“Jadi kamu memberitahu mereka?” selidik Amora. “Mana mungkin. Untuk apa juga kamu berhubungan lagi dengan orang-orang seperti itu?” timpal Estelle. “Pintar sekali. Tapi, aku rasa tidak ada salahnya kalau kita memanfaatkan kesempatan ini untuk memperkenalkan bisnis kita kepada mereka, Estelle,” ucap Amora yang telah menyeringai licik. Ia pun menyampaikan gagasan yang tiba-tiba muncul di dalam kepalanya kepada Estelle. “Ide yang sangat brillian. Baiklah kalau begitu, ayo kita peras uang mereka,” timpal Estelle yang telah tertawa renyah. Amora hanya bisa menggelengkan kepalanya. “Tapi, jangan bilang kalau aku adalah istri Regis. Ini masih top secret. Aku tidak mau repot mengurus masalah tidak penting seperti mereka,” cetusnya mengingatkan sahabatnya tersebut. “Tenang saja. Aku akan menutup rapat mulutku ini.” Estelle memperagakan gerakan mengunci mulutnya kepada Amora. “Ya sudah, kalau tidak ada yang mau dibicarakan lagi, aku mau sarapan dulu.” Amora berniat memutuskan panggilan ter
“Suami saya lagi di mana, Tuan Carter?” Amora menginterogasi asisten suaminya yang masih berdiri di hadapannya. Ia berpikir untuk mencari Regis dan meminta pria itu untuk mengampuni Albert dan yang lainnya. Ia akan merasa sangat bersalah apabila tidak membantu mereka, mengingat Albert selama beberapa hari ini telah banyak membantunya. “Maaf, Nyonya. Saya ….” Helaan napas kasar bergulir dari bibir Amora. Melihat keraguan Mark, ia menerka jika pria itu enggan untuk memberitahu kegiatan suaminya. “Sudahlah. Anda keluarlah dan tunggu saya di lobi,” titahnya. Mark mengangguk, lalu berjalan keluar dari kamar tersebut. Sepeninggalan Mark, Amora mengambil gawainya kembali dan mencari nomor kontak Regis. Tanpa berpikir panjang, ia langsung menghubunginya dan ia tidak perlu menunggu lama. Terlihat wajah Regis pada layar gawainya karena Amora melakukan panggilan video untuk memastikan keberadaan suaminya tersebut. "Regis," sapa Amora dengan gugup. Ini adalah panggilan video pertamanya deng
‘Huh, apa lagi yang direncanakannya? Dia tidak mungkin akan meminta hal yang aneh-aneh kan?’ Amora bersungut-sungut di dalam hati dan menatap Regis dengan curiga.Semua hal terpatri jelas pada ekspresi Regis. Rasa kesalnya terhadap Albert perlahan memudar. Ia berpikir dapat memanfaatkan momen tersebut untuk membuat wanita itu berhutang budi padanya.“Bagaimana?” Regis kembali bertanya setelah istrinya tidak mengatakan apa pun.“Memangnya kamu menginginkan imbalan seperti apa?” selidik Amora dengan bibir mengerucut.“Kamu sungguh akan memenuhinya kalau aku mengatakannya?” Regis kembali menantang istrinya dan membuat wanita itu merasa semakin terancam.Amora tahu jika Regis memiliki niat terselubung dengan memanfaatkan kesempatan tersebut. Namun, ia tidak dapat berpikir lama untuk memutuskan apakah menerima atau menolak tantangan tersebut karena saat ini ia tahu jika nyawa Albert dan yang lainnya pasti sedang berada dalam ancaman yang lebih berbahaya dibandingkan dirinya saat ini.“Tent
