“Ray? Apa yang terjadi?” tanya Regis dengan bingung. Pria itu berusaha menyembunyikan rasa kecewa dan paniknya karena merasa kepergok telah melakukan tindakan yang tercela oleh putranya itu. Amora juga sama hal terkejutnya. Ia menoleh dan menemukan putranya telah berdiri dengan piyama lengkap. Anak laki-lakinya itu sedang memeluk bantal kesayangan yang selalu dibawanya sejak kecil. Sontak, Amora bergegas turun dari gendongan Regis dan melangkah dengan tertatih-tatih. “Ada apa, Sayang?” tanya wanita itu dengan cemas. Rayden tidak langsung menjawab. Ia melirik tajam ke arah Regis hingga membuat pria itu merasa telah membuat kesalahan yang sangat besar. "Ray, kamu mencari Mama?" tanya Amora menerka. Perhatian Rayden kembali tertuju kepada ibunya. Anak laki-laki itu mengangguk kecil. "Ada apa, Ray?" tanya Amora dengan waswas. Ia masih mengingat putranya yang sempat mengintip dirinya dan Regis sedang berciuman di luar tadi. “Ray mau tidur di sini,” cetus Rayden dengan wajah tertun
Suara aliran air terdengar deras di dalam kamar mandi. Saat ini Amora tengah berdiri di bawah pancuran air hangat yang deras membasahi sekujur tubuhnya. Ia menengadahkan wajahnya dan memejamkan netranya dengan erat. Ia membiarkan air yang mengalir tersebut menyapu semua pikiran kusut dari dalam benaknya. Setelah merasa lebih segar, ia menghentikan aliran air shower tersebut dan meraih jubah mandi untuk menyelimuti tubuh polosnya. Kini Amora berdiri di depan cermin wastafel. Ia mematut wajahnya yang tampak merona merah. Terlihat bekas ciuman yang masih memerah pada leher jenjangnya. Bayangan ciuman panas yang sempat dilakukannya bersama Regis kembali terngiang di dalam ingatannya. “Ah, ya ampun! Berhenti memikirkannya,” sungut Amora seraya menepuk kedua pipinya. Ia bergegas mengambil salah satu krim yang tersedia di sekitar meja wastafel itu untuk menyamarkan bekas ciuman tersebut. Amora tidak tahu apakah harus merasa bersyukur karena menunda kegiatan intim mereka atau malah ikut
Regis menghela napas berat. Ia mencoba menenangkan dirinya untuk tidak menumpahkan amarahnya kepada putranya. “Baiklah, Papa tidak akan memaksamu untuk menjawab. Tapi, Papa ingin tahu … apa kamu mendengar masalah ini dari media atau ….” “Papa tidak perlu khawatir. Ray tidak mendengarnya dari media. Sepertinya tidak akan tersebar sampai media,” sela Rayden lagi. Kemarin anak laki-laki itu sudah mencari informasi terkait kasus penembakan tersebut, tetapi tidak ada satu pun media yang memberitakannya. Rayden menerka jika ayahnyalah yang telah menahan berita tersebut. Firasat Rayden berkata jika ayahnya memiliki kemampuan untuk mencekal berita itu. Mendengar jawaban putranya, Regis tertegun. ‘Jangan-jangan … dia sudah menguping pembicaraanku dan Amora semalam?’ terkanya di dalam hati.Senyuman tipis mengembang di bibir Regis. Ia sungguh terkejut dengan segala tindakan dan ucapan putranya.Ternyata di balik kepolosan anak laki-lakinya itu, terdapat intuisi tajam yang mengagumkan. Regis
