Hari ini spesial 3 bab, besok rasanya pengen istirahat :( kalaupun up mgkn 1 bab doang :( Jari sdh pd kesemutan hahahaha otak pun isinya cuma dar der dor hahahaha klo ceritaku terasa membulet, nanti jadikan segi empat atau segitiga saja ya kak ><
“Sial! Siapa yang sudah menghancurkan semua rencanaku?” geram Murat dengan kesal.Saat ini pria paruh baya itu sedang bersembunyi di salah satu rak yang berisi barisan dus. Deru napasnya tampak tersengal-sengal.Stamina tubuhnya sudah tidak seperti waktu muda dulu sehingga membuatnya sangat kewalahan menghindari serangan buta yang datang bertubi-tubi. Peluh telah mengalir deras dari keningnya.“Ugh!” Suara erangan kecil terdengar dari sosok Diego yang ada di sampingnya.Tadi Diego dibawa menepi oleh Murat Demir ketika situasi sedang memanas di antara Regis dan Cedric. Pemimpin Levent tersebut tidak langsung membunuh Diego karena ia ingin menyaksikan kematian Diego secara perlahan-lahan seperti hal yang terjadi pada putranya dulu.Akan tetapi, situasi yang berbalik arah dan membuat Murat Demir merasa terancam sehingga ia berpikir jika dirinya tidak bisa terus-menerus menunggu di sana.Murat tidak ingin mati konyol di tempat itu, tetapi ia juga tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untu
“Lihatlah semua yang telah kamu lakukan, Cedric. Apakah ini akhir yang kamu inginkan?”Regis tersenyum smirk melihat kondisi putra kedua Alejandro yang saat ini sedang memberontak ketika kedua bawahannya mengikat tangan dan kakinya. Dengan satu tangannya Regis menekan dada kanannya untuk menghentikan darah yang terus mengalir karena tembakan yang dilakukan Cedric padanya.Di sekeliling mereka sudah tidak lagi terdengar suara tembakan apa pun. Hanya terlihat beberapa jasad yang telah bergelimpangan dengan darah segar yang masih mengalir dari tubuh yang tidak bernyawa tersebut.Regis benar-benar sangat menyayangkan nyawa para anggotanya yang telah berkorban demi memenuhi tugas mereka. Perlahan Regis tertunduk dalam. Seumur hidupnya ia tidak akan pernah melupakan peristiwa tragis ini dan akan memberikan kompensasi serta penghargaan yang pantas atas pengorbanan para anggotanya tersebut.“Lepaskan aku!” bentak Cedric. Ia masih memberontak hebat hingga akhirnya sebuah tamparan keras melayan
Alis Alejandro pun bertaut. “Apa maksudmu? Apa bukan seperti itu?” selidiknya. Cedric tertunduk kecil, lalu ia menghela napas berat untuk menenangkan emosi yang tengah menggelora di dalam dadanya. Perlahan bibirnya pun berucap, “Kesalahan pertama Ayah adalah karena Ayah berpihak kepada Ken setelah aku tidak berguna untukmu.” Alejandro terkesiap. Perlahan hatinya mulai menemukan titik terang yang selama ini diabaikannya. Ia akui jika hal itu adalah kesalahan fatal yang pernah dilakukannya. Alejandro menganggap tindakannya dengan mengeluarkan Cedric dari ruang lingkup Golden Snake adalah pilihan yang terbaik. Ia tidak pernah memikirkan perasaan seorang anak yang merasa terbuang setelah dulu sering disanjung dan diimingi harapan yang besar. “Cedric, Ayah minta maaf,” cicit Alejandro seraya tertunduk dalam dan memejamkan netranya dengan erat. “Tahukah kamu apa yang menyebabkanku menjadi orang cacat tidak berguna yang dipandang sebelah mata?” selidik Cedric yang membuat Alejandro terte
