"Uhuk! Uhuk!"
Pertanyaan yang diajukan Laura membuat Amora tersedak seketika. Noel pun buru-buru mengambilkan minuman untuknya. Amora pun meneguknya perlahan-lahan.
"Terima kasih," cicit Amora seraya menghentikan Noel yang menepuk-nepuk pelan punggungnya.
“Maaf, Nona Lysander. Saya tidak tahu kalau pertanyaan saya tadi sangat mengejutkan Anda,” ucap Laura dengan penuh sesal.
Amora menggeleng pelan. “Tidak. Sa-saya yang tidak berhati-hati saja saat makan tadi,” cicitnya.
Manik mata Amora melirik Regis yang terlihat acuh tak acuh seolah tidak peduli dengan hal yang terjadi padanya tadi. Hati Amora terasa perih. Padahal ia berharap suaminya itu setidaknya menaruh perhatian kecil padanya, tetapi ia sadar jika inilah sosok Regis Lorenzo yang sebenarnya.
Tanpa sepengetahuan Amora, meskipun Regis terlihat sangat tenang, tetapi ketenangan pria itu bukanlah ketenangan biasa. Regis sedang berusaha keras untuk menunjukkan jika d
“Regis, sepertinya kamu sudah melewati batas kecepatan,” ujar Amora mengingatkan pria itu. Namun, Regis tidak mengindahkan peringatannya. Amora hanya bisa mengelus dadanya sendiri dan berpegangan erat pada handle atas pada pintu mobil di sampingnya. Laju kendaraan Regis memang telah melewati batas aturan yang seharusnya dilakukan oleh para pengemudi jalan. Namun, pria itu tidak mempedulikan aturan yang ada karena saat ini di dalam pikirannya telah dipenuhi oleh amarah yang sudah terlanjur meledak.Regis perlu melakukan suatu pelampiasan dan juga memberikan sedikit pelajaran kepada Amora yang menjadi pemicu kegilaannya saat ini. Regis tidak merasakan ketakutan sedikit pun karena ia sangat percaya dengan teknik mengemudinya sendiri, tetapi tidak halnya dengan Amora. Amora hanya berpikir jika cara mengemudi Regis terlalu buruk dan sewaktu-waktu dapat mengantar nyawa mereka ke alam baka. Wanita itu tidak tahu jika Regis telah terlatih dalam h
Amora mengembuskan napasnya dengan kasar. “Aku tidak mengundangnya, Regis. Aku hanya kebetulan bertemu dengannya di sana dan dia —" “Kebetulan? Apa ada banyak kebetulan di dalam hidupmu?” sindir Regis dengan sinis. Lagi-lagi Amora menghela napas panjang. “Terserah kalau kamu tidak mau percaya. Tapi, aku memang tidak memiliki hubungan apa pun dengannya. Kami hanya teman!” tegasnya. Kini Amora telah menatap Regis dengan netra yang menyalang tajam. Dadanya bergerak naik turun tak beraturan karena emosi yang diluapkannya. Bibirnya tersenyum getir ketika melihat Regis tidak memberikan reaksi apa pun terhadap penjelasannya. Namun, perlahan Regis melepaskan cengkeraman pada kedua pergelangan tangan wanita itu. “Kalau kamu memang tidak memiliki perasaan apa pun padanya, kenapa kamu tidak mengatakan saja kalau kamu sudah menikah dan aku adalah suamimu?” selidiknya. Kali ini nada suara Regis terdengar sedikit rendah. Tidak setinggi sebelumnya. A
Pertanyaan tersebut membuat bola mata Amora membulat. “Ti-tidak!” sahutnya seraya memalingkan pandangannya dengan cepat. “Benarkah?” Regis mengangkat satu alisnya, lalu tersenyum nakal. “Kalau kamu tidak cemburu seperti yang kamu katakan, untuk apa kamu marah dan kecewa seperti ini?” “A-aku ….” Amora menggigit bibir bawahnya dan mengutuk Regis di dalam hati karena begitu pintar menebak perasaannya. Sesungguhnya, Amora mulai sadar dengan perasaannya sendiri. Rasa perih tak terucapkan muncul di dalam dadanya ketika melihat Regis datang bersama Laura tadi. Amora sempat mengira semua pengakuan yang pernah diucapkan Regis mungkin saja hanya perasaan sesaat pria itu saja. Dirinya yang terlalu tinggi hati dengan mengabaikan pernyataan cinta pria itu sehingga sekarang ia baru menyadari jika ia memiliki perasaan yang sama terhadap Regis. Akan tetapi, keangkuhan Amora membuatnya terus-menerus menampik perasaannya sendiri. “Lihat aku, Amora.” Regis menangkup wajah Amora di kedua belah tanga
Semburat merah telah menghiasi kedua belah pipi Amora yang terlihat berantakan karena sisa air matanya tadi. Kali ini ia tidak dapat memungkiri perbuatannya sendiri dan hanya bisa menundukkan wajahnya untuk menutupi rasa malunya.“Tidakkah kamu tahu kalau semua gerak-gerik dan ucapanmu membuatku menggila, Amora? Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku, tapi satu hal yang aku tahu adalah …,” Manik mata Regis menatap Amora dengan lembut, lalu ia lanjut berkata, “aku mencintaimu.”Amora terpaku ketika mendengar ungkapan cinta yang terucap dari bibir Regis. Perlahan ia mengangkat wajahnya dan menatap lurus sepasang bola mata gelap yang memancarkan ketulusan dan juga gairah terhadap dirinya.Jemari Regis bergerak mengusap lembut pipi Amora. Emosi yang sempat meledak-ledak di dalam diri pria itu telah tersapu dengan ketenangan yang menyelimuti mereka saat ini.Hanya suara deru napas yang saling bersahutan satu sama lain yang
“Aku harap kamu dapat mengingat hal yang sudah kamu ucapkan hari ini. Tidak ada penyesalan apa pun lagi atau … aku akan menawanmu selamanya di sisiku tanpa alasan apa pun," cetus Regis seraya mendekatkan wajahnya pada Amora."Kamu tipe yang posesif kalau jatuh cinta, hm?" ledek Amora seraya terkekeh geli.Namun, tawanya terhenti ketika Regis tiba-tiba saja memagut bibirnya. Pria itu langsung mereguk madu dari bibir manis yang terus menggodanya sejak tadi.Amora berusaha mengikuti permainan bibir Regis. Perlahan kedua lengannya melingkar pada leher suaminya itu. Kali ini ia menyambut cumbuan pria itu dengan menggebu-gebu.Salah satu tangan Regis bergerak dengan liar. Menyusup masuk ke dalam pakaian Amora dan menyentuh titik sensitif wanita itu sehingga suara erangan kecil lolos dari bibir Amora di sela-sela ciuman mereka. Perlahan tapi pasti, kaki mereka melangkah dan membawa mereka hingga menuju peraduan berupa ranjang empuk yang telah menant
“Aku lelah, Regis. Biarkan aku tidur sebentar lagi,” pinta Amora dengan netra yang masih terpejam erat. Pria itu tengah berbaring di sampingnya. Satu tangannya yang kokoh memeluk pinggang ramping Amora. Wanita itu hanya bisa pasrah dan terkulai di dalam pelukannya dan menyandarkan wajahnya pada dada bidang Regis yang dipenuhi dengan otot-otot yang terasa hangat ketika menyentuhnya.Dari sudut matanya yang terbuka sedikit, Amora dapat melihat seulas senyuman yang terukir pada bibir suaminya itu. Amora akui jika Regis benar-benar terlihat sempurna dengan ketampanan dan keperkasaan yang dimilikinya.'Kenapa dia masih sebugar itu?' keluh Amora di dalam hati.Ia merasa tidak adil. Padahal mereka bersama-sama mendaki puncak bersama, tetapi sekarang untuk menggerakkan satu ujung jari pun, Amora terasa tak bertenaga.Namun, Regis malah terlihat semakin berkharisma dengan wajah tampannya yang terlihat sangat cerah."Sayang ...." Suara bisik
Deru napas Amora terasa semakin berat. Pertukaran saliva yang dilakukannya dengan Regis membuat tubuh Amora bergetar hebat. Akal pikirannya terasa melayang dan membuatnya pasrah untuk mengikuti permainan lidah yang sedang memanjakannya. Perlahan Regis melepaskan tautan bibir mereka untuk mengisi sejenak udara di dalam rongga paru-parunya. “Amora, kamu benar-benar membuatku gila,” geram Regis dengan seulas seringai licik yang mengukir bibirnya. Ia semakin tidak sabar ingin menuntaskan gairah yang tengah membara di dalam dirinya. Regis pun kembali melanjutkan kesibukannya dalam memberikan sentuhan-sentuhan pada setiap jengkal Amora. Baru saja ia ingin mencumbu bibir manis istrinya tersebut, tiba-tiba saja wanita itu mendorong wajahnya dengan salah satu telapak tangannya. “Cukup, Regis. Aku … aku merasa aneh,” gumam Amora dengan suara yang terdengar berat. Akan tetapi, pria itu malah menangkap pergelangan tangannya dan memasukkan jemari lentik Am
“Ray pulang, Ma!”Suara manis nan menggemaskan terdengar di seluruh penjuru ruangan penthouse. Putra Regis tersebut baru saja tiba di teras depan kediamannya. Ia bergegas melepaskan sepatu sekolahnya dan menggantinya dengan alas sandal yang lebih nyaman dipakai.“Dasar anak Mama,” ledek Xavier yang berjalan di belakangnya. Pria itu yang mengantarkan putra Regis kembali.Mereka baru sampai ketika langit telah menjadi gelap. Selesai pelatihan tadi, Xavier membawa Rayden pergi bermain di arena permainan anak yang ada di dalam salah satu pusat perbelanjaan.Seperti yang diperintahkan Regis, Xavier harus membawa Rayden pulang setelah pukul tujuh malam. Regis juga memintanya untuk membawa Rayden makan malam dulu sebelum kembali ke penthouse. Namun, Xavier terpaksa harus pulang lebih awal karena anak laki-laki itu sudah bosan dan ingin kembali secepatnya."Huh, bilang saja kalau Paman iri sama Ray," timpal Rayden yang membuat wajah
Satu per satu acara pun dimulai dan berakhir dengan lancar. Regis juga memperkenalkan kedua putranya yang menjadi kebanggaan keluarga Lorenzo di hadapan para tamunya. Kali ini Regis tidak melarang beberapa awak media terpercaya untuk meliput kedua buah hatinya itu. Namun, para bawahan Regis tetap memberikan batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mengambil gambar. Akhirnya tiba saatnya sesi pelemparan buket bunga yang dilakukan oleh Amora sebagai mempelai wanita. Para gadis maupun pemuda lajang telah bersiap-siap untuk berebutan buket dari sang mempelai wanita.Biana juga telah bersiap di posisinya. Pada hitungan ketiga, buket bunga tersebut melayang di udara dan semua orang berlomba-lomba menggapainya. Buket bunga tersebut beralih dari satu tangan ke tangan yang lain hingga akhirnya seseorang berhasil merebutnya! Seketika suasana menjadi sangat hening, semua orang berdiri mematung untuk melihat sosok yang beruntung tersebut. Biana tampak kesal karena ia tidak b
Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading dan tiara cantik yang menghiasi puncak kepalanya serta juntaian wedding veil yang menutupi sebagian wajahnya, Amora berjalan selangkah demi selangkah menuju ke arah suaminya, Regis Lorenzo. Wanita itu mengamit lengan Alejandro Volker selaku ayah kandungnya. Mereka berjalan berdampingan. Terlihat sosok sepasang malaikat kecil di depan mereka yang berpenampilan tampan dan imut. Mereka tidak lain adalah Rayden dan Kimmy. Keduanya berjalan bergandengan tangan sembari menebarkan kelopak bunga mawar yang menuntun langkah mempelai wanita menuju ke ujung aisle. Sementara itu, tiga orang bridesmaid berjalan di belakang Amora. Mereka adalah Estelle Mauverick, Biana Curtiz dan Alicia Lorenzo. Amora memandang ke sekelilingnya. Ia bertemu pandang dengan beberapa orang terdekatnya seperti Noel Ritter, Chris Walden, Bianca Lysander, Hilde Maven, Henry Allen serta Emma Adams yang sedang menggendong buah hatinya, Ryuji Lorenzo. Amora memberikan la
“Ada apa? Kamu masih saja cemburu dengan mantan istrimu?” goda Gino yang sejak tadi memperhatikan Regis di belakangnya. Malam ini pria itu memang menjadi groomsmen-nya alias pendamping mempelai pria. Regis hanya melayangkan tatapan tajamnya. Ia enggan menanggapinya. “Aku mengerti. Mantan memang sulit dilupakan. Apalagi mantan pertama. Rasanya aku ingin mencabik-cabiknya,” geram Gino yang dapat memahami perasaan Regis. Istrinya juga masih beberapa kali bertemu dengan mantan suaminya karena mantan suami istrinya itu ingin bertemu dengan Kimmy, putri mereka. “Apa mau aku membantumu?” tawar Regis dengan serius. Gino langsung meliriknya dengan syok. Tentu saja ia memahami maksud dari Regis. “Mengambil nyawanya bukan penyelesaian yang baik, Regis. Kalau Estelle dan Kimmy tahu aku yang sudah menghabisi ayah kandungnya, mau ditaruh di mana wajahku ini,” timpalnya. Regis mengulum senyumnya. “Dasar pengecut,” ledeknya. Gino mencebikkan bibirnya dengan malas. Ia mengedarkan pandangannya ke
“Ada apa, Amora?” tanya Estelle dan Biana secara serempak. Mereka tampak khawatir melihat kondisi Amora. Namun, Amora menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Sepertinya aku harus memompa asiku dulu deh. Tapi, aku tidak bawa alatnya lagi,” cicitnya. “Tenang saja. Aku bawa kok. Pakai punyaku dulu saja,” sahut Estelle sembari mengambil tas ransel yang berisi berbagai barang keperluan putra keduanya. Amora pun meminjam peralatan pompa asi dari sahabatnya, lalu bergegas menyelesaikan kegiatannya dan kembali melanjutkan persiapannya untuk acara malam ini. “Tolong kalian gunakan jari-jari ajaib kalian untuk menyulapnya menjadi ratu tercantik sejagat raya malam ini,” pinta Estelle kepada para penata rias dan penata busana pilihannya. “Serahkan saja kepada kami, Nyonya Moonstone!” sahut tim tersebut. *** Suara alunan piano memenuhi di sekitar lahan hijau yang telah didekorasi dengan sangat cantik. Pintu masuk menuju ke area resepsi acara juga telah dihiasi dengan aneka bunga segar berwarna put
“Apa? Pesta pernikahan?” Amora menatap Mark dengan syok, lalu memandang Biana dan Estelle yang sedang tersenyum sumringah padanya. “Sejak kapan kalian merencanakan semua ini, hm?” selidik Amora dengan sengit. “Maaf, Amora. Kami benar-benar tulus ingin memberikan kejutan. Tolong jangan marah,” cicit Estelle. “Benar, Amora. Aku juga terpaksa mengikuti rencana mereka. Tapi, percayalah kalau kami tidak pernah bermaksud buruk padamu,” timpal Biana dengan bersungguh-sungguh. “Ck, kalian benar-benar tidak setia kawan, huh?” Amora mengomeli kedua sahabatnya. Ia masih sangat kesal dibohongi dan dipermainkan seperti orang bodoh. “Tentu saja kami setia kawan, Amora. Kami ingin kamu bahagia,” cetus Estelle yang diikuti anggukan oleh Biana. “Sia-sia saja air mataku tadi,” sungut Amora dengan wajah ditekuk masam. Regis menghampiri istrinya tersebut, lalu menyeka sudut mata wanita itu yang masih berair. “Jangan marah lagi, Sayang. Maafkan aku. Aku bersedia menerima hukuman apa pun,” ucapnya.
Suara letusan konfeti mengagetkan Amora. Refleks, ia memejamkan matanya dan taburan potongan kertas warna-warni menghujani tubuhnya. “Surprise!” Seruan penuh semangat terdengar di telinganya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia disuguhkan dengan kehadiran Regis yang telah berdiri di depan matanya. “Regis?” Amora menatap suaminya dengan kening yang berkerut. Pandangan Amora pun mengedar ke sekelilingnya. Ia tidak menemukan sosok yang mencurigakan di dalam ruangan itu. Justru ia malah dikagetkan dengan kehadiran beberapa orang yang dikenalnya. “Kalian ….” Amora memandang satu per satu sosok tersebut dengan bingung. Tatapannya terhenti pada Alicia yang berdiri di sampingnya. Gadis itu memegang konfeti yang diletuskannya tadi. Amora pun menginterogasinya. “Alicia, kenapa kamu bisa ada di sini? Apa maksud semua ini? Di mana wanita itu?" "Wanita?" Regis memandang Amora dengan bingung. "Tidak usah berpura-pura, Regis. Apa kamu menyembunyikannya?" selidik Amora. Ia telah mendorong d
Perasaan Amora terasa tidak karuan. Ucapan Alicia masih terngiang jelas di dalam benaknya. “Ini tidak mungkin. Tidak mungkin,” gumam Amora berulang kali.Seth melirik kaca spion mobil tengah untuk memantau kondisi nyonya mudanya tersebut. Ia tidak tahu menahu tentang hal yang terjadi. Tadi wanita itu hanya memintanya untuk segera mengantarkannya ke Mansion Blue Lake.Tadi Alicia berkata jika ia melihat Regis bertemu dengan seorang wanita saat ia dalam perjalanan menuju taman bermain dengan Rayden. Padahal sepengetahuannya, pria itu seharusnya berada dalam perjalanan ke Italia seperti yang dikatakannya kemarin kepadanya.Alicia berkata kepada Amora jika ia telah membuntuti Regis dan melihat keduanya masuk ke dalam Mansion Blue Lake. Tentu saja hal tersebut membuat Amora sangat terkejut. Ia tidak percaya jika Regis melakukan sesuatu yang mengkhianati cinta mereka.Namun, di satu sisi, Amora juga yakin kalau Alicia tidak mungkin membohonginya. ‘Apa mungkin Regis tidak jadi berangkat ke
“Bagaimana? Apa kamu bisa tenang membiarkan Emma membantumu mulai hari ini?” tanya Liliana meminta pendapat menantunya tersebut. Amora tertegun. Ia menatap Emma yang masih menunggu tanggapannya. “Tentu saja aku setuju,” sahutnya dengan mengulas senyuman lebar di bibirnya. Dibandingkan para pengasuh lain, Amora tentu saja akan lebih percaya dengan Emma. Dulu wanita paruh baya itu juga sering membantunya menjaga Rayden. “Tapi, apa Nyonya Adams tidak apa-apa? Aku tidak ingin terus-menerus merepotkan Anda. Apa Henry dan Hilde mengizinkannya?” tanya Amora dengan penuh selidik. Ia tidak ingin putra dan menantu Emma tidak menyetujui hal tersebut. Apalagi kondisi Emma yang pernah dirawat di rumah sakit dulu. “Tenang saja, Amora. Malah mereka memintaku untuk membantumu. Hilde malah lebih mendukungku,” terang Emma yang dapat memahami pemikiran Amora tersebut. “Nanti Tante akan sering-sering datang dan ikut membantu kok,” timpal Liliana yang mencoba meyakinkan menantunya itu. Amora tersen
“Selamat pagi Anak Mama. Bagaimana tidurnya semalam, hm?”Amora berceloteh sendiri dengan Ryuji yang sedang duduk di dalam box bayinya. Amora baru saja bangun saat mendengar suara bayi bertubuh gembul itu.“Anak Mama sudah bangun saja pagi begini. Siapa yang sudah menggantikan popokmu, hm? Papa?” tanya Amora ketika melihat putranya telah berganti pakaian.Ryuji hanya menanggapinya dengan senyuman lebar dan menendang kedua tangan dan kakinya berulang kali. Ia asyik memasukkan teether ke dalam mulutnya dan menggigit-gigitnya dengan gemas.Amora pun menggendong Ryuji keluar dari tempat tidurnya dan mengelilingi kamarnya untuk mencari keberadaan Regis.“Sayang,” panggil Amora. Namun, tidak ada yang menyahutnya.“Ke mana dia?” gumam Amora yang akhirnya kembali ke kamarnya. Ia baru menyadari jika koper yang dipersiapkannya semalam untuk Regis sudah tidak ada di tempatnya.“Dia sudah pergi?” terka Amora dengan terheran-heran.Tidak biasanya Regis pergi tanpa berpamitan padanya. Biasanya Regi