Suara derap langkah berat terdengar memenuhi koridor rumah sakit yang tampak lengang. Sebagian para penghuni rumah sakit telah terlelap. Hanya ada sedikit pencahayaan di beberapa lorong rumah sakit dan terlihat beberapa orang yang masih terjaga karena mereka sedang melakukan dinas malam mereka.Derap langkah tidak lagi terdengar ketika sang pemilik langkah tersebut yang tidak lain adalah Regis Lorenzo, berhenti di depan ruang rawat khusus anak-anak. Pria itu mengedarkan pandangannya ke sekitar dan melihat seorang penjaga keamanan yang sedang menahan kantuk di sela-sela jam dinasnya.“Maaf, Tuan.”Tiba-tiba terdengar suara seseorang menyapa Regis dari belakang. Ketika ia menoleh, terlihat wajah seorang perawat yang sedang memandang Regis dengan penuh kebingungan. Perawat tersebut baru saja selesai melakukan pengecekan berkala di salah satu ruangan rawat yang menjadi tanggung jawabnya.“Apa ada yang bisa saya bantu?” tanya perawat te
Noel tidak takut sedikit pun dengan tatapan yang diberikan Regis. Putra James Ritter itu hanya menghela napas panjang. “Sepertinya kamu sedang cemburu,” ledeknya.Rahang Regis tampak mengetat. Ia akui jika ia memang sedang dilanda kecemburuan, tetapi tentu saja ia tidak ingin memberitahu hal tersebut kepada Noel. Harga dirinya terlalu tinggi untuk menanggapi cibiran Noel.Namun, Noel langsung menceletuk, “Sepertinya aku benar."Pria itu memang sengaja memanasi Regis. Namun, Regis tidak langsung menanggapi. Perlahan ia berjalan mendekati Noel dan berdiri tepat di hadapannya.“Aku peringatkan padamu. Jauhi Amora." Nada suara Regis terdengar dingin. Sepasang netra elangnya menatap langsung manik mata Noel yang juga membalas tatapannya dengan tidak kalah sengitnya.Pandangan Regis beralih sejenak. Ia menepuk pundak Noel berulang kali yang sempat menjadi tempat sandaran Amora sebelumnya.“Apa kamu tidak merasa terlalu posesif, Regis? Kamu tidak percaya pada Amora?” sindir Noel. Tangannya l
“Ugh!” Regis meringis tatkala jemari Amora menyentuh bagian lukanya. “Ma-maafkan aku,” cicit Amora yang segera menyingkirkan tangannya dari wajah Regis. Regis menggeleng kecil. “Tidak apa-apa kok,” ucapnya seraya meraih sepasang tangan istrinya yang terasa dingin, lalu ia mengecupnya dengan lembut. “Aku merindukanmu, Istriku.” Pengakuan yang meluncur dari bibir Regis membuat jantung Amora tiba-tiba berdebar cepat. Semburat merah menyembul di kedua belah pipinya. “Aku juga merindukanmu,” cicit Amora seraya menundukkan wajahnya, lalu ia tersadar jika bukan saatnya untuk saling melepaskan rindu seperti ini. “Regis, jangan sengaja mengalihkan pertanyaanku,” gerutu Amora seraya melemparkan tatapan tajamnya. Regis tersenyum kecil, lalu kembali berkata, “Tidak perlu khawatir. Ini hanya luka kecil saja kok.” Netra Amora menyipit tajam. “Mau sampai kapan kamu menutupinya dariku? Aku dengar kamu disekap. Kenapa Ayahmu setega itu?
"Ehem ... maksudku, kenapa kamu bisa bicara seperti itu?"Amora buru-buru meralat ucapannya, tetapi Regis sudah membaca kebohongannya dan tersenyum kecil. Satu tangannya bergerak menyusuri lekuk wajah istrinya dan mengusap lembut kulit wanita itu dengan ujung jemarinya.“Kamu tidak perlu berbohong ataupun bertanya dari mana aku mengetahuinya, Sayang. Tapi, aku ingin kamu memberitahuku apa yang sudah ayahku katakan padamu. Apa dia mengatakan sesuatu yang buruk?”Regis mulai menginterogasi Amora. Ia ingin mengetahui secara rinci pembicaraan ayahnya tersebut.“Apa tadi Noel yang menceritakannya padamu?” terka Amora. Hanya pria itu yang tahu jika dirinya dihubungi oleh Diego Lorenzo."Jadi apa yang sudah Ayahku katakan padamu?" selidik Regis lagi. Ia tidak ingin membiarkan Amora berkelit lagi."Dia ... dia hanya bilang kalau dia tidak setuju dengan hubungan kita," jawab Amora seraya berdeham kecil."Itu saja?" Regi
“Papa? Sejak kapan Papa di sini?” tanya Rayden dengan bingung. Ia langsung menoleh kepada ibunya untuk mendapatkan jawaban.Amora mengedikkan bahunya. “Entahlah, tiba-tiba saja Papamu sudah ada di sini tadi pagi,” jawabnya.Regis melangkah menghampiri ranjang putranya, lalu memegang kening putranya untuk memastikan suhu tubuh anak itu.“Papa sudah datang dari semalam, tapi Papa tidak mau mengganggu kalian yang sedang tidur,” terang Regis seraya mengembangkan senyumannya dengan lebar.Kedua alis Rayden bertaut. “Apa yang terjadi dengan wajah Papa? Papa habis berkelahi?” selidiknya sembari memperhatikan beberapa memar pada wajah ayahnya tersebut.Amora juga menatap Regis dengan penuh selidik. Ia juga ingin mengetahui lebih jauh.Regis memegang bekas luka di bibirnya, lalu ia kembali tersenyum tipis. “Tadi Papa hanya melakukan sedikit pemanasan saja, Ray. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan,&
“Ini semua gara-gara Anak Sialan itu!” Makian yang terlontar dari bibir Diego membuat wajah Pablo dan seluruh orang di dalam ruang pertemuan markas Royal Dragon menjadi pucat. Tidak ada satu pun yang berani mengangkat wajah mereka untuk menatap langsung mata Diego. Terlihat dua buah lubang peluru yang tertancap pada sebuah telivisi berlayar datar yang tak berdosa tersebut. Layar televisi itu telah mengeluarkan percikan api karena menjadi sasaran kemarahan Diego beberapa waktu lalu. Pria paruh baya itu baru saja menonton liputan berita mengenai acara perayaan Royal Dragon semalam. Namun, salah satu stasiun televisi malah memberitakan tentang kericuhan yang terjadi di atas kapal pesiar semalam dan mengkritik Diego yang telah mengekang pernikahan putranya. Padahal sebelumnya Diego telah memerintahkan seluruh bawahannya untuk membungkam para awak media agar berita yang mencemarkan nama baik Lorenzo tersebut tidak tersebar keluar. Sayangnya, ternyata ada s
Mobil yang dikendarai Seth baru saja sampai di depan gedung kediaman tuan mudanya, tetapi di depan gedung hotel yang merangkap penthouse di atasnya itu terlihat keramaian yang hampir menutup jalan masuk ke dalam bangunan tersebut. “Tuan Muda, di depan banyak sekali wartawan. Apa yang harus kita lakukan?” tanya Seth dengan bingung. Netra elang Regis menatap keluar jendela mobilnya dengan tajam. Ia sudah menduga para awak media tidak akan melepaskan berita besar tentang dirinya. Aksi pelarian dirinya semalam telah membuat kehebohan dan ia menduga jika ayahnya juga pasti telah mengambil langkah untuk membuatnya jera. “Langsung saja masuk ke parkiran. Sepertinya di sana sudah ada yang berjaga,” ucap Regis dengan yakin. Sesuai dugaannya, di area parkiran khusus penthouse, para bawahan Royal Dragon telah berjaga di setiap sudut dari area tersebut. Ia tidak memiliki pilihan lain selain turun dari mobil dan menyelesaikan semuanya. Namun, Regis mendapa
“Baik, akan saya sampaikan.” Gray mengangguk kecil. Gray Tucker hanya bisa menghela napas panjang. Sejak awal ia sudah tahu jika semua pesan yang disampaikan kepadanya hanya akan dianggap angin lalu oleh tuan mudanya tersebut. Namun, ia hanya sekedar menjalankan tugas saja dan tidak ingin mencampuri permasalahan internal keluarga Lorenzo lebih jauh. “Sekarang menyingkirlah. Saya mau mengambil barang pribadi saya dan istri saya di dalam sana. Saya rasa ini tidak melanggar ketentuan, bukan?” ucap Regis kepada bawahan ayahnya tersebut. Gray Tucker tampak ragu, tetapi akhirnya ia memberikan jalan bagi Regis dan Amora maupun Rayden untuk masuk sebentar. “Ambillah barangmu dan kita tinggalkan tempat ini,” ucap Regis kepada istrinya dengan tegas. Amora mengangguk. “Ray, gantilah pakaianmu dan ambil barang pentingmu saja,” titahnya kepada putranya. Setelah mengatakan hal tersebut, Amora bergegas mengemasi beberapa pakaian miliknya, Regis serta
Satu per satu acara pun dimulai dan berakhir dengan lancar. Regis juga memperkenalkan kedua putranya yang menjadi kebanggaan keluarga Lorenzo di hadapan para tamunya. Kali ini Regis tidak melarang beberapa awak media terpercaya untuk meliput kedua buah hatinya itu. Namun, para bawahan Regis tetap memberikan batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mengambil gambar. Akhirnya tiba saatnya sesi pelemparan buket bunga yang dilakukan oleh Amora sebagai mempelai wanita. Para gadis maupun pemuda lajang telah bersiap-siap untuk berebutan buket dari sang mempelai wanita.Biana juga telah bersiap di posisinya. Pada hitungan ketiga, buket bunga tersebut melayang di udara dan semua orang berlomba-lomba menggapainya. Buket bunga tersebut beralih dari satu tangan ke tangan yang lain hingga akhirnya seseorang berhasil merebutnya! Seketika suasana menjadi sangat hening, semua orang berdiri mematung untuk melihat sosok yang beruntung tersebut. Biana tampak kesal karena ia tidak b
Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading dan tiara cantik yang menghiasi puncak kepalanya serta juntaian wedding veil yang menutupi sebagian wajahnya, Amora berjalan selangkah demi selangkah menuju ke arah suaminya, Regis Lorenzo. Wanita itu mengamit lengan Alejandro Volker selaku ayah kandungnya. Mereka berjalan berdampingan. Terlihat sosok sepasang malaikat kecil di depan mereka yang berpenampilan tampan dan imut. Mereka tidak lain adalah Rayden dan Kimmy. Keduanya berjalan bergandengan tangan sembari menebarkan kelopak bunga mawar yang menuntun langkah mempelai wanita menuju ke ujung aisle. Sementara itu, tiga orang bridesmaid berjalan di belakang Amora. Mereka adalah Estelle Mauverick, Biana Curtiz dan Alicia Lorenzo. Amora memandang ke sekelilingnya. Ia bertemu pandang dengan beberapa orang terdekatnya seperti Noel Ritter, Chris Walden, Bianca Lysander, Hilde Maven, Henry Allen serta Emma Adams yang sedang menggendong buah hatinya, Ryuji Lorenzo. Amora memberikan la
“Ada apa? Kamu masih saja cemburu dengan mantan istrimu?” goda Gino yang sejak tadi memperhatikan Regis di belakangnya. Malam ini pria itu memang menjadi groomsmen-nya alias pendamping mempelai pria. Regis hanya melayangkan tatapan tajamnya. Ia enggan menanggapinya. “Aku mengerti. Mantan memang sulit dilupakan. Apalagi mantan pertama. Rasanya aku ingin mencabik-cabiknya,” geram Gino yang dapat memahami perasaan Regis. Istrinya juga masih beberapa kali bertemu dengan mantan suaminya karena mantan suami istrinya itu ingin bertemu dengan Kimmy, putri mereka. “Apa mau aku membantumu?” tawar Regis dengan serius. Gino langsung meliriknya dengan syok. Tentu saja ia memahami maksud dari Regis. “Mengambil nyawanya bukan penyelesaian yang baik, Regis. Kalau Estelle dan Kimmy tahu aku yang sudah menghabisi ayah kandungnya, mau ditaruh di mana wajahku ini,” timpalnya. Regis mengulum senyumnya. “Dasar pengecut,” ledeknya. Gino mencebikkan bibirnya dengan malas. Ia mengedarkan pandangannya ke
“Ada apa, Amora?” tanya Estelle dan Biana secara serempak. Mereka tampak khawatir melihat kondisi Amora. Namun, Amora menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Sepertinya aku harus memompa asiku dulu deh. Tapi, aku tidak bawa alatnya lagi,” cicitnya. “Tenang saja. Aku bawa kok. Pakai punyaku dulu saja,” sahut Estelle sembari mengambil tas ransel yang berisi berbagai barang keperluan putra keduanya. Amora pun meminjam peralatan pompa asi dari sahabatnya, lalu bergegas menyelesaikan kegiatannya dan kembali melanjutkan persiapannya untuk acara malam ini. “Tolong kalian gunakan jari-jari ajaib kalian untuk menyulapnya menjadi ratu tercantik sejagat raya malam ini,” pinta Estelle kepada para penata rias dan penata busana pilihannya. “Serahkan saja kepada kami, Nyonya Moonstone!” sahut tim tersebut. *** Suara alunan piano memenuhi di sekitar lahan hijau yang telah didekorasi dengan sangat cantik. Pintu masuk menuju ke area resepsi acara juga telah dihiasi dengan aneka bunga segar berwarna put
“Apa? Pesta pernikahan?” Amora menatap Mark dengan syok, lalu memandang Biana dan Estelle yang sedang tersenyum sumringah padanya. “Sejak kapan kalian merencanakan semua ini, hm?” selidik Amora dengan sengit. “Maaf, Amora. Kami benar-benar tulus ingin memberikan kejutan. Tolong jangan marah,” cicit Estelle. “Benar, Amora. Aku juga terpaksa mengikuti rencana mereka. Tapi, percayalah kalau kami tidak pernah bermaksud buruk padamu,” timpal Biana dengan bersungguh-sungguh. “Ck, kalian benar-benar tidak setia kawan, huh?” Amora mengomeli kedua sahabatnya. Ia masih sangat kesal dibohongi dan dipermainkan seperti orang bodoh. “Tentu saja kami setia kawan, Amora. Kami ingin kamu bahagia,” cetus Estelle yang diikuti anggukan oleh Biana. “Sia-sia saja air mataku tadi,” sungut Amora dengan wajah ditekuk masam. Regis menghampiri istrinya tersebut, lalu menyeka sudut mata wanita itu yang masih berair. “Jangan marah lagi, Sayang. Maafkan aku. Aku bersedia menerima hukuman apa pun,” ucapnya.
Suara letusan konfeti mengagetkan Amora. Refleks, ia memejamkan matanya dan taburan potongan kertas warna-warni menghujani tubuhnya. “Surprise!” Seruan penuh semangat terdengar di telinganya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia disuguhkan dengan kehadiran Regis yang telah berdiri di depan matanya. “Regis?” Amora menatap suaminya dengan kening yang berkerut. Pandangan Amora pun mengedar ke sekelilingnya. Ia tidak menemukan sosok yang mencurigakan di dalam ruangan itu. Justru ia malah dikagetkan dengan kehadiran beberapa orang yang dikenalnya. “Kalian ….” Amora memandang satu per satu sosok tersebut dengan bingung. Tatapannya terhenti pada Alicia yang berdiri di sampingnya. Gadis itu memegang konfeti yang diletuskannya tadi. Amora pun menginterogasinya. “Alicia, kenapa kamu bisa ada di sini? Apa maksud semua ini? Di mana wanita itu?" "Wanita?" Regis memandang Amora dengan bingung. "Tidak usah berpura-pura, Regis. Apa kamu menyembunyikannya?" selidik Amora. Ia telah mendorong d
Perasaan Amora terasa tidak karuan. Ucapan Alicia masih terngiang jelas di dalam benaknya. “Ini tidak mungkin. Tidak mungkin,” gumam Amora berulang kali.Seth melirik kaca spion mobil tengah untuk memantau kondisi nyonya mudanya tersebut. Ia tidak tahu menahu tentang hal yang terjadi. Tadi wanita itu hanya memintanya untuk segera mengantarkannya ke Mansion Blue Lake.Tadi Alicia berkata jika ia melihat Regis bertemu dengan seorang wanita saat ia dalam perjalanan menuju taman bermain dengan Rayden. Padahal sepengetahuannya, pria itu seharusnya berada dalam perjalanan ke Italia seperti yang dikatakannya kemarin kepadanya.Alicia berkata kepada Amora jika ia telah membuntuti Regis dan melihat keduanya masuk ke dalam Mansion Blue Lake. Tentu saja hal tersebut membuat Amora sangat terkejut. Ia tidak percaya jika Regis melakukan sesuatu yang mengkhianati cinta mereka.Namun, di satu sisi, Amora juga yakin kalau Alicia tidak mungkin membohonginya. ‘Apa mungkin Regis tidak jadi berangkat ke
“Bagaimana? Apa kamu bisa tenang membiarkan Emma membantumu mulai hari ini?” tanya Liliana meminta pendapat menantunya tersebut. Amora tertegun. Ia menatap Emma yang masih menunggu tanggapannya. “Tentu saja aku setuju,” sahutnya dengan mengulas senyuman lebar di bibirnya. Dibandingkan para pengasuh lain, Amora tentu saja akan lebih percaya dengan Emma. Dulu wanita paruh baya itu juga sering membantunya menjaga Rayden. “Tapi, apa Nyonya Adams tidak apa-apa? Aku tidak ingin terus-menerus merepotkan Anda. Apa Henry dan Hilde mengizinkannya?” tanya Amora dengan penuh selidik. Ia tidak ingin putra dan menantu Emma tidak menyetujui hal tersebut. Apalagi kondisi Emma yang pernah dirawat di rumah sakit dulu. “Tenang saja, Amora. Malah mereka memintaku untuk membantumu. Hilde malah lebih mendukungku,” terang Emma yang dapat memahami pemikiran Amora tersebut. “Nanti Tante akan sering-sering datang dan ikut membantu kok,” timpal Liliana yang mencoba meyakinkan menantunya itu. Amora tersen
“Selamat pagi Anak Mama. Bagaimana tidurnya semalam, hm?”Amora berceloteh sendiri dengan Ryuji yang sedang duduk di dalam box bayinya. Amora baru saja bangun saat mendengar suara bayi bertubuh gembul itu.“Anak Mama sudah bangun saja pagi begini. Siapa yang sudah menggantikan popokmu, hm? Papa?” tanya Amora ketika melihat putranya telah berganti pakaian.Ryuji hanya menanggapinya dengan senyuman lebar dan menendang kedua tangan dan kakinya berulang kali. Ia asyik memasukkan teether ke dalam mulutnya dan menggigit-gigitnya dengan gemas.Amora pun menggendong Ryuji keluar dari tempat tidurnya dan mengelilingi kamarnya untuk mencari keberadaan Regis.“Sayang,” panggil Amora. Namun, tidak ada yang menyahutnya.“Ke mana dia?” gumam Amora yang akhirnya kembali ke kamarnya. Ia baru menyadari jika koper yang dipersiapkannya semalam untuk Regis sudah tidak ada di tempatnya.“Dia sudah pergi?” terka Amora dengan terheran-heran.Tidak biasanya Regis pergi tanpa berpamitan padanya. Biasanya Regi