“Apa yang kamu ketahui dari Ibumu, Cedric?”Alejandro masih menginterogasi putranya. Saat ini seluruh pikirannya terasa kacau. Hatinya juga ikut merasa gelisah karena ucapan putranya tadi. Namun, Cedric masih memilih untuk bungkam dan mengabaikannya.Perjalanan menuju ke kediaman Volker juga memakan waktu yang sangat lama karena jarak mereka saat ini sangat jauh. Alejandro mencoba menghubungi istrinya, tetapi wanita itu malah mengabaikan panggilannya.Alejandro juga menghubungi kepala pelayannya dan Hank yang diperintahkan olehnya untuk mengawasi Amora dan Rayden. Namun, keduanya juga tidak menjawab panggilannya.Embusan napas kasar pun bergulir dari hidung Alejandro setelah memutuskan panggilan dengan kepala pelayannya. Alejandro mencoba untuk menenangkan diri meskipun hatinya masih terasa gelisah menunggu kabar berikutnya.“Ada satu hal yang ingin Ayah tanyakan padamu, Cedric,” ucap Alejandro yang akhirnya memilih untuk mencari bahan pembicaraan lain.Sudut mata Cedric hanya melirik
“Ray, ayo pergi lewat tangga,” ajak Amora seraya menggandeng tangan putranya.Ketika Amora melangkah melewati jasad Marie, ia sempat mencium aroma samar yang terasa aneh di tubuh gadis pelayan itu. Akan tetapi, ia tidak bisa mengungkapkan aroma tersebut dengan kata-katanya.Amora khawatir jika ia menggunakan lift, akan ada orang yang menunggu mereka di depan lift nanti. Akhirnya Amora terpaksa menggunakan jalan berputar dan menyusuri koridor untuk mencari tangga turun.Mereka terus melangkah dengan cepat dan sempat menemukan beberapa tubuh pelayan yang tergeletak dalam kondisi tidak bernyawa seperti halnya Marie.‘Sebenarnya apa yang terjadi? Siapa yang sudah melakukannya?’ batin Amora yang tidak dapat memahami situasi saat ini.Padahal Regis mengatakan bahwa tempat itu adalah tempat teraman baginya, tetapi sekarang Amora berpikir jika tempat ini adalah tempat yang paling berbahaya!Langkah Amora perlahan terhenti ketika melihat sosok seorang wanita yang berdiri di tepian tangga denga
“Cepat pergi dari sini!” pekik Amora dengan histeris. Teriakan Amora mengagetkan putranya. Anak laki-laki itu masih berdiri di sana dan menatap ibunya dengan ekspresi bingung. Steffany baru saja menyalakan lampu minyak di dalam lorong itu. Ia sangat terkejut mendengar teriakan Amora dan akhirnya menoleh. Wajah wanita paruh baya itu terlihat nanar dan mengagetkan Rayden yang melihatnya. “Mama, awas!” teriak Rayden. Amora berpaling dan melihat istri Alejandro Volker itu telah mengayunkan gagang lilin yang dipegangnya ke arahnya. Sontak, Amora menghindar, tetapi lelehan lilin tersebut mengenai tangannya. Amora tidak memiliki waktu untuk merintih. Ia berusaha menahan serangan Steffany padanya dengan kedua tangannya dan terjadi pergulatan sengit di antara kedua wanita itu. Dari sudut matanya, Amora melihat Rayden hendak menerobos masuk ke dalam lorong tersebut, tetapi Amora menghentikannya dan berteriak, “Pergi dari sini, Ray!” Rayden terkesiap. “Mama …,” lirihnya. Ia merasa sangat
