Pandangan tajam Regis beredar ke sekitarnya. Pencahayaan di area taman terlihat remang-remang. Hanya ada lampu-lampu kecil yang terpasang di beberapa titik taman itu sehingga sulit bagi Regis untuk mencari tahu di mana letak persembunyian penembak misterius tersebut. Regis tidak masalah jika sasaran yang ditargetkan adalah dirinya, tetapi ia tidak bisa membiarkan Amora ikut terlibat dalam bahaya bersamanya. Dilihat dari ukuran peluru yang tergeletak di lantai teras gedung tersebut, Regis menerka jika penembak misterius itu menggunakan senjata berlaras pendek. Biasanya penembak dengan senjata seperti itu tidak bisa mengambil jarak lebih dari 25 meter untuk menargetkan sasarannya. Apalagi dengan pencahayaan minim di luar gedung saat ini. Sulit bagi mereka untuk menargetkan denagn tepat, kecuali memang seorang penembak profesional. Wajah nanar Regis terlihat semakin menggelap. Jika tadi ia telat satu detik saja, mungkin timah panas itu sudah bersarang di tubuh istrinya sekarang. Re
Netra Amora mengedar dengan cepat ke sekelilingnya. Akhirnya ia menemukan sosok Beth Jefferson yang berada di tengah kerumunan tamu yang sedang bercengkerama dengannya.Amora berusaha menetralkan ekspresinya dan meredakan kepanikannya. Ia tidak ingin membuat keributan tidak penting di tengah acara karena hal itu hanya akan membuat kekacauan dan menghilangkan jejak sang pelaku nanti.Amora meraih segelas wine yang tergeletak di atas meja, lalu menghampiri Beth dengan langkah tenang.“Maaf, permisi,” ucap Amora yang mencoba menyela di dalam kerumunan orang yang mengelilingi wanita tua itu.Pandangan semua orang pun beralih padanya. Terlihat beberapa di antara mereka menatapnya dengan sinis karena Amora menyela dengan tidak sopan. Akan tetapi, Amora tidak mengindahkannya dan langsung berkata, “Nyonya Jefferson, bisakah kita bicara sebentar?”Wanita tua itu mengerutkan keningnya. Ia tampak bingung karena mengira pembicaraannya dengan Amora sudah selesai beberapa waktu lalu.Melihat sikap
"Siapa yang sudah memerintahmu?” selidik Regis dengan napas yang terasa berat. Sulit baginya untuk menoleh ke belakang karena pria misterius itu tidak memberikannya kesempatan untuk lepas dari cekalannya. Saat ini ia tidak bisa bertindak gegabah karena ia perlu mencari kesempatan untuk membuat lawannya lengah terlebih dahulu. “Tuan Muda Lorenzo, ajal sudah di depan matamu. Apa kamu masih harus mencari tahu hal seperti ini?” sindir sosok yang sempat dicurigai Regis sebagai utusan keluarga Volker tersebut. Regis menyeringai tipis. “Tentu saja. Saya perlu membawamu dan majikanmu itu ke neraka,” desisnya. Tanpa melihat pun, Regis dapat merasakan kemarahan yang tengah berkobar dari pria misterius di belakangnya tersebut. “Berengsek! Apa Anda kira Anda masih bisa menyombongkan diri kalau menemui ajal nanti, huh?” geram sosok tersebut. Suara pelatuk yang sedang ditarik oleh pria misterius itu terdengar dari sisi pelipis kanan Regis. Ketegangan yang mencekam itu tidak sedikit pun mengend
