Sayup-sayup terdengar suara keributan yang memekakkan telinga. Berbagai macam jeritan kesakitan, pekikan, hingga suara pedang terdengar begitu mengerikan. Seorang gadis cantik membuka kelopak mata dan mendapati dirinya berada di dalam sebuah kereta kuda abad pertengahan.
Layaknya Cinderella, gadis itu keluar dari kereta kuda dengan gaun indah dan sepatu kaca. Namun kini bukanlah pemandangan indah berupa istana sang Pangeran, seperti Cinderella yang akan berdansa hingga jam dua belas malam. Hal mengerikan justru ada di depan mata, yaitu para pengawal dan pelayannya yang berjatuhan bersimbah darah.
Gadis itu melihat sosok pria yang tidak ia kenal berdiri di antara mayat para pengawal dan pelayannya dengan pedang yang masih mengucurkan darah segar. Netra mereka berdua bertemu. Pupil mata gadis itu sontak bergetar melihat tatapan mengerikan dari pria itu.
Di detik berikutnya, pria itu menghampiri sang gadis. Gelenyar ketakutan semakin menyerang kala gadis itu men
Emma berdiri di ambang pintu ruangan dengan penampilan acakadul. Itu semua terjadi lantaran Emma berusaha menerobos dan bertarung dengan pengawal Glenn yang menjaga di depan pintu ruangan di mana Bella berada. Sementara sosok aktor papan atas itu sendiri sudah melenggang pergi terlebih dahulu meninggalkan ruangan Bella. "Apa kau tidak apa?" Emma berlari menghampiri Bella dengan rambut pendek yang berantakan dan baju kusut tidak karuhan. Bella seketika merengkuh tubuh Emma, "Aku takut." Kalimat singkat yang keluar dari mulut Bella. "Ya, aku tahu. Aku melihat tanganmu gemetar dan wajahmu yang pucat saat Aaron mulai mendekatimu." Bella menghela napas panjang, "Ya, itu selalu terjadi dan sebab itulah aku selalu menghindari pria. Tapi mengapa kau lama sekali? Apa mereka menyakitimu?" Bella melepas pelukannya dengan alis mata menukik menatap Emma. "Tidak, aku justru menoyor dan menjambak rambut mereka, tetapi mereka tetap tidak membiarkanku masuk. A
Di dalam ruangan Tuan Jhon yang tidak lain merupakan Direktur film 'My Boss My Love', terduduk Bella di sofa panjang yang melingkar bersama Aurora. Jarum pendek pada jam dinding di ruangan itu bertengger di angka sepuluh malam.Beberapa kru yang masih berada di dalam gedung kantor itu hanya tinggal beberapa lantaran setelah adegan ke dua di mana Bella terjatuh pingsan, mereka mulai membubarkan diri dan kembali pulang ke rumah. Sebab syuting juga akan dimulai sekitar tiga hari lagi.Sementara di dalam ruang direktur saat ini, seraut wajah datar diperlihatkan oleh Bella sedangkan seraut wajah berbinar justru diperlihatkan oleh Aurora. Gadis cantik yang kini terbalut dengan dress maroon ketat yang memperlihatkan lekuk tubuhnya yang sexy itu duduk di sebelah Bella dengan gaya elegan.Entah apa yang dilakukan gadis tidak berkepentingan itu di dalam ruangan Tuan Jhon. Namun ia begitu percaya diri lantaran memiliki hubungan yang tidak biasa dengan pria bertubuh cukup t
Suara gemericik air dari wastafel memenuhi sepetak dapur di kediaman Miss Dorothy. Bella tengah mencuci piring kotor dengan bayangan tentang perkataan Tuan Jhon sebelumnya. Sebenarnya siapa yang ada di belakangnya? Pertanyaan itu terus bergelayut dan membuat Bella melamun. Bahkan, gadis cantik itu sampai tidak sadar jika kucuran air telah mengalir dan membasahi lantai."Apa yang sedang kau pikirkan, Babe? Lihatlah genangan air yang sudah berada di bawah kakimu!" Terdengar suara seorang lelaki yang tiba-tiba mengangetkan Bella dari arah belakang.Bella berjungkit terkesiap dan segera menoleh ke belakang. Ia melihat sosok lelaki dengan dandanan casual sedang berdiri menyandarkan punggungnya di tembok seraya memiringkan sedikit kepalanya. Lelaki itu adalah Max, kekasih Barbara. Bella tidak tahu sejak kapan lelaki itu berdiri dan mengamatinya dari sana."Itu bukan urusanmu, Max," jawab Bella tidak acuh seraya mematikan wastafel.Max tersenyum mi