“Ter-ternyata … makanan itu memang beracun?” gumam Amora dengan syok.Ia merasa bersyukur dirinya dan putranya tidak menyentuh makanan itu tadi. Jika tidak, ia tidak bisa membayangkan hal yang mungkin terjadi pada mereka.“Jadi, orang-orang tadi … kamu juga yang memaksa mereka untuk memakan racun?” selidik Amora.Tadi ia sempat melihat beberapa mayat yang tergeletak dalam kondisi bibir yang menghitam dan kulit yang terlihat lebam.“Tebakanmu benar,” aku Steffany seraya menyeringai. Tidak terlihat sedikit pun penyesalan dari sorot matanya.Sebelumnya Steffany memang sudah menaruh racun di dalam makanan yang diantarkan oleh pelayan suruhannya. Karena Amora maupun Rayden tidak menyentuhnya sedikit pun, Steffany sangat murka dan memutuskan untuk bertindak sendiri.Sayangnya, beberapa pelayan seperti Marie dan beberapa orang yang berpihak kepada Amora berusaha untuk menahannya sehingga Steffany yang sudah kehilangan akal sehatnya itu tanpa ragu langsung mengakhiri nyawa mereka.Beberapa di
“Tuan Besar, pintunya sudah terbuka!” seru salah seorang bawahan Alejandro. Akhirnya mereka dapat membuka paksa pintu masuk jalan rahasia tersebut dengan tenaga beberapa orang, tetapi mereka tidak dapat melepaskan tangan mereka dari pintu lemari kayu yang sangat berat tersebut. “Tapi, bagaimana caranya kita masuk? Kalau kita melepaskannya, pintu ini pasti akan tertutup lagi,” ujar Hank dengan khawatir. Mereka membutuhkan bantuan tambahan, tetapi saat ini kondisi sebagian besar para pengawal Golden Snake juga dalam kondisi kritis dan mereka juga terbagi dalam beberapa tugas. Perlahan Alejandro pun beranjak dari tempatnya. Ia menyerahkan Rayden ke tangan Hilde dan berkata, “Saya yang akan masuk." “Ayah!” “Tuan Besar!” Hilde dan para bawahan Alejandro berseru serempak. “Bahaya masuk sendiri, Ayah. Kita tidak tahu apa yang akan dilakukan Ibu di dalam sana,” ucap Hilde mengingatkan ayah angkatnya tersebut. Gadis itu merasa ibu angkatnya saat ini berada dalam kondisi yang sangat kaca
Satu per satu acara pun dimulai dan berakhir dengan lancar. Regis juga memperkenalkan kedua putranya yang menjadi kebanggaan keluarga Lorenzo di hadapan para tamunya. Kali ini Regis tidak melarang beberapa awak media terpercaya untuk meliput kedua buah hatinya itu. Namun, para bawahan Regis tetap memberikan batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mengambil gambar. Akhirnya tiba saatnya sesi pelemparan buket bunga yang dilakukan oleh Amora sebagai mempelai wanita. Para gadis maupun pemuda lajang telah bersiap-siap untuk berebutan buket dari sang mempelai wanita.Biana juga telah bersiap di posisinya. Pada hitungan ketiga, buket bunga tersebut melayang di udara dan semua orang berlomba-lomba menggapainya. Buket bunga tersebut beralih dari satu tangan ke tangan yang lain hingga akhirnya seseorang berhasil merebutnya! Seketika suasana menjadi sangat hening, semua orang berdiri mematung untuk melihat sosok yang beruntung tersebut. Biana tampak kesal karena ia tidak b
Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading dan tiara cantik yang menghiasi puncak kepalanya serta juntaian wedding veil yang menutupi sebagian wajahnya, Amora berjalan selangkah demi selangkah menuju ke arah suaminya, Regis Lorenzo. Wanita itu mengamit lengan Alejandro Volker selaku ayah kandungnya. Mereka berjalan berdampingan. Terlihat sosok sepasang malaikat kecil di depan mereka yang berpenampilan tampan dan imut. Mereka tidak lain adalah Rayden dan Kimmy. Keduanya berjalan bergandengan tangan sembari menebarkan kelopak bunga mawar yang menuntun langkah mempelai wanita menuju ke ujung aisle. Sementara itu, tiga orang bridesmaid berjalan di belakang Amora. Mereka adalah Estelle Mauverick, Biana Curtiz dan Alicia Lorenzo. Amora memandang ke sekelilingnya. Ia bertemu pandang dengan beberapa orang terdekatnya seperti Noel Ritter, Chris Walden, Bianca Lysander, Hilde Maven, Henry Allen serta Emma Adams yang sedang menggendong buah hatinya, Ryuji Lorenzo. Amora memberikan la
