“Ayahku menggantikan kepemilikan tempat itu setelah Ibuku tiada.”
Ucapan Regis tentu saja menjurus langsung kepada Liliana yang menjadi pemilik Mansion Blue Lake saat ini. Pandangan Amora pun beralih kepada Liliana.
Terlihat jelas ketidakberdayaan dari wanita paruh baya itu. Sebagai seorang wanita, ia dapat merasakan kesedihan wanita paruh baya itu. Namun, jika ia berada di posisi Regis, ia juga tidak bisa menerima seseorang datang merusak kebahagiaan dirinya dan ibu kandungnya.
"Apa ini juga salah satu alasan kamu membenci saya, Regis?" selidik Liliana dengan suara yang terdengar bergetar lirih. Namun, wanita paruh baya itu berusaha untuk tetap terlihat tegar.
"Apa saya kurang jelas mengatakannya?" sindir Regis dengan dingin.
Liliana tersenyum pilu, lalu tertunduk dalam. “Maaf, saya tidak bermaksud mengambil mansion itu darimu,” cicitnya.
Memang Liliana tidak pernah meminta diberikan mansion itu. Ketika dirinya
Seulas senyuman mengembang sempurna di bibir Amora ketika melihat kekesalan suaminya. Namun, ia tetap mencoba untuk menjadi penengah bagi Regis dan Liliana.Amora merasa hubungan buruk keduanya terjadi karena tidak adanya komunikasi yang lancar di antara mereka sehingga saling mengambil kesimpulan di dalam pikiran mereka masing-masing. Apalagi sikap Regis yang dingin pastilah sulit bagi Liliana untuk mendekatinya.“Regis, aku tahu kamu pasti juga dapat melihat jelas kalau Tante Lili sangat peduli denganmu,” ucap Amora mengingatkan suaminya.“Amora—”Sebelum Regis menghentikannya, Amora menyela dengan cepat, “Kalau memang Tante Lili tidak peduli, beliau bisa saja membiarkanmu terlantar di luar dan membiarkan Ayahmu terus berselisih paham denganmu. Tapi, Tante Lili tidak melakukannya, bukan? Kamu paham kan arti semua ini?”Liliana terpaku mendengar pembelaan yang disampaikan Amora mengenai dirinya kepada Regi
“Regis, tunggu aku!”Amora telah melangkah dengan cepat keluar dari restoran agar bisa menyusul Regis. Ia terpaksa berteriak karena Regis terus berjalan tanpa menunggunya. Tindakannya itu telah menarik perhatian semua orang.Untung saja Amora mengenakan kacamata hitam dan masker sebelum keluar dari restoran tersebut. Begitu juga dengan Regis sehingga orang-orang di sekitar mereka tidak menyadari jika lelaki yang dipanggil Amora adalah Regis Lorenzo.“Jalannya pelan sedikit dong, Regis,” keluh Amora dengan bibir merengut masam.Kaki pria itu melangkah lebar dan cepat sehingga Amora terpaksa harus berlari kecil untuk bisa menyamai langkahnya.Awalnya Regis tidak menanggapi, tetapi perlahan ia memperlambat langkahnya ketika Amora menarik ujung lengan kemejanya untuk menarik perhatiannya.“Suamiku ….” panggil Amora dengan nada suara yang dibuat mendayu manja. Pria itu hanya menoleh sekilas.&ldqu
“Grup Lysander mengalami kebangkrutan! Charlie Lysander kritis!”Itulah judul berita utama yang terbaca di mata Amora saat ini. Wajah Amora berubah pias. Ia benar-benar syok membaca berita tersebut.Namun, anehnya ia tidak merasa senang sedikit pun. Padahal seharusnya ia bergembira dengan kondisi yang dialami keluarga Lysander setelah mereka mencampakkan dirinya tujuh tahun lalu.Sebaliknya, melihat gambar kakeknya yang terbaring di atas ranjang rumah sakit dengan kondisi tak berdaya, dada Amora terasa sakit dan ia merasa usia kakeknya itu tidak lama lagi.Melihat Amora yang terpaku dengan kedua tangan yang tampak bergetar, Regis langsung memegang tangan wanita itu dengan sigap.“Ada apa, Sayang? Apa yang kamu lihat?” selidik Regis seraya melirik layar ponsel istrinya.Amora pun menunjukkan berita tersebut kepada Regis. “Aku tidak tahu kalau ternyata Grup Lysander mengalami krisis keuangan selama satu t
