“Nenek …,” panggil Amora dengan suara yang terdengar lirih.Perlahan Amora meraih tangan neneknya yang terlihat sangat kurus hingga seperti kulit yang membalut tulang saja. Ia tidak berani menggenggamnya terlalu kuat karena takut malah membuat neneknya kesakitan. Akan tetapi, tindakannya itu berhasil mengalihkan pandangan wanita tua itu kepadanya. “Nek,” panggil Amora lagi. Sayangnya, Gilda Orlena masih tidak membalas sapaannya. Wanita tua itu masih menatap Amora dengan sorot mata yang terlihat asing. Amora tahu jika neneknya itu juga mengalami demensia cukup lama hingga sulit bagi wanita tua itu untuk mengingat tentang hal-hal yang pernah dilakukannya. Pengurus panti sudah menjadwalkan secara rutin pengobatan dan terapi untuk wanita tua itu. Walaupun neneknya tidak mengenalmya lagi, tetapi Amora tetap tidak menyerah. “Nek, ini Amora. Aku sudah kembali,” cicit Amora. Suara serak yang diiringi isak tangisnya pun akhirnya pecah.Ajaibnya, wanita tua itu beraksi dengan ucapan Amora.
“Terima kasih sudah mengantarku pulang, Ayah,” ucap Amora kepada ayahnya. Saat ini wanita itu telah tiba di depan pintu penthousenya setelah menjenguk neneknya. “Apa Ayah benar tidak mau mampir?” tanyanya. “Tidak. Sudah terlalu malam juga. Masuk dan beristirahatlah,” sahut Alejandro. Amora pun mengangguk kecil. “Ayah juga hati-hatilah di jalan. Langsung pulang ke rumah. Jangan pergi sendirian malam-malam,” ucapnya. “Ini siapa yang orang tua, siapa yang anak sebenarnya,” seloroh Alejandro. Amora terkekeh pelan, lalu ia pun berkata, “Kalau begitu, aku masuk dulu.” Tatapan Amora tertuju pada kedua pengawal pribadinya yang sejak tadi pagi bekerja untuknya. “Kalian juga pulang beristirahatlah. Terima kasih sudah bekerja keras hari ini,” ucapnya. Seth dan Pedro hanya memberikan anggukan kecil. Amora pun berjalan masuk ke dalam kediamannya di mana terlihat sangat minim penerangan. Beberapa lampu telah dimatikan oleh Regis. Amora menerka jika pria itu telah tidur. Sekarang sudah hampi
“Ka-kamu mau apa, Regis?” Amora telah memandang suaminya dengan sorot mata penuh selidik karena pria itu malah tersenyum dengan penuh arti. “Rahasia,” jawab Regis. “Ck, kamu mempermainkanku?” gerutu Amora. Regis dapat melihat kekecewaan dari ekspresi istrinya itu dan berkata, “Sebelum ada ucapan terbuka dari dokter, aku akan berusaha untuk tidak menyentuhmu, Amora.” Regis mengacak puncak kepala istrinya, kemudian menambahkan, “Tunggu saja. Aku akan memberikannya kalau sudah menemukan waktu yang tepat. Sekarang kamu duduk manis di sini dan jangan memancingku lagi.” Regis kembali melangkah masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dan juga menuntaskan hasratnya yang telah bangkit karena ulah istrinya tadi. Amora pun tertegun. “Waktu yang tepat? Memangnya kapan waktu yang tepat? Huh! Dia pasti mempermainkanku lagi,” decaknya seraya memandang bayangan suaminya dari kaca buram yang dapat terlihat dari tempatnya saat ini. “Ternyata untung juga punya suami yang tampan, bi