Kalimat yang meluncur dari bibir mungil tersebut seperti petir di pagi hari yang menyambar kepala Regis dalam satu waktu. Ia sungguh tidak menyangka akan mendapatkan jawaban yang sangat menohok tersebut. Walaupun sebelumnya Regis sudah pernah mendengar dari Amora jika pandangan putranya terhadap sosok seorang ayah kandungnya tidaklah baik, tetapi saat Regis mendengarnya langsung dengan telinganya sendiri, ternyata sangatlah menyakitkan.“Ray tidak akan pernah memaafkannya,” lanjut Rayden lagi yang semakin menambah garam di atas luka yang kini terbuka di dalam hati Regis. “Ray, Pa-papa rasa kamu mungkin ….” Sebelum Regis sempat menjelaskan kepada putranya itu, Amora telah masuk ke dalam kamar dan menyela percakapan keduanya, “Kalian berdua malah santai-santai di sini. Sekarang sudah jam berapa?” Amora baru saja selesai menyiapkan sarapan pagi untuk mereka. Melihat tidak ada satu pun yang keluar dari kamar tidur, ia mengira keduanya belum bangun dari tidur. Namun, siapa yang menyang
“Nyonya Brown, apa benar kalau Tuan Brown melakukan penggelapan dana sekolah ini?” “Bagaimana tanggapan Anda atas tindakan suami Anda?” “Apa sekarang posisi beliau sudah dicabut dari sekolah ini?” “Bagaimana dengan kelangsungan perusahaan di bawah naungan keluarga Brown, apakah dana yang diselewengkan itu dipergunakan untuk menutupi kerugian besar yang terjadi enam bulan lalu?” Bertubi-tubi pertanyaan dilayangkan para jurnalis itu kepada Lisa. Wanita itu terlihat kesulitan untuk melewati kerumunan tersebut hingga akhirnya para petugas keamanan sekolah mencoba untuk membantunya keluar dari serbuan para awak media tersebut.Wajah Lisa terlihat sangat pucat saat ini. Tidak ada riasan tebal yang biasanya memenuhi wajahnya. Wanita itu terlihat apa adanya hingga Amora sempat sulit mengenalinya. Amora menerka jika wanita itu juga mendapatkan serbuan yang sama di depan kediamannya.Dilihat dari penampilannya, Lisa terlihat habis terburu-buru keluar dari rumah. Bahkan wanita itu masih meng
Beberapa pasang mata mulai menatap Amora dengan sinis dan remeh. Emosi di dalam dada Amora telah bergemuruh hebat, tetapi ia tahu jika Lisa ingin sengaja menjatuhkan harga dirinya dengan sindiran tersebut. 'Tenanglah, Amora. Jangan terpancing,' gumamnya mengingatkan dirinya.Perlahan seulas senyuman memenuhi bibir Amora yang dipulas dengan lipstik berwarna nude. “Kamu benar-benar tidak mengerti keadaan, Lisa. Sudah jatuh sampai ke titik ini saja, bisa-bisanya kamu menyia-nyiakan kesempatan emas. Apa pelajaran yang kamu terima hari ini tidak cukup juga untuk menyadarkanmu, hm?” . Lisa berdecih sinis. Ia masih menganggap remeh ucapan Amora.Walaupun sebenarnya ingin rasanya Amora mendamprat wanita itu, tetapi Amora tetap membalas perkataan Lisa dengan ekspresi yang tenang dan berkepala dingin dalam menghadapi lawannya itu.“Seperti yang pernah kukatakan padamu kemarin. Sebaiknya kamu nikmati sisa waktumu dengan sebaik-baiknya. Bisa saja dalam waktu dekat ini, derajatmu akan sama sepe
Wajah Lisa tertunduk dalam. Ia meremas kedua tangannya dengan cemas dan mulai berpikir untuk mengembalikan keadaan dengan cepat. “Sayang, kamu turun dari mobil karena mengkhawatirkanku?” tanya Amora dengan suara super manis yang tidak pernah didengar Regis sebelumnya. Amora menyandarkan wajahnya pada dada Regis untuk menunjukkan betapa Regis sangat mengasihinya. Tindakannya itu berhasil membuat semua orang merasa kagum sekaligus iri padanya.Sikap manja yang ditunjukkan Amora membuat hati Regis menggelitik. Pria itu mengulum senyumnya. Ia tahu jika istrinya sedang bersandiwara untuk menunjukkan kemesraan mereka kepada istri dari Johanes Brown tersebut. Netra elangnya menatap Lisa yang saat ini terlihat seperti orang kecil yang tak berdaya di hadapannya. “Tu-Tuan Muda Lorenzo, wanita ini … di-dia benar adalah istri Anda?” tanya Lisa yang berusaha mengumpulkan keberaniannya untuk menatap langsung mata Regis. Tatapan tajam pria itu membuat napas L