Seulas senyuman tak hentinya menghiasi bibir Regis. Pria itu baru saja tiba di parkiran penthouse-nya. Rasanya ia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan wanita pujaannya. Padahal langit kota baru saja berubah jingga, tetapi ia sudah tiba di kediamannya. “Selamat sore, Tuan Muda Lorenzo.” Salah seorang bawahannya yang sedang berpatroli di sekitar area parkiran langsung menyapa Regis ketika mereka berpaspasan. “Sore,” balas Regis yang membuat wajah bawahannya itu berubah syok. Bagaimana tidak? Biasanya Regis selalu bersikap acuh tak acuh kepada siapa pun. Keramahan yang tak terduga membuat bawahannya itu mengira dirinya sudah salah mengenal orang, tetapi ketika melihat sorot mata yang berkilat tajam dari Regis, nyalinya langsung menciut seketika. Regis berdeham pelan. Ia tahu jika ekspresinya terlalu berlebihan, tetapi sulit baginya untuk mengendalikan ekspresi wajah bahagianya ini. Ia yakin Amora pasti sangat terkejut kalau melihatnya karena Regis tidak memberitahunya kalau dia ak
Wajah Mark telah berubah pias. Ia dapat melihat kilatan kemarahan pada sorot mata atasannya tersebut. "Bukan begitu, Tuan. Tapi, saya—" “Maaf, Regis. Tadi aku pikir dia bisa membantuku biar lebih cepat selesai dan aku juga butuh tenaga lelaki yang lebih kuat untuk mengulen adonan,” terang Amora tanpa tahu jika Regis sedang mencemburui Mark. “Jadi kamu butuh tenaga seorang lelaki?” gumam Regis yang dibalas dengan anggukan kecil oleh Amora. Tanpa banyak bicara, Regis menyerahkan kotak kue dan buket bunga yang dibawanya kepada Amora. “I-ini untukku?” tanya Amora dengan bingung. Namun, Regis tidak menjawab. Ia menoleh kepada Mark. “Lepaskan apronmu,” titahnya. Mark buru-buru melepaskan apronnya dan menyerahkannya kepada Regis. Namun, Amora malah bertanya, “Apa yang mau kamu lakukan, Regis?” “Tentu saja membuktikan kalau aku juga seorang lelaki. Kamu bisa memeras tenagaku kalau kamu mau,” tukas Regis seraya memasang apron setelah ia melepaskan jasnya. Amora melongo syok. "Ta-tapi,
Setelah berada di dapur, Amora bergegas memasukkan kotak kue yang dibawanya ke dalam kulkas terlebih dahulu.“Apa ada yang bisa kubantu?” tanya Regis seraya mengedarkan pandangannya ke sekeliling dapur.“Kamu yakin mau membantuku?” tanya Amora dengan ragu. Ia malah berharap pria itu tidak berada di dapur karena khawatir Regis hanya datang untuk membuat kekacauan saja.“Tentu saja.” Regis telah bersiap dengan menggulung lengan kemejanya hingga sebatas siku.Melihat keteguhan pria itu, akhirnya Amora terpaksa membiarkan Regis untuk membuktikan kemampuannya.Amora pun membuka plastic warp dari adonan yang telah diuleni oleh Mark sebelumnya. Akhirnya ia mengajarkan Regis cara memotong adonan yang telah dipipihkan untuk membuat ukuran pasta dari fettucini."Hanya begini?" tanya Regis yang tampak kecewa. Padahal tadi ia berniat untuk menggunakan tenaganya untuk menunjukkan kehebatannya."Iya, lakukan dengan cepat dan rapi. Kita tidak punya banyak waktu lagi," cetus Amora memberikan perintah
“Mama, Ray bawa Kimmy keliling ruangan dulu ya," ucap Rayden yang telah menghampiri ibunya. Anak laki-laki itu telah selesai menghabiskan makanannya dan berniat untuk membawa Kimmy Moonstone, teman sekelasnya yang juga merupakan putri dari Estelle untuk melihat-lihat ruangan di tempat tinggalnya saat ini.“Ya sudah. Jaga Kimmy baik-baik ya,” pesan Amora sebelum putranya itu meninggalkan ruang makan. “Aku benar-benar tidak menyangka lho kalau Ray yang diceritakan Kimmy setiap hari itu putramu, Amora,” ucap Estelle setelah putrinya dan Rayden menghilang dari pandangan mereka. “Aku juga tidak tahu. Pantas saja aku tidak asing dengan wajah Kimmy. Dia punya senyuman mirip denganmu,” celetuk Amora seraya mengunyah pastanya. “Aku juga kaget. Ternyata sainganku selama ini adalah putramu, Regis.” Gino ikut menimpali. Selama ini Gino sudah berusaha mendapatkan hati putri dari istrinya. Akan tetapi, sejak masuk sekolah, Kimmy selalu pulang ke rumah dan menceritakan sosok anak laki-laki yang
“Apaan sih kalian? A-aku tidak berniat menikah cepat kok. Tadi itu aku cuma bercanda saja. Tidak usah dianggap serius begitu dong.”Biana berusaha untuk mengembalikan suasana yang telah dirusak oleh Xavier dan juga menunjukkan jika dirinya baik-baik saja walaupun digoda oleh kedua rekannya tadi. Hanya saja ia tidak menyangka Xavier akan menolak sebelum ia sempat menanggapi apa pun.Pandangan Biana tertuju pada Mark yang terlihat masih menertawakannya. Sontak, ia langsung melayangkan tatapan tajamnya.“Siapa yang menyuruhmu untuk tertawa, Tuan Carter? Tidak sadar kalau kamu juga jomlo? Seharusnya Anda khawatir karena usia Anda sudah tidak muda lagi. Tidak seperti saya yang masih punya cukup waktu untuk memilih,” celetuk Biana yang tanpa sadar malah menyindir asisten Regis tersebut.Sejak awal gadis itu sudah berusaha untuk tidak menumpahkan kekesalannya terhadap Mark. Ia tidak menyangka pria itu juga akan hadir dalam acara makan malam tersebut. Jika saja ia tahu dari awal, ia akan memi
Satu per satu acara pun dimulai dan berakhir dengan lancar. Regis juga memperkenalkan kedua putranya yang menjadi kebanggaan keluarga Lorenzo di hadapan para tamunya. Kali ini Regis tidak melarang beberapa awak media terpercaya untuk meliput kedua buah hatinya itu. Namun, para bawahan Regis tetap memberikan batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mengambil gambar. Akhirnya tiba saatnya sesi pelemparan buket bunga yang dilakukan oleh Amora sebagai mempelai wanita. Para gadis maupun pemuda lajang telah bersiap-siap untuk berebutan buket dari sang mempelai wanita.Biana juga telah bersiap di posisinya. Pada hitungan ketiga, buket bunga tersebut melayang di udara dan semua orang berlomba-lomba menggapainya. Buket bunga tersebut beralih dari satu tangan ke tangan yang lain hingga akhirnya seseorang berhasil merebutnya! Seketika suasana menjadi sangat hening, semua orang berdiri mematung untuk melihat sosok yang beruntung tersebut. Biana tampak kesal karena ia tidak b
Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading dan tiara cantik yang menghiasi puncak kepalanya serta juntaian wedding veil yang menutupi sebagian wajahnya, Amora berjalan selangkah demi selangkah menuju ke arah suaminya, Regis Lorenzo. Wanita itu mengamit lengan Alejandro Volker selaku ayah kandungnya. Mereka berjalan berdampingan. Terlihat sosok sepasang malaikat kecil di depan mereka yang berpenampilan tampan dan imut. Mereka tidak lain adalah Rayden dan Kimmy. Keduanya berjalan bergandengan tangan sembari menebarkan kelopak bunga mawar yang menuntun langkah mempelai wanita menuju ke ujung aisle. Sementara itu, tiga orang bridesmaid berjalan di belakang Amora. Mereka adalah Estelle Mauverick, Biana Curtiz dan Alicia Lorenzo. Amora memandang ke sekelilingnya. Ia bertemu pandang dengan beberapa orang terdekatnya seperti Noel Ritter, Chris Walden, Bianca Lysander, Hilde Maven, Henry Allen serta Emma Adams yang sedang menggendong buah hatinya, Ryuji Lorenzo. Amora memberikan la
“Ada apa? Kamu masih saja cemburu dengan mantan istrimu?” goda Gino yang sejak tadi memperhatikan Regis di belakangnya. Malam ini pria itu memang menjadi groomsmen-nya alias pendamping mempelai pria. Regis hanya melayangkan tatapan tajamnya. Ia enggan menanggapinya. “Aku mengerti. Mantan memang sulit dilupakan. Apalagi mantan pertama. Rasanya aku ingin mencabik-cabiknya,” geram Gino yang dapat memahami perasaan Regis. Istrinya juga masih beberapa kali bertemu dengan mantan suaminya karena mantan suami istrinya itu ingin bertemu dengan Kimmy, putri mereka. “Apa mau aku membantumu?” tawar Regis dengan serius. Gino langsung meliriknya dengan syok. Tentu saja ia memahami maksud dari Regis. “Mengambil nyawanya bukan penyelesaian yang baik, Regis. Kalau Estelle dan Kimmy tahu aku yang sudah menghabisi ayah kandungnya, mau ditaruh di mana wajahku ini,” timpalnya. Regis mengulum senyumnya. “Dasar pengecut,” ledeknya. Gino mencebikkan bibirnya dengan malas. Ia mengedarkan pandangannya ke
“Ada apa, Amora?” tanya Estelle dan Biana secara serempak. Mereka tampak khawatir melihat kondisi Amora. Namun, Amora menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Sepertinya aku harus memompa asiku dulu deh. Tapi, aku tidak bawa alatnya lagi,” cicitnya. “Tenang saja. Aku bawa kok. Pakai punyaku dulu saja,” sahut Estelle sembari mengambil tas ransel yang berisi berbagai barang keperluan putra keduanya. Amora pun meminjam peralatan pompa asi dari sahabatnya, lalu bergegas menyelesaikan kegiatannya dan kembali melanjutkan persiapannya untuk acara malam ini. “Tolong kalian gunakan jari-jari ajaib kalian untuk menyulapnya menjadi ratu tercantik sejagat raya malam ini,” pinta Estelle kepada para penata rias dan penata busana pilihannya. “Serahkan saja kepada kami, Nyonya Moonstone!” sahut tim tersebut. *** Suara alunan piano memenuhi di sekitar lahan hijau yang telah didekorasi dengan sangat cantik. Pintu masuk menuju ke area resepsi acara juga telah dihiasi dengan aneka bunga segar berwarna put
“Apa? Pesta pernikahan?” Amora menatap Mark dengan syok, lalu memandang Biana dan Estelle yang sedang tersenyum sumringah padanya. “Sejak kapan kalian merencanakan semua ini, hm?” selidik Amora dengan sengit. “Maaf, Amora. Kami benar-benar tulus ingin memberikan kejutan. Tolong jangan marah,” cicit Estelle. “Benar, Amora. Aku juga terpaksa mengikuti rencana mereka. Tapi, percayalah kalau kami tidak pernah bermaksud buruk padamu,” timpal Biana dengan bersungguh-sungguh. “Ck, kalian benar-benar tidak setia kawan, huh?” Amora mengomeli kedua sahabatnya. Ia masih sangat kesal dibohongi dan dipermainkan seperti orang bodoh. “Tentu saja kami setia kawan, Amora. Kami ingin kamu bahagia,” cetus Estelle yang diikuti anggukan oleh Biana. “Sia-sia saja air mataku tadi,” sungut Amora dengan wajah ditekuk masam. Regis menghampiri istrinya tersebut, lalu menyeka sudut mata wanita itu yang masih berair. “Jangan marah lagi, Sayang. Maafkan aku. Aku bersedia menerima hukuman apa pun,” ucapnya.