“Aku baru selesai kok. Ini sudah mau pulang sebentar lagi.” Seulas senyuman memenuhi bibir Amora saat menjawab panggilan telepon dari suaminya. Sejak satu jam yang lalu, pria itu berulang kali melakukan panggilan ke gawainya. Padahal Amora sedang sibuk memantau pekerjaan para bawahannya di dalam ballroom hotel ternama yang baru saja selesai digunakan dalam acara salah satu klien Eternal Bliss. Amora harus memastikan tidak ada lagi hal yang tertinggal dan semua selesai tanpa adanya kendala apa pun. Regis sangat mengkhawatirkan kondisi Amora karena saat ini kehamilan wanita itu semakin besar. Kini kehamilan Amora sudah memasuki trisemester ketiga. Ia tidak ingin istrinya kelelahan bekerja. Sejak Amora sudah dapat berjalan seperti semula, ia memutuskan untuk kembali membantu Eternal Bliss. Ia tidak bisa diam saja berpangku tangan untuk menerima hasilnya saja, sedangkan Estelle dan Biana harus bekerja lebih daripada dirinya. Selain itu. Amora memiliki alasan lain juga untuk tetap be
“By the way, tadi aku lihat karyawanmu sudah makin banyak, kenapa kamu tidak menyerahkan saja pekerjaan itu kepada mereka? Apa gunanya mereka kalau kamu juga harus memeriksa semuanya sendiri?” omel Regis yang masih belum bisa menerima istrinya bekerja hingga larut seperti ini. Padahal biasanya Estelle yang harus melakukan bagian tersebut, tetapi hari ini ia harus menemani Kimmy yang sedang sakit. “Iya, iya. Aku hanya mengeceknya sambil menunggumu juga,” sahut Amora seraya terkekeh geli melihat wajah masam suaminya. Akhir-akhir ini Regis semakin cerewet dan selalu mengingatkannya banyak hal seolah dirinya adalah anak kecil yang harus diperhatikan. Sebenarnya dimanjakan oleh Regis adalah sebuah kebahagiaan tersendiri bagi Amora. Ia tidak tahu apakah pria itu masih akan memanjakannya setelah kelahiran buah hati mereka nanti. Pintu lift pun terbuka. Regis mengajak istrinya untuk naik beberapa anak tangga yang menuju ke atap gedung hotel. Ia menuntun istrinya dengan hati-hati. “Kita
“Terima kasih atas kerja keras kalian hari ini. Beristirahatlah besok. Kita masuk lusa lagi untuk membahas event selanjutnya.” Biana menyampaikan pesan dari Estelle dan Amora kepada para rekan kerjanya. “Bagaimana kalau malam ini bersenang-senang di Avenue? Hari ini lagi ada promo,” cetus salah seorang rekan Biana yang menyarankan salah satu tempat hiburan untuk menghilangkan penat. Namun, Biana menggeleng. “Tidak. Kalian saja yang pergi. Aku besok mau pergi spa saja. Hari ini sudah terlalu malam. Aku mau tidur saja,” timpalnya. “Baiklah. Kalau begitu, sampai jumpa lusa,” sahut rekan gadis itu. Biana mengangguk. Ia melambaikan tangannya kepada para rekannya tersebut dan berpisah jalur dengan mereka. “Akhirnya hari ini selesai juga,” gumam Biana seraya mengangkat kedua lengannya tingi-tinggi ke udara. Ia pun menghirup udara malam itu untuk melegakan pernapasannya. Saat ini seluruh tubuhnya terasa pegal terutama kakinya. Sejak tadi Biana tidak berhenti berjalan mondar-mandir untuk
“Biana, tunggu!” panggil Mark seraya meringis pelan. Kepala pria itu masih terasa pusing karena benturan yang didapatkannya tadi. Namun, ia tidak bisa membiarkan Biana pergi begitu saja tanpa mendengar penjelasan darinya. Mark pun menggelengkan kepalanya dengan kuat untuk mengusir rasa sakitnya, lalu bergegas mengejar langkah Biana. Tidak perlu menunggu lama, ia berhasil menyusul gadis itu. Mark kembali menarik lengan mantan kekasihnya tersebut dan berkata, “Tunggu, Bia. Tolong dengarkan aku