“Ter-ternyata … makanan itu memang beracun?” gumam Amora dengan syok.Ia merasa bersyukur dirinya dan putranya tidak menyentuh makanan itu tadi. Jika tidak, ia tidak bisa membayangkan hal yang mungkin terjadi pada mereka.“Jadi, orang-orang tadi … kamu juga yang memaksa mereka untuk memakan racun?” selidik Amora.Tadi ia sempat melihat beberapa mayat yang tergeletak dalam kondisi bibir yang menghitam dan kulit yang terlihat lebam.“Tebakanmu benar,” aku Steffany seraya menyeringai. Tidak terlihat sedikit pun penyesalan dari sorot matanya.Sebelumnya Steffany memang sudah menaruh racun di dalam makanan yang diantarkan oleh pelayan suruhannya. Karena Amora maupun Rayden tidak menyentuhnya sedikit pun, Steffany sangat murka dan memutuskan untuk bertindak sendiri.Sayangnya, beberapa pelayan seperti Marie dan beberapa orang yang berpihak kepada Amora berusaha untuk menahannya sehingga Steffany yang sudah kehilangan akal sehatnya itu tanpa ragu langsung mengakhiri nyawa mereka.Beberapa di
“Tuan Besar, pintunya sudah terbuka!” seru salah seorang bawahan Alejandro. Akhirnya mereka dapat membuka paksa pintu masuk jalan rahasia tersebut dengan tenaga beberapa orang, tetapi mereka tidak dapat melepaskan tangan mereka dari pintu lemari kayu yang sangat berat tersebut. “Tapi, bagaimana caranya kita masuk? Kalau kita melepaskannya, pintu ini pasti akan tertutup lagi,” ujar Hank dengan khawatir. Mereka membutuhkan bantuan tambahan, tetapi saat ini kondisi sebagian besar para pengawal Golden Snake juga dalam kondisi kritis dan mereka juga terbagi dalam beberapa tugas. Perlahan Alejandro pun beranjak dari tempatnya. Ia menyerahkan Rayden ke tangan Hilde dan berkata, “Saya yang akan masuk." “Ayah!” “Tuan Besar!” Hilde dan para bawahan Alejandro berseru serempak. “Bahaya masuk sendiri, Ayah. Kita tidak tahu apa yang akan dilakukan Ibu di dalam sana,” ucap Hilde mengingatkan ayah angkatnya tersebut. Gadis itu merasa ibu angkatnya saat ini berada dalam kondisi yang sangat kaca
“Aku ….” Amora masih sangat bingung dengan situasi di sekitarnya. Pandangannya terasa sangat buram. Sulit baginya untuk melihat karena kepalanya masih terasa sakit. Ia juga tidak dapat menggerakkan tubuhnya dan merasa sangat pusing.Namun, samar-samar ia dapat merasakan keberadaan seseorang di sampingnya hingga akhirnya ia dapat mendengar suara orang tersebut. “Tenang saja, Amora. Tidak perlu takut. Aku akan mengirimkanmu ke tempat ibumu,” ucap Steffany seraya tersenyum sinis. Amora tersentak. Ia pun mengingat jika dirinya baru saja dipukul oleh Steffany Maven hingga pingsan. Amora mencoba untuk berbicara, tetapi tidak ada suara yang bisa dikeluarkannya. Melihat bibir Amora yang bergerak-gerak, Steffany pun menyeringai sinis. “Aku tahu kamu sudah tidak sabar untuk menemui ibumu, bukan? Aku akan segera mengirimkanmu ke sana untuk menemaninya, Amora. Mungkin ini akan sedikit sakit, tapi tidak apa-apa … aku akan melakukannya dengan cepat,” ucap Steffany yang membuat Amora terkejut.