“Ada apa? Kamu masih saja cemburu dengan mantan istrimu?” goda Gino yang sejak tadi memperhatikan Regis di belakangnya. Malam ini pria itu memang menjadi groomsmen-nya alias pendamping mempelai pria. Regis hanya melayangkan tatapan tajamnya. Ia enggan menanggapinya. “Aku mengerti. Mantan memang sulit dilupakan. Apalagi mantan pertama. Rasanya aku ingin mencabik-cabiknya,” geram Gino yang dapat memahami perasaan Regis. Istrinya juga masih beberapa kali bertemu dengan mantan suaminya karena mantan suami istrinya itu ingin bertemu dengan Kimmy, putri mereka. “Apa mau aku membantumu?” tawar Regis dengan serius. Gino langsung meliriknya dengan syok. Tentu saja ia memahami maksud dari Regis. “Mengambil nyawanya bukan penyelesaian yang baik, Regis. Kalau Estelle dan Kimmy tahu aku yang sudah menghabisi ayah kandungnya, mau ditaruh di mana wajahku ini,” timpalnya. Regis mengulum senyumnya. “Dasar pengecut,” ledeknya. Gino mencebikkan bibirnya dengan malas. Ia mengedarkan pandangannya ke
“Ada apa, Amora?” tanya Estelle dan Biana secara serempak. Mereka tampak khawatir melihat kondisi Amora. Namun, Amora menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Sepertinya aku harus memompa asiku dulu deh. Tapi, aku tidak bawa alatnya lagi,” cicitnya. “Tenang saja. Aku bawa kok. Pakai punyaku dulu saja,” sahut Estelle sembari mengambil tas ransel yang berisi berbagai barang keperluan putra keduanya. Amora pun meminjam peralatan pompa asi dari sahabatnya, lalu bergegas menyelesaikan kegiatannya dan kembali melanjutkan persiapannya untuk acara malam ini. “Tolong kalian gunakan jari-jari ajaib kalian untuk menyulapnya menjadi ratu tercantik sejagat raya malam ini,” pinta Estelle kepada para penata rias dan penata busana pilihannya. “Serahkan saja kepada kami, Nyonya Moonstone!” sahut tim tersebut. *** Suara alunan piano memenuhi di sekitar lahan hijau yang telah didekorasi dengan sangat cantik. Pintu masuk menuju ke area resepsi acara juga telah dihiasi dengan aneka bunga segar berwarna put
“Apa? Pesta pernikahan?” Amora menatap Mark dengan syok, lalu memandang Biana dan Estelle yang sedang tersenyum sumringah padanya. “Sejak kapan kalian merencanakan semua ini, hm?” selidik Amora dengan sengit. “Maaf, Amora. Kami benar-benar tulus ingin memberikan kejutan. Tolong jangan marah,” cicit Estelle. “Benar, Amora. Aku juga terpaksa mengikuti rencana mereka. Tapi, percayalah kalau kami tidak pernah bermaksud buruk padamu,” timpal Biana dengan bersungguh-sungguh. “Ck, kalian benar-benar tidak setia kawan, huh?” Amora mengomeli kedua sahabatnya. Ia masih sangat kesal dibohongi dan dipermainkan seperti orang bodoh. “Tentu saja kami setia kawan, Amora. Kami ingin kamu bahagia,” cetus Estelle yang diikuti anggukan oleh Biana. “Sia-sia saja air mataku tadi,” sungut Amora dengan wajah ditekuk masam. Regis menghampiri istrinya tersebut, lalu menyeka sudut mata wanita itu yang masih berair. “Jangan marah lagi, Sayang. Maafkan aku. Aku bersedia menerima hukuman apa pun,” ucapnya.
