“Ibu!”
Diego kembali memanggil ibunya, tetapi wanita tua itu tidak menyahutnya.
Wajah Winny Silverlake memucat dengan cepat. Deru napasnya terasa semakin memburuk. Satu tangannya segera berpegang pada lengan sofa agar tubuhnya tidak ambruk saat itu.
Diego juga ikut menopang tubuh ibunya dan berteriak keras ke arah pintu, “Rebecca! Pablo!”
Baik Pablo maupun Rebecca yang berada di luar ruangan, sangat terkejut mendengar panggilan keras dari kepala keluarga Lorenzo tersebut. Keduanya langsung bergegas masuk ke dalam ruangan.
Melihat keadaan majikannya yang kritis, Rebecca bergegas membantu majikannya itu untuk duduk di sofa agar wanita tua itu dapat bersandar dengan nyaman. Ia pun mengeluarkan inhaler yang selalu dibawanya di dalam tas kecil yang disandang di bahunya.
Diego memerintahkan Pablo agar keluar dan mempersiapkan kursi roda untuk ibunya. Ia khawatir jika ibunya akan memerlukannya nanti, sedangkan Rebecca mencoba untuk memberikan
Nyonya Tua Lorenzo baru saja kembali ke dalam paviliunnya setelah mengunjungi markas besar putranya. Wajah senjanya yang pucat masih dipenuhi amarah. Pandangannya terhenti pada sosok menantunya yang telah berdiri menyambutnya.“Ibu,” sapa Liliana.“Kamu masih belum pergi?” tanya wanita tua itu dengan acuh tak acuh.Liliana menggeleng. “Saya ingin mendengar kabar dari Ibu dulu,” jawabnya.Winny Silverlake mengisyaratkan Rebecca untuk pergi dari hadapannya, lalu Liliana bergegas menuntun wanita tua itu untuk duduk di sofa ruang keluarga yang ada di paviliun tersebut.“Wajah Ibu sangat pucat,” gumam Liliana dengan cemas. Wanita itu masih berdiri di samping ibu mertuanya itu, lalu bertanya, “Apa terjadi sesuatu tadi?”Winny menghela napas panjang dan menjawab, “Tidak apa-apa. Hanya penyakit lama saja.”“Apa Diego tetap tidak mau mengubah keputusannya dan membuat
“Hank, menurutmu … apa rekaman ini asli?” selidik Alejandro setelah ia tertegun cukup lama untuk menganalisa rekaman suara yang didapatkannya. Walaupun jelas terdengar suara tersebut adalah suara Altan Demir, tetapi Alejandro masih merasa janggal, yaitu terkait motif Altan terhadap Kenneth. Ia tahu jika keduanya tidak pernah berhubungan sebelumnya dan tidak ada alasan bagi Altan untuk membunuh putra sulungnya tersebut. “Saya perlu memastikannya terlebih dahulu, Tuan Besar,” jawab Hank yang tidak ingin asal menduga. “Kalau memang rekaman itu asli, berarti selama ini Regis Lorenzo tidak bersalah,” gumam Alejandro seraya mengesah panjang. Namun, pria paruh baya itu tidak tampak menyesal telah salah menuduh Regis karena selama ini Royal Dragon pun sudah banyak mempersulit dirinya. Permusuhan Golden Snake dengan Royal Dragon sudah tidak perlu diragukan lagi. Hank tidak langsung menanggapi ucapan majikannya karena tiba-tiba saja ia mendapatkan panggilan telepon dari salah seorang rekann
Setelah menghabiskan waktu seharian penuh di dalam kamar hotel sejak kemarin, akhirnya siang ini Regis maupun Amora memutuskan untuk keluar bersama Rayden. Mereka ingin mengunjungi kediaman Emma Adams, lebih tepatnya apartemen putra Emma—Henry Allen.Sesampainya di sana, mereka disambut dengan hangat oleh Emma. Amora pun memperkenalkan suaminya kepada wanita paruh baya itu.Emma sangat syok. Wanita paruh baya itu tidak menyangka jika Regis Lorenzo adalah ayah kandung dari Rayden. Namun, setelah mendengar cerita dari Amora, Emma turut merasa gembira.“Syukurlah harapan Ray untuk memiliki ayah akhirnya tercapai. Malah Tuhan mempertemukannya langsung dengan ayah kandungnya,” ucap Emma seraya melirik Rayden yang sedang duduk di sampingnya.Anak laki-laki itu hanya tersenyum lebar dan kembali menikmati apple pie buatan Emma. Sudah lama sekali ia tidak mencicipi makanan buatan tangan wanita paruh baya itu sehingga tanpa sadar ia sudah memakan
