“Bukan begitu, Sayang. Tapi ….” Ucapan Regis terhenti ketika melihat raut wajah masam istrinya tersebut.
Wanita itu memanyunkan bibirnya. Ia menatap Regis dengan tajam. “Kamu tidak percaya kalau aku ngidam mau lihat pertunjukannya? Aku mau foto sama dia juga. Pokoknya aku mau ketemu,” desaknya.
Sebenarnya Amora juga tidak tahu kenapa bersikap semanja dan bersikeras seperti ini kepada suaminya hanya untuk mendapatkan izin untuk menonton pertunjukan tersebut. Namun, ia akan merasa sangat gelisah apabila keinginannya itu tidak terpenuhi dan Amora merasa ini adalah ‘keanehan’ dari salah satu perjalanan kehamilannya.
Regis menghela napas panjang. Ia tidak tahu harus bagaimana menjelaskan perasaannya kepada istrinya tersebut. Walaupun ia tahu jika istrinya hanya sekedar mengagumi saja dan juga termasuk salah satu bentuk ‘ngidam’ yang terjadi pada istrinya, tetapi tetap saja Regis tidak bisa tinggal diam.
Demi memenuhi keinginan istrinya, Regis telah memesan
“Kamu tidak usah menjemputku. Aku sudah ada janji,” cetus Amora yang membuat kening Regis langsung berkerut. Pria itu juga melayangkan tatapan tajamnya. "Janji? Memangnya kamu ada janji sama siapa, Sayang?" selidik Regis yang mulai menginterogasi istrinya tersebut. “Memangnya kenapa sih?” timpal Amora yang telah tertawa geli. Ia dapat melihat kecemburuan dari wajah suaminya itu. Regis pun berdeham pelan. “Aku bukan mau mengaturmu. Aku hanya ingin tahu kamu pergi sama siapa saja,” dalihnya. Amora pun menghela napas panjang. Ia merapikan kerah kemeja suaminya, kemudian membantu Regis memasangkan jas pilihannya. Pria itu masih menunggu jawabannya dan akhirnya Amora pun berkata, “Aku ada janji dengan Ayahku saja. Nanti dia akan datang ke sana setelah selesai konser. Aku mau pergi menjenguk Nenekku hari ini bersamanya.” Hati Regis yang dipenuhi kekhawatiran pun akhirnya terasa lega. Namun, ia dapat merasakan kekhawatiran istrinya. “Apa kamu benaran tidak mau kutemani?” tawar Regis la
“Ada apa dengan Mama kita, Kimmy?” tanya Rayden seraya mengerutkan keningnya saat melihat ibu mereka berjalan dengan cepat mengejar violinis yang mereka tonton tadi. Saat ini kedua anak itu sedang berdiri menunggu ibu mereka di luar kamar kecil bersama kedua pengawal Royal Dragon, tetapi mereka malah ditinggal begitu saja dengan ibu mereka. “Biasalah. Pasti ingin menyapa Paman ganteng itu,” jawab Kimmy dengan acuh tak acuh. “Apa Paman itu lebih tampan daripada Papa kita?” gumam Rayden seraya menghela napas panjang melihat perilaku ibunya dan ibu Kimmy. Anak perempuan itu tampak berpikir keras, lalu bergumam, “Dia memang tampan kok. Tidak kalah dari Papa kita.” Rayden pun menoleh kepada sahabat perempuannya itu. “Jadi kamu juga menyukai tipe seperti itu?” gumamnya. Ia tidak mengerti apa hebatnya memegang biola sampai bisa membuat para wanita dari berbagai kalangan dan usia sampai jatuh hati. “Padahal tidak sulit bermain biola seperti itu daripada berlatih memanah ataupun wushu,” u
"Kalian saling kenal, Cedric?" Dave bertanya seraya memandang Amora dan Cedric secara bergantian. Estelle tersentak. Ia pernah mendengar beberapa hal terkait pria itu sebelumnya dari suaminya ataupun dari Amora sendiri sehingga ia pun bersikap waspada karena khawatir Cedric akan melakukan sesuatu terhadap Amora. Sementara itu, Cedric malah tersenyum tipis melihat kebingungan sahabatnya. Ya, dia dan Dave Mikhailov adalah sahabat dekat. Kedatangannya hari ini adalah untuk memberikan ucapan selamat atas resital sahabatnya hari ini. Amora menatap lurus sosok kakak kandung seayahnya itu. Tubuh Cedric terlihat lebih berisi dibandingkan sebelumnya. Ia berpikir jika pria itu hidup dengan sangat baik meskipun terlihat lelah. Amora mendengar jika Cedric yang mengurus segala hal terkait perusahaan Volker seperti halnya Regis. Ia berpikir jika Cedric pasti sulit untuk mengatasi berbagai masalah yang terjadi pasca insiden kehancuran Golden Snake. Beberapa berita terkait penurunan saham dan
Cedric berdecih sinis. “Lalu … setelah kamu mendapatkan pengakuan, apa kamu berharap aku memanggilmu dengan sebutan ‘adik’ dan memaafkan semua perbuatan ibumu terhadap ibuku?” “Tidak perlu. Aku tidak ingin mendengarnya. Aku tidak butuh pengakuanmu,” sahut Amora yang membuat Cedric merasa keki. Mendengar tanggapan tak terduga dari Amora, Dave yang sejak tadi mendengar pembicaraan mereka pun akhirnya tertawa geli. Ini adalah pertama kalinya ia melihat Cedric terlihat mati kutu di depan lawan bicaranya. Suara tawa Dave pun terhenti ketika melihat Cedric melayangkan tatapan tajam padanya. Ia langsung mengatupkan bibirnya rapat-rapat dan memutuskan untuk tidak mencampuri pembicaraan mereka. “Aku hanya berharap kamu bisa meluangkan waktu untuk mengunjungi Ayah saja, Kak. Tidak masalah kalau kamu tidak mau mengakuiku. Itu sama sekali bukan hal besar untukku. Tapi, aku hanya tidak ingin kamu menyesal kalau nanti kamu tidak bisa lagi bertemu dengan Ayah.” Ucapan Amora membuat kening Ced
“A-ada apa, Cedric?”Alejandro sangat terkejut menerima panggilan telepon dari putra bungsunya tersebut. Saat ini ia sedang dalam perjalanan menjemput Amora.Hank yang sedang duduk di kursi pengemudi, melirik sekilas tuannya. Ia juga cukup terkejut mendengar hal tersebut.Sudah cukup lama ia tidak mendengar majikannya berbicara dengan tuan muda keduanya itu. Namun, ia khawatir panggilan telepon tersebut bukan membawa kabar yang baik.Namun, kekhawatiran Hank ternyata tidak terbukti. Wajah Alejandro terlihat berseri saat berbicara di teleponnya.‘Sepertinya Tuan Muda Kedua sudah mau membuka hatinya,’ batin Hank turut merasa gembira.Tidak berapa lama kemudian, mobil yang dikemudikan Hank akhirnya sampai di depan gedung pertunjukkan Orchid. Alejandro yang masih berbicara di telepon akhirnya pun berkata, “Cedric, nanti kita bicara lagi ya. Nanti kalau kamu senggang, kita makan bersama minggu ini sebelum Ayah berangkat ke Swiss.”Setelah mengakhiri panggilan telepon tersebut, Alejandro pu
“Nenek …,” panggil Amora dengan suara yang terdengar lirih.Perlahan Amora meraih tangan neneknya yang terlihat sangat kurus hingga seperti kulit yang membalut tulang saja. Ia tidak berani menggenggamnya terlalu kuat karena takut malah membuat neneknya kesakitan. Akan tetapi, tindakannya itu berhasil mengalihkan pandangan wanita tua itu kepadanya. “Nek,” panggil Amora lagi. Sayangnya, Gilda Orlena masih tidak membalas sapaannya. Wanita tua itu masih menatap Amora dengan sorot mata yang terlihat asing. Amora tahu jika neneknya itu juga mengalami demensia cukup lama hingga sulit bagi wanita tua itu untuk mengingat tentang hal-hal yang pernah dilakukannya. Pengurus panti sudah menjadwalkan secara rutin pengobatan dan terapi untuk wanita tua itu. Walaupun neneknya tidak mengenalmya lagi, tetapi Amora tetap tidak menyerah. “Nek, ini Amora. Aku sudah kembali,” cicit Amora. Suara serak yang diiringi isak tangisnya pun akhirnya pecah.Ajaibnya, wanita tua itu beraksi dengan ucapan Amora.
“Terima kasih sudah mengantarku pulang, Ayah,” ucap Amora kepada ayahnya. Saat ini wanita itu telah tiba di depan pintu penthousenya setelah menjenguk neneknya. “Apa Ayah benar tidak mau mampir?” tanyanya. “Tidak. Sudah terlalu malam juga. Masuk dan beristirahatlah,” sahut Alejandro. Amora pun mengangguk kecil. “Ayah juga hati-hatilah di jalan. Langsung pulang ke rumah. Jangan pergi sendirian malam-malam,” ucapnya. “Ini siapa yang orang tua, siapa yang anak sebenarnya,” seloroh Alejandro. Amora terkekeh pelan, lalu ia pun berkata, “Kalau begitu, aku masuk dulu.” Tatapan Amora tertuju pada kedua pengawal pribadinya yang sejak tadi pagi bekerja untuknya. “Kalian juga pulang beristirahatlah. Terima kasih sudah bekerja keras hari ini,” ucapnya. Seth dan Pedro hanya memberikan anggukan kecil. Amora pun berjalan masuk ke dalam kediamannya di mana terlihat sangat minim penerangan. Beberapa lampu telah dimatikan oleh Regis. Amora menerka jika pria itu telah tidur. Sekarang sudah hampi
“Ka-kamu mau apa, Regis?” Amora telah memandang suaminya dengan sorot mata penuh selidik karena pria itu malah tersenyum dengan penuh arti. “Rahasia,” jawab Regis. “Ck, kamu mempermainkanku?” gerutu Amora. Regis dapat melihat kekecewaan dari ekspresi istrinya itu dan berkata, “Sebelum ada ucapan terbuka dari dokter, aku akan berusaha untuk tidak menyentuhmu, Amora.” Regis mengacak puncak kepala istrinya, kemudian menambahkan, “Tunggu saja. Aku akan memberikannya kalau sudah menemukan waktu yang tepat. Sekarang kamu duduk manis di sini dan jangan memancingku lagi.” Regis kembali melangkah masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dan juga menuntaskan hasratnya yang telah bangkit karena ulah istrinya tadi. Amora pun tertegun. “Waktu yang tepat? Memangnya kapan waktu yang tepat? Huh! Dia pasti mempermainkanku lagi,” decaknya seraya memandang bayangan suaminya dari kaca buram yang dapat terlihat dari tempatnya saat ini. “Ternyata untung juga punya suami yang tampan, bi
Satu per satu acara pun dimulai dan berakhir dengan lancar. Regis juga memperkenalkan kedua putranya yang menjadi kebanggaan keluarga Lorenzo di hadapan para tamunya. Kali ini Regis tidak melarang beberapa awak media terpercaya untuk meliput kedua buah hatinya itu. Namun, para bawahan Regis tetap memberikan batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mengambil gambar. Akhirnya tiba saatnya sesi pelemparan buket bunga yang dilakukan oleh Amora sebagai mempelai wanita. Para gadis maupun pemuda lajang telah bersiap-siap untuk berebutan buket dari sang mempelai wanita.Biana juga telah bersiap di posisinya. Pada hitungan ketiga, buket bunga tersebut melayang di udara dan semua orang berlomba-lomba menggapainya. Buket bunga tersebut beralih dari satu tangan ke tangan yang lain hingga akhirnya seseorang berhasil merebutnya! Seketika suasana menjadi sangat hening, semua orang berdiri mematung untuk melihat sosok yang beruntung tersebut. Biana tampak kesal karena ia tidak b
Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading dan tiara cantik yang menghiasi puncak kepalanya serta juntaian wedding veil yang menutupi sebagian wajahnya, Amora berjalan selangkah demi selangkah menuju ke arah suaminya, Regis Lorenzo. Wanita itu mengamit lengan Alejandro Volker selaku ayah kandungnya. Mereka berjalan berdampingan. Terlihat sosok sepasang malaikat kecil di depan mereka yang berpenampilan tampan dan imut. Mereka tidak lain adalah Rayden dan Kimmy. Keduanya berjalan bergandengan tangan sembari menebarkan kelopak bunga mawar yang menuntun langkah mempelai wanita menuju ke ujung aisle. Sementara itu, tiga orang bridesmaid berjalan di belakang Amora. Mereka adalah Estelle Mauverick, Biana Curtiz dan Alicia Lorenzo. Amora memandang ke sekelilingnya. Ia bertemu pandang dengan beberapa orang terdekatnya seperti Noel Ritter, Chris Walden, Bianca Lysander, Hilde Maven, Henry Allen serta Emma Adams yang sedang menggendong buah hatinya, Ryuji Lorenzo. Amora memberikan la
“Ada apa? Kamu masih saja cemburu dengan mantan istrimu?” goda Gino yang sejak tadi memperhatikan Regis di belakangnya. Malam ini pria itu memang menjadi groomsmen-nya alias pendamping mempelai pria. Regis hanya melayangkan tatapan tajamnya. Ia enggan menanggapinya. “Aku mengerti. Mantan memang sulit dilupakan. Apalagi mantan pertama. Rasanya aku ingin mencabik-cabiknya,” geram Gino yang dapat memahami perasaan Regis. Istrinya juga masih beberapa kali bertemu dengan mantan suaminya karena mantan suami istrinya itu ingin bertemu dengan Kimmy, putri mereka. “Apa mau aku membantumu?” tawar Regis dengan serius. Gino langsung meliriknya dengan syok. Tentu saja ia memahami maksud dari Regis. “Mengambil nyawanya bukan penyelesaian yang baik, Regis. Kalau Estelle dan Kimmy tahu aku yang sudah menghabisi ayah kandungnya, mau ditaruh di mana wajahku ini,” timpalnya. Regis mengulum senyumnya. “Dasar pengecut,” ledeknya. Gino mencebikkan bibirnya dengan malas. Ia mengedarkan pandangannya ke
“Ada apa, Amora?” tanya Estelle dan Biana secara serempak. Mereka tampak khawatir melihat kondisi Amora. Namun, Amora menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Sepertinya aku harus memompa asiku dulu deh. Tapi, aku tidak bawa alatnya lagi,” cicitnya. “Tenang saja. Aku bawa kok. Pakai punyaku dulu saja,” sahut Estelle sembari mengambil tas ransel yang berisi berbagai barang keperluan putra keduanya. Amora pun meminjam peralatan pompa asi dari sahabatnya, lalu bergegas menyelesaikan kegiatannya dan kembali melanjutkan persiapannya untuk acara malam ini. “Tolong kalian gunakan jari-jari ajaib kalian untuk menyulapnya menjadi ratu tercantik sejagat raya malam ini,” pinta Estelle kepada para penata rias dan penata busana pilihannya. “Serahkan saja kepada kami, Nyonya Moonstone!” sahut tim tersebut. *** Suara alunan piano memenuhi di sekitar lahan hijau yang telah didekorasi dengan sangat cantik. Pintu masuk menuju ke area resepsi acara juga telah dihiasi dengan aneka bunga segar berwarna put
“Apa? Pesta pernikahan?” Amora menatap Mark dengan syok, lalu memandang Biana dan Estelle yang sedang tersenyum sumringah padanya. “Sejak kapan kalian merencanakan semua ini, hm?” selidik Amora dengan sengit. “Maaf, Amora. Kami benar-benar tulus ingin memberikan kejutan. Tolong jangan marah,” cicit Estelle. “Benar, Amora. Aku juga terpaksa mengikuti rencana mereka. Tapi, percayalah kalau kami tidak pernah bermaksud buruk padamu,” timpal Biana dengan bersungguh-sungguh. “Ck, kalian benar-benar tidak setia kawan, huh?” Amora mengomeli kedua sahabatnya. Ia masih sangat kesal dibohongi dan dipermainkan seperti orang bodoh. “Tentu saja kami setia kawan, Amora. Kami ingin kamu bahagia,” cetus Estelle yang diikuti anggukan oleh Biana. “Sia-sia saja air mataku tadi,” sungut Amora dengan wajah ditekuk masam. Regis menghampiri istrinya tersebut, lalu menyeka sudut mata wanita itu yang masih berair. “Jangan marah lagi, Sayang. Maafkan aku. Aku bersedia menerima hukuman apa pun,” ucapnya.
Suara letusan konfeti mengagetkan Amora. Refleks, ia memejamkan matanya dan taburan potongan kertas warna-warni menghujani tubuhnya. “Surprise!” Seruan penuh semangat terdengar di telinganya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia disuguhkan dengan kehadiran Regis yang telah berdiri di depan matanya. “Regis?” Amora menatap suaminya dengan kening yang berkerut. Pandangan Amora pun mengedar ke sekelilingnya. Ia tidak menemukan sosok yang mencurigakan di dalam ruangan itu. Justru ia malah dikagetkan dengan kehadiran beberapa orang yang dikenalnya. “Kalian ….” Amora memandang satu per satu sosok tersebut dengan bingung. Tatapannya terhenti pada Alicia yang berdiri di sampingnya. Gadis itu memegang konfeti yang diletuskannya tadi. Amora pun menginterogasinya. “Alicia, kenapa kamu bisa ada di sini? Apa maksud semua ini? Di mana wanita itu?" "Wanita?" Regis memandang Amora dengan bingung. "Tidak usah berpura-pura, Regis. Apa kamu menyembunyikannya?" selidik Amora. Ia telah mendorong d
Perasaan Amora terasa tidak karuan. Ucapan Alicia masih terngiang jelas di dalam benaknya. “Ini tidak mungkin. Tidak mungkin,” gumam Amora berulang kali.Seth melirik kaca spion mobil tengah untuk memantau kondisi nyonya mudanya tersebut. Ia tidak tahu menahu tentang hal yang terjadi. Tadi wanita itu hanya memintanya untuk segera mengantarkannya ke Mansion Blue Lake.Tadi Alicia berkata jika ia melihat Regis bertemu dengan seorang wanita saat ia dalam perjalanan menuju taman bermain dengan Rayden. Padahal sepengetahuannya, pria itu seharusnya berada dalam perjalanan ke Italia seperti yang dikatakannya kemarin kepadanya.Alicia berkata kepada Amora jika ia telah membuntuti Regis dan melihat keduanya masuk ke dalam Mansion Blue Lake. Tentu saja hal tersebut membuat Amora sangat terkejut. Ia tidak percaya jika Regis melakukan sesuatu yang mengkhianati cinta mereka.Namun, di satu sisi, Amora juga yakin kalau Alicia tidak mungkin membohonginya. ‘Apa mungkin Regis tidak jadi berangkat ke
“Bagaimana? Apa kamu bisa tenang membiarkan Emma membantumu mulai hari ini?” tanya Liliana meminta pendapat menantunya tersebut. Amora tertegun. Ia menatap Emma yang masih menunggu tanggapannya. “Tentu saja aku setuju,” sahutnya dengan mengulas senyuman lebar di bibirnya. Dibandingkan para pengasuh lain, Amora tentu saja akan lebih percaya dengan Emma. Dulu wanita paruh baya itu juga sering membantunya menjaga Rayden. “Tapi, apa Nyonya Adams tidak apa-apa? Aku tidak ingin terus-menerus merepotkan Anda. Apa Henry dan Hilde mengizinkannya?” tanya Amora dengan penuh selidik. Ia tidak ingin putra dan menantu Emma tidak menyetujui hal tersebut. Apalagi kondisi Emma yang pernah dirawat di rumah sakit dulu. “Tenang saja, Amora. Malah mereka memintaku untuk membantumu. Hilde malah lebih mendukungku,” terang Emma yang dapat memahami pemikiran Amora tersebut. “Nanti Tante akan sering-sering datang dan ikut membantu kok,” timpal Liliana yang mencoba meyakinkan menantunya itu. Amora tersen
“Selamat pagi Anak Mama. Bagaimana tidurnya semalam, hm?”Amora berceloteh sendiri dengan Ryuji yang sedang duduk di dalam box bayinya. Amora baru saja bangun saat mendengar suara bayi bertubuh gembul itu.“Anak Mama sudah bangun saja pagi begini. Siapa yang sudah menggantikan popokmu, hm? Papa?” tanya Amora ketika melihat putranya telah berganti pakaian.Ryuji hanya menanggapinya dengan senyuman lebar dan menendang kedua tangan dan kakinya berulang kali. Ia asyik memasukkan teether ke dalam mulutnya dan menggigit-gigitnya dengan gemas.Amora pun menggendong Ryuji keluar dari tempat tidurnya dan mengelilingi kamarnya untuk mencari keberadaan Regis.“Sayang,” panggil Amora. Namun, tidak ada yang menyahutnya.“Ke mana dia?” gumam Amora yang akhirnya kembali ke kamarnya. Ia baru menyadari jika koper yang dipersiapkannya semalam untuk Regis sudah tidak ada di tempatnya.“Dia sudah pergi?” terka Amora dengan terheran-heran.Tidak biasanya Regis pergi tanpa berpamitan padanya. Biasanya Regi