur hidup kepada Kia. Langkahnya terasa ringan, jiwanya serasa bebas. Hanya dengan Kia ia bisa utuh bercerita. Dengan wanita cantik yang kini sedang mendesah sambil memejamkan mata. Byan menyukai bagaimana kulit halus Kia yang berkilau oleh keringat terasa lembab ketika ia sentuh. Ah... ini membuatnya g
Menikah??Kia mendadak terdiam dalam hening lisannya saat mendengar perkataan Byan sebelumnya. Apa Byan barusan saja melamar dirinya? Apa ia tidak salah dengar? Tapi... bagaimana mungkin? Bukankah mereka baru mengenal selama beberapa minggu ini saja?Oke, mungkin lebih dari beberapa minggu. Hampir dua bulan lebih tepatnya. Dua bulan!!"Uhm. Byan--""Kamu tidak perlu menjawabnya sekarang juga, Sayang." Tawa kecil menguar dari bibir Byan ketika melihat Kia yang kebingungan dan seperti kehilangan kata-kata. Menggemaskan sekali."Aku akan tetap menunggu jawabanmu selama apa pun itu, dan percayalah... aku pun tidak akan pernah berubah pikiran dan menarik kembali lamaranku," cetusnya sembari tersenyum menatap manik Kia yang cantik."Tapi apa kamu benar-benar yakin ingin menikah... denganku?" Tanya Kia penasaran. "Aku tidak pernah merasa seyakin ini dalam mengambil keputusan selama hidupku," tandas Byan dengan sorot tegas kepada Kia."Tapi... apa itu tidak terlalu... uhm...""Apa? Impulsif
"Aku baik-baik saja, Sayang. Jangan menangis lagi, ya?" Byan menyeka air mata yang sejak tadi mengalir dari manik coklat sayu milik Kia. Gadis itu tak hentinya menumpahkan cairan bening dari matanya sejak tadi, sebagai efek perasaan lega yang luar biasa bercampur shock yang masih tersisa."A-aku tidak... tidak bisaa berhenti, Byan. Hiks. Air mataku... terus keluar..." Gadis bersurai panjang yang masih terisak itu pun akhirnya didekap erat oleh Byan. Kia langsung melingkarkan kedua tangannya di pinggang lelaki itu.Matanya yang basah dan berkilau karena air mata menatap Byan sendu. "Aku benar-benar lega karena kamu berhasil mengalahkan mereka, Byan. Tapi di sisi lain... tanganmu... hiks..." Kia mengalihkan pandangannya ke tangan kanan Byan yang dibalut perban. Tangan itu terluka karena Byan refleks menangkis pisau yang hendak dihujamkan ke kepalanya.Tangisan Kia yang malah semakin meraung membuat Byan tertawa kecil. "Hei, tanganku cuma luka ringan saja, Kia. Tidak apa-apa, dalam bebe
Byan membukakan pintu kamar Presidential Suite-nya, ketika mendengar suara denting bel dari arah sana.Setelah merapikan sedikit selimut yang menutupi tubuh Kia dan memastikan bahwa gadis itu masih nyenyak tertidur, Byan pun segera melangkahkan kaki keluar dari master bedroom menuju pintu."Halo. Selamat malam, Byan," ucap seraut wajah yang tersenyum kepada Byan dari balik pintu.Byan membalas senyum ramah lelaki paruh baya itu. "Silahkan masuk, Dokter Indra," ucapnya mempersilahkan.Dokter Indra adalah petugas kesehatan yang telah lama bekerja di Resort milik keluarga Samudra. Mereka berdua pun kemudian masuk ke dalam lalu duduk di sofa besar dari bahan kulit mewah berwarna coklat tua.Dokter Indra menaruh tas berisi peralatan dokternya di atas meja, lalu menatap lekat perban di tangan kanan Byan yang mulai berubah warna karena darah yang merembes di sela-sela kainnya."Boleh saya lihat tanganmu?" Pintanya.Byan mengangkat tangannya yang terluka, melirik sekilas perbannya yang basah