“Tuan, Anda sungguh tidak ingin menyewanya? Kalau memang Anda tidak menginginkannya, saya akan menyerahkannya kepada calon penyewa lain. Siang ini masih ada yang ingin melihatnya,” ujar agen tersebut. Walaupun mendengar ancaman dari agen tersebut, Regis langsung menolak dengan tegas. Akan tetapi, Amora langsung menarik lengan Regis dan meminta izin kepada agen properti tersebut agar mereka dapat berdiskusi selama beberapa menit. Amora pun membawa Regis untuk menepi sejenak di salah satu sudut ruangan dan berkata, “Suamiku … aku rasa rumah lain tidak ada yang biaya sewanya di bawah standar kalau kriterianya seperti ini. Apa kamu tidak ingin mempertimbangkannya lebih dulu?” Regis tertegun. Terlihat jelas raut wajah istrinya yang tidak ingin merelakan kesempatan sebagus itu untuk diberikan kepada orang lain. Apalagi mereka perlu melakukan penghematan saat ini. Tawaran seperti ini sangatlah langka dan tentu saja juga menggiurkan bagi siapa pun yang menden
“Marah?” Satu alis Amora terangkat.Regis mengangguk ragu. “Bukankah memang begitu? Buktinya saja kamu diam terus di jalan tadi,” timpalnya.Amora tertawa kecil selama beberapa saat, lalu ia berkata, “Aku tidak marah kok. Hanya tadi memang sempat sedikit kesal saja. Maafkan aku.”Amora dapat melihat kekhawatiran Regis terhadap ucapannya dan ia kembali menambahkan, “Tapi, aku sudah memikirkannya dan aku sadar kalau kamu hanya ingin memastikan keamanan kita saja.”Selama perjalanan tadi Amora memang lebih banyak diam karena sedang merenungi diri atas ucapan Regis dan ia menyadari kalau sikap keras kepalanya mungkin malah akan membahayakan mereka.Namun, sikap diam Amora tersebut malah disalahartikan oleh Regis. Pria itu mengira Amora sengaja mengabaikannya.“Aku minta ma—"Amora berniat untuk meminta maaf sekali lagi, tetapi tiba-tiba saja Regis mendekatinya, lalu mengecup bibi
Tiga hari sudah Regis, Amora dan Rayden menempati rumah kontrakan mereka yang sederhana. Pagi yang tenang menyambut mereka dengan penuh suka cita. Tercium aroma panggangan pizza yang baru saja keluar dari oven bercampur dengan aroma kopi yang baru saja diseduh.“Pagi, Ayah,” sapa Rayden kepada ayahnya yang baru saja keluar dari kamar mandi dan bergabung bersama mereka di meja makan.“Pagi, Ray,” sahut Regis seraya membalas kepalan tangan yang ditawarkan putranya.Kesederhanaan seperti ini telah menjadi kebahagiaan tersendiri bagi Regis selama beberapa hari terakhir ini. Seulas senyuman dan sapaan hangat yang menyambut pagi mereka tidak dapat tergantikan dengan harta maupun kekuasaan.Akan tetapi, masih ada satu hal yang menjadi permasalahan di dalam diri Regis, yaitu dia belum mendapatkan satu pemasukan rutin pun hingga saat ini. Dua hari terakhir ini Regis mencoba untuk mengajukan lamaran ke beberapa perusahaan, tetapi ia tidak me