“Maaf sudah membuatmu khawatir. Aku baik-baik saja,” sahut Regis dengan suara yang terdengar lembut dan menenangkan. Helaan napas lega pun bergulir dari bibir Amora. “Syukurlah,” gumamnya. Wanita itu tidak mengetahui kebohongan suaminya yang sedang berusaha keras menyembunyikan rasa sakit di dalam kepalanya saat ini. Akan tetapi, hanya sekali lihat saja Altan Demir tahu jika Regis sedang mengelabui wanita itu. “Tuan Muda Lorenzo, kalau Anda merasa tidak enak badan, seharusnya Anda cepat kembali. Saya tidak keberatan kalau diminta tolong untuk mengantar Nona ini,” cetus Altan yang membuat air muka Regis semakin menggelap. Kening Amora mengerut. Ia tidak mengenal sosok Altan dan tidak mengetahui identitas pria itu sebenarnya. Amora mengira jika pria itu hanya satu dari sekian tamu yang berniat untuk mengorek informasi tentang hubungannya dengan Regis. Akan tetapi, melihat suasana menegangkan yang terjadi di antara kedua pria itu, barulah ia menyadari jika pria yang dipanggil Altan
“Aku adalah Regis Lorenzo, suamimu dan ayah dari anakmu.”Jawaban yang dilontarkan Regis membuat Amora terperangah selama beberapa detik, lalu wanita itu memutar bola matanya dengan malas. “Regis, aku serius. Ini bukan waktunya untuk bercanda. Kamu tahu kan kalau tadi aku hampir saja mengalami bahaya karena kamu? Aku rasa aku berhak tahu apa yang terjadi sebenarnya,” cetus Amora dengan emosi menyala-nyala.Akan tetapi, bola mata gelap yang bersinar tajam milik suaminya itu membuat nyali Amora seketika menciut. Sikap diam Regis telah menjawab semuanya. Pria itu tidak ingin mengatakan hal yang sebenarnya karena tidak ingin Amora terlibat lebih jauh seperti yang dikatakannya beberapa waktu lalu.Embusan napas kasar pun terlontar dari bibir Amora. Ia memalingkan wajahnya sejenak dari pria itu dan berkata, “Tolong jangan melibatkan Ray dalam bahaya bersamamu. Hanya itu permohonanku.”Sebelum Regis menanggapi, Amora telah berjalan lebih dulu masuk ke dalam lift. Ia sangat lelah berbicara d
“Tapi, Tuan Muda … bukankah pemimpin Levent dan Tuan Besar kita sudah sepakat untuk tidak saling berseteru lagi?” Regis tertegun mendengar pertanyaan yang terucap dari bibir asistennya. Ia kembali teringat dengan peristiwa yang sempat terjadi sepuluh tahun silam di mana terjadi perseteruan besar antara bawahan Levent dan Royal Dragon ketika mereka melakukan perebutan wilayah yang menghasilkan anggur terbaik di kawasan utara California. Saat itu pertumpahan darah tidak lagi terhindarkan ketika kesepakatan bersama tidak dapat berlangsung dengan baik. Demi menghindari kerugian yang besar dan kehilangan sumber daya, akhirnya kedua pemimpin organisasi pun mengambil tindakan. Keduanya sepakat untuk mengambil jalan tengah dengan membagi wilayah menjadi dua bagian dan sepakat untuk tidak lagi saling menyikut satu sama lain dan menjalankan bisnis masing-masing. “Kamu benar. Tapi, Altan bukanlah Murat. Apa kamu tidak mendengar jika akhir-akhir ini Murat Demir dan putranya itu sering berselis
Di dalam kamar tidur Rayden, Amora sedang bercengkerama dengan putranya. Wanita itu merasa sangat lega karena putranya itu tidak berkurang suatu apa pun. “Nenek Emma sangat senang waktu Ray membawakan banyak sekali makanan kesukaannya.” Celotehan ria yang meluncur dari bibir Rayden membuat kegelisahan yang sempat menghantam pikiran Amora seketika lenyap. Anak laki-laki itu begitu antusias menceritakan tentang perjalanannya hari ini bersama Mark Carter dan saat mengunjungi Emma Adams. “Apa tadi Nyonya Adams tidak semakin sakit kepala karena mendengar celotehanmu ini?” goda Amora sembari mencubit pipi putranya dengan gemas. Suara kekehan kecil pun bergulir dari bibir Amora ketika melihat ekspresi Rayden yang merengut masam. “Mama hanya bercanda, Sayang. Nyonya Adams pasti akan semakin cepat pulih karena senang bisa melihatmu,” hiburnya. Rayden mengangguk dengan penuh semangat. “Tentu dong. Nenek Emma tadi bilang kalau lain kali datang sama Mama. Dia kesepian di apartemen katanya. Di