Suara letusan konfeti mengagetkan Amora. Refleks, ia memejamkan matanya dan taburan potongan kertas warna-warni menghujani tubuhnya. “Surprise!” Seruan penuh semangat terdengar di telinganya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia disuguhkan dengan kehadiran Regis yang telah berdiri di depan matanya. “Regis?” Amora menatap suaminya dengan kening yang berkerut. Pandangan Amora pun mengedar ke sekelilingnya. Ia tidak menemukan sosok yang mencurigakan di dalam ruangan itu. Justru ia malah dikagetkan dengan kehadiran beberapa orang yang dikenalnya. “Kalian ….” Amora memandang satu per satu sosok tersebut dengan bingung. Tatapannya terhenti pada Alicia yang berdiri di sampingnya. Gadis itu memegang konfeti yang diletuskannya tadi. Amora pun menginterogasinya. “Alicia, kenapa kamu bisa ada di sini? Apa maksud semua ini? Di mana wanita itu?" "Wanita?" Regis memandang Amora dengan bingung. "Tidak usah berpura-pura, Regis. Apa kamu menyembunyikannya?" selidik Amora. Ia telah mendorong d
Perasaan Amora terasa tidak karuan. Ucapan Alicia masih terngiang jelas di dalam benaknya. “Ini tidak mungkin. Tidak mungkin,” gumam Amora berulang kali.Seth melirik kaca spion mobil tengah untuk memantau kondisi nyonya mudanya tersebut. Ia tidak tahu menahu tentang hal yang terjadi. Tadi wanita itu hanya memintanya untuk segera mengantarkannya ke Mansion Blue Lake.Tadi Alicia berkata jika ia melihat Regis bertemu dengan seorang wanita saat ia dalam perjalanan menuju taman bermain dengan Rayden. Padahal sepengetahuannya, pria itu seharusnya berada dalam perjalanan ke Italia seperti yang dikatakannya kemarin kepadanya.Alicia berkata kepada Amora jika ia telah membuntuti Regis dan melihat keduanya masuk ke dalam Mansion Blue Lake. Tentu saja hal tersebut membuat Amora sangat terkejut. Ia tidak percaya jika Regis melakukan sesuatu yang mengkhianati cinta mereka.Namun, di satu sisi, Amora juga yakin kalau Alicia tidak mungkin membohonginya. ‘Apa mungkin Regis tidak jadi berangkat ke
“Bagaimana? Apa kamu bisa tenang membiarkan Emma membantumu mulai hari ini?” tanya Liliana meminta pendapat menantunya tersebut. Amora tertegun. Ia menatap Emma yang masih menunggu tanggapannya. “Tentu saja aku setuju,” sahutnya dengan mengulas senyuman lebar di bibirnya. Dibandingkan para pengasuh lain, Amora tentu saja akan lebih percaya dengan Emma. Dulu wanita paruh baya itu juga sering membantunya menjaga Rayden. “Tapi, apa Nyonya Adams tidak apa-apa? Aku tidak ingin terus-menerus merepotkan Anda. Apa Henry dan Hilde mengizinkannya?” tanya Amora dengan penuh selidik. Ia tidak ingin putra dan menantu Emma tidak menyetujui hal tersebut. Apalagi kondisi Emma yang pernah dirawat di rumah sakit dulu. “Tenang saja, Amora. Malah mereka memintaku untuk membantumu. Hilde malah lebih mendukungku,” terang Emma yang dapat memahami pemikiran Amora tersebut. “Nanti Tante akan sering-sering datang dan ikut membantu kok,” timpal Liliana yang mencoba meyakinkan menantunya itu. Amora tersen
“Selamat pagi Anak Mama. Bagaimana tidurnya semalam, hm?”Amora berceloteh sendiri dengan Ryuji yang sedang duduk di dalam box bayinya. Amora baru saja bangun saat mendengar suara bayi bertubuh gembul itu.“Anak Mama sudah bangun saja pagi begini. Siapa yang sudah menggantikan popokmu, hm? Papa?” tanya Amora ketika melihat putranya telah berganti pakaian.Ryuji hanya menanggapinya dengan senyuman lebar dan menendang kedua tangan dan kakinya berulang kali. Ia asyik memasukkan teether ke dalam mulutnya dan menggigit-gigitnya dengan gemas.Amora pun menggendong Ryuji keluar dari tempat tidurnya dan mengelilingi kamarnya untuk mencari keberadaan Regis.“Sayang,” panggil Amora. Namun, tidak ada yang menyahutnya.“Ke mana dia?” gumam Amora yang akhirnya kembali ke kamarnya. Ia baru menyadari jika koper yang dipersiapkannya semalam untuk Regis sudah tidak ada di tempatnya.“Dia sudah pergi?” terka Amora dengan terheran-heran.Tidak biasanya Regis pergi tanpa berpamitan padanya. Biasanya Regi