Ciiiit! Suara decitan ban mobil yang beradu dengan permukaan jalan bersalju terdengar cukup nyaring dan memekakkan telinga. Emma segera menginjak pedal rem untuk menghentikan mobil. "Apa aku menabrak seseorang?" ucap Emma dengan bola mata terbelalak. Tidak ubahnya dengan Emma yang memasang wajah menegang, Bella pun demikian. Dengan napas yang bergerak naik turun dan jantung berdegup kencang, kedua gadis itu segera turun dari mobil. "Hey, apa kau tidak apa? Apa yang sedang kau lakukan di tengah jalan?" cecar Emma masih dengan menampilkan wajah tegang pada seseorang yang ada di depan mobil pickup-nya. Dia adalah seorang pria yang sedang membungkuk. Bella juga memasang wajah kaku. Dia menatap pria yang hampir tertabrak dan sedang membungkuk itu. Entah apa yang dilakukan olehnya di tengah jalan. 'Apakah dia berniat bunuh diri dengan menabrakkan dirinya di jalanan yang sepi?' Pikiran konyol itu yang ada dalam benak Bella. Hingga tak lama, p
'Oh tidak! Apakah pria tua itu yang ternyata ada di belakangku? Siapa dia?' batin Bella masih dengan keterkejutannya. Pasalnya, seorang pria tua dengan rambut putih penuh uban dan setelan jas rapi tengah berjalan masuk dengan senyuman.Bella dan Emma kompak berdiri untuk memberikan salam. Namun secara mengejutkan, pria tua itu justru membungkuk 90 derajat dan balik memberikan salam penghormatan pada Bella dan Emma. Membuat dua gadis itu kembali tercengang. Lagi dan lagi mereka telah dibuat kebingungan—sejak awal masuk ke dalam mansion."Perkenalkan, nama saya Pollux. Saya adalah kepala pelayan di sini," tutur pria tua bernama Pollux tersebut. Ternyata dia bukan sang empu mansion mewah, melainkan seorang kepala pelayan."Ohh ...." Bella dan Emma kompak manganggukkan kepala seraya membulatkan bibir hingga membentuk huruf O.'Hampir saja! Kukira aku akan berhubungan dengan seorang pedhopilia,' batin Bella bernapas lega. Otak cantik gadis itu berpikir t
Bella menautkan kedua alis, "A-apa maksudmu? Tentu saja aku di sini untuk pipis!" Sebuah jawaban polos itu meluncur begitu saja. Pria itu kembali tersenyum, "Sayangnya, tempatmu bukan di sini, Nona," ujarnya dengan begitu santai. Alis mata Bella kembali menukik. Seketika kakinya mundur beberapa langkah ke belakang. Netranya melirik ke atas, melihat papan akrilik kecil yang tergantung di pintu toilet yang bergambar manusia tanpa rok lengkap dengan tulisan 'Men'. "Oh Shit!" Bella menggeram rendah sembari membuang wajah. "Apa kau datang ke sini karena merindukanku?" Pria itu kembali bertanya dengan sebuah senyuman smirk. Bella membelalak, "What?! Bagaimana mungkin aku merindukan psikopat mesum sepertimu?!" desisnya sengit sambil mengernyit. Ya, siapa lagi yang dipanggil Bella dengan julukan psikopat mesum jika bukan seseorang yang membuat hidup damainya terporak poranda sejak pertemuan mereka yang pertama? Pria yang sedang dihadapi Bella