“Kamu lihat handphone Mama tidak, Ray?” tanya Amora kepada putranya yang baru saja keluar dari kamarnya setelah ia memanggilnya tadi. Wanita itu baru saja selesai memanggang macaroni schotel sebagai menu makan malam mereka hari ini. Seperti biasa, ia selalu mengutamakan kesehatan putranya dengan tidak menggunakan bahan makanan yang mengandung susu sapi dalam memproses makanan. "Ada Ma." Rayden mengeluarkan gawai milik ibunya dari balik punggungnya. “Tadi ketinggalan di kasur Ray,” celetuk anak laki-laki itu seraya menyerahkan benda tersebut kepada ibunya. Amora langsung mendekap benda canggih itu di dadanya dengan perasaan yang sangat lega. “Ya ampun. Terima kasih, Sayang,” timpalnya. Tidak bisa ia membayangkan jika kehilangan gawai berharga super fantastis itu. Mungkin Regis tidak akan memarahinya apabila Amora kehilangan gawai tersebut, tetapi sebagai seseorang yang pernah mengetahui sulitnya mencari uang, kehilangan benda mewah nan mahal itu tentu saja sangat menyakitkan. Amor
Satu per satu acara pun dimulai dan berakhir dengan lancar. Regis juga memperkenalkan kedua putranya yang menjadi kebanggaan keluarga Lorenzo di hadapan para tamunya. Kali ini Regis tidak melarang beberapa awak media terpercaya untuk meliput kedua buah hatinya itu. Namun, para bawahan Regis tetap memberikan batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mengambil gambar. Akhirnya tiba saatnya sesi pelemparan buket bunga yang dilakukan oleh Amora sebagai mempelai wanita. Para gadis maupun pemuda lajang telah bersiap-siap untuk berebutan buket dari sang mempelai wanita.Biana juga telah bersiap di posisinya. Pada hitungan ketiga, buket bunga tersebut melayang di udara dan semua orang berlomba-lomba menggapainya. Buket bunga tersebut beralih dari satu tangan ke tangan yang lain hingga akhirnya seseorang berhasil merebutnya! Seketika suasana menjadi sangat hening, semua orang berdiri mematung untuk melihat sosok yang beruntung tersebut. Biana tampak kesal karena ia tidak b
Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading dan tiara cantik yang menghiasi puncak kepalanya serta juntaian wedding veil yang menutupi sebagian wajahnya, Amora berjalan selangkah demi selangkah menuju ke arah suaminya, Regis Lorenzo. Wanita itu mengamit lengan Alejandro Volker selaku ayah kandungnya. Mereka berjalan berdampingan. Terlihat sosok sepasang malaikat kecil di depan mereka yang berpenampilan tampan dan imut. Mereka tidak lain adalah Rayden dan Kimmy. Keduanya berjalan bergandengan tangan sembari menebarkan kelopak bunga mawar yang menuntun langkah mempelai wanita menuju ke ujung aisle. Sementara itu, tiga orang bridesmaid berjalan di belakang Amora. Mereka adalah Estelle Mauverick, Biana Curtiz dan Alicia Lorenzo. Amora memandang ke sekelilingnya. Ia bertemu pandang dengan beberapa orang terdekatnya seperti Noel Ritter, Chris Walden, Bianca Lysander, Hilde Maven, Henry Allen serta Emma Adams yang sedang menggendong buah hatinya, Ryuji Lorenzo. Amora memberikan la