Byan dan Kia berjalan bersama menuju bagian restoran dengan spot khusus VIP, yaitu sebuah ruangan mewah berkapasitas 25 orang yang memiliki privasi.Malam ini Kia benar-benar terlihat menawan. Make up yang terpulas di wajahnya semakin menonjolkan kecantikannya yang bernilai sempurna. Pun dengan gaun hitam off-shoulders yang dibelikan Byan, terlihat sempurna mengikuti lekuk tubuhnya.Meskipun penampilannya tanpa cela, namun jangan tanyakan tentang kondisi jantungnya yang sejak tadi tak henti berdebar, meskipun Byan terus berusaha meyakinkan dirinya bahwa tak ada yang perlu dicemaskan."Itu mereka." Byan menunjuk kepada sekelompok orang yang sedang berdiri sembari mengobrol, Tampak mereka semua sedang menikmati segelas cocktail di tangan masing-masing.Sambil memeluk lengan kanan Byan, Kia berusaha berjalan dengan langkah yang anggun dan meyakinkan, walaupun saat ini rasanya ia seperti ingin terjungkal oleh kakinya sendiri saking gugupnya.Seorang gadis muda berparas sangat cantik berus
Pintu itu terbuka dari luar, berbarengan dengan masuknya kedua sosok dari arah luar ke dalam ruang Presidential Suite.Mereka sama-sama diam tanpa bersuara berjalan menuju ke arah master bedroom, meskipun dengan suara-suara di dalam benak masing-masing yang ribut. "Aku mau menelepon dulu," ucap Byan kepada Kia yang sejak tadi mengekorinya karena tangannya yang terus digenggam.Gadis itu mengangguk perlahan sambil tersenyum. "Aku akan menunggumu di balkon." "Kamu tidak perlu kemana-mana, Kia. Percakapan ini bukanlah rahasia," tegas Byan dengan maniknya yang kelam menatap Kia lekat-lekat, mencoba menggali apa yang sedang dipikirkan oleh gadisnya yang mendadak menjadi pendiam itu."Tidak apa-apa, Byan. Aku cuma mau menghirup udara segar saja," kilah Kia beralasan.Byan terdiam sesaat tanpa lepas mamandang wajah cantik yang dengan senyuman yang memikat, namun lelaki itu sangat menyadari bahwa sesungguhnya dibalik itu Kia sedang menyembunyikan sesuatu. 'Bara sialan! Ini semua gara-gara
Kia bernapas pelan sebelum perlahan ia membuka kedua matanya. Posisi kepalanya yang bertumpu di atas lengan Byan terasa sangat nyaman, begitu pun halnya dengan 'selimut hidup' yang semalaman mendekap tubuhnya erat, seolah tak ingin kehilangan. Untuk kali ini, Kia-lah yang lebih dulu terbangun dibandingkan Byan selepas mereka tertidur setelah puas bercinta.Gadis itu pun sontak mendongak, untuk menatap seraut wajah tampan Byan yang masih terlelap dengan pulasnya.Bibir penuh Kia pun melukiskan sebuah senyuman, ketika teringat kembali pada perkataan yang semalam dengan sengaja diucapkan berulang-ulang oleh Byan. "I love you, Kia." Mengingat kembali suara berat dan maskulin Byan berucap lembut menyuarakan isi hatinya, membuat Kia larut dalam kebahagiaan yang merasuk ke dalam sukma.Tahu jika ia tidak akan pernah merasa bosan mendengar kalimat itu. Tidak, selama hanya Byan-lah yang akan selalu mengucapkannya.Apakah boleh jatuh cinta bisa terasa seindah ini?Rasanya seperti seumur hid
Sempurna.Kia tak bisa menemukan kata yang jauh lebih tepat untuk mendeskripsikan semua yang sedang terjadi hari ini... selain tanpa cela.Semua yang ia pandang terlihat begitu indah dan memukau. Bunga-bunga berwarna putih, merah muda lembut, kuning pucat dan biru muda menghias seluruh ruangan yang menjadi dekorasi acara pernikahannya hari ini.Manik coklat sayu itu pun mengerjap pelan seolah tak percaya, karena kalimat yang dalam hati ia ucapkan sendiri barusan.Pernikahannya.Selama seminggu penuh kemarin, dirinya dirawat di rumah sakit karena dokter menyarankan Kia untuk total bedrest, sebagai upaya untuk menjaga kehamilannya yang masih muda dan agak rentan.Lalu ketika ia telah diperbolehkan untuk pulang, tiga hari kemudian Byan pun mengundang Om dan Tantenya Kia yang bernama Burhan dan Ana untuk datang ke Bali. Mereka berdua adalah satu-satunya keluarga Kia yang tertinggal, setelah ayahnya meninggal ketika Kia masih kecil dan ibunya juga telah berpulang beberapa tahun yang lalu.