"Jadilah pelayanku."Bella tercenung untuk sepersekian detik. "A-apa?" tanyanya bingung sembari mengernyitkan dahi."Kubilang jadilah pelayanku." Glenn mengulang pernyataannya yang lebih terdengar seperti sebuah perintah."Ma-maksudmu ... seorang maid?" Bella memastikan pendengarannya tidak bermasalah. Sepertinya ia harus segera membeli korek telinga."Benar." Glenn mengangguk santai dan tersenyum culas.Bella tercengang, tidak mampu berkata-kata. Di saat sebelumnya ia begitu yakin dan sangat percaya diri jika yang diinginkan seorang Glenn Lucas adalah tubuhnya, tetapi keyakinan itu tampaknya harus merosot dan terjun bebas karena terlalu tinggi. Secara tidak terduga, Glenn justru menginginkan ia menjadi seorang pelayan.Bella kembali menghela napas panjang untuk mencoba tetap tenang. Ia menarik senyuman palsu di wajahnya. "Apa kau begitu kekurangan pelayan, Tuan Glenn? Ah, atau kau ternyata tidak mampu membayar mereka?" terka Bella yang lebi
"Mengapa kau lama sekali? Apa kau baru saja buang air kecil di Meksiko?" Emma menatap datar wajah Bella yang tampak kaku."Kurasa kau tidak akan percaya jika aku mengatakannya, Emma." Bella mengacak rambut cokelatnya yang tergerai, frustrasi.Emma membelalak, "Hei, mengapa kau mengacak rambutmu, dasar gadis ceroboh?!" gerutunya seraya beranjak bangkit dan berdiri tepat di belakang Bella yang sedang terduduk. Jemari Emma kemudian menyugar rambut cokelat itu untuk merapikannya."Sebentar lagi giliranmu untuk melakukan syuting, apa kau lupa? Lagi pula, bukankah selama ini aku yang selalu bersabar mendengar semua cerita-cerita tidak masuk akal tentang mimpimu? Kau yang seolah berada di film klasik Eropa zaman dulu dan menjadi seorang putri bangsawan, gaun-gaun, perhiasan indah, serta para pelayan yang selalu ada di sekelilingmu." Emma menghela napas pendek. "Bahkan, aku juga mendengarmu bercerita tentang pangeran berkuda putih dan juga pria jahat itu. Ha
Alhamdulillah ... penulis dapat merampungkan cerita GCBT sesuai dengan plot yang sudah ada di dalam kepala. Bagaimana dengan endingnya? Maaf jika ending cerita ini cukup berbeda dengan kebanyakan novel yang diakhiri dengan ritual pernikahan, bulan madu, dan memiliki bayi. Kalian bisa mengimajinasikan kebahagiaan itu sendiri untuk kisah Bella dan Glenn yang sudah berakhir bahagia ️ Dan sesuai dengan janji penulis sebelumnya berkaitan dengan giveaway, penulis akan memilih satu dari komentar yang terbaik dan mendapat paket bingkisan dari penulis. Namun, penulis juga akan memberi hadiah transfer atau pulsa senilai @50.000 pada bebe
Langit malam seketika menyambut netra seorang gadis yang berada dalam gendongan pria yang dicintainya. Wajah gadis itu memucat dan tidak ada lagi semburat warna di wajahnya. Warna-warna itu telah pergi bersama dengan sebuah kehormatan yang dimiliki. Gadis itu adalah Bella yang hanya menunggu hitungan detik untuk kematiannya. Pandangan Bella yang mulai meremang berusaha menatap sayu pada ukiran wajah tampan pria yang dicintainya dari bawah sinar rembulan dan langit malam yang bertabur bintang. Sayangnya, jiwa gadis itu telah terbunuh sebelum belati tajam mengiris pembuluh darah arteri karotis di lehernya. Jika Tuhan memberikannya kesempatan, gadis itu ingin mengungkapkan rasa cintanya pada sosok pria tampan yang kini sedang ia lihat di bawah sinar rembulan, sosok pria yang selalu menjadi perisai di hidupnya, sosok pria yang tetap datang di saat-saat terakhir, dan sosok pria yang merupakan Pangeran berkuda putihnya. Namun, takdir berkata lain. Takdir itu