“Ada apa? Kamu masih saja cemburu dengan mantan istrimu?” goda Gino yang sejak tadi memperhatikan Regis di belakangnya. Malam ini pria itu memang menjadi groomsmen-nya alias pendamping mempelai pria. Regis hanya melayangkan tatapan tajamnya. Ia enggan menanggapinya. “Aku mengerti. Mantan memang sulit dilupakan. Apalagi mantan pertama. Rasanya aku ingin mencabik-cabiknya,” geram Gino yang dapat memahami perasaan Regis. Istrinya juga masih beberapa kali bertemu dengan mantan suaminya karena mantan suami istrinya itu ingin bertemu dengan Kimmy, putri mereka. “Apa mau aku membantumu?” tawar Regis dengan serius. Gino langsung meliriknya dengan syok. Tentu saja ia memahami maksud dari Regis. “Mengambil nyawanya bukan penyelesaian yang baik, Regis. Kalau Estelle dan Kimmy tahu aku yang sudah menghabisi ayah kandungnya, mau ditaruh di mana wajahku ini,” timpalnya. Regis mengulum senyumnya. “Dasar pengecut,” ledeknya. Gino mencebikkan bibirnya dengan malas. Ia mengedarkan pandangannya ke
“Ada apa, Amora?” tanya Estelle dan Biana secara serempak. Mereka tampak khawatir melihat kondisi Amora. Namun, Amora menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Sepertinya aku harus memompa asiku dulu deh. Tapi, aku tidak bawa alatnya lagi,” cicitnya. “Tenang saja. Aku bawa kok. Pakai punyaku dulu saja,” sahut Estelle sembari mengambil tas ransel yang berisi berbagai barang keperluan putra keduanya. Amora pun meminjam peralatan pompa asi dari sahabatnya, lalu bergegas menyelesaikan kegiatannya dan kembali melanjutkan persiapannya untuk acara malam ini. “Tolong kalian gunakan jari-jari ajaib kalian untuk menyulapnya menjadi ratu tercantik sejagat raya malam ini,” pinta Estelle kepada para penata rias dan penata busana pilihannya. “Serahkan saja kepada kami, Nyonya Moonstone!” sahut tim tersebut. *** Suara alunan piano memenuhi di sekitar lahan hijau yang telah didekorasi dengan sangat cantik. Pintu masuk menuju ke area resepsi acara juga telah dihiasi dengan aneka bunga segar berwarna put
“Apa? Pesta pernikahan?” Amora menatap Mark dengan syok, lalu memandang Biana dan Estelle yang sedang tersenyum sumringah padanya. “Sejak kapan kalian merencanakan semua ini, hm?” selidik Amora dengan sengit. “Maaf, Amora. Kami benar-benar tulus ingin memberikan kejutan. Tolong jangan marah,” cicit Estelle. “Benar, Amora. Aku juga terpaksa mengikuti rencana mereka. Tapi, percayalah kalau kami tidak pernah bermaksud buruk padamu,” timpal Biana dengan bersungguh-sungguh. “Ck, kalian benar-benar tidak setia kawan, huh?” Amora mengomeli kedua sahabatnya. Ia masih sangat kesal dibohongi dan dipermainkan seperti orang bodoh. “Tentu saja kami setia kawan, Amora. Kami ingin kamu bahagia,” cetus Estelle yang diikuti anggukan oleh Biana. “Sia-sia saja air mataku tadi,” sungut Amora dengan wajah ditekuk masam. Regis menghampiri istrinya tersebut, lalu menyeka sudut mata wanita itu yang masih berair. “Jangan marah lagi, Sayang. Maafkan aku. Aku bersedia menerima hukuman apa pun,” ucapnya.
