“Kamu masih ingat kan mengenai hal yang kubicarakan di mobil tadi siang? Mengenai pengawalan.” Regis pun memulai topik penting yang sejak tadi ingin dibicarakannya dengan istrinya tersebut. Amora mengangguk kecil. “Mulai besok akan ada orang yang mengawalmu dan Ray. Jadi aku harap kalian bisa membiasakan hal ini.” Amora terperangah. Ia menatap suaminya dengan sorot mata tak percaya. “Besok? Bukankah kamu bilang akan melakukannya nanti setelah hubungan kita diketahui publik?” protes Amora atas keputusan tak terduga dari suaminya tersebut. “Aku berubah pikiran,” timpal Regis dengan acuh tak acuh. Bibir Amora berdecak sebal. Padahal ia mengira kehidupannya masih akan terus berjalan normal hingga hari peraayaan ulang tahun Royal Dragon nanti. Selama beberapa hari ini Amora mengamati perilaku Regis yang dinilainya selalu bertindak dengan alasan yang jelas. Walaupun ada kalanya Regis enggan mengutarakannya dengan gamblang dan membuat Amora salah pengertian, lalu akhirnya mereka haru
Setelah selesai makan malam, Mark mengantarkan tuan mudanya beserta istri dan anaknya kembali ke penthouse. “Terima kasih, Mark. Kamu juga pergilah beristirahat. Besok kita baru lanjutkan lagi pembahasan kita,” ucap Regis ketika mereka telah berada di depan pintu masuk kediamannya. Mark mengangguk. “Selamat beristirahat, Tuan Muda,” timpalnya seraya mengangguk hormat, lalu ia berjalan kembali ke lift dan meninggalkan tempat tersebut. Regis menutup pintu penthousenya, mengganti alas kakinya, lalu berjalan masuk sembari mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya, tetapi tidak menemukan sosok putra dan istrinya. “Cepat sekali mereka menghilang,” gumamnya. Tadi keduanya memang masuk lebih dulu ketika ia dan Mark membahas sekilas mengenai jadwal yang harus dilakukannya besok. Regis melepaskan jas dan dasinya, lalu melemparnya ke atas kursi bar. Ia mengambil sebotol air mineral, kemudian melangkah menuju ruang gym untuk melakukan sedikit kegiatan fisik. Hal ini sudah menjadi rutinitasn
Tangan Amora yang ingin membuka layar tablet milik putranya itu seketika terhenti. Namun, ia kembali membuka layar tersebut. Sayangnya, ia tidak bisa melakukannya karena ternyata Rayden memasang akses kode sandi pada benda tersebut.Amora mencebikkan bibirnya dengan kesal. Ia melayangkan pandangannya kepada putranya yang mencoba menghindari tatapan interogasinya. "Ray ...." Sebelum Amora bertanya lebih rinci mengenai kode sandi tersebut, Rayden telah mengambil alih benda tersebut dari tangannya dan menyembunyikan tablet itu di balik punggung mungilnya.Refleks, Amora pun mengulurkan tangannya kepada anak laki-lakinya itu. “Kemarikan tabletnya, Ray!” titahnya.Rayden mengatupkan bibirnya rapat-rapat dan menundukkan kepalanya dalam-dalam dengan tetap menyembunyikan tabtlet tersebut di belakang punggungnya.Helaan napas panjang bergulir dari bibir Amora. Ia sadar jika sikapnya terlalu keras, tetapi ia perlu tahu hal apa yang sedang disembunyikan putranya tersebut.Amora hanya khawatir j