"Byan!" Suara yang memanggilnya itu membuat Byan mengangkat wajahnya yang semula tertunduk dalam kalut. Lelaki itu pun berdiri dari duduknya di atas sofa panjang rumah sakit tempat penunggu pasien yang sedang berada di ruang emergency. Tak terkira betapa leganya dirinya melihat wajah secantik bidadari dengan sosoknya yang akan selamanya sempurna di matanya itu, kini tengah memeluk dirinya dengan erat.Byan menghirup aroma lembut rambut istrinya yang sejenak mengalihkan gelisahnya, memberikan suntikan adrenalin yang kembali memimbulkan asa yang semula telah surut. Byan membuka mulutnya, untuk mengeluarkan suara serak yang dipenuhi kecemasan mendalam. "Kia, ayah..." "Ayahmu akan baik-baik saja," potong Kia. Ia mengeratkan pelukannya sebelum mulai melepasnya perlahan sembari mendongakkan wajahnya, hingga kini ia beradu tatap dengan wajah tampan suaminya yang kini terlihat murung. Satu tangannya terulur untuk mengusap pipi Byan. Seulas senyuman manis ia berikan untuk suaminya, berha
Kedua lelaki itu saling menatap dengan sorot yang dipenuhi oleh permusuhan. Perkataan telak dari Byan barusan sebenarnya cukup membuat batin Alex goyah, namun lelaki itu sepertinya menolak untuk menyerah. Meskipun harapan yang semula hadir karena ia meyakini bahwa janin yang dikandung Kia adalah miliknya, kini menjadi semu. Seiring dengan penyesalan demi penyesalan yang saat ini memenuhi benaknya.Alex mengutuk diri sendiri yang begitu bodohnya karena telah menyia-nyiakan Kia, setelah kehilangan membuatnya sadar bahwa sesungguhnya ia mencintai gadis itu. Alex mengira bahwa Kia hanyalah "ngambek" padanya, karena ia tidak bisa memberi status yang jelas untuk Kia dan malah hendak menikahi Tessa.Ia pun mengira bahwa Kia hanya ingin bermaksud membuat dirinya cemburu dengan mendekati Byan, karena Alex yang berkeyakinan jika Kia juga masih mencintainya.Namun kabar berita yang diberikan oleh Bara membuat Alex sangat terkejut. Ketika berita pertama yang ia dengar adalah Byan yang membawa K
"Morning, my sexy wifey." Suara berat yang berbisik lembut di telinganya itu membuat Kia seketika terbangun. Ia sedang menguap, ketika bibir Byan mengecup dadanya dengan bertubi-tubi dan membuat Kia tertawa pelan. Wanita itu lalu tersenyum dan mengelus rambut lebat lelaki itu yang masih asyik berkelana di dadanya dan tidak terlihat ingin beranjak. "Byan." "Hm?" Kia terdiam sebentar, seperti sedang berpikir untuk menyusun kalimat yang tepat. Namun akhirnya ia pun menyerah, karena kehamilan ini membuat kepalanya terasa agak pusing di pagi hari untuk berpikir terlalu berat. "Uhm... sampai kapan kita di sini?" Kia pun akhirnya menyuarakan pertanyaan yang terus berputar di dalam benaknya secara gamblang. "Di sini?" Ulang Byan yang telah mengangkat kepalanya dari dada Kia dan menatap istrinya sambil menaikkan alis. "Maksudmu di Bali? Atau di resort?" "Di Bali. Maksudku, sampai kapan kita di Bali," sahut Kia cepat. Ia tahu resort ini memiliki arti yang sangat dalam bagi Byan,