“Kenapa kamu tidak menungguku di mobil? Apa kamu tidak apa-apa mengumbarkan hubungan kita tadi di depan orang banyak?” Amora mulai mempertanyakan tindakan Regis setelah mereka berjalan masuk ke dalam gedung sekolah di mana keadaan sudah menjadi sepi karena jam pelajaran sudah dimulai. Regis tersenyum smirk. Ia masih terus melangkah dengan satu tangan memeluk pinggang istrinya seolah ingin menunjukkan jika ia tidak ingin berjauhan dengan wanita itu. “Tadi aku hanya penasaran kenapa kamu lama sekali. Ternyata wanita itu berani menghina istriku. Apa menurutmu aku sebaiknya diam saja kalau melihat istriku ditindas?” Jawaban yang dilontarkan oleh Regis membuat Amora merasa tersentuh. Sejujurnya tadi Amora tidak terlalu berekspektasi pria itu akan berinisiatif memberikan pembelaan untuknya di depan semua orang. Apalagi sampai memperlihatkan kemesraan mereka untuk menunjukkan status Amora sebagai istrinya. “Sepertinya kali ini Lisa tidak akan berani mengataiku lagi,” timpal Amora seraya
Satu per satu acara pun dimulai dan berakhir dengan lancar. Regis juga memperkenalkan kedua putranya yang menjadi kebanggaan keluarga Lorenzo di hadapan para tamunya. Kali ini Regis tidak melarang beberapa awak media terpercaya untuk meliput kedua buah hatinya itu. Namun, para bawahan Regis tetap memberikan batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mengambil gambar. Akhirnya tiba saatnya sesi pelemparan buket bunga yang dilakukan oleh Amora sebagai mempelai wanita. Para gadis maupun pemuda lajang telah bersiap-siap untuk berebutan buket dari sang mempelai wanita.Biana juga telah bersiap di posisinya. Pada hitungan ketiga, buket bunga tersebut melayang di udara dan semua orang berlomba-lomba menggapainya. Buket bunga tersebut beralih dari satu tangan ke tangan yang lain hingga akhirnya seseorang berhasil merebutnya! Seketika suasana menjadi sangat hening, semua orang berdiri mematung untuk melihat sosok yang beruntung tersebut. Biana tampak kesal karena ia tidak b
Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading dan tiara cantik yang menghiasi puncak kepalanya serta juntaian wedding veil yang menutupi sebagian wajahnya, Amora berjalan selangkah demi selangkah menuju ke arah suaminya, Regis Lorenzo. Wanita itu mengamit lengan Alejandro Volker selaku ayah kandungnya. Mereka berjalan berdampingan. Terlihat sosok sepasang malaikat kecil di depan mereka yang berpenampilan tampan dan imut. Mereka tidak lain adalah Rayden dan Kimmy. Keduanya berjalan bergandengan tangan sembari menebarkan kelopak bunga mawar yang menuntun langkah mempelai wanita menuju ke ujung aisle. Sementara itu, tiga orang bridesmaid berjalan di belakang Amora. Mereka adalah Estelle Mauverick, Biana Curtiz dan Alicia Lorenzo. Amora memandang ke sekelilingnya. Ia bertemu pandang dengan beberapa orang terdekatnya seperti Noel Ritter, Chris Walden, Bianca Lysander, Hilde Maven, Henry Allen serta Emma Adams yang sedang menggendong buah hatinya, Ryuji Lorenzo. Amora memberikan la