dulu.” “Tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi, Mark. Kamu menyebalkan!” hardik gadis itu seraya menyentakkan tangan pria itu. Namun, cekalan Mark terlalu kuat. Ia tidak berniat membiarkan gadis itu pergi lagi. Karena Biana terus meronta, Mark terpaksa memeluk gadis itu dengan erat untuk meredakan amarahnya. “Lepaskan aku, Mark! Atau aku akan berteriak!” ancam Biana dengan kesal. Mark menggeleng. “Aku tidak akan melepaskanmu. Maafkan aku, Bia. Maaf …,” lirihnya. Emosi Biana masih memunca
“Apa kamu tidak mencintaiku? Kamu sudah melupakanku?” cecar Mark yang tidak berniat memberikan sedikit pun Biana kesempatan untuk menolaknya. “Aku ….” Biana menggigit bibir bawahnya dengan erat, lalu perlahan ia tertunduk untuk menghindari tatapan pria itu. Sesungguhnya, selama tujuh bulan ini Biana sudah berusaha untuk melupakan Mark. Akan tetapi, setiap kali mereka bertemu tanpa sengaja, hati kecil Biana selalu saja menyesali keputusannya yang telah memutuskan hubungan mereka. Sebenarnya Biana masih sangat menyayangkan keputusannya tersebut. Namun, ia juga merasa kesal karena Mark tidak memiliki niat sedikit pun untuk mempertahankan hubungan mereka saat ia mengajukan putus tujuh bulan lalu. Biana pun mengira jika pria itu memang tidak memiliki perasaan dengannya. Namun, mendengar pengakuan pria itu saat ini, tidak dapat dipungkiri jika hati Biana terasa berbunga-bunga. Hanya saja harga diri Biana terlalu tinggi untuk mengakuinya. Ia merasa Mark perlu merasakan kekecewaannya du
Satu per satu acara pun dimulai dan berakhir dengan lancar. Regis juga memperkenalkan kedua putranya yang menjadi kebanggaan keluarga Lorenzo di hadapan para tamunya. Kali ini Regis tidak melarang beberapa awak media terpercaya untuk meliput kedua buah hatinya itu. Namun, para bawahan Regis tetap memberikan batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mengambil gambar. Akhirnya tiba saatnya sesi pelemparan buket bunga yang dilakukan oleh Amora sebagai mempelai wanita. Para gadis maupun pemuda lajang telah bersiap-siap untuk berebutan buket dari sang mempelai wanita.Biana juga telah bersiap di posisinya. Pada hitungan ketiga, buket bunga tersebut melayang di udara dan semua orang berlomba-lomba menggapainya. Buket bunga tersebut beralih dari satu tangan ke tangan yang lain hingga akhirnya seseorang berhasil merebutnya! Seketika suasana menjadi sangat hening, semua orang berdiri mematung untuk melihat sosok yang beruntung tersebut. Biana tampak kesal karena ia tidak b
Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading dan tiara cantik yang menghiasi puncak kepalanya serta juntaian wedding veil yang menutupi sebagian wajahnya, Amora berjalan selangkah demi selangkah menuju ke arah suaminya, Regis Lorenzo. Wanita itu mengamit lengan Alejandro Volker selaku ayah kandungnya. Mereka berjalan berdampingan. Terlihat sosok sepasang malaikat kecil di depan mereka yang berpenampilan tampan dan imut. Mereka tidak lain adalah Rayden dan Kimmy. Keduanya berjalan bergandengan tangan sembari menebarkan kelopak bunga mawar yang menuntun langkah mempelai wanita menuju ke ujung aisle. Sementara itu, tiga orang bridesmaid berjalan di belakang Amora. Mereka adalah Estelle Mauverick, Biana Curtiz dan Alicia Lorenzo. Amora memandang ke sekelilingnya. Ia bertemu pandang dengan beberapa orang terdekatnya seperti Noel Ritter, Chris Walden, Bianca Lysander, Hilde Maven, Henry Allen serta Emma Adams yang sedang menggendong buah hatinya, Ryuji Lorenzo. Amora memberikan la