Sempurna.Kia tak bisa menemukan kata yang jauh lebih tepat untuk mendeskripsikan semua yang sedang terjadi hari ini... selain tanpa cela.Semua yang ia pandang terlihat begitu indah dan memukau. Bunga-bunga berwarna putih, merah muda lembut, kuning pucat dan biru muda menghias seluruh ruangan yang menjadi dekorasi acara pernikahannya hari ini.Manik coklat sayu itu pun mengerjap pelan seolah tak percaya, karena kalimat yang dalam hati ia ucapkan sendiri barusan.Pernikahannya.Selama seminggu penuh kemarin, dirinya dirawat di rumah sakit karena dokter menyarankan Kia untuk total bedrest, sebagai upaya untuk menjaga kehamilannya yang masih muda dan agak rentan.Lalu ketika ia telah diperbolehkan untuk pulang, tiga hari kemudian Byan pun mengundang Om dan Tantenya Kia yang bernama Burhan dan Ana untuk datang ke Bali. Mereka berdua adalah satu-satunya keluarga Kia yang tertinggal, setelah ayahnya meninggal ketika Kia masih kecil dan ibunya juga telah berpulang beberapa tahun yang lalu.
Kia bernapas pelan sebelum perlahan ia membuka kedua matanya. Posisi kepalanya yang bertumpu di atas lengan Byan terasa sangat nyaman, begitu pun halnya dengan 'selimut hidup' yang semalaman mendekap tubuhnya erat, seolah tak ingin kehilangan. Untuk kali ini, Kia-lah yang lebih dulu terbangun dibandingkan Byan selepas mereka tertidur setelah puas bercinta.Gadis itu pun sontak mendongak, untuk menatap seraut wajah tampan Byan yang masih terlelap dengan pulasnya.Bibir penuh Kia pun melukiskan sebuah senyuman, ketika teringat kembali pada perkataan yang semalam dengan sengaja diucapkan berulang-ulang oleh Byan. "I love you, Kia." Mengingat kembali suara berat dan maskulin Byan berucap lembut menyuarakan isi hatinya, membuat Kia larut dalam kebahagiaan yang merasuk ke dalam sukma.Tahu jika ia tidak akan pernah merasa bosan mendengar kalimat itu. Tidak, selama hanya Byan-lah yang akan selalu mengucapkannya.Apakah boleh jatuh cinta bisa terasa seindah ini?Rasanya seperti seumur hid
Pintu itu terbuka dari luar, berbarengan dengan masuknya kedua sosok dari arah luar ke dalam ruang Presidential Suite.Mereka sama-sama diam tanpa bersuara berjalan menuju ke arah master bedroom, meskipun dengan suara-suara di dalam benak masing-masing yang ribut. "Aku mau menelepon dulu," ucap Byan kepada Kia yang sejak tadi mengekorinya karena tangannya yang terus digenggam.Gadis itu mengangguk perlahan sambil tersenyum. "Aku akan menunggumu di balkon." "Kamu tidak perlu kemana-mana, Kia. Percakapan ini bukanlah rahasia," tegas Byan dengan maniknya yang kelam menatap Kia lekat-lekat, mencoba menggali apa yang sedang dipikirkan oleh gadisnya yang mendadak menjadi pendiam itu."Tidak apa-apa, Byan. Aku cuma mau menghirup udara segar saja," kilah Kia beralasan.Byan terdiam sesaat tanpa lepas mamandang wajah cantik yang dengan senyuman yang memikat, namun lelaki itu sangat menyadari bahwa sesungguhnya dibalik itu Kia sedang menyembunyikan sesuatu. 'Bara sialan! Ini semua gara-gara