“Ada apa? Kamu masih saja cemburu dengan mantan istrimu?” goda Gino yang sejak tadi memperhatikan Regis di belakangnya. Malam ini pria itu memang menjadi groomsmen-nya alias pendamping mempelai pria. Regis hanya melayangkan tatapan tajamnya. Ia enggan menanggapinya. “Aku mengerti. Mantan memang sulit dilupakan. Apalagi mantan pertama. Rasanya aku ingin mencabik-cabiknya,” geram Gino yang dapat memahami perasaan Regis. Istrinya juga masih beberapa kali bertemu dengan mantan suaminya karena mantan suami istrinya itu ingin bertemu dengan Kimmy, putri mereka. “Apa mau aku membantumu?” tawar Regis dengan serius. Gino langsung meliriknya dengan syok. Tentu saja ia memahami maksud dari Regis. “Mengambil nyawanya bukan penyelesaian yang baik, Regis. Kalau Estelle dan Kimmy tahu aku yang sudah menghabisi ayah kandungnya, mau ditaruh di mana wajahku ini,” timpalnya. Regis mengulum senyumnya. “Dasar pengecut,” ledeknya. Gino mencebikkan bibirnya dengan malas. Ia mengedarkan pandangannya ke
“Ada apa, Amora?” tanya Estelle dan Biana secara serempak. Mereka tampak khawatir melihat kondisi Amora. Namun, Amora menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Sepertinya aku harus memompa asiku dulu deh. Tapi, aku tidak bawa alatnya lagi,” cicitnya. “Tenang saja. Aku bawa kok. Pakai punyaku dulu saja,” sahut Estelle sembari mengambil tas ransel yang berisi berbagai barang keperluan putra keduanya. Amora pun meminjam peralatan pompa asi dari sahabatnya, lalu bergegas menyelesaikan kegiatannya dan kembali melanjutkan persiapannya untuk acara malam ini. “Tolong kalian gunakan jari-jari ajaib kalian untuk menyulapnya menjadi ratu tercantik sejagat raya malam ini,” pinta Estelle kepada para penata rias dan penata busana pilihannya. “Serahkan saja kepada kami, Nyonya Moonstone!” sahut tim tersebut. *** Suara alunan piano memenuhi di sekitar lahan hijau yang telah didekorasi dengan sangat cantik. Pintu masuk menuju ke area resepsi acara juga telah dihiasi dengan aneka bunga segar berwarna put
“Apa? Pesta pernikahan?” Amora menatap Mark dengan syok, lalu memandang Biana dan Estelle yang sedang tersenyum sumringah padanya. “Sejak kapan kalian merencanakan semua ini, hm?” selidik Amora dengan sengit. “Maaf, Amora. Kami benar-benar tulus ingin memberikan kejutan. Tolong jangan marah,” cicit Estelle. “Benar, Amora. Aku juga terpaksa mengikuti rencana mereka. Tapi, percayalah kalau kami tidak pernah bermaksud buruk padamu,” timpal Biana dengan bersungguh-sungguh. “Ck, kalian benar-benar tidak setia kawan, huh?” Amora mengomeli kedua sahabatnya. Ia masih sangat kesal dibohongi dan dipermainkan seperti orang bodoh. “Tentu saja kami setia kawan, Amora. Kami ingin kamu bahagia,” cetus Estelle yang diikuti anggukan oleh Biana. “Sia-sia saja air mataku tadi,” sungut Amora dengan wajah ditekuk masam. Regis menghampiri istrinya tersebut, lalu menyeka sudut mata wanita itu yang masih berair. “Jangan marah lagi, Sayang. Maafkan aku. Aku bersedia menerima hukuman apa pun,” ucapnya.