“Ada apa? Kamu masih saja cemburu dengan mantan istrimu?” goda Gino yang sejak tadi memperhatikan Regis di belakangnya. Malam ini pria itu memang menjadi groomsmen-nya alias pendamping mempelai pria. Regis hanya melayangkan tatapan tajamnya. Ia enggan menanggapinya. “Aku mengerti. Mantan memang sulit dilupakan. Apalagi mantan pertama. Rasanya aku ingin mencabik-cabiknya,” geram Gino yang dapat memahami perasaan Regis. Istrinya juga masih beberapa kali bertemu dengan mantan suaminya karena mantan suami istrinya itu ingin bertemu dengan Kimmy, putri mereka. “Apa mau aku membantumu?” tawar Regis dengan serius. Gino langsung meliriknya dengan syok. Tentu saja ia memahami maksud dari Regis. “Mengambil nyawanya bukan penyelesaian yang baik, Regis. Kalau Estelle dan Kimmy tahu aku yang sudah menghabisi ayah kandungnya, mau ditaruh di mana wajahku ini,” timpalnya. Regis mengulum senyumnya. “Dasar pengecut,” ledeknya. Gino mencebikkan bibirnya dengan malas. Ia mengedarkan pandangannya ke
“Ada apa, Amora?” tanya Estelle dan Biana secara serempak. Mereka tampak khawatir melihat kondisi Amora. Namun, Amora menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Sepertinya aku harus memompa asiku dulu deh. Tapi, aku tidak bawa alatnya lagi,” cicitnya. “Tenang saja. Aku bawa kok. Pakai punyaku dulu saja,” sahut Estelle sembari mengambil tas ransel yang berisi berbagai barang keperluan putra keduanya. Amora pun meminjam peralatan pompa asi dari sahabatnya, lalu bergegas menyelesaikan kegiatannya dan kembali melanjutkan persiapannya untuk acara malam ini. “Tolong kalian gunakan jari-jari ajaib kalian untuk menyulapnya menjadi ratu tercantik sejagat raya malam ini,” pinta Estelle kepada para penata rias dan penata busana pilihannya. “Serahkan saja kepada kami, Nyonya Moonstone!” sahut tim tersebut. *** Suara alunan piano memenuhi di sekitar lahan hijau yang telah didekorasi dengan sangat cantik. Pintu masuk menuju ke area resepsi acara juga telah dihiasi dengan aneka bunga segar berwarna put
“Apa? Pesta pernikahan?” Amora menatap Mark dengan syok, lalu memandang Biana dan Estelle yang sedang tersenyum sumringah padanya. “Sejak kapan kalian merencanakan semua ini, hm?” selidik Amora dengan sengit. “Maaf, Amora. Kami benar-benar tulus ingin memberikan kejutan. Tolong jangan marah,” cicit Estelle. “Benar, Amora. Aku juga terpaksa mengikuti rencana mereka. Tapi, percayalah kalau kami tidak pernah bermaksud buruk padamu,” timpal Biana dengan bersungguh-sungguh. “Ck, kalian benar-benar tidak setia kawan, huh?” Amora mengomeli kedua sahabatnya. Ia masih sangat kesal dibohongi dan dipermainkan seperti orang bodoh. “Tentu saja kami setia kawan, Amora. Kami ingin kamu bahagia,” cetus Estelle yang diikuti anggukan oleh Biana. “Sia-sia saja air mataku tadi,” sungut Amora dengan wajah ditekuk masam. Regis menghampiri istrinya tersebut, lalu menyeka sudut mata wanita itu yang masih berair. “Jangan marah lagi, Sayang. Maafkan aku. Aku bersedia menerima hukuman apa pun,” ucapnya.