Byan dan Kia berjalan bersama menuju bagian restoran dengan spot khusus VIP, yaitu sebuah ruangan mewah berkapasitas 25 orang yang memiliki privasi.Malam ini Kia benar-benar terlihat menawan. Make up yang terpulas di wajahnya semakin menonjolkan kecantikannya yang bernilai sempurna. Pun dengan gaun hitam off-shoulders yang dibelikan Byan, terlihat sempurna mengikuti lekuk tubuhnya.Meskipun penampilannya tanpa cela, namun jangan tanyakan tentang kondisi jantungnya yang sejak tadi tak henti berdebar, meskipun Byan terus berusaha meyakinkan dirinya bahwa tak ada yang perlu dicemaskan."Itu mereka." Byan menunjuk kepada sekelompok orang yang sedang berdiri sembari mengobrol, Tampak mereka semua sedang menikmati segelas cocktail di tangan masing-masing.Sambil memeluk lengan kanan Byan, Kia berusaha berjalan dengan langkah yang anggun dan meyakinkan, walaupun saat ini rasanya ia seperti ingin terjungkal oleh kakinya sendiri saking gugupnya.Seorang gadis muda berparas sangat cantik berus
Byan membukakan pintu kamar Presidential Suite-nya, ketika mendengar suara denting bel dari arah sana.Setelah merapikan sedikit selimut yang menutupi tubuh Kia dan memastikan bahwa gadis itu masih nyenyak tertidur, Byan pun segera melangkahkan kaki keluar dari master bedroom menuju pintu."Halo. Selamat malam, Byan," ucap seraut wajah yang tersenyum kepada Byan dari balik pintu.Byan membalas senyum ramah lelaki paruh baya itu. "Silahkan masuk, Dokter Indra," ucapnya mempersilahkan.Dokter Indra adalah petugas kesehatan yang telah lama bekerja di Resort milik keluarga Samudra. Mereka berdua pun kemudian masuk ke dalam lalu duduk di sofa besar dari bahan kulit mewah berwarna coklat tua.Dokter Indra menaruh tas berisi peralatan dokternya di atas meja, lalu menatap lekat perban di tangan kanan Byan yang mulai berubah warna karena darah yang merembes di sela-sela kainnya."Boleh saya lihat tanganmu?" Pintanya.Byan mengangkat tangannya yang terluka, melirik sekilas perbannya yang basah
"Aku baik-baik saja, Sayang. Jangan menangis lagi, ya?" Byan menyeka air mata yang sejak tadi mengalir dari manik coklat sayu milik Kia. Gadis itu tak hentinya menumpahkan cairan bening dari matanya sejak tadi, sebagai efek perasaan lega yang luar biasa bercampur shock yang masih tersisa."A-aku tidak... tidak bisaa berhenti, Byan. Hiks. Air mataku... terus keluar..." Gadis bersurai panjang yang masih terisak itu pun akhirnya didekap erat oleh Byan. Kia langsung melingkarkan kedua tangannya di pinggang lelaki itu.Matanya yang basah dan berkilau karena air mata menatap Byan sendu. "Aku benar-benar lega karena kamu berhasil mengalahkan mereka, Byan. Tapi di sisi lain... tanganmu... hiks..." Kia mengalihkan pandangannya ke tangan kanan Byan yang dibalut perban. Tangan itu terluka karena Byan refleks menangkis pisau yang hendak dihujamkan ke kepalanya.Tangisan Kia yang malah semakin meraung membuat Byan tertawa kecil. "Hei, tanganku cuma luka ringan saja, Kia. Tidak apa-apa, dalam bebe