Pintu terbuka dengan suara nyaring karena terbentur dinding. Pangeran Glenrhys berdiri di ambang pintu dengan aroma kematian yang tersebar di wajah. Bella dapat melihat keterkejutan dan rasa sakit hati yang terpancar di riak-riak mata pria yang dicintainya tersebut. Tiba-tiba, Bella merasakan ujung pisau di lehernya. "Majulah selangkah dan kau akan melihat pisauku tertancap di leher wanitamu, Kakak." Pangeran Stefan tersenyum menyeringai dengan belati lipat di tangannya yang diarahkan di leher Bella. Pangeran Glenrhys membeku. "Apa yang kau inginkan, Stefan?" Suaranya tenang, tetapi terlihat betapa tajamnya tatapan Pangeran Glenrhys pada adik tirinya. Percayalah! Bella justru merasa ingin mengakhiri hidupnya saat ini juga. Rasa malu, trauma, hina, dan marah kini bergejolak dalam darahnya dan merasuk hingga tulangnya. Gadis itu tidak pernah menyangka jika seseorang yang ia cintai—Pangeran Glenrhys akan melihatnya dalam kondisi tanpa sehelai benan
✍️ Hallo, bab ini menurut penulis akan cukup dark. Jika tidak suka, bisa diskip meskipun bab ini cukup vital dan juga merupakan inti dari cerita. ~~~ Bella kembali membuka mata. Kedua tangan dan kakinya masih terikat dengan tali. Mulutnya juga tersumpal dengan kain. Masih terbalut gaun mewah dengan bawahan mengembang, wajah Bella sudah tampak lusuh meskipun kecantikanya masih tetap terlihat. Sudah berhari-hari Bella diculik dan disekap oleh Pangeran Stefan. Berkali-kali Pangeran gila itu menyatakan cinta dan berkali-kali pula Bella menolaknya dan meludah di wajah Pangeran tersebut. Bella berusaha membebaskan diri dari ikatannya, tetapi tak satupun ikatan itu mengendur. Gadis itu benar-benar ingin kabur dan melarikan diri dari Pangeran mengerikan yang terobsesi padanya. Saat masih berusaha melepas ikatan tali, tiba-tiba terdengar suara pintu berderit, pertanda seseorang telah membukanya. Sosok pria berdiri di ambang pintu. Ya, pria itu ad
Pangeran Glenrhys menaiki kereta kuda kala baru saja keluar dari kapal yang membawanya dari London. Pangeran itu menuju istana untuk bertemu dengan Ratu Cecilia. Turun dari kereta kuda, langkah Pangeran Glenrhys menyusuri taman istana barat untuk menuju aula Ratu.Hingga akhirnya, Pangeran itu telah tiba di depan pintu kamar Ratu. Jemari panjangnya mulai terulur dan membuka pintu ganda kamar yang seketika memperlihatkan seorang wanita yang sedang terbaring di atas tempat tidur.Pangeran Glenrhys melangkah mendekat, "Apakah kau sudah meminum obatmu?" Suara bariton yang terdengar begitu dalam keluar dari mulut Pangeran tersebut.Ratu Cecilia yang awalnya memejamkan mata mulai membuka kelopak mata yang dinaungi bulu mata lentik dan seketika memperlihatkan iris mata biru yang indah, mirip seperti iris mata milik Pangeran Glenrhys. Wanita cantik itu menarik sudut bibirnya dan tersenyum menatap sang putra yang tiba-tiba datang mengunjunginya."Obat