Suara letusan konfeti mengagetkan Amora. Refleks, ia memejamkan matanya dan taburan potongan kertas warna-warni menghujani tubuhnya. “Surprise!” Seruan penuh semangat terdengar di telinganya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia disuguhkan dengan kehadiran Regis yang telah berdiri di depan matanya. “Regis?” Amora menatap suaminya dengan kening yang berkerut. Pandangan Amora pun mengedar ke sekelilingnya. Ia tidak menemukan sosok yang mencurigakan di dalam ruangan itu. Justru ia malah dikagetkan dengan kehadiran beberapa orang yang dikenalnya. “Kalian ….” Amora memandang satu per satu sosok tersebut dengan bingung. Tatapannya terhenti pada Alicia yang berdiri di sampingnya. Gadis itu memegang konfeti yang diletuskannya tadi. Amora pun menginterogasinya. “Alicia, kenapa kamu bisa ada di sini? Apa maksud semua ini? Di mana wanita itu?" "Wanita?" Regis memandang Amora dengan bingung. "Tidak usah berpura-pura, Regis. Apa kamu menyembunyikannya?" selidik Amora. Ia telah mendorong d
Perasaan Amora terasa tidak karuan. Ucapan Alicia masih terngiang jelas di dalam benaknya. “Ini tidak mungkin. Tidak mungkin,” gumam Amora berulang kali.Seth melirik kaca spion mobil tengah untuk memantau kondisi nyonya mudanya tersebut. Ia tidak tahu menahu tentang hal yang terjadi. Tadi wanita itu hanya memintanya untuk segera mengantarkannya ke Mansion Blue Lake.Tadi Alicia berkata jika ia melihat Regis bertemu dengan seorang wanita saat ia dalam perjalanan menuju taman bermain dengan Rayden. Padahal sepengetahuannya, pria itu seharusnya berada dalam perjalanan ke Italia seperti yang dikatakannya kemarin kepadanya.Alicia berkata kepada Amora jika ia telah membuntuti Regis dan melihat keduanya masuk ke dalam Mansion Blue Lake. Tentu saja hal tersebut membuat Amora sangat terkejut. Ia tidak percaya jika Regis melakukan sesuatu yang mengkhianati cinta mereka.Namun, di satu sisi, Amora juga yakin kalau Alicia tidak mungkin membohonginya. ‘Apa mungkin Regis tidak jadi berangkat ke
“Bagaimana? Apa kamu bisa tenang membiarkan Emma membantumu mulai hari ini?” tanya Liliana meminta pendapat menantunya tersebut. Amora tertegun. Ia menatap Emma yang masih menunggu tanggapannya. “Tentu saja aku setuju,” sahutnya dengan mengulas senyuman lebar di bibirnya. Dibandingkan para pengasuh lain, Amora tentu saja akan lebih percaya dengan Emma. Dulu wanita paruh baya itu juga sering membantunya menjaga Rayden. “Tapi, apa Nyonya Adams tidak apa-apa? Aku tidak ingin terus-menerus merepotkan Anda. Apa Henry dan Hilde mengizinkannya?” tanya Amora dengan penuh selidik. Ia tidak ingin putra dan menantu Emma tidak menyetujui hal tersebut. Apalagi kondisi Emma yang pernah dirawat di rumah sakit dulu. “Tenang saja, Amora. Malah mereka memintaku untuk membantumu. Hilde malah lebih mendukungku,” terang Emma yang dapat memahami pemikiran Amora tersebut. “Nanti Tante akan sering-sering datang dan ikut membantu kok,” timpal Liliana yang mencoba meyakinkan menantunya itu. Amora tersen
“Selamat pagi Anak Mama. Bagaimana tidurnya semalam, hm?”Amora berceloteh sendiri dengan Ryuji yang sedang duduk di dalam box bayinya. Amora baru saja bangun saat mendengar suara bayi bertubuh gembul itu.“Anak Mama sudah bangun saja pagi begini. Siapa yang sudah menggantikan popokmu, hm? Papa?” tanya Amora ketika melihat putranya telah berganti pakaian.Ryuji hanya menanggapinya dengan senyuman lebar dan menendang kedua tangan dan kakinya berulang kali. Ia asyik memasukkan teether ke dalam mulutnya dan menggigit-gigitnya dengan gemas.Amora pun menggendong Ryuji keluar dari tempat tidurnya dan mengelilingi kamarnya untuk mencari keberadaan Regis.“Sayang,” panggil Amora. Namun, tidak ada yang menyahutnya.“Ke mana dia?” gumam Amora yang akhirnya kembali ke kamarnya. Ia baru menyadari jika koper yang dipersiapkannya semalam untuk Regis sudah tidak ada di tempatnya.“Dia sudah pergi?” terka Amora dengan terheran-heran.Tidak biasanya Regis pergi tanpa berpamitan padanya. Biasanya Regi