Rayden menatap ibunya kembali dan bertanya, “Apa di dunia ini ada orang yang sangat mirip meskipun mereka tidak memiliki hubungan darah, Ma?” Amora mengulum senyumnya. “Mama pernah baca kalau kita punya tujuh kembaran di dunia yang tidak memiliki hubungan darah, tapi Mama juga tidak pernah memastikannya karena tidak pernah melihat langsung,” jawabnya. Rayden manggut-manggut. Tadi ia juga sempat membaca artikel yang serupa. Hanya saja ia masih merasa penasaran dan ingin mengetahui apakah dirinya dan Regis hanyalah kebetulan mirip saja, tetapi usia mereka juga jauh berbeda. Sebelum Rayden bertanya lebih lanjut, ibunya telah memberikan jawaban atas pertanyaan yang muncul di dalam kepalanya, “Tapi … kamu dan Papa Regis bisa memiliki kemiripan bukan karena tidak ada hubungan darah sama sekali, Ray.” Pernyataan yang terlontar dari bibir ibunya tidak membuat Rayden terlalu terkejut. Namun, ia kehilangan kata-katanya untuk mengungkapkan perasaannya tersebut. Helaan napas perlahan beremb
Berulang kali Amora membolak-balikkan tubuhnya di atas ranjang. Meskipun ia telah memejamkan matanya, tetapi ia masih terjaga karena gelisah. Akhirnya ia bangkit dari ranjangnya dan menyalakan lampu tidur. Ia sempat menoleh ke samping sekilas. Regis masih belum masuk ke kamar itu sejak tadi, padahal waktu sudah semakin larut dan telah menunjukkan pukul setengah sebelas. ‘Apa dia tidak tidur di sini malam ini?’ batin Amora menerka. Ada kalanya Regis memang tidak tidur di kamar karena memiliki pekerjaan lain dan memilih untuk tidur di ruang kerjanya. Amora duduk di samping ranjangnya. Ia terlihat sangat lelah, tetapi percakapannya dengan Rayden masih mengusiknya. Rasa khawatir akan kemarahan Rayden padanya membuat pikiran Amora terbebani dan hal itu membuatnya mengalami kesulitan tidur malam ini. ‘Semoga saja Ray dapat mengerti jika tidak ada yang menganggap kalau dirinya tidak berharga,’ batin Amora. Ia merenung sejenak, lalu berdoa dengan tulus di dalam hatinya agar hati dan piki
“Kenapa kamu jadi gagap begitu, Amora? Aneh sekali.”Regis menyipitkan netranya dan menatap istrinya yang terlihat canggung di hadapannya. “Kamu lagi sakit, hm?” tanyanya yang kembali menyentuh dahi wanita itu.“Tidak demam kok,” gumam pria itu ketika merasakan suhu tubuh istrinya normal saja.Perlahan Amora menyingkirkan tangan Regis. “Memang tidak demam,” timpalnya.Pandangan Amora beralih pada lantai yang telah selesai dibersihkan Regis tadi. “Maaf, aku malah merepotkanmu,” cicitnya.“Tidak perlu meminta maaf, Amora. Ini hanya masalah kecil saja. Lagian tidak ada salahnya kan kalau seorang suami membantu istrinya?” timpal Regis dengan santai.Amora tersenyum tipis, lalu mengangguk. “Tadi kepalaku sedikit pusing, jadi tidak sengaja menjatuhkan gelasnya. Terima kasih sudah membantuku membereskannya,” ucapnya.Regis memutari sofabed dan duduk di samping istrinya. “Apa sekarang masih pusing?” tanyanya dengan sorot mata penuh kekhawatiran.“Sedikit. Perutku juga agak nyeri,” jawab Amora
“Amora." Sayup-sayup suara Regis terdengar di telinga Amora.Wanita itu membuka manik matanya secara perlahan. Walaupun pandangannya mengabur, ia dapat melihat Regis berdiri dengan membawa beberapa kantong di tangannya.“Kamu habis belanja?” tanya Amora dengan suara yang terdengar serak.