‘Astaga. Ini sudah jam berapa?’ Amora sangat terkejut ketika dirinya terbangun dan melihat matahari telah menukik tinggi di cakrawala. Ia langsung menoleh ke arah jam yang terpasang di dinding dan semakin syok saat melihat waktu yang hampir menunjukkan pukul sepuluh pagi. Padahal ia belum menyiapkan menu makan siang untuk suami dan putranya. Amora mengacak rambutnya hingga menjadi lebih kacau lagi dan bergumam, “Ya ampun, bisa-bisanya aku malah tidur selama ini,” Padahal tadi ia hanya bermaksud untuk sekedar berbaring saja, tetapi ia malah terlelap selama tiga jam penuh! Biasanya meskipun Amora merasa sangat mengantuk, ia tidak pernah sampai tidur sepulas ini. Ia merasa sangat aneh dan berpikir jika sejak seminggu terakhir terutama hari ini ia merasa tubuhnya merasakan kelelahan yang luar biasa hebat. “Apa mungkin aku memang benar-benar sakit?” gumamnya dengan cemas. Namun, beberapa saat kemudian, Amora menggelengkan kepalanya dengan kuat. Ia mencoba untuk menuangkan afirmasi po
“Nenek ….” Gumaman Amora terdengar lirih dan pilu. Ia merasa sangat menyesal karena telah membuat neneknya yang tidak bersalah harus terlibat dalam permasalahannya. Amora menggenggam ponselnya dengan erat. Keinginannya untuk tidak bertemu dengan Diego seketika beralih. Tanpa berpikir panjang, ia langsung berlari keluar dari rumah kontrakannya menuju tempat yang telah ditentukan oleh Diego. Tiga puluh menit kemudian, Amora tiba di tempat tujuan. Ia melayangkan pandangannya ke sekitarnya sebelum masuk ke dalam restoran tersebut. Kedua alis Amora bertaut ketika membaca papan tanda yang tergantung pada pintu restoran yang menunjukkan jika restoran tersebut telah tutup. Padahal keadaan di luar restoran masih terlihat ramai seperti biasanya. Tidak seharusnya restoran itu tutup secepat ini. Jantung Amora berdebar sangat cepat karena firasat buruk terlintas di dalam kepalanya atas situasi buruk yang mungkin terjadi di dalam restoran tersebut. Sempat terbesit niatnya untuk mengangkat kakin
Satu per satu acara pun dimulai dan berakhir dengan lancar. Regis juga memperkenalkan kedua putranya yang menjadi kebanggaan keluarga Lorenzo di hadapan para tamunya. Kali ini Regis tidak melarang beberapa awak media terpercaya untuk meliput kedua buah hatinya itu. Namun, para bawahan Regis tetap memberikan batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mengambil gambar. Akhirnya tiba saatnya sesi pelemparan buket bunga yang dilakukan oleh Amora sebagai mempelai wanita. Para gadis maupun pemuda lajang telah bersiap-siap untuk berebutan buket dari sang mempelai wanita.Biana juga telah bersiap di posisinya. Pada hitungan ketiga, buket bunga tersebut melayang di udara dan semua orang berlomba-lomba menggapainya. Buket bunga tersebut beralih dari satu tangan ke tangan yang lain hingga akhirnya seseorang berhasil merebutnya! Seketika suasana menjadi sangat hening, semua orang berdiri mematung untuk melihat sosok yang beruntung tersebut. Biana tampak kesal karena ia tidak b
Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading dan tiara cantik yang menghiasi puncak kepalanya serta juntaian wedding veil yang menutupi sebagian wajahnya, Amora berjalan selangkah demi selangkah menuju ke arah suaminya, Regis Lorenzo. Wanita itu mengamit lengan Alejandro Volker selaku ayah kandungnya. Mereka berjalan berdampingan. Terlihat sosok sepasang malaikat kecil di depan mereka yang berpenampilan tampan dan imut. Mereka tidak lain adalah Rayden dan Kimmy. Keduanya berjalan bergandengan tangan sembari menebarkan kelopak bunga mawar yang menuntun langkah mempelai wanita menuju ke ujung aisle. Sementara itu, tiga orang bridesmaid berjalan di belakang Amora. Mereka adalah Estelle Mauverick, Biana Curtiz dan Alicia Lorenzo. Amora memandang ke sekelilingnya. Ia bertemu pandang dengan beberapa orang terdekatnya seperti Noel Ritter, Chris Walden, Bianca Lysander, Hilde Maven, Henry Allen serta Emma Adams yang sedang menggendong buah hatinya, Ryuji Lorenzo. Amora memberikan la
“Ada apa? Kamu masih saja cemburu dengan mantan istrimu?” goda Gino yang sejak tadi memperhatikan Regis di belakangnya. Malam ini pria itu memang menjadi groomsmen-nya alias pendamping mempelai pria. Regis hanya melayangkan tatapan tajamnya. Ia enggan menanggapinya. “Aku mengerti. Mantan memang sulit dilupakan. Apalagi mantan pertama. Rasanya aku ingin mencabik-cabiknya,” geram Gino yang dapat memahami perasaan Regis. Istrinya juga masih beberapa kali bertemu dengan mantan suaminya karena mantan suami istrinya itu ingin bertemu dengan Kimmy, putri mereka. “Apa mau aku membantumu?” tawar Regis dengan serius. Gino langsung meliriknya dengan syok. Tentu saja ia memahami maksud dari Regis. “Mengambil nyawanya bukan penyelesaian yang baik, Regis. Kalau Estelle dan Kimmy tahu aku yang sudah menghabisi ayah kandungnya, mau ditaruh di mana wajahku ini,” timpalnya. Regis mengulum senyumnya. “Dasar pengecut,” ledeknya. Gino mencebikkan bibirnya dengan malas. Ia mengedarkan pandangannya ke
“Ada apa, Amora?” tanya Estelle dan Biana secara serempak. Mereka tampak khawatir melihat kondisi Amora. Namun, Amora menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Sepertinya aku harus memompa asiku dulu deh. Tapi, aku tidak bawa alatnya lagi,” cicitnya. “Tenang saja. Aku bawa kok. Pakai punyaku dulu saja,” sahut Estelle sembari mengambil tas ransel yang berisi berbagai barang keperluan putra keduanya. Amora pun meminjam peralatan pompa asi dari sahabatnya, lalu bergegas menyelesaikan kegiatannya dan kembali melanjutkan persiapannya untuk acara malam ini. “Tolong kalian gunakan jari-jari ajaib kalian untuk menyulapnya menjadi ratu tercantik sejagat raya malam ini,” pinta Estelle kepada para penata rias dan penata busana pilihannya. “Serahkan saja kepada kami, Nyonya Moonstone!” sahut tim tersebut. *** Suara alunan piano memenuhi di sekitar lahan hijau yang telah didekorasi dengan sangat cantik. Pintu masuk menuju ke area resepsi acara juga telah dihiasi dengan aneka bunga segar berwarna put
“Apa? Pesta pernikahan?” Amora menatap Mark dengan syok, lalu memandang Biana dan Estelle yang sedang tersenyum sumringah padanya. “Sejak kapan kalian merencanakan semua ini, hm?” selidik Amora dengan sengit. “Maaf, Amora. Kami benar-benar tulus ingin memberikan kejutan. Tolong jangan marah,” cicit Estelle. “Benar, Amora. Aku juga terpaksa mengikuti rencana mereka. Tapi, percayalah kalau kami tidak pernah bermaksud buruk padamu,” timpal Biana dengan bersungguh-sungguh. “Ck, kalian benar-benar tidak setia kawan, huh?” Amora mengomeli kedua sahabatnya. Ia masih sangat kesal dibohongi dan dipermainkan seperti orang bodoh. “Tentu saja kami setia kawan, Amora. Kami ingin kamu bahagia,” cetus Estelle yang diikuti anggukan oleh Biana. “Sia-sia saja air mataku tadi,” sungut Amora dengan wajah ditekuk masam. Regis menghampiri istrinya tersebut, lalu menyeka sudut mata wanita itu yang masih berair. “Jangan marah lagi, Sayang. Maafkan aku. Aku bersedia menerima hukuman apa pun,” ucapnya.
Suara letusan konfeti mengagetkan Amora. Refleks, ia memejamkan matanya dan taburan potongan kertas warna-warni menghujani tubuhnya. “Surprise!” Seruan penuh semangat terdengar di telinganya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia disuguhkan dengan kehadiran Regis yang telah berdiri di depan matanya. “Regis?” Amora menatap suaminya dengan kening yang berkerut. Pandangan Amora pun mengedar ke sekelilingnya. Ia tidak menemukan sosok yang mencurigakan di dalam ruangan itu. Justru ia malah dikagetkan dengan kehadiran beberapa orang yang dikenalnya. “Kalian ….” Amora memandang satu per satu sosok tersebut dengan bingung. Tatapannya terhenti pada Alicia yang berdiri di sampingnya. Gadis itu memegang konfeti yang diletuskannya tadi. Amora pun menginterogasinya. “Alicia, kenapa kamu bisa ada di sini? Apa maksud semua ini? Di mana wanita itu?" "Wanita?" Regis memandang Amora dengan bingung. "Tidak usah berpura-pura, Regis. Apa kamu menyembunyikannya?" selidik Amora. Ia telah mendorong d
Perasaan Amora terasa tidak karuan. Ucapan Alicia masih terngiang jelas di dalam benaknya. “Ini tidak mungkin. Tidak mungkin,” gumam Amora berulang kali.Seth melirik kaca spion mobil tengah untuk memantau kondisi nyonya mudanya tersebut. Ia tidak tahu menahu tentang hal yang terjadi. Tadi wanita itu hanya memintanya untuk segera mengantarkannya ke Mansion Blue Lake.Tadi Alicia berkata jika ia melihat Regis bertemu dengan seorang wanita saat ia dalam perjalanan menuju taman bermain dengan Rayden. Padahal sepengetahuannya, pria itu seharusnya berada dalam perjalanan ke Italia seperti yang dikatakannya kemarin kepadanya.Alicia berkata kepada Amora jika ia telah membuntuti Regis dan melihat keduanya masuk ke dalam Mansion Blue Lake. Tentu saja hal tersebut membuat Amora sangat terkejut. Ia tidak percaya jika Regis melakukan sesuatu yang mengkhianati cinta mereka.Namun, di satu sisi, Amora juga yakin kalau Alicia tidak mungkin membohonginya. ‘Apa mungkin Regis tidak jadi berangkat ke
“Bagaimana? Apa kamu bisa tenang membiarkan Emma membantumu mulai hari ini?” tanya Liliana meminta pendapat menantunya tersebut. Amora tertegun. Ia menatap Emma yang masih menunggu tanggapannya. “Tentu saja aku setuju,” sahutnya dengan mengulas senyuman lebar di bibirnya. Dibandingkan para pengasuh lain, Amora tentu saja akan lebih percaya dengan Emma. Dulu wanita paruh baya itu juga sering membantunya menjaga Rayden. “Tapi, apa Nyonya Adams tidak apa-apa? Aku tidak ingin terus-menerus merepotkan Anda. Apa Henry dan Hilde mengizinkannya?” tanya Amora dengan penuh selidik. Ia tidak ingin putra dan menantu Emma tidak menyetujui hal tersebut. Apalagi kondisi Emma yang pernah dirawat di rumah sakit dulu. “Tenang saja, Amora. Malah mereka memintaku untuk membantumu. Hilde malah lebih mendukungku,” terang Emma yang dapat memahami pemikiran Amora tersebut. “Nanti Tante akan sering-sering datang dan ikut membantu kok,” timpal Liliana yang mencoba meyakinkan menantunya itu. Amora tersen
“Selamat pagi Anak Mama. Bagaimana tidurnya semalam, hm?”Amora berceloteh sendiri dengan Ryuji yang sedang duduk di dalam box bayinya. Amora baru saja bangun saat mendengar suara bayi bertubuh gembul itu.“Anak Mama sudah bangun saja pagi begini. Siapa yang sudah menggantikan popokmu, hm? Papa?” tanya Amora ketika melihat putranya telah berganti pakaian.Ryuji hanya menanggapinya dengan senyuman lebar dan menendang kedua tangan dan kakinya berulang kali. Ia asyik memasukkan teether ke dalam mulutnya dan menggigit-gigitnya dengan gemas.Amora pun menggendong Ryuji keluar dari tempat tidurnya dan mengelilingi kamarnya untuk mencari keberadaan Regis.“Sayang,” panggil Amora. Namun, tidak ada yang menyahutnya.“Ke mana dia?” gumam Amora yang akhirnya kembali ke kamarnya. Ia baru menyadari jika koper yang dipersiapkannya semalam untuk Regis sudah tidak ada di tempatnya.“Dia sudah pergi?” terka Amora dengan terheran-heran.Tidak biasanya Regis pergi tanpa berpamitan padanya. Biasanya Regi