Suara letusan konfeti mengagetkan Amora. Refleks, ia memejamkan matanya dan taburan potongan kertas warna-warni menghujani tubuhnya. “Surprise!” Seruan penuh semangat terdengar di telinganya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia disuguhkan dengan kehadiran Regis yang telah berdiri di depan matanya. “Regis?” Amora menatap suaminya dengan kening yang berkerut. Pandangan Amora pun mengedar ke sekelilingnya. Ia tidak menemukan sosok yang mencurigakan di dalam ruangan itu. Justru ia malah dikagetkan dengan kehadiran beberapa orang yang dikenalnya. “Kalian ….” Amora memandang satu per satu sosok tersebut dengan bingung. Tatapannya terhenti pada Alicia yang berdiri di sampingnya. Gadis itu memegang konfeti yang diletuskannya tadi. Amora pun menginterogasinya. “Alicia, kenapa kamu bisa ada di sini? Apa maksud semua ini? Di mana wanita itu?" "Wanita?" Regis memandang Amora dengan bingung. "Tidak usah berpura-pura, Regis. Apa kamu menyembunyikannya?" selidik Amora. Ia telah mendorong d
Perasaan Amora terasa tidak karuan. Ucapan Alicia masih terngiang jelas di dalam benaknya. “Ini tidak mungkin. Tidak mungkin,” gumam Amora berulang kali.Seth melirik kaca spion mobil tengah untuk memantau kondisi nyonya mudanya tersebut. Ia tidak tahu menahu tentang hal yang terjadi. Tadi wanita itu hanya memintanya untuk segera mengantarkannya ke Mansion Blue Lake.Tadi Alicia berkata jika ia melihat Regis bertemu dengan seorang wanita saat ia dalam perjalanan menuju taman bermain dengan Rayden. Padahal sepengetahuannya, pria itu seharusnya berada dalam perjalanan ke Italia seperti yang dikatakannya kemarin kepadanya.Alicia berkata kepada Amora jika ia telah membuntuti Regis dan melihat keduanya masuk ke dalam Mansion Blue Lake. Tentu saja hal tersebut membuat Amora sangat terkejut. Ia tidak percaya jika Regis melakukan sesuatu yang mengkhianati cinta mereka.Namun, di satu sisi, Amora juga yakin kalau Alicia tidak mungkin membohonginya. ‘Apa mungkin Regis tidak jadi berangkat ke
“Bagaimana? Apa kamu bisa tenang membiarkan Emma membantumu mulai hari ini?” tanya Liliana meminta pendapat menantunya tersebut. Amora tertegun. Ia menatap Emma yang masih menunggu tanggapannya. “Tentu saja aku setuju,” sahutnya dengan mengulas senyuman lebar di bibirnya. Dibandingkan para pengasuh lain, Amora tentu saja akan lebih percaya dengan Emma. Dulu wanita paruh baya itu juga sering membantunya menjaga Rayden. “Tapi, apa Nyonya Adams tidak apa-apa? Aku tidak ingin terus-menerus merepotkan Anda. Apa Henry dan Hilde mengizinkannya?” tanya Amora dengan penuh selidik. Ia tidak ingin putra dan menantu Emma tidak menyetujui hal tersebut. Apalagi kondisi Emma yang pernah dirawat di rumah sakit dulu. “Tenang saja, Amora. Malah mereka memintaku untuk membantumu. Hilde malah lebih mendukungku,” terang Emma yang dapat memahami pemikiran Amora tersebut. “Nanti Tante akan sering-sering datang dan ikut membantu kok,” timpal Liliana yang mencoba meyakinkan menantunya itu. Amora tersen
“Selamat pagi Anak Mama. Bagaimana tidurnya semalam, hm?”Amora berceloteh sendiri dengan Ryuji yang sedang duduk di dalam box bayinya. Amora baru saja bangun saat mendengar suara bayi bertubuh gembul itu.“Anak Mama sudah bangun saja pagi begini. Siapa yang sudah menggantikan popokmu, hm? Papa?” tanya Amora ketika melihat putranya telah berganti pakaian.Ryuji hanya menanggapinya dengan senyuman lebar dan menendang kedua tangan dan kakinya berulang kali. Ia asyik memasukkan teether ke dalam mulutnya dan menggigit-gigitnya dengan gemas.Amora pun menggendong Ryuji keluar dari tempat tidurnya dan mengelilingi kamarnya untuk mencari keberadaan Regis.“Sayang,” panggil Amora. Namun, tidak ada yang menyahutnya.“Ke mana dia?” gumam Amora yang akhirnya kembali ke kamarnya. Ia baru menyadari jika koper yang dipersiapkannya semalam untuk Regis sudah tidak ada di tempatnya.“Dia sudah pergi?” terka Amora dengan terheran-heran.Tidak biasanya Regis pergi tanpa berpamitan padanya. Biasanya Regi