Suara letusan konfeti mengagetkan Amora. Refleks, ia memejamkan matanya dan taburan potongan kertas warna-warni menghujani tubuhnya. “Surprise!” Seruan penuh semangat terdengar di telinganya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia disuguhkan dengan kehadiran Regis yang telah berdiri di depan matanya. “Regis?” Amora menatap suaminya dengan kening yang berkerut. Pandangan Amora pun mengedar ke sekelilingnya. Ia tidak menemukan sosok yang mencurigakan di dalam ruangan itu. Justru ia malah dikagetkan dengan kehadiran beberapa orang yang dikenalnya. “Kalian ….” Amora memandang satu per satu sosok tersebut dengan bingung. Tatapannya terhenti pada Alicia yang berdiri di sampingnya. Gadis itu memegang konfeti yang diletuskannya tadi. Amora pun menginterogasinya. “Alicia, kenapa kamu bisa ada di sini? Apa maksud semua ini? Di mana wanita itu?" "Wanita?" Regis memandang Amora dengan bingung. "Tidak usah berpura-pura, Regis. Apa kamu menyembunyikannya?" selidik Amora. Ia telah mendorong d
Perasaan Amora terasa tidak karuan. Ucapan Alicia masih terngiang jelas di dalam benaknya. “Ini tidak mungkin. Tidak mungkin,” gumam Amora berulang kali.Seth melirik kaca spion mobil tengah untuk memantau kondisi nyonya mudanya tersebut. Ia tidak tahu menahu tentang hal yang terjadi. Tadi wanita itu hanya memintanya untuk segera mengantarkannya ke Mansion Blue Lake.Tadi Alicia berkata jika ia melihat Regis bertemu dengan seorang wanita saat ia dalam perjalanan menuju taman bermain dengan Rayden. Padahal sepengetahuannya, pria itu seharusnya berada dalam perjalanan ke Italia seperti yang dikatakannya kemarin kepadanya.Alicia berkata kepada Amora jika ia telah membuntuti Regis dan melihat keduanya masuk ke dalam Mansion Blue Lake. Tentu saja hal tersebut membuat Amora sangat terkejut. Ia tidak percaya jika Regis melakukan sesuatu yang mengkhianati cinta mereka.Namun, di satu sisi, Amora juga yakin kalau Alicia tidak mungkin membohonginya. ‘Apa mungkin Regis tidak jadi berangkat ke
“Bagaimana? Apa kamu bisa tenang membiarkan Emma membantumu mulai hari ini?” tanya Liliana meminta pendapat menantunya tersebut. Amora tertegun. Ia menatap Emma yang masih menunggu tanggapannya. “Tentu saja aku setuju,” sahutnya dengan mengulas senyuman lebar di bibirnya. Dibandingkan para pengasuh lain, Amora tentu saja akan lebih percaya dengan Emma. Dulu wanita paruh baya itu juga sering membantunya menjaga Rayden. “Tapi, apa Nyonya Adams tidak apa-apa? Aku tidak ingin terus-menerus merepotkan Anda. Apa Henry dan Hilde mengizinkannya?” tanya Amora dengan penuh selidik. Ia tidak ingin putra dan menantu Emma tidak menyetujui hal tersebut. Apalagi kondisi Emma yang pernah dirawat di rumah sakit dulu. “Tenang saja, Amora. Malah mereka memintaku untuk membantumu. Hilde malah lebih mendukungku,” terang Emma yang dapat memahami pemikiran Amora tersebut. “Nanti Tante akan sering-sering datang dan ikut membantu kok,” timpal Liliana yang mencoba meyakinkan menantunya itu. Amora tersen
“Selamat pagi Anak Mama. Bagaimana tidurnya semalam, hm?”Amora berceloteh sendiri dengan Ryuji yang sedang duduk di dalam box bayinya. Amora baru saja bangun saat mendengar suara bayi bertubuh gembul itu.“Anak Mama sudah bangun saja pagi begini. Siapa yang sudah menggantikan popokmu, hm? Papa?” tanya Amora ketika melihat putranya telah berganti pakaian.Ryuji hanya menanggapinya dengan senyuman lebar dan menendang kedua tangan dan kakinya berulang kali. Ia asyik memasukkan teether ke dalam mulutnya dan menggigit-gigitnya dengan gemas.Amora pun menggendong Ryuji keluar dari tempat tidurnya dan mengelilingi kamarnya untuk mencari keberadaan Regis.“Sayang,” panggil Amora. Namun, tidak ada yang menyahutnya.“Ke mana dia?” gumam Amora yang akhirnya kembali ke kamarnya. Ia baru menyadari jika koper yang dipersiapkannya semalam untuk Regis sudah tidak ada di tempatnya.“Dia sudah pergi?” terka Amora dengan terheran-heran.Tidak biasanya Regis pergi tanpa berpamitan padanya. Biasanya Regi