“Ya, aku yang sudah membunuh wanita itu! Aku yang sudah memberitahu Diego Lorenzo untuk menyergapmu dan membunuh kalian!” teriak Steffany dengan histeris. Alejandro terperangah syok. Ia benar-benar tidak menyangka selama ini ia telah salah membenci Diego. Ternyata pembunuh Patricia adalah wanita yang selama ini mengatakan sangat memuja dan mencintainya, Steffany Maven! Rahang Alejandro terkatup rapat. Amarah telah mendidih di dalam dadanya. Ia ingin menghakimi Steffany atas kekejaman yang dilakukannya terhadap Patricia yang sedang mengandung saat itu. Akan tetapi, mengetahui alasan istrinya yang sampai berbuat seperti itu, Alejandro menyadari jika semua kesalahan itu semua memang berawal dari dirinya. Melihat ketenangan yang ditunjukkan Steffany saat ini, Alejandro berpikir jika akal sehat wanita itu benar-benar sedang terguncang hebat. Steffany memang tidak lagi peduli jika semua rahasia yang dipendamnya selama ini terungkap. Tidak ada lagi yang perlu ditutupinya. Sejak Patricia t
Suara monitor grafik jantung terdengar memenuhi sebuah ruangan kamar rawat VIP. Terlihat sosok Amora yang terbaring di atas ranjang pasien dengan balutan perban di kepalanya. Masker terlihat menutupi hidung dan mulut, dan oksigen disuplai melalui selang yang terhubung dengan tangki oksigen.Tampak sosok pria paruh baya yang duduk di samping brankar tersebut. Dia tidak lain adalah ayah kandung Amora, Alejandro Volker.Meskipun mata Alejandro terlihat sangat lelah, tetapi ia tidak berpaling sedikit pun dari Amora. Kedua tangannya terus menggenggam erat tangan putrinya. Suara ketukan pintu tidak lagi digubrisnya hingga terdengar suara langkah yang mendekatinya.“Tuan Besar, saya membawakan makanan dan minuman untuk Anda. Sebaiknya Anda makan sedikit untuk memulihkan tubuh Anda kembali,” ucap seorang pria muda kepadanya.Namun, Alejandro masih duduk berdiam diri hingga akhirnya pria muda itu menghela napas kasar dan kembali berkata, “Tuan Besar, jika Anda terus seperti ini … saya khawatir
Alejandro tersenyum melihat kekhawatiran Hank. Ia pun mengambil alat makan yang dipersiapkan asistennya tersebut dan berkata, “Tapi, saya tetap tidak akan menyerah dengan hidup saya. Masih banyak dosa yang harus saya tebus sebelum benar-benar meninggalkan dunia ini.”Helaan napas lega pun bergulir dari bibir Hank. Ia sempat mengira majikannya telah bersikap pesimis terhadap hidupnya sendiri, tetapi mendengar ucapan tersebut, hati Hank terasa ikut pilu.“Saya akan pensiun dari dunia mafia ini, Hank,” cetus Alejandro yang membuat asistennya itu kembali tersentak.“Sudah terlalu banyak dosa yang telah saya lakukan, Hank. Saya telah membuat istri, putra-putri dan kekasih saya menjadi korban dari keegoisan saya. Entah harus bagaimana saya menebus semua kesalahan ini,” gumam Alejandro seraya meratapi wadah makanan yang dipegangnya.“Tuan Besar, saya dapat merasakan kekhawatiran Anda. Tapi, saya rasa kebahagiaan itu sang
“Aku mohon … bangunlah, Amora. Aku ada di sini menunggumu … aku sudah menepati janjiku untuk cepat kembali, bukan? Tapi, kenapa kamu malah tertidur?” gumam Regis dengan suara yang terdengar lirih. Regis menggigit erat bibir bawahnya. Ia tidak ingin Amora mendengar ada tangisan yang keluar dari bibirnya. Ia pun menghela napas perlahan dan mengangkat wajahnya ke langit-langit ruangan untuk menstabilkan emosinya yang tidak menentu. Akan tetapi, tiba-tiba saja ia merasakan pergerakan kecil dari jari Amora. Sontak, Regis memandang kembali wajah istrinya. Namun, netra wanita itu masih terpejam. “A-Amora? Kamu dengar suaraku?” tanya pria itu dengan panik. Tidak ada jawaban yang terdengar dari wanita itu. Netranya juga masih setia terpejam. Akan tetapi, Regis melihat salah satu netra wanita itu meneteskan air mata! Regis pun bergegas menekan tombol darurat di samping ranjang pasien. “Dokter!” teriaknya dengan panik. Suara teriakan Regis terdengar hingga keluar sehingga Alejandro dan yang
“Jangan pernah mengatasnamakan semua orang. Ini semua hanyalah keegoisanmu saja, Ayah!” hardik Cedric dengan penuh amarah atas keputusan ayahnya tersebut.Alejandro sudah menduga jika putranya masih belum bisa menerima hal tersebut. “Cedric—”“Ayah pikir aku tidak tahu kalau Ayah melakukan hal ini hanya demi Regis Lorenzo dan putri kesayangan Ayah itu, hm?” sela Cedric dengan sinis.Alejandro tetap bersikap tenang. Ia tahu apa pun yang dilakukannya, Cedric tetap tidak akan pernah menerima keputusannya. Namun, ia mencoba untuk memperbaiki hubungannya dengan putra bungsunya tersebut.“Cedric, Ayah juga sangat menyesali tindakan yang diambil Ibumu. Mungkin kamu akan menyalahkanku karena tidak membawanya keluar saat itu. Jika memang membenciku seumur hidupmu bisa membuatmu bahagia, Ayah tidak masalah kamu terus membenci Ayah. Tapi, Ayah harap kamu tidak lupa kalau kamu tetap adalah putraku,” ucap Alejandro
Satu per satu acara pun dimulai dan berakhir dengan lancar. Regis juga memperkenalkan kedua putranya yang menjadi kebanggaan keluarga Lorenzo di hadapan para tamunya. Kali ini Regis tidak melarang beberapa awak media terpercaya untuk meliput kedua buah hatinya itu. Namun, para bawahan Regis tetap memberikan batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mengambil gambar. Akhirnya tiba saatnya sesi pelemparan buket bunga yang dilakukan oleh Amora sebagai mempelai wanita. Para gadis maupun pemuda lajang telah bersiap-siap untuk berebutan buket dari sang mempelai wanita.Biana juga telah bersiap di posisinya. Pada hitungan ketiga, buket bunga tersebut melayang di udara dan semua orang berlomba-lomba menggapainya. Buket bunga tersebut beralih dari satu tangan ke tangan yang lain hingga akhirnya seseorang berhasil merebutnya! Seketika suasana menjadi sangat hening, semua orang berdiri mematung untuk melihat sosok yang beruntung tersebut. Biana tampak kesal karena ia tidak b
Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading dan tiara cantik yang menghiasi puncak kepalanya serta juntaian wedding veil yang menutupi sebagian wajahnya, Amora berjalan selangkah demi selangkah menuju ke arah suaminya, Regis Lorenzo. Wanita itu mengamit lengan Alejandro Volker selaku ayah kandungnya. Mereka berjalan berdampingan. Terlihat sosok sepasang malaikat kecil di depan mereka yang berpenampilan tampan dan imut. Mereka tidak lain adalah Rayden dan Kimmy. Keduanya berjalan bergandengan tangan sembari menebarkan kelopak bunga mawar yang menuntun langkah mempelai wanita menuju ke ujung aisle. Sementara itu, tiga orang bridesmaid berjalan di belakang Amora. Mereka adalah Estelle Mauverick, Biana Curtiz dan Alicia Lorenzo. Amora memandang ke sekelilingnya. Ia bertemu pandang dengan beberapa orang terdekatnya seperti Noel Ritter, Chris Walden, Bianca Lysander, Hilde Maven, Henry Allen serta Emma Adams yang sedang menggendong buah hatinya, Ryuji Lorenzo. Amora memberikan la
“Ada apa? Kamu masih saja cemburu dengan mantan istrimu?” goda Gino yang sejak tadi memperhatikan Regis di belakangnya. Malam ini pria itu memang menjadi groomsmen-nya alias pendamping mempelai pria. Regis hanya melayangkan tatapan tajamnya. Ia enggan menanggapinya. “Aku mengerti. Mantan memang sulit dilupakan. Apalagi mantan pertama. Rasanya aku ingin mencabik-cabiknya,” geram Gino yang dapat memahami perasaan Regis. Istrinya juga masih beberapa kali bertemu dengan mantan suaminya karena mantan suami istrinya itu ingin bertemu dengan Kimmy, putri mereka. “Apa mau aku membantumu?” tawar Regis dengan serius. Gino langsung meliriknya dengan syok. Tentu saja ia memahami maksud dari Regis. “Mengambil nyawanya bukan penyelesaian yang baik, Regis. Kalau Estelle dan Kimmy tahu aku yang sudah menghabisi ayah kandungnya, mau ditaruh di mana wajahku ini,” timpalnya. Regis mengulum senyumnya. “Dasar pengecut,” ledeknya. Gino mencebikkan bibirnya dengan malas. Ia mengedarkan pandangannya ke
“Ada apa, Amora?” tanya Estelle dan Biana secara serempak. Mereka tampak khawatir melihat kondisi Amora. Namun, Amora menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Sepertinya aku harus memompa asiku dulu deh. Tapi, aku tidak bawa alatnya lagi,” cicitnya. “Tenang saja. Aku bawa kok. Pakai punyaku dulu saja,” sahut Estelle sembari mengambil tas ransel yang berisi berbagai barang keperluan putra keduanya. Amora pun meminjam peralatan pompa asi dari sahabatnya, lalu bergegas menyelesaikan kegiatannya dan kembali melanjutkan persiapannya untuk acara malam ini. “Tolong kalian gunakan jari-jari ajaib kalian untuk menyulapnya menjadi ratu tercantik sejagat raya malam ini,” pinta Estelle kepada para penata rias dan penata busana pilihannya. “Serahkan saja kepada kami, Nyonya Moonstone!” sahut tim tersebut. *** Suara alunan piano memenuhi di sekitar lahan hijau yang telah didekorasi dengan sangat cantik. Pintu masuk menuju ke area resepsi acara juga telah dihiasi dengan aneka bunga segar berwarna put
“Apa? Pesta pernikahan?” Amora menatap Mark dengan syok, lalu memandang Biana dan Estelle yang sedang tersenyum sumringah padanya. “Sejak kapan kalian merencanakan semua ini, hm?” selidik Amora dengan sengit. “Maaf, Amora. Kami benar-benar tulus ingin memberikan kejutan. Tolong jangan marah,” cicit Estelle. “Benar, Amora. Aku juga terpaksa mengikuti rencana mereka. Tapi, percayalah kalau kami tidak pernah bermaksud buruk padamu,” timpal Biana dengan bersungguh-sungguh. “Ck, kalian benar-benar tidak setia kawan, huh?” Amora mengomeli kedua sahabatnya. Ia masih sangat kesal dibohongi dan dipermainkan seperti orang bodoh. “Tentu saja kami setia kawan, Amora. Kami ingin kamu bahagia,” cetus Estelle yang diikuti anggukan oleh Biana. “Sia-sia saja air mataku tadi,” sungut Amora dengan wajah ditekuk masam. Regis menghampiri istrinya tersebut, lalu menyeka sudut mata wanita itu yang masih berair. “Jangan marah lagi, Sayang. Maafkan aku. Aku bersedia menerima hukuman apa pun,” ucapnya.