“Aku habis membelikan pembalut dan obat nyeri untukmu di apotek depan,” jawab Regis seraya meletakkan barang belanjaannya di samping tempat tidur.Amora sangat terkejut dan berpikir apakah pria itu adalah utusan yang diberikan Tuhan untuk menjawab doanya?Padahal tadi ia sempat mengira Regis tidak ingin berada di dekatnya karena menstruasi yang dialaminya, tetapi ternyata pria itu diam-diam menyediakan semua hal yang dibutuhkannya.Tanpa sadar air mata Amora kembali berlinang. Ia sangat tersentuh dengan kebaikan dan perhatian suaminya itu.“Lho, Amora? Sakit sekali ya?” tanya Regis yang mengira wanita itu menangis karena rasa sakit yang dirasakannya.Amora tidak menjawab. Ia hanya memberikan anggukan
“Astaga!” Amora sangat terkejut ketika melihat sang mentari telah menerangkan seluruh kamarnya. Ia baru saja membuka matanya setelah terlelap nyenyak cukup lama. Bola matanya terbelalak lebar ketika melihat waktu yang telah menunjukkan pukul tujuh lebih pada layar ponselnya. Sontak, ia beranjak dari tempat tidurnya.Tangannya mengacak surainya dengan asal, tetapi langkahnya terhenti ketika perutnya berdenyut nyeri. Ia berhenti sejenak sebelum melanjutkan langkahnya menuju ke kamar mandi.Setelah menyelesaikan kegiatan rutinnya di kamar mandi dengan secepat mungkin, Amora bergegas keluar dari kamar mandi dan menemukan sosok Regis yang telah berdiri di depan pintu kamar mandinya."Selamat pagi," sapa pria itu dengan senyuman cemerlang yang terbit di wajahnya. Pria itu terlihat sangat tenang di saat Amora sedang dibombardir oleh waktu."Pagi," balas Amora dengan bingung. Pria itu masih mengenakan pakaian rumahnya padahal seharusnya sekarang pria itu sudah berangkat kerja."Kamu belum p
Satu per satu acara pun dimulai dan berakhir dengan lancar. Regis juga memperkenalkan kedua putranya yang menjadi kebanggaan keluarga Lorenzo di hadapan para tamunya. Kali ini Regis tidak melarang beberapa awak media terpercaya untuk meliput kedua buah hatinya itu. Namun, para bawahan Regis tetap memberikan batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mengambil gambar. Akhirnya tiba saatnya sesi pelemparan buket bunga yang dilakukan oleh Amora sebagai mempelai wanita. Para gadis maupun pemuda lajang telah bersiap-siap untuk berebutan buket dari sang mempelai wanita.Biana juga telah bersiap di posisinya. Pada hitungan ketiga, buket bunga tersebut melayang di udara dan semua orang berlomba-lomba menggapainya. Buket bunga tersebut beralih dari satu tangan ke tangan yang lain hingga akhirnya seseorang berhasil merebutnya! Seketika suasana menjadi sangat hening, semua orang berdiri mematung untuk melihat sosok yang beruntung tersebut. Biana tampak kesal karena ia tidak b
Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading dan tiara cantik yang menghiasi puncak kepalanya serta juntaian wedding veil yang menutupi sebagian wajahnya, Amora berjalan selangkah demi selangkah menuju ke arah suaminya, Regis Lorenzo. Wanita itu mengamit lengan Alejandro Volker selaku ayah kandungnya. Mereka berjalan berdampingan. Terlihat sosok sepasang malaikat kecil di depan mereka yang berpenampilan tampan dan imut. Mereka tidak lain adalah Rayden dan Kimmy. Keduanya berjalan bergandengan tangan sembari menebarkan kelopak bunga mawar yang menuntun langkah mempelai wanita menuju ke ujung aisle. Sementara itu, tiga orang bridesmaid berjalan di belakang Amora. Mereka adalah Estelle Mauverick, Biana Curtiz dan Alicia Lorenzo. Amora memandang ke sekelilingnya. Ia bertemu pandang dengan beberapa orang terdekatnya seperti Noel Ritter, Chris Walden, Bianca Lysander, Hilde Maven, Henry Allen serta Emma Adams yang sedang menggendong buah hatinya, Ryuji Lorenzo. Amora memberikan la
“Ada apa? Kamu masih saja cemburu dengan mantan istrimu?” goda Gino yang sejak tadi memperhatikan Regis di belakangnya. Malam ini pria itu memang menjadi groomsmen-nya alias pendamping mempelai pria. Regis hanya melayangkan tatapan tajamnya. Ia enggan menanggapinya. “Aku mengerti. Mantan memang sulit dilupakan. Apalagi mantan pertama. Rasanya aku ingin mencabik-cabiknya,” geram Gino yang dapat memahami perasaan Regis. Istrinya juga masih beberapa kali bertemu dengan mantan suaminya karena mantan suami istrinya itu ingin bertemu dengan Kimmy, putri mereka. “Apa mau aku membantumu?” tawar Regis dengan serius. Gino langsung meliriknya dengan syok. Tentu saja ia memahami maksud dari Regis. “Mengambil nyawanya bukan penyelesaian yang baik, Regis. Kalau Estelle dan Kimmy tahu aku yang sudah menghabisi ayah kandungnya, mau ditaruh di mana wajahku ini,” timpalnya. Regis mengulum senyumnya. “Dasar pengecut,” ledeknya. Gino mencebikkan bibirnya dengan malas. Ia mengedarkan pandangannya ke
“Ada apa, Amora?” tanya Estelle dan Biana secara serempak. Mereka tampak khawatir melihat kondisi Amora. Namun, Amora menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Sepertinya aku harus memompa asiku dulu deh. Tapi, aku tidak bawa alatnya lagi,” cicitnya. “Tenang saja. Aku bawa kok. Pakai punyaku dulu saja,” sahut Estelle sembari mengambil tas ransel yang berisi berbagai barang keperluan putra keduanya. Amora pun meminjam peralatan pompa asi dari sahabatnya, lalu bergegas menyelesaikan kegiatannya dan kembali melanjutkan persiapannya untuk acara malam ini. “Tolong kalian gunakan jari-jari ajaib kalian untuk menyulapnya menjadi ratu tercantik sejagat raya malam ini,” pinta Estelle kepada para penata rias dan penata busana pilihannya. “Serahkan saja kepada kami, Nyonya Moonstone!” sahut tim tersebut. *** Suara alunan piano memenuhi di sekitar lahan hijau yang telah didekorasi dengan sangat cantik. Pintu masuk menuju ke area resepsi acara juga telah dihiasi dengan aneka bunga segar berwarna put
“Apa? Pesta pernikahan?” Amora menatap Mark dengan syok, lalu memandang Biana dan Estelle yang sedang tersenyum sumringah padanya. “Sejak kapan kalian merencanakan semua ini, hm?” selidik Amora dengan sengit. “Maaf, Amora. Kami benar-benar tulus ingin memberikan kejutan. Tolong jangan marah,” cicit Estelle. “Benar, Amora. Aku juga terpaksa mengikuti rencana mereka. Tapi, percayalah kalau kami tidak pernah bermaksud buruk padamu,” timpal Biana dengan bersungguh-sungguh. “Ck, kalian benar-benar tidak setia kawan, huh?” Amora mengomeli kedua sahabatnya. Ia masih sangat kesal dibohongi dan dipermainkan seperti orang bodoh. “Tentu saja kami setia kawan, Amora. Kami ingin kamu bahagia,” cetus Estelle yang diikuti anggukan oleh Biana. “Sia-sia saja air mataku tadi,” sungut Amora dengan wajah ditekuk masam. Regis menghampiri istrinya tersebut, lalu menyeka sudut mata wanita itu yang masih berair. “Jangan marah lagi, Sayang. Maafkan aku. Aku bersedia menerima hukuman apa pun,” ucapnya.
Suara letusan konfeti mengagetkan Amora. Refleks, ia memejamkan matanya dan taburan potongan kertas warna-warni menghujani tubuhnya. “Surprise!” Seruan penuh semangat terdengar di telinganya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia disuguhkan dengan kehadiran Regis yang telah berdiri di depan matanya. “Regis?” Amora menatap suaminya dengan kening yang berkerut. Pandangan Amora pun mengedar ke sekelilingnya. Ia tidak menemukan sosok yang mencurigakan di dalam ruangan itu. Justru ia malah dikagetkan dengan kehadiran beberapa orang yang dikenalnya. “Kalian ….” Amora memandang satu per satu sosok tersebut dengan bingung. Tatapannya terhenti pada Alicia yang berdiri di sampingnya. Gadis itu memegang konfeti yang diletuskannya tadi. Amora pun menginterogasinya. “Alicia, kenapa kamu bisa ada di sini? Apa maksud semua ini? Di mana wanita itu?" "Wanita?" Regis memandang Amora dengan bingung. "Tidak usah berpura-pura, Regis. Apa kamu menyembunyikannya?" selidik Amora. Ia telah mendorong d
Perasaan Amora terasa tidak karuan. Ucapan Alicia masih terngiang jelas di dalam benaknya. “Ini tidak mungkin. Tidak mungkin,” gumam Amora berulang kali.Seth melirik kaca spion mobil tengah untuk memantau kondisi nyonya mudanya tersebut. Ia tidak tahu menahu tentang hal yang terjadi. Tadi wanita itu hanya memintanya untuk segera mengantarkannya ke Mansion Blue Lake.Tadi Alicia berkata jika ia melihat Regis bertemu dengan seorang wanita saat ia dalam perjalanan menuju taman bermain dengan Rayden. Padahal sepengetahuannya, pria itu seharusnya berada dalam perjalanan ke Italia seperti yang dikatakannya kemarin kepadanya.Alicia berkata kepada Amora jika ia telah membuntuti Regis dan melihat keduanya masuk ke dalam Mansion Blue Lake. Tentu saja hal tersebut membuat Amora sangat terkejut. Ia tidak percaya jika Regis melakukan sesuatu yang mengkhianati cinta mereka.Namun, di satu sisi, Amora juga yakin kalau Alicia tidak mungkin membohonginya. ‘Apa mungkin Regis tidak jadi berangkat ke
“Bagaimana? Apa kamu bisa tenang membiarkan Emma membantumu mulai hari ini?” tanya Liliana meminta pendapat menantunya tersebut. Amora tertegun. Ia menatap Emma yang masih menunggu tanggapannya. “Tentu saja aku setuju,” sahutnya dengan mengulas senyuman lebar di bibirnya. Dibandingkan para pengasuh lain, Amora tentu saja akan lebih percaya dengan Emma. Dulu wanita paruh baya itu juga sering membantunya menjaga Rayden. “Tapi, apa Nyonya Adams tidak apa-apa? Aku tidak ingin terus-menerus merepotkan Anda. Apa Henry dan Hilde mengizinkannya?” tanya Amora dengan penuh selidik. Ia tidak ingin putra dan menantu Emma tidak menyetujui hal tersebut. Apalagi kondisi Emma yang pernah dirawat di rumah sakit dulu. “Tenang saja, Amora. Malah mereka memintaku untuk membantumu. Hilde malah lebih mendukungku,” terang Emma yang dapat memahami pemikiran Amora tersebut. “Nanti Tante akan sering-sering datang dan ikut membantu kok,” timpal Liliana yang mencoba meyakinkan menantunya itu. Amora tersen
“Selamat pagi Anak Mama. Bagaimana tidurnya semalam, hm?”Amora berceloteh sendiri dengan Ryuji yang sedang duduk di dalam box bayinya. Amora baru saja bangun saat mendengar suara bayi bertubuh gembul itu.“Anak Mama sudah bangun saja pagi begini. Siapa yang sudah menggantikan popokmu, hm? Papa?” tanya Amora ketika melihat putranya telah berganti pakaian.Ryuji hanya menanggapinya dengan senyuman lebar dan menendang kedua tangan dan kakinya berulang kali. Ia asyik memasukkan teether ke dalam mulutnya dan menggigit-gigitnya dengan gemas.Amora pun menggendong Ryuji keluar dari tempat tidurnya dan mengelilingi kamarnya untuk mencari keberadaan Regis.“Sayang,” panggil Amora. Namun, tidak ada yang menyahutnya.“Ke mana dia?” gumam Amora yang akhirnya kembali ke kamarnya. Ia baru menyadari jika koper yang dipersiapkannya semalam untuk Regis sudah tidak ada di tempatnya.“Dia sudah pergi?” terka Amora dengan terheran-heran.Tidak biasanya Regis pergi tanpa berpamitan padanya. Biasanya Regi