Secret~Seorang pria paruh baya berambut hitam panjang dan bertopi fedora memasuki salah satu ruang kamar yang berada di istana. Ia menunduk sopan kala berhadapan dengan seorang Pangeran yang duduk santai di peraduannya dengan sebatang cerutu di tangannya. Pria paruh baya itu adalah Pollux. Sedangkan Pangeran itu adalah Stefanus Aldrich."Dia sudah menyetujuinya, My Lord. Duchess Marimar bersedia berada di pihak kita. Semua rencana sudah kita bicarakan dan tinggal menunggu waktunya."Senyuman menyeringai tergambar di bibir Pangeran Stefan. Sebelah tangannya mulai mendekatkan sebatang cerutu di bibir merah mudanya. Menyesap sari pati tembakau, Pangeran itu mengembuskannya secara perlahan, "Bagus, Pollux. Aku sudah tidak sabar menunggu hari itu tiba. Aku tidak sabar bersama dengannya," desis Pangeran Stefan masih dengan senyuman menyeringai yang belum memudar.Hingga akhirnya, hari itu pun tiba. Hari di mana Enzo menjemput Bella yang sedang berada di markas
Secret~Hari ini adalah jadwal dilakukannya penyulingan air di Desa Oldegloe sebagai upaya penyelematan dari wabah seperti yang telah dicetuskan Bella di rumah kesehatan bersama Derek sebelumnya. Pangeran Glenrhys sedang bersiap menuju Desa dan melihat kembali beberapa bahan-bahan penyulingan dari alam yang berada di kereta kuda. Bahan-bahan itu akan di bawa ke desa seperti yang diminta oleh Bella. Sedangkan Bella dan Emma sudah berangkat terlebih dahulu ke desa menaiki kuda.Pangeran Stefan yang juga berada di mansion kediaman Duke Arandel diam-diam memandangi Pangeran Glenrhys dari kejauhan. Berhiaskan wajah datar, Pangeran itu merasa muak dengan sikap Pangeran Glenrhys yang menangani semua masalah penduduk dengan tangannya sendiri. Terlebih, ia juga geram kala belakangan ini Pangeran Glenrhys menjadi semakin dekat dengan Bella. Tak lama, langkahnya mendekat."Sepertinya kakakku cukup sibuk akhir-akhir ini. Apakah aku perlu membantu?" Senyuman menggemask
Secret~Apakah kalian pernah mendengar sebuah kisah tentang obsesi maniak cinta yang melenceng dari jalurnya dan bisa berakhir tidak sehat atau biasa dikenal dengan Obsessive Compulsive Disorder atau OCD? Ya, hal itu yang dialami Aaron di kehidupan Bella Marlene di masa depan.Namun, bukankah seseorang yang terobesi pada kekasihnya memang sudah biasa dan sering terjadi? Dan kini ... apakah kalian pernah mendengar cerita tentang sebuah obsesi maniak pada ibunya sendiri? Bahkan, cerita itu pernah menjadi sebuah legenda di Indonesia, Sangkuriang.Anehnya, hal itu justru dialami oleh seorang anak berusia sepuluh tahun. Ayolah, bagaimana mungkin anak sekecil itu mengetahui hal semacam cinta? Tidak. Anak itu bahkan tidak tahu apa itu cinta. Yang dia tau, hanyalah ibunya yang selalu membuatnya merasa nyaman dan dia ingin selalu bersama sang ibu.Bukankah hal itu wajar? Bukankah setiap Anak memang ingin selalu dekat bersama sang ibu? Benar, setiap Ana
Tiba-tiba terdengar suara keributan yang memekakkan telinga dan menembus alam bawah sadar Bella. Gadis itu lantas membuka kelopak mata dan mendapati dirinya masih berada di dalam kereta kuda. Namun, kereta kuda itu berhenti dan justru berganti dengan berbagai macam suara jeritan kesakitan, pekikan, hingga suara pedang yang saling beradu dan berdesing di telinga. Dan, di mana Emma? Hanya Bella yang ada di dalam kereta kuda tersebut.Layaknya Cinderella, Bella keluar dari kereta kuda dengan gaun indah dan sepatu kaca yang terbalut sempurna di tubuhnya. Namun, kini yang ada di depan mata Bella bukanlah pemandangan indah berupa istana sang pangeran yang akan digunakan Cinderella berdansa hingga jam dua belas malam, tetapi justru hal mengerikan di mana para pengawal dan pelayannya yang berjatuhan bersimbah darah. Ya, Enzo dan Emma kini tergeletak di atas permukaan tanah.Manik mata Bella seketika membulat. Tubuhnya mematung dengan kedua tangan gemetaran. Dihampirinya Emma y