Suara letusan konfeti mengagetkan Amora. Refleks, ia memejamkan matanya dan taburan potongan kertas warna-warni menghujani tubuhnya. “Surprise!” Seruan penuh semangat terdengar di telinganya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia disuguhkan dengan kehadiran Regis yang telah berdiri di depan matanya. “Regis?” Amora menatap suaminya dengan kening yang berkerut. Pandangan Amora pun mengedar ke sekelilingnya. Ia tidak menemukan sosok yang mencurigakan di dalam ruangan itu. Justru ia malah dikagetkan dengan kehadiran beberapa orang yang dikenalnya. “Kalian ….” Amora memandang satu per satu sosok tersebut dengan bingung. Tatapannya terhenti pada Alicia yang berdiri di sampingnya. Gadis itu memegang konfeti yang diletuskannya tadi. Amora pun menginterogasinya. “Alicia, kenapa kamu bisa ada di sini? Apa maksud semua ini? Di mana wanita itu?" "Wanita?" Regis memandang Amora dengan bingung. "Tidak usah berpura-pura, Regis. Apa kamu menyembunyikannya?" selidik Amora. Ia telah mendorong d
Perasaan Amora terasa tidak karuan. Ucapan Alicia masih terngiang jelas di dalam benaknya. “Ini tidak mungkin. Tidak mungkin,” gumam Amora berulang kali.Seth melirik kaca spion mobil tengah untuk memantau kondisi nyonya mudanya tersebut. Ia tidak tahu menahu tentang hal yang terjadi. Tadi wanita itu hanya memintanya untuk segera mengantarkannya ke Mansion Blue Lake.Tadi Alicia berkata jika ia melihat Regis bertemu dengan seorang wanita saat ia dalam perjalanan menuju taman bermain dengan Rayden. Padahal sepengetahuannya, pria itu seharusnya berada dalam perjalanan ke Italia seperti yang dikatakannya kemarin kepadanya.Alicia berkata kepada Amora jika ia telah membuntuti Regis dan melihat keduanya masuk ke dalam Mansion Blue Lake. Tentu saja hal tersebut membuat Amora sangat terkejut. Ia tidak percaya jika Regis melakukan sesuatu yang mengkhianati cinta mereka.Namun, di satu sisi, Amora juga yakin kalau Alicia tidak mungkin membohonginya. ‘Apa mungkin Regis tidak jadi berangkat ke
“Bagaimana? Apa kamu bisa tenang membiarkan Emma membantumu mulai hari ini?” tanya Liliana meminta pendapat menantunya tersebut. Amora tertegun. Ia menatap Emma yang masih menunggu tanggapannya. “Tentu saja aku setuju,” sahutnya dengan mengulas senyuman lebar di bibirnya. Dibandingkan para pengasuh lain, Amora tentu saja akan lebih percaya dengan Emma. Dulu wanita paruh baya itu juga sering membantunya menjaga Rayden. “Tapi, apa Nyonya Adams tidak apa-apa? Aku tidak ingin terus-menerus merepotkan Anda. Apa Henry dan Hilde mengizinkannya?” tanya Amora dengan penuh selidik. Ia tidak ingin putra dan menantu Emma tidak menyetujui hal tersebut. Apalagi kondisi Emma yang pernah dirawat di rumah sakit dulu. “Tenang saja, Amora. Malah mereka memintaku untuk membantumu. Hilde malah lebih mendukungku,” terang Emma yang dapat memahami pemikiran Amora tersebut. “Nanti Tante akan sering-sering datang dan ikut membantu kok,” timpal Liliana yang mencoba meyakinkan menantunya itu. Amora tersen
“Selamat pagi Anak Mama. Bagaimana tidurnya semalam, hm?”Amora berceloteh sendiri dengan Ryuji yang sedang duduk di dalam box bayinya. Amora baru saja bangun saat mendengar suara bayi bertubuh gembul itu.“Anak Mama sudah bangun saja pagi begini. Siapa yang sudah menggantikan popokmu, hm? Papa?” tanya Amora ketika melihat putranya telah berganti pakaian.Ryuji hanya menanggapinya dengan senyuman lebar dan menendang kedua tangan dan kakinya berulang kali. Ia asyik memasukkan teether ke dalam mulutnya dan menggigit-gigitnya dengan gemas.Amora pun menggendong Ryuji keluar dari tempat tidurnya dan mengelilingi kamarnya untuk mencari keberadaan Regis.“Sayang,” panggil Amora. Namun, tidak ada yang menyahutnya.“Ke mana dia?” gumam Amora yang akhirnya kembali ke kamarnya. Ia baru menyadari jika koper yang dipersiapkannya semalam untuk Regis sudah tidak ada di tempatnya.“Dia sudah pergi?” terka Amora dengan terheran-heran.Tidak biasanya Regis pergi tanpa berpamitan padanya. Biasanya Regi