Suara letusan konfeti mengagetkan Amora. Refleks, ia memejamkan matanya dan taburan potongan kertas warna-warni menghujani tubuhnya. “Surprise!” Seruan penuh semangat terdengar di telinganya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia disuguhkan dengan kehadiran Regis yang telah berdiri di depan matanya. “Regis?” Amora menatap suaminya dengan kening yang berkerut. Pandangan Amora pun mengedar ke sekelilingnya. Ia tidak menemukan sosok yang mencurigakan di dalam ruangan itu. Justru ia malah dikagetkan dengan kehadiran beberapa orang yang dikenalnya. “Kalian ….” Amora memandang satu per satu sosok tersebut dengan bingung. Tatapannya terhenti pada Alicia yang berdiri di sampingnya. Gadis itu memegang konfeti yang diletuskannya tadi. Amora pun menginterogasinya. “Alicia, kenapa kamu bisa ada di sini? Apa maksud semua ini? Di mana wanita itu?" "Wanita?" Regis memandang Amora dengan bingung. "Tidak usah berpura-pura, Regis. Apa kamu menyembunyikannya?" selidik Amora. Ia telah mendorong d
Perasaan Amora terasa tidak karuan. Ucapan Alicia masih terngiang jelas di dalam benaknya. “Ini tidak mungkin. Tidak mungkin,” gumam Amora berulang kali.Seth melirik kaca spion mobil tengah untuk memantau kondisi nyonya mudanya tersebut. Ia tidak tahu menahu tentang hal yang terjadi. Tadi wanita itu hanya memintanya untuk segera mengantarkannya ke Mansion Blue Lake.Tadi Alicia berkata jika ia melihat Regis bertemu dengan seorang wanita saat ia dalam perjalanan menuju taman bermain dengan Rayden. Padahal sepengetahuannya, pria itu seharusnya berada dalam perjalanan ke Italia seperti yang dikatakannya kemarin kepadanya.Alicia berkata kepada Amora jika ia telah membuntuti Regis dan melihat keduanya masuk ke dalam Mansion Blue Lake. Tentu saja hal tersebut membuat Amora sangat terkejut. Ia tidak percaya jika Regis melakukan sesuatu yang mengkhianati cinta mereka.Namun, di satu sisi, Amora juga yakin kalau Alicia tidak mungkin membohonginya. ‘Apa mungkin Regis tidak jadi berangkat ke
“Bagaimana? Apa kamu bisa tenang membiarkan Emma membantumu mulai hari ini?” tanya Liliana meminta pendapat menantunya tersebut. Amora tertegun. Ia menatap Emma yang masih menunggu tanggapannya. “Tentu saja aku setuju,” sahutnya dengan mengulas senyuman lebar di bibirnya. Dibandingkan para pengasuh lain, Amora tentu saja akan lebih percaya dengan Emma. Dulu wanita paruh baya itu juga sering membantunya menjaga Rayden. “Tapi, apa Nyonya Adams tidak apa-apa? Aku tidak ingin terus-menerus merepotkan Anda. Apa Henry dan Hilde mengizinkannya?” tanya Amora dengan penuh selidik. Ia tidak ingin putra dan menantu Emma tidak menyetujui hal tersebut. Apalagi kondisi Emma yang pernah dirawat di rumah sakit dulu. “Tenang saja, Amora. Malah mereka memintaku untuk membantumu. Hilde malah lebih mendukungku,” terang Emma yang dapat memahami pemikiran Amora tersebut. “Nanti Tante akan sering-sering datang dan ikut membantu kok,” timpal Liliana yang mencoba meyakinkan menantunya itu. Amora tersen
“Selamat pagi Anak Mama. Bagaimana tidurnya semalam, hm?”Amora berceloteh sendiri dengan Ryuji yang sedang duduk di dalam box bayinya. Amora baru saja bangun saat mendengar suara bayi bertubuh gembul itu.“Anak Mama sudah bangun saja pagi begini. Siapa yang sudah menggantikan popokmu, hm? Papa?” tanya Amora ketika melihat putranya telah berganti pakaian.Ryuji hanya menanggapinya dengan senyuman lebar dan menendang kedua tangan dan kakinya berulang kali. Ia asyik memasukkan teether ke dalam mulutnya dan menggigit-gigitnya dengan gemas.Amora pun menggendong Ryuji keluar dari tempat tidurnya dan mengelilingi kamarnya untuk mencari keberadaan Regis.“Sayang,” panggil Amora. Namun, tidak ada yang menyahutnya.“Ke mana dia?” gumam Amora yang akhirnya kembali ke kamarnya. Ia baru menyadari jika koper yang dipersiapkannya semalam untuk Regis sudah tidak ada di tempatnya.“Dia sudah pergi?” terka Amora dengan terheran-heran.Tidak biasanya Regis pergi tanpa berpamitan padanya. Biasanya Regi