“Apa yang Anda lakukan di sini?” selidik Regis dengan tajam kepada wanita paruh baya yang berpenampilan elegan dalam balutan setelan blouse dan rok midi berwarna senada.Wanita itu tidak lain dan tidak bukan adalah Liliana Ritter!Kedua alis Amora bertaut. Ia melirik Regis dan Liliana secara bergantian dengan bingung.‘Bukankah seharusnya Mark yang datang, tapi kenapa malah Nyonya Lorenzo?’ batin Amora yang masih bingung dengan situasi yang berada di hadapannya.Liliana tampak sangat tenang menghadapi sikap dingin Regis. Wanita paruh baya itu melangkah dengan anggun menghampiri meja mereka, lalu menarik sebuah kursi yang berhadapan langsung dengan tempat duduk Regis dan Amora.Aura permusuhan yang dilayangkan Regis terasa sangat kental, tetapi sikap acuh tak acuh dari istri kedua ayahnya itu membuat Regis merasa seperti orang bodoh.“Saya datang untuk bertemu denganmu, Regis,” ucap wanita itu sera
Dengkusan sinis berembus dari hidung Regis. “Memangnya apa yang bisa dilakukan oleh Anda, Tante Lili? Apa menurutmu, Ayah saya akan mendengarkan ucapanmu?” sindirnya kepada ibu tirinya tersebut.Regis tahu jelas jika Liliana tidak memiliki kuasa untuk mengubah keputusan ayahnya. Wanita itu bahkan tidak memiliki hak bicara di depan ayahnya jika ayahnya tidak mengizinkannya untuk ikut campur.Memang sungguh miris, tetapi Liliana sudah terbiasa dengan posisinya tersebut. Sejak awal menikah dengan Diego, ia sudah mengetahui segala risiko yang harus didapatkannya.Liliana tidak menanggapi sindiran pedas yang dilontarkan putra tirinya tersebut. Ia memilih untuk berpura-pura tidak mendengarnya dan dengan sengaja mengalihkan pembicaraan yang diinginkannya.“Saya dengar kalau kamu sedang mencari tempat tinggal,” ucap Liliana.Regis menyipitkan netranya dengan tajam. Ia cukup terkejut mendengar informasi tersebut diketahui oleh istri kedua ayahnya tersebut dan menerka, “Mark yang memberitahumu?
Liliana tersenyum mendengar kecurigaan dan keraguan putra tirinya tersebut dan menjawab dengan tegas, “Saya memang tidak memiliki alasan apa pun, Regis. Saya hanya ingin kamu mengerti kalau kamu tidak sendiri.”Regis kembali tertawa mengejek dan menimpali, “Saya lebih percaya kalau Anda mengatakan ingin saya tidak kembali selamanya ke kediaman keluarga Lorenzo.”“Mana mungkin, Regis. Tante tidak pernah berpikir seperti itu. Selama ini Tante selalu menganggapmu seperti anak Tante sendiri. Begitu juga dengan Alicia.”Pengakuan Liliana membuat Amora terenyuh. Ia dapat merasakan ketulusan wanita paruh baya itu terhadap suaminya. Namun, sayangnya Regis masih memasang wajah dinginnya.Sudah sejak lama Liliana ingin mengutarakan perasaan kasihnya terhadap putra tirinya itu, tetapi ia selalu menutupinya karena khawatir jika Regis hanya akan menganggap dirinya sebagai orang yang munafik dan seperti itulah yang terjadi saat ini.“Tante tidak bisa membiarkan kamu diperlakukan seperti ini oleh Ay
“Ayahku menggantikan kepemilikan tempat itu setelah Ibuku tiada.”Ucapan Regis tentu saja menjurus langsung kepada Liliana yang menjadi pemilik Mansion Blue Lake saat ini. Pandangan Amora pun beralih kepada Liliana.Terlihat jelas ketidakberdayaan dari wanita paruh baya itu. Sebagai seorang wanita, ia dapat merasakan kesedihan wanita paruh baya itu. Namun, jika ia berada di posisi Regis, ia juga tidak bisa menerima seseorang datang merusak kebahagiaan dirinya dan ibu kandungnya."Apa ini juga salah satu alasan kamu membenci saya, Regis?" selidik Liliana dengan suara yang terdengar bergetar lirih. Namun, wanita paruh baya itu berusaha untuk tetap terlihat tegar."Apa saya kurang jelas mengatakannya?" sindir Regis dengan dingin.Liliana tersenyum pilu, lalu tertunduk dalam.“Maaf, saya tidak bermaksud mengambil mansion itu darimu,” cicitnya.Memang Liliana tidak pernah meminta diberikan mansion itu. Ketika dirinya
Seulas senyuman mengembang sempurna di bibir Amora ketika melihat kekesalan suaminya. Namun, ia tetap mencoba untuk menjadi penengah bagi Regis dan Liliana.Amora merasa hubungan buruk keduanya terjadi karena tidak adanya komunikasi yang lancar di antara mereka sehingga saling mengambil kesimpulan di dalam pikiran mereka masing-masing. Apalagi sikap Regis yang dingin pastilah sulit bagi Liliana untuk mendekatinya.“Regis, aku tahu kamu pasti juga dapat melihat jelas kalau Tante Lili sangat peduli denganmu,” ucap Amora mengingatkan suaminya.“Amora—”Sebelum Regis menghentikannya, Amora menyela dengan cepat, “Kalau memang Tante Lili tidak peduli, beliau bisa saja membiarkanmu terlantar di luar dan membiarkan Ayahmu terus berselisih paham denganmu. Tapi, Tante Lili tidak melakukannya, bukan? Kamu paham kan arti semua ini?”Liliana terpaku mendengar pembelaan yang disampaikan Amora mengenai dirinya kepada Regi
Satu per satu acara pun dimulai dan berakhir dengan lancar. Regis juga memperkenalkan kedua putranya yang menjadi kebanggaan keluarga Lorenzo di hadapan para tamunya. Kali ini Regis tidak melarang beberapa awak media terpercaya untuk meliput kedua buah hatinya itu. Namun, para bawahan Regis tetap memberikan batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mengambil gambar. Akhirnya tiba saatnya sesi pelemparan buket bunga yang dilakukan oleh Amora sebagai mempelai wanita. Para gadis maupun pemuda lajang telah bersiap-siap untuk berebutan buket dari sang mempelai wanita.Biana juga telah bersiap di posisinya. Pada hitungan ketiga, buket bunga tersebut melayang di udara dan semua orang berlomba-lomba menggapainya. Buket bunga tersebut beralih dari satu tangan ke tangan yang lain hingga akhirnya seseorang berhasil merebutnya! Seketika suasana menjadi sangat hening, semua orang berdiri mematung untuk melihat sosok yang beruntung tersebut. Biana tampak kesal karena ia tidak b
Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading dan tiara cantik yang menghiasi puncak kepalanya serta juntaian wedding veil yang menutupi sebagian wajahnya, Amora berjalan selangkah demi selangkah menuju ke arah suaminya, Regis Lorenzo. Wanita itu mengamit lengan Alejandro Volker selaku ayah kandungnya. Mereka berjalan berdampingan. Terlihat sosok sepasang malaikat kecil di depan mereka yang berpenampilan tampan dan imut. Mereka tidak lain adalah Rayden dan Kimmy. Keduanya berjalan bergandengan tangan sembari menebarkan kelopak bunga mawar yang menuntun langkah mempelai wanita menuju ke ujung aisle. Sementara itu, tiga orang bridesmaid berjalan di belakang Amora. Mereka adalah Estelle Mauverick, Biana Curtiz dan Alicia Lorenzo. Amora memandang ke sekelilingnya. Ia bertemu pandang dengan beberapa orang terdekatnya seperti Noel Ritter, Chris Walden, Bianca Lysander, Hilde Maven, Henry Allen serta Emma Adams yang sedang menggendong buah hatinya, Ryuji Lorenzo. Amora memberikan la
“Ada apa? Kamu masih saja cemburu dengan mantan istrimu?” goda Gino yang sejak tadi memperhatikan Regis di belakangnya. Malam ini pria itu memang menjadi groomsmen-nya alias pendamping mempelai pria. Regis hanya melayangkan tatapan tajamnya. Ia enggan menanggapinya. “Aku mengerti. Mantan memang sulit dilupakan. Apalagi mantan pertama. Rasanya aku ingin mencabik-cabiknya,” geram Gino yang dapat memahami perasaan Regis. Istrinya juga masih beberapa kali bertemu dengan mantan suaminya karena mantan suami istrinya itu ingin bertemu dengan Kimmy, putri mereka. “Apa mau aku membantumu?” tawar Regis dengan serius. Gino langsung meliriknya dengan syok. Tentu saja ia memahami maksud dari Regis. “Mengambil nyawanya bukan penyelesaian yang baik, Regis. Kalau Estelle dan Kimmy tahu aku yang sudah menghabisi ayah kandungnya, mau ditaruh di mana wajahku ini,” timpalnya. Regis mengulum senyumnya. “Dasar pengecut,” ledeknya. Gino mencebikkan bibirnya dengan malas. Ia mengedarkan pandangannya ke
“Ada apa, Amora?” tanya Estelle dan Biana secara serempak. Mereka tampak khawatir melihat kondisi Amora. Namun, Amora menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Sepertinya aku harus memompa asiku dulu deh. Tapi, aku tidak bawa alatnya lagi,” cicitnya. “Tenang saja. Aku bawa kok. Pakai punyaku dulu saja,” sahut Estelle sembari mengambil tas ransel yang berisi berbagai barang keperluan putra keduanya. Amora pun meminjam peralatan pompa asi dari sahabatnya, lalu bergegas menyelesaikan kegiatannya dan kembali melanjutkan persiapannya untuk acara malam ini. “Tolong kalian gunakan jari-jari ajaib kalian untuk menyulapnya menjadi ratu tercantik sejagat raya malam ini,” pinta Estelle kepada para penata rias dan penata busana pilihannya. “Serahkan saja kepada kami, Nyonya Moonstone!” sahut tim tersebut. *** Suara alunan piano memenuhi di sekitar lahan hijau yang telah didekorasi dengan sangat cantik. Pintu masuk menuju ke area resepsi acara juga telah dihiasi dengan aneka bunga segar berwarna put
“Apa? Pesta pernikahan?” Amora menatap Mark dengan syok, lalu memandang Biana dan Estelle yang sedang tersenyum sumringah padanya. “Sejak kapan kalian merencanakan semua ini, hm?” selidik Amora dengan sengit. “Maaf, Amora. Kami benar-benar tulus ingin memberikan kejutan. Tolong jangan marah,” cicit Estelle. “Benar, Amora. Aku juga terpaksa mengikuti rencana mereka. Tapi, percayalah kalau kami tidak pernah bermaksud buruk padamu,” timpal Biana dengan bersungguh-sungguh. “Ck, kalian benar-benar tidak setia kawan, huh?” Amora mengomeli kedua sahabatnya. Ia masih sangat kesal dibohongi dan dipermainkan seperti orang bodoh. “Tentu saja kami setia kawan, Amora. Kami ingin kamu bahagia,” cetus Estelle yang diikuti anggukan oleh Biana. “Sia-sia saja air mataku tadi,” sungut Amora dengan wajah ditekuk masam. Regis menghampiri istrinya tersebut, lalu menyeka sudut mata wanita itu yang masih berair. “Jangan marah lagi, Sayang. Maafkan aku. Aku bersedia menerima hukuman apa pun,” ucapnya.
Suara letusan konfeti mengagetkan Amora. Refleks, ia memejamkan matanya dan taburan potongan kertas warna-warni menghujani tubuhnya. “Surprise!” Seruan penuh semangat terdengar di telinganya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia disuguhkan dengan kehadiran Regis yang telah berdiri di depan matanya. “Regis?” Amora menatap suaminya dengan kening yang berkerut. Pandangan Amora pun mengedar ke sekelilingnya. Ia tidak menemukan sosok yang mencurigakan di dalam ruangan itu. Justru ia malah dikagetkan dengan kehadiran beberapa orang yang dikenalnya. “Kalian ….” Amora memandang satu per satu sosok tersebut dengan bingung. Tatapannya terhenti pada Alicia yang berdiri di sampingnya. Gadis itu memegang konfeti yang diletuskannya tadi. Amora pun menginterogasinya. “Alicia, kenapa kamu bisa ada di sini? Apa maksud semua ini? Di mana wanita itu?" "Wanita?" Regis memandang Amora dengan bingung. "Tidak usah berpura-pura, Regis. Apa kamu menyembunyikannya?" selidik Amora. Ia telah mendorong d
Perasaan Amora terasa tidak karuan. Ucapan Alicia masih terngiang jelas di dalam benaknya. “Ini tidak mungkin. Tidak mungkin,” gumam Amora berulang kali.Seth melirik kaca spion mobil tengah untuk memantau kondisi nyonya mudanya tersebut. Ia tidak tahu menahu tentang hal yang terjadi. Tadi wanita itu hanya memintanya untuk segera mengantarkannya ke Mansion Blue Lake.Tadi Alicia berkata jika ia melihat Regis bertemu dengan seorang wanita saat ia dalam perjalanan menuju taman bermain dengan Rayden. Padahal sepengetahuannya, pria itu seharusnya berada dalam perjalanan ke Italia seperti yang dikatakannya kemarin kepadanya.Alicia berkata kepada Amora jika ia telah membuntuti Regis dan melihat keduanya masuk ke dalam Mansion Blue Lake. Tentu saja hal tersebut membuat Amora sangat terkejut. Ia tidak percaya jika Regis melakukan sesuatu yang mengkhianati cinta mereka.Namun, di satu sisi, Amora juga yakin kalau Alicia tidak mungkin membohonginya. ‘Apa mungkin Regis tidak jadi berangkat ke
“Bagaimana? Apa kamu bisa tenang membiarkan Emma membantumu mulai hari ini?” tanya Liliana meminta pendapat menantunya tersebut. Amora tertegun. Ia menatap Emma yang masih menunggu tanggapannya. “Tentu saja aku setuju,” sahutnya dengan mengulas senyuman lebar di bibirnya. Dibandingkan para pengasuh lain, Amora tentu saja akan lebih percaya dengan Emma. Dulu wanita paruh baya itu juga sering membantunya menjaga Rayden. “Tapi, apa Nyonya Adams tidak apa-apa? Aku tidak ingin terus-menerus merepotkan Anda. Apa Henry dan Hilde mengizinkannya?” tanya Amora dengan penuh selidik. Ia tidak ingin putra dan menantu Emma tidak menyetujui hal tersebut. Apalagi kondisi Emma yang pernah dirawat di rumah sakit dulu. “Tenang saja, Amora. Malah mereka memintaku untuk membantumu. Hilde malah lebih mendukungku,” terang Emma yang dapat memahami pemikiran Amora tersebut. “Nanti Tante akan sering-sering datang dan ikut membantu kok,” timpal Liliana yang mencoba meyakinkan menantunya itu. Amora tersen
“Selamat pagi Anak Mama. Bagaimana tidurnya semalam, hm?”Amora berceloteh sendiri dengan Ryuji yang sedang duduk di dalam box bayinya. Amora baru saja bangun saat mendengar suara bayi bertubuh gembul itu.“Anak Mama sudah bangun saja pagi begini. Siapa yang sudah menggantikan popokmu, hm? Papa?” tanya Amora ketika melihat putranya telah berganti pakaian.Ryuji hanya menanggapinya dengan senyuman lebar dan menendang kedua tangan dan kakinya berulang kali. Ia asyik memasukkan teether ke dalam mulutnya dan menggigit-gigitnya dengan gemas.Amora pun menggendong Ryuji keluar dari tempat tidurnya dan mengelilingi kamarnya untuk mencari keberadaan Regis.“Sayang,” panggil Amora. Namun, tidak ada yang menyahutnya.“Ke mana dia?” gumam Amora yang akhirnya kembali ke kamarnya. Ia baru menyadari jika koper yang dipersiapkannya semalam untuk Regis sudah tidak ada di tempatnya.“Dia sudah pergi?” terka Amora dengan terheran-heran.Tidak biasanya Regis pergi tanpa berpamitan padanya. Biasanya Regi