“Paman benar-benar keren sekali!”Pujian yang dilontarkan oleh anak laki-laki asing itu membuat Regis terperangah selama tiga detik. Sontak, Regis menoleh ke sekitarnya dan tidak menemukan siapa pun selain dirinya dan anak laki-laki tersebut.“Kamu sedang berbicara denganku?” tanya Regis dengan nada datar yang tidak meyakinkan.Sebuah pertanyaan yang cukup konyol yang pernah diajukan Regis kepada seseorang. Pasalnya, ia tidak menyangka akan ada seseorang yang memujinya secara tiba-tiba tanpa alasan.Anak laki-laki yang tidak lain adalah Rayden Lysander tersebut langsung mengangguk antusias, lalu berkata kembali, “Paman adalah orang terkeren yang pernah kutemui.”Secara spontan, sudut bibir Regis terangkat tipis. Sangat tipis hingga sulit dianggap sebagai senyuman, tetapi hal yang dilakukannya ini tidak seperti diri Regis Lorenzo yang biasanya.“Apa tadi kamu sedang mengintipku?” selidik Regis memastikan.“Saya tidak mengintip. Hanya kebetulan melihat saja.”Regis kembali tersenyum men
“Papa?” Satu alis Regis terangkat ke atas. Ia menyeringai sinis. Hampir tak percaya jika kalimat seperti itu bisa dilontarkan oleh anak berusia enam tahun. Regis pun berusaha meredam kemarahannya dengan menghela napas pelan. Ia tidak menyangka seorang anak kecil yang dikiranya polos memiliki niat terselubung padanya. 'Apa sekarang mulai marak penipuan dengan menggunakan anak kecil sebagai alat kejahatan?' batin Regis menerka. Pria itu merasa telah menyia-nyiakan waktu berharganya untuk mendengarkan celotehan tak berguna dari anak tersebut, tetapi ada rasa ingin tahu yang sangat besar terhadap motif anak itu. Regis menduga orang tua tak bertanggung jawab dari anak itu yang telah mengajari hal tidak baik kepada anak laki-laki tersebut untuk mencari korban yang mudah ditipu. Sayangnya, anak itu sudah salah memilih target. "Di mana orang tuamu, Bocah? Saya ingin melihat orang tua seperti apa yang sudah mengajarimu menipu seperti ini?" cetus Regis. Ucapan pria itu tanpa sengaja telah
Kedua alis Amora bertaut. Ia menatap tajam pria bertubuh tegap yang tidak melepaskan pandangan darinya. ‘Apa maksudnya bertemu lagi? Siapa dia?’ batin Amora dengan rasa curiga yang sangat besar. Tadi ia memang sempat melihat putranya sedang berbicara dengan seorang pria dari kejauhan. Namun, ia tidak melihatnya dengan sangat jelas tadi dan setelah menghampiri putranya, ia melupakan keberadaan pria itu karena sibuk menasihati putranya. ‘Jangan-jangan … dia seorang penipu atau penculik?’ batin Amora dengan sepasang netra yang mengamati penampilan pria itu dengan penuh pertimbangan. ‘tapi, apa sekarang penipu juga memperhatikan penampilan mereka agar tidak dicurigai?’ Tanpa bertanya pun, Amora tahu jika setelan pakaian yang dikenakan pria itu merupakan pakaian buatan tangan yang memiliki harga yang cukup fantastis. Dua bulan gajinya saja belum tentu cukup untuk membelinya. Walaupun memiliki penampilan yang elit, tetapi di mata Amora, pria itu tetap saja mencurigakan. Apalagi pria itu
“Nek, aku pulang.”Rayden melangkah masuk ke dalam rumah dengan wajah lesu. Seorang wanita paruh baya yang sedang membersihkan rumah terlihat sangat terkejut dengan kepulangan Rayden. Padahal waktu pulang sekolah masih satu jam lagi.“Ray, kenapa kamu pulang seawal ini?” tanya wanita paruh baya yang tidak lain adalah Emma Adams.Dia adalah pengasuh Rayden sekaligus tetangga Amora yang tinggal dalam satu komplek dengan mereka.Biasanya Emma selalu menjemput dan mengantar Rayden. Kepulangan Rayden sekarang tentu saja mengagetkannya.“Ya ampun, Ray. Kenapa dengan wajahmu?”Emma bergegas menghampiri Rayden yang telah dianggapnya seperti cucunya sendiri. Ia langsung meletakkan gagang pel di tangannya, lalu menangkup wajah Rayden yang dipenuhi dengan luka.“Siapa yang sudah memukulmu, Ray?” selidik Emma dengan sangat cemas. Hatinya terasa pilu melihat luka pada wajah anak laki-laki itu.Pandangannya beralih kepada Amora yang baru saja masuk ke dalam rumah setelah memarkirkan motornya di hal
“Ray, Mama masuk ya.” Amora mengetuk pintu kamar putranya, kemudian ia memutar gagang pintu tersebut dan membukanya. Terlihat sosok Rayden yang sedang duduk meringkuk di atas tempat tidurnya. Wajahnya terbenam di antara kedua lututnya. Amora menghela napas pelan. Ia pun menghampiri putranya tersebut. Duduk di sisi ranjangnya, kemudian mengusap puncak kepalanya dengan lembut. “Ray, masih sakit lukanya?” Perlahan Rayden mengangkat wajahnya dan tersenyum tipis. Akan tetapi, Amora tetap saja bisa melihat jika putranya itu hanya memaksakan diri untuk tersenyum saja. Ia tahu jika memar di wajah putranya itu masih terasa sakit. “Maafkan Mama yang sudah melibatkanmu dalam masa lalu yang telah Mama perbuat, Ray,” cicit Amora dengan suara yang terdengar pilu. Rayden menggeleng. “Ini tidak sakit kok, Ma. Ray hanya mengantuk saja,” dalihnya berbohong lagi. Amora mengulum senyumnya. Ia menangkup wajah putranya tersebut dan berkata, “Kamu boleh bersandar pada Mama dan menangis, Ray. Mama ak
“Tuan, ini hasil gambar yang berhasil diperbesar dari tangkapan layar.” Mark menyerahkan telepon genggamnya kepada Regis melalui kaca mobil penumpang yang terbuka. Atasannya itu sedang duduk menunggu hasil pekerjaannya di dalam mobil. Mark masih berdiri di samping pintu mobil untuk menunggu tanggapan dari atasannya tersebut hingga akhirnya Regis hanya berkata, “Masuklah. Bukankah saya masih ada jadwal rapat hari ini?” Mark mengangguk. Ia bergegas duduk di kursi penumpang belakang yang berdampingan dengan atasannya tersebut. Sopir pribadi Regis—Albert Parker segera menjalankan kendaraan tersebut setelah mendapatkan isyarat dari Mark melalui anggukannya. Mark menoleh ke arah tuan mudanya yang sedang menatap layar gawai miliknya dengan penuh lekat. Tanpa menunggu perintah, ia langsung menjelaskan hasil pencariannya tersebut kepada tuan mudanya itu. “Dari hasil CCTV tadi, wanita ini memang keluar dengan terburu-buru. Sepertinya takut akan sesuatu hal.” Bibir Regis terangkat sedikit
“Maaf ya sudah memintamu datang buru-buru, Amora. Soalnya aku tidak punya waktu. Jam penerbangannya tinggal satu jam lagi.” Mendengar penuturan Biana Curtiz, Amora tersenyum tipis. “Tidak apa-apa, Bia. Kebetulan aku juga memang lagi senggang malam ini. Tadi Nyonya Houston juga bilang aku tidak perlu masuk shift malam ini.” Biana Curtiz adalah rekan kerja Amora di WW Mart. Dia meminta Amora datang ke Restoran Baymoon, tempatnya melakukan magang sebagai pelayan restoran tersebut. Seharusnya malam ini Amora berniat menggantikan waktu kerjanya yang sempat terbengkalai tadi pagi. Akan tetapi, Della Houston—sang manajer mengatakan kepada Amora untuk datang besok pagi saja karena karyawan shift pagi ada yang mengambil cuti. Padahal Amora berharap bisa mendapatkan sedikit uang tambahan dari pekerjaan shift malamnya untuk membayar uang sewa yang belum terkumpul. Ia berpikir akan pulang dengan tangan kosong malam ini. Namun, saat dalam perjalanan pulang, Biana menghubunginya dan memintanya
“Selamat datang, Nyonya Lysander.” Alvin Jones menyapa salah satu tamunya yang baru saja tiba di depan pintu Restoran Baymoon. Pria itu bergegas menghampiri tamu paruh bayanya itu dengan sikap profesionalnya sebagai seorang manajer restoran. Namun, Amora masih tertegun syok di tempatnya. Bagaimana tidak? Ia benar-benar tidak menyangka akan bertemu kembali dengan sosok yang paling dibencinya setelah dirinya keluar dari kediaman keluarga Lysander! Wanita yang dipanggil dengan sebutan Nyonya Lysander oleh sang manajer tersebut adalah Julia Brown, istri dari paman Amora! Amora masih tidak dapat melupakan bagaimana sikap tantenya itu ketika dirinya diusir oleh kakeknya tujuh tahun yang lalu. Kalimat yang dipenuhi dengan penghinaan dan sindiran pedas yang dilontarkan Julia masih terngiang jelas di dalam ingatannya. “Jangan salahkan siapa pun, Amora. Tapi, salahkan dirimu sendiri yang bodoh dan juga salahkan ibumu yang sudah melahirkanmu ke dunia. Sekarang bukan darahmu saja yang kotor,
Satu per satu acara pun dimulai dan berakhir dengan lancar. Regis juga memperkenalkan kedua putranya yang menjadi kebanggaan keluarga Lorenzo di hadapan para tamunya. Kali ini Regis tidak melarang beberapa awak media terpercaya untuk meliput kedua buah hatinya itu. Namun, para bawahan Regis tetap memberikan batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mengambil gambar. Akhirnya tiba saatnya sesi pelemparan buket bunga yang dilakukan oleh Amora sebagai mempelai wanita. Para gadis maupun pemuda lajang telah bersiap-siap untuk berebutan buket dari sang mempelai wanita.Biana juga telah bersiap di posisinya. Pada hitungan ketiga, buket bunga tersebut melayang di udara dan semua orang berlomba-lomba menggapainya. Buket bunga tersebut beralih dari satu tangan ke tangan yang lain hingga akhirnya seseorang berhasil merebutnya! Seketika suasana menjadi sangat hening, semua orang berdiri mematung untuk melihat sosok yang beruntung tersebut. Biana tampak kesal karena ia tidak b
Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading dan tiara cantik yang menghiasi puncak kepalanya serta juntaian wedding veil yang menutupi sebagian wajahnya, Amora berjalan selangkah demi selangkah menuju ke arah suaminya, Regis Lorenzo. Wanita itu mengamit lengan Alejandro Volker selaku ayah kandungnya. Mereka berjalan berdampingan. Terlihat sosok sepasang malaikat kecil di depan mereka yang berpenampilan tampan dan imut. Mereka tidak lain adalah Rayden dan Kimmy. Keduanya berjalan bergandengan tangan sembari menebarkan kelopak bunga mawar yang menuntun langkah mempelai wanita menuju ke ujung aisle. Sementara itu, tiga orang bridesmaid berjalan di belakang Amora. Mereka adalah Estelle Mauverick, Biana Curtiz dan Alicia Lorenzo. Amora memandang ke sekelilingnya. Ia bertemu pandang dengan beberapa orang terdekatnya seperti Noel Ritter, Chris Walden, Bianca Lysander, Hilde Maven, Henry Allen serta Emma Adams yang sedang menggendong buah hatinya, Ryuji Lorenzo. Amora memberikan la
“Ada apa? Kamu masih saja cemburu dengan mantan istrimu?” goda Gino yang sejak tadi memperhatikan Regis di belakangnya. Malam ini pria itu memang menjadi groomsmen-nya alias pendamping mempelai pria. Regis hanya melayangkan tatapan tajamnya. Ia enggan menanggapinya. “Aku mengerti. Mantan memang sulit dilupakan. Apalagi mantan pertama. Rasanya aku ingin mencabik-cabiknya,” geram Gino yang dapat memahami perasaan Regis. Istrinya juga masih beberapa kali bertemu dengan mantan suaminya karena mantan suami istrinya itu ingin bertemu dengan Kimmy, putri mereka. “Apa mau aku membantumu?” tawar Regis dengan serius. Gino langsung meliriknya dengan syok. Tentu saja ia memahami maksud dari Regis. “Mengambil nyawanya bukan penyelesaian yang baik, Regis. Kalau Estelle dan Kimmy tahu aku yang sudah menghabisi ayah kandungnya, mau ditaruh di mana wajahku ini,” timpalnya. Regis mengulum senyumnya. “Dasar pengecut,” ledeknya. Gino mencebikkan bibirnya dengan malas. Ia mengedarkan pandangannya ke
“Ada apa, Amora?” tanya Estelle dan Biana secara serempak. Mereka tampak khawatir melihat kondisi Amora. Namun, Amora menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Sepertinya aku harus memompa asiku dulu deh. Tapi, aku tidak bawa alatnya lagi,” cicitnya. “Tenang saja. Aku bawa kok. Pakai punyaku dulu saja,” sahut Estelle sembari mengambil tas ransel yang berisi berbagai barang keperluan putra keduanya. Amora pun meminjam peralatan pompa asi dari sahabatnya, lalu bergegas menyelesaikan kegiatannya dan kembali melanjutkan persiapannya untuk acara malam ini. “Tolong kalian gunakan jari-jari ajaib kalian untuk menyulapnya menjadi ratu tercantik sejagat raya malam ini,” pinta Estelle kepada para penata rias dan penata busana pilihannya. “Serahkan saja kepada kami, Nyonya Moonstone!” sahut tim tersebut. *** Suara alunan piano memenuhi di sekitar lahan hijau yang telah didekorasi dengan sangat cantik. Pintu masuk menuju ke area resepsi acara juga telah dihiasi dengan aneka bunga segar berwarna put
“Apa? Pesta pernikahan?” Amora menatap Mark dengan syok, lalu memandang Biana dan Estelle yang sedang tersenyum sumringah padanya. “Sejak kapan kalian merencanakan semua ini, hm?” selidik Amora dengan sengit. “Maaf, Amora. Kami benar-benar tulus ingin memberikan kejutan. Tolong jangan marah,” cicit Estelle. “Benar, Amora. Aku juga terpaksa mengikuti rencana mereka. Tapi, percayalah kalau kami tidak pernah bermaksud buruk padamu,” timpal Biana dengan bersungguh-sungguh. “Ck, kalian benar-benar tidak setia kawan, huh?” Amora mengomeli kedua sahabatnya. Ia masih sangat kesal dibohongi dan dipermainkan seperti orang bodoh. “Tentu saja kami setia kawan, Amora. Kami ingin kamu bahagia,” cetus Estelle yang diikuti anggukan oleh Biana. “Sia-sia saja air mataku tadi,” sungut Amora dengan wajah ditekuk masam. Regis menghampiri istrinya tersebut, lalu menyeka sudut mata wanita itu yang masih berair. “Jangan marah lagi, Sayang. Maafkan aku. Aku bersedia menerima hukuman apa pun,” ucapnya.
Suara letusan konfeti mengagetkan Amora. Refleks, ia memejamkan matanya dan taburan potongan kertas warna-warni menghujani tubuhnya. “Surprise!” Seruan penuh semangat terdengar di telinganya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia disuguhkan dengan kehadiran Regis yang telah berdiri di depan matanya. “Regis?” Amora menatap suaminya dengan kening yang berkerut. Pandangan Amora pun mengedar ke sekelilingnya. Ia tidak menemukan sosok yang mencurigakan di dalam ruangan itu. Justru ia malah dikagetkan dengan kehadiran beberapa orang yang dikenalnya. “Kalian ….” Amora memandang satu per satu sosok tersebut dengan bingung. Tatapannya terhenti pada Alicia yang berdiri di sampingnya. Gadis itu memegang konfeti yang diletuskannya tadi. Amora pun menginterogasinya. “Alicia, kenapa kamu bisa ada di sini? Apa maksud semua ini? Di mana wanita itu?" "Wanita?" Regis memandang Amora dengan bingung. "Tidak usah berpura-pura, Regis. Apa kamu menyembunyikannya?" selidik Amora. Ia telah mendorong d
Perasaan Amora terasa tidak karuan. Ucapan Alicia masih terngiang jelas di dalam benaknya. “Ini tidak mungkin. Tidak mungkin,” gumam Amora berulang kali.Seth melirik kaca spion mobil tengah untuk memantau kondisi nyonya mudanya tersebut. Ia tidak tahu menahu tentang hal yang terjadi. Tadi wanita itu hanya memintanya untuk segera mengantarkannya ke Mansion Blue Lake.Tadi Alicia berkata jika ia melihat Regis bertemu dengan seorang wanita saat ia dalam perjalanan menuju taman bermain dengan Rayden. Padahal sepengetahuannya, pria itu seharusnya berada dalam perjalanan ke Italia seperti yang dikatakannya kemarin kepadanya.Alicia berkata kepada Amora jika ia telah membuntuti Regis dan melihat keduanya masuk ke dalam Mansion Blue Lake. Tentu saja hal tersebut membuat Amora sangat terkejut. Ia tidak percaya jika Regis melakukan sesuatu yang mengkhianati cinta mereka.Namun, di satu sisi, Amora juga yakin kalau Alicia tidak mungkin membohonginya. ‘Apa mungkin Regis tidak jadi berangkat ke
“Bagaimana? Apa kamu bisa tenang membiarkan Emma membantumu mulai hari ini?” tanya Liliana meminta pendapat menantunya tersebut. Amora tertegun. Ia menatap Emma yang masih menunggu tanggapannya. “Tentu saja aku setuju,” sahutnya dengan mengulas senyuman lebar di bibirnya. Dibandingkan para pengasuh lain, Amora tentu saja akan lebih percaya dengan Emma. Dulu wanita paruh baya itu juga sering membantunya menjaga Rayden. “Tapi, apa Nyonya Adams tidak apa-apa? Aku tidak ingin terus-menerus merepotkan Anda. Apa Henry dan Hilde mengizinkannya?” tanya Amora dengan penuh selidik. Ia tidak ingin putra dan menantu Emma tidak menyetujui hal tersebut. Apalagi kondisi Emma yang pernah dirawat di rumah sakit dulu. “Tenang saja, Amora. Malah mereka memintaku untuk membantumu. Hilde malah lebih mendukungku,” terang Emma yang dapat memahami pemikiran Amora tersebut. “Nanti Tante akan sering-sering datang dan ikut membantu kok,” timpal Liliana yang mencoba meyakinkan menantunya itu. Amora tersen
“Selamat pagi Anak Mama. Bagaimana tidurnya semalam, hm?”Amora berceloteh sendiri dengan Ryuji yang sedang duduk di dalam box bayinya. Amora baru saja bangun saat mendengar suara bayi bertubuh gembul itu.“Anak Mama sudah bangun saja pagi begini. Siapa yang sudah menggantikan popokmu, hm? Papa?” tanya Amora ketika melihat putranya telah berganti pakaian.Ryuji hanya menanggapinya dengan senyuman lebar dan menendang kedua tangan dan kakinya berulang kali. Ia asyik memasukkan teether ke dalam mulutnya dan menggigit-gigitnya dengan gemas.Amora pun menggendong Ryuji keluar dari tempat tidurnya dan mengelilingi kamarnya untuk mencari keberadaan Regis.“Sayang,” panggil Amora. Namun, tidak ada yang menyahutnya.“Ke mana dia?” gumam Amora yang akhirnya kembali ke kamarnya. Ia baru menyadari jika koper yang dipersiapkannya semalam untuk Regis sudah tidak ada di tempatnya.“Dia sudah pergi?” terