Semua orang sibuk bercanda tawa dan bercerita sembari menikmati makanan dan minuman yang tersedia, tetapi Amora melirik ke arah Xavier yang malah tampak sibuk bermain dengan ponselnya, lalu ia pun bertanya, “Xavier, kamu tidak makan?" "Tidak, Amora. Aku masih kenyang," jawab pria itu, kembali menatap layar ponselnya. "Ngomong-ngomong, aku belum berterima kasih padamu, Xavier," ujar Amora. Pandangan Xavier kembali tertuju pada Amora. Ia meletakkan gawainya dan berkata. “Tidak perlu berterima kasih. Aku tidak melakukan apa pun, Amora." Istri Regis itu pun menggeleng. “Tidak. Kamu sudah melindungi dan menjaga Ray sudah termasuk membantuku. Maaf kalau sudah merepotkanmu,” ucapnya. Amora berpikir jika dirinya tidak seharusnya melimpahkan tanggung jawabnya kepada pria itu, mengingat mereka tidak memiliki hubungan darah sedikit pun. Xavier tersenyum tipis. “Tidak usah sungkan, Amora. Tidak sulit untuk mengurus Ray. Dia anak yang cerdas dan mandiri. Aku hanya mengawasinya saja,” timpaln
“Masuklah, Ayah.” Regis bergegas menyambut ayah mertuanya yang tampak sungkan untuk masuk ke dalam ruangan rawat istrinya tersebut. Alejandro pun melangkah dengan wajah yang dipenuhi keraguan karena Amora tidak mengatakan apa pun dan terlihat menghindari tatapannya. Namun, ia tetap masuk dan duduk di kursi yang ditarikkan oleh Regis untuknya. “Bagaimana perjalanan Ayah? Apa tidak ada delay?" ucap Regis yang mencoba membuka pembicaraan. Melihat penampilan pria paruh baya itu, Regis tahu jika ayah mertuanya itu langsung datang ke rumah sakit setelah tiba di bandara.Semalam saat Regis menghubungi Alejandro mengenai kondisi Amora, pria paruh baya itu langsung memesan tiket penerbangan saat itu juga. Padahal penerbangan tersebut memakan waktu cukup sepuluh hingga sebelas jam!Namun, demi menemui putri kandungnya, Alejandro tidak peduli meskipun harus menempuh jarak yang jauh dan perbedaan waktu lima jam di antara dua negara! "Untungnya tidak ada delay. Semua berjalan lancar," jawab
“Ayah ….” Buliran bening telah membasahi wajah Amora. Ia sangat terharu mendengar ucapan pria paruh baya itu. Dulu Amora selalu berpikir jika ayahnya tidak menginginkan putri seperti dirinya sehingga menyerahkannya kepada keluarga Lysander. Sekarang ia menyadari jika dirinya memiliki posisi yang sangat penting di dalam hati ayahnya tersebut. Hati Alejandro ikut terenyuh melihat air mata putrinya. Satu hal yang terlintas di dalam pikiran Alejandro saat menerobos keluar dari ruang rahasia saat itu hanyalah menyelamatkan putrinya. Padahal kakinya yang pincang terasa sakit saat menggendong Amora. Akan tetapi, ia tetap akan melakukannya tanpa ragu meskipun harus mempertaruhkan nyawanya! Alejandro pun menyeka sudut mata Amora dengan jemarinya dan bergumam, “Dasar bodoh. Kenapa kamu malah menangis?” Amora tidak sanggup berkata-kata dan hanya memberikan gelengan kecil. Hingga saat ini Alejandro selalu mengucap rasa syukurnya karena masih diberikan kesempatan untuk berbicara seperti ini
"A-ayah ... Anda tidak bermaksud memisahkan kami kan?" selidik Regis dengan wajah yang telah dipenuhi rasa khawatir. Suara tawa Alejandro pun meledak. Ia memberikan kepalan tinju pelan pada dada menantunya itu. “Kamu pikir aku akan membuat putriku menangis lagi, hm? Kalau bukan karena dia mencintaimu, aku juga tidak ingin kamu bersamanya,” tuturnya. Regis tersenyum kikuk. “Saya pikir saya sudah menjadi menantu sempurna yang diidamkan semua orang,” selorohnya. Alejandro berdecak malas. “Kamu pikir sehebat itu? Kamu benar-benar mirip dengan ayahmu. Sangat pintar menyombongkan dirinya di depanku,” timpalnya. Regis tahu jika ayah mertuanya itu tidak serius mengatakan hal tersebut. “Rasanya benar-benar seperti mimpi, saya tidak pernah menyangka akan menjadi menantu musuh saya sendiri,” ucapnya. “Saya juga sama. Bisa-bisanya putra musuh saya menjadi menantu saya. Dunia ini apa tidak terlalu sempit ya?” tukas Alejandro seraya mengembuskan napasnya dengan kasar. Regis hanya tersenyum ti
“Ada apa? Jawab saja, Regis,” bujuk Amora saat melihat keraguan suaminya. Akhirnya Regis pun menyambut panggilan itu. “Halo, Regis,” sapa Liliana di seberang teleponnya. “Ya, Tante,” balas Regis seraya melirik kepada Amora yang tampak antusias mendengar pembicaraan mereka. Ia pun sengaja menyalakan pengeras suara pada gawainya agar istrinya dapat mendengar bersamanya. Akhir-akhir ini hubungan Regis dengan Liliana sedikit membaik. Selama Amora koma di rumah sakit, Liliana sering mengunjungi Regis ke kantor. Wanita itu sangat mengkhawatirkan kondisi Regis yang tidak peduli dengan pola makannya karena disibukkan dengan pekerjaan dan juga merawat Amora yang terbaring koma. Liliana pun berinisiatif mengantarkan menu makan siang dari kediaman Lorenzo untuk putra tirinya tersebut, padahal Regis tidak pernah memintanya. Walaupun pada awalnya Regis tidak suka dengan sikap Liliana tersebut, tetapi akhirnya ia tetap saja luluh dengan ketulusan dan kepedulian ibu tirinya tersebut. Sebenarnya
"Membosankan sekali. Bagaimana caranya mempercepat waktu?" gumam Amora kepada dirinya sendiri. Sudah tiga hari Amora berdiam diri di penthouse. Ia mulai merasa bosan karena tidak dapat melakukan apa pun selain mengelilingi penthouse tersebut atau sesekali menghubungi Estelle ataupun Biana untuk membicarakan bisnis mereka. Terkadang Amora juga mencoba untuk berlatih berdiri dengan alat bantu yang ada di ruangan gym. Padahal Regis ingin mempekerjakan asisten rumah tangga paruh waktu untuk menemani Amora saat ia pergi bekerja, tetapi Amora menolak. Amora masih merasa khawatir bertemu dengan orang-orang asing. Tragedi di kediaman Volker masih membayangi pikirannya. Dirinya dan Rayden hampir saja mati keracunan saat itu apabila tidak waspada. Ia merasa lebih aman sendirian di penthouse daripada bersama orang asing yang baru dikenalnya. Selama dua hari terakhir ini, Regis telah menemaninya dan membantunya dalam berbagai hal karena Amora masih belum bisa bergerak dengan leluasa dan hanya
“Kenapa kamu malah menangis, Amora?” selidik Regis dengan khawatir. “Soalnya aku … aku tidak pernah berharap kalau kamu akan melakukan hal seperti ini,” cicit Amora sambil menahan air matanya, lalu kembali lanjut berkata, "Ini benar-benar kejutan untukku." “Jadi kamu menyukainya?” tanya Regis seraya mendudukkan Amora di atas salah satu kursi makan. Wanita itu mengangguk. Ia mengambil serbet untuk mengusap air matanya. “Sejak kapan kamu mempersiapkan semua ini?” tanyanya kepada Regis yang telah duduk di kursi yang berhadapan dengannya. “Baru saja kok,” jawab Regis dengan santai. Tatapan Amora tertuju pada kedua koki yang sedang bersiap-siap untuk menyajikan makanan untuk mereka. “Mereka … koki dari mana, Regis?” tanya Amora dengan bingung. Regis tersenyum. “Dari Restoran Muse.” Jawaban yang diberikan Regis membuat Amora tercengang. Bagaimana tidak? Restoran Muse merupakan salah satu restoran bintang lima yang memiliki nama besar yang terkenal di seluruh penjuru negara! Amora
“Ada apa, Sayang?” tanya Regis dengan panik. Ia sangat terkejut melihat air mata istrinya, lalu dengan salah satu jemarinya, ia menyeka sudut mata wanita itu. Amora menggeleng cepat. “Tidak apa-apa,” cicitnya. “Jangan berbohong,” timpal Regis seraya mencubit dagu wanita itu agar dirinya bisa melihat jelas wajahnya. “Kalau kamu punya masalah, jangan dipendam sendiri. Ceritakan padaku, Amora,” lanjut Regis mengingatkan wanita itu. Ia tidak ingin kesalahpahaman dulu kembali terulang dan memperburuk hubungan mereka lagi. “Aku hanya teringat masa kehamilanku dulu,” cicit Amora lagi dan memandang Regis yang juga sedang menatap dirinya dengan lekat. Helaan napas pelan bergulir dari bibir Regis. Ia memegang salah satu sisi wajah wanita itu, lalu berkata, "Aku tidak akan membiarkanmu sendirian lagi, Amora. Aku akan ada di sisimu saat kamu membutuhkan seseorang untuk melindungimu, menemanimu dan menjadi tempatmu bersandar saat lelah. Aku akan me
Satu per satu acara pun dimulai dan berakhir dengan lancar. Regis juga memperkenalkan kedua putranya yang menjadi kebanggaan keluarga Lorenzo di hadapan para tamunya. Kali ini Regis tidak melarang beberapa awak media terpercaya untuk meliput kedua buah hatinya itu. Namun, para bawahan Regis tetap memberikan batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mengambil gambar. Akhirnya tiba saatnya sesi pelemparan buket bunga yang dilakukan oleh Amora sebagai mempelai wanita. Para gadis maupun pemuda lajang telah bersiap-siap untuk berebutan buket dari sang mempelai wanita.Biana juga telah bersiap di posisinya. Pada hitungan ketiga, buket bunga tersebut melayang di udara dan semua orang berlomba-lomba menggapainya. Buket bunga tersebut beralih dari satu tangan ke tangan yang lain hingga akhirnya seseorang berhasil merebutnya! Seketika suasana menjadi sangat hening, semua orang berdiri mematung untuk melihat sosok yang beruntung tersebut. Biana tampak kesal karena ia tidak b
Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading dan tiara cantik yang menghiasi puncak kepalanya serta juntaian wedding veil yang menutupi sebagian wajahnya, Amora berjalan selangkah demi selangkah menuju ke arah suaminya, Regis Lorenzo. Wanita itu mengamit lengan Alejandro Volker selaku ayah kandungnya. Mereka berjalan berdampingan. Terlihat sosok sepasang malaikat kecil di depan mereka yang berpenampilan tampan dan imut. Mereka tidak lain adalah Rayden dan Kimmy. Keduanya berjalan bergandengan tangan sembari menebarkan kelopak bunga mawar yang menuntun langkah mempelai wanita menuju ke ujung aisle. Sementara itu, tiga orang bridesmaid berjalan di belakang Amora. Mereka adalah Estelle Mauverick, Biana Curtiz dan Alicia Lorenzo. Amora memandang ke sekelilingnya. Ia bertemu pandang dengan beberapa orang terdekatnya seperti Noel Ritter, Chris Walden, Bianca Lysander, Hilde Maven, Henry Allen serta Emma Adams yang sedang menggendong buah hatinya, Ryuji Lorenzo. Amora memberikan la
“Ada apa? Kamu masih saja cemburu dengan mantan istrimu?” goda Gino yang sejak tadi memperhatikan Regis di belakangnya. Malam ini pria itu memang menjadi groomsmen-nya alias pendamping mempelai pria. Regis hanya melayangkan tatapan tajamnya. Ia enggan menanggapinya. “Aku mengerti. Mantan memang sulit dilupakan. Apalagi mantan pertama. Rasanya aku ingin mencabik-cabiknya,” geram Gino yang dapat memahami perasaan Regis. Istrinya juga masih beberapa kali bertemu dengan mantan suaminya karena mantan suami istrinya itu ingin bertemu dengan Kimmy, putri mereka. “Apa mau aku membantumu?” tawar Regis dengan serius. Gino langsung meliriknya dengan syok. Tentu saja ia memahami maksud dari Regis. “Mengambil nyawanya bukan penyelesaian yang baik, Regis. Kalau Estelle dan Kimmy tahu aku yang sudah menghabisi ayah kandungnya, mau ditaruh di mana wajahku ini,” timpalnya. Regis mengulum senyumnya. “Dasar pengecut,” ledeknya. Gino mencebikkan bibirnya dengan malas. Ia mengedarkan pandangannya ke
“Ada apa, Amora?” tanya Estelle dan Biana secara serempak. Mereka tampak khawatir melihat kondisi Amora. Namun, Amora menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Sepertinya aku harus memompa asiku dulu deh. Tapi, aku tidak bawa alatnya lagi,” cicitnya. “Tenang saja. Aku bawa kok. Pakai punyaku dulu saja,” sahut Estelle sembari mengambil tas ransel yang berisi berbagai barang keperluan putra keduanya. Amora pun meminjam peralatan pompa asi dari sahabatnya, lalu bergegas menyelesaikan kegiatannya dan kembali melanjutkan persiapannya untuk acara malam ini. “Tolong kalian gunakan jari-jari ajaib kalian untuk menyulapnya menjadi ratu tercantik sejagat raya malam ini,” pinta Estelle kepada para penata rias dan penata busana pilihannya. “Serahkan saja kepada kami, Nyonya Moonstone!” sahut tim tersebut. *** Suara alunan piano memenuhi di sekitar lahan hijau yang telah didekorasi dengan sangat cantik. Pintu masuk menuju ke area resepsi acara juga telah dihiasi dengan aneka bunga segar berwarna put
“Apa? Pesta pernikahan?” Amora menatap Mark dengan syok, lalu memandang Biana dan Estelle yang sedang tersenyum sumringah padanya. “Sejak kapan kalian merencanakan semua ini, hm?” selidik Amora dengan sengit. “Maaf, Amora. Kami benar-benar tulus ingin memberikan kejutan. Tolong jangan marah,” cicit Estelle. “Benar, Amora. Aku juga terpaksa mengikuti rencana mereka. Tapi, percayalah kalau kami tidak pernah bermaksud buruk padamu,” timpal Biana dengan bersungguh-sungguh. “Ck, kalian benar-benar tidak setia kawan, huh?” Amora mengomeli kedua sahabatnya. Ia masih sangat kesal dibohongi dan dipermainkan seperti orang bodoh. “Tentu saja kami setia kawan, Amora. Kami ingin kamu bahagia,” cetus Estelle yang diikuti anggukan oleh Biana. “Sia-sia saja air mataku tadi,” sungut Amora dengan wajah ditekuk masam. Regis menghampiri istrinya tersebut, lalu menyeka sudut mata wanita itu yang masih berair. “Jangan marah lagi, Sayang. Maafkan aku. Aku bersedia menerima hukuman apa pun,” ucapnya.
Suara letusan konfeti mengagetkan Amora. Refleks, ia memejamkan matanya dan taburan potongan kertas warna-warni menghujani tubuhnya. “Surprise!” Seruan penuh semangat terdengar di telinganya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia disuguhkan dengan kehadiran Regis yang telah berdiri di depan matanya. “Regis?” Amora menatap suaminya dengan kening yang berkerut. Pandangan Amora pun mengedar ke sekelilingnya. Ia tidak menemukan sosok yang mencurigakan di dalam ruangan itu. Justru ia malah dikagetkan dengan kehadiran beberapa orang yang dikenalnya. “Kalian ….” Amora memandang satu per satu sosok tersebut dengan bingung. Tatapannya terhenti pada Alicia yang berdiri di sampingnya. Gadis itu memegang konfeti yang diletuskannya tadi. Amora pun menginterogasinya. “Alicia, kenapa kamu bisa ada di sini? Apa maksud semua ini? Di mana wanita itu?" "Wanita?" Regis memandang Amora dengan bingung. "Tidak usah berpura-pura, Regis. Apa kamu menyembunyikannya?" selidik Amora. Ia telah mendorong d
Perasaan Amora terasa tidak karuan. Ucapan Alicia masih terngiang jelas di dalam benaknya. “Ini tidak mungkin. Tidak mungkin,” gumam Amora berulang kali.Seth melirik kaca spion mobil tengah untuk memantau kondisi nyonya mudanya tersebut. Ia tidak tahu menahu tentang hal yang terjadi. Tadi wanita itu hanya memintanya untuk segera mengantarkannya ke Mansion Blue Lake.Tadi Alicia berkata jika ia melihat Regis bertemu dengan seorang wanita saat ia dalam perjalanan menuju taman bermain dengan Rayden. Padahal sepengetahuannya, pria itu seharusnya berada dalam perjalanan ke Italia seperti yang dikatakannya kemarin kepadanya.Alicia berkata kepada Amora jika ia telah membuntuti Regis dan melihat keduanya masuk ke dalam Mansion Blue Lake. Tentu saja hal tersebut membuat Amora sangat terkejut. Ia tidak percaya jika Regis melakukan sesuatu yang mengkhianati cinta mereka.Namun, di satu sisi, Amora juga yakin kalau Alicia tidak mungkin membohonginya. ‘Apa mungkin Regis tidak jadi berangkat ke
“Bagaimana? Apa kamu bisa tenang membiarkan Emma membantumu mulai hari ini?” tanya Liliana meminta pendapat menantunya tersebut. Amora tertegun. Ia menatap Emma yang masih menunggu tanggapannya. “Tentu saja aku setuju,” sahutnya dengan mengulas senyuman lebar di bibirnya. Dibandingkan para pengasuh lain, Amora tentu saja akan lebih percaya dengan Emma. Dulu wanita paruh baya itu juga sering membantunya menjaga Rayden. “Tapi, apa Nyonya Adams tidak apa-apa? Aku tidak ingin terus-menerus merepotkan Anda. Apa Henry dan Hilde mengizinkannya?” tanya Amora dengan penuh selidik. Ia tidak ingin putra dan menantu Emma tidak menyetujui hal tersebut. Apalagi kondisi Emma yang pernah dirawat di rumah sakit dulu. “Tenang saja, Amora. Malah mereka memintaku untuk membantumu. Hilde malah lebih mendukungku,” terang Emma yang dapat memahami pemikiran Amora tersebut. “Nanti Tante akan sering-sering datang dan ikut membantu kok,” timpal Liliana yang mencoba meyakinkan menantunya itu. Amora tersen
“Selamat pagi Anak Mama. Bagaimana tidurnya semalam, hm?”Amora berceloteh sendiri dengan Ryuji yang sedang duduk di dalam box bayinya. Amora baru saja bangun saat mendengar suara bayi bertubuh gembul itu.“Anak Mama sudah bangun saja pagi begini. Siapa yang sudah menggantikan popokmu, hm? Papa?” tanya Amora ketika melihat putranya telah berganti pakaian.Ryuji hanya menanggapinya dengan senyuman lebar dan menendang kedua tangan dan kakinya berulang kali. Ia asyik memasukkan teether ke dalam mulutnya dan menggigit-gigitnya dengan gemas.Amora pun menggendong Ryuji keluar dari tempat tidurnya dan mengelilingi kamarnya untuk mencari keberadaan Regis.“Sayang,” panggil Amora. Namun, tidak ada yang menyahutnya.“Ke mana dia?” gumam Amora yang akhirnya kembali ke kamarnya. Ia baru menyadari jika koper yang dipersiapkannya semalam untuk Regis sudah tidak ada di tempatnya.“Dia sudah pergi?” terka Amora dengan terheran-heran.Tidak biasanya Regis pergi tanpa berpamitan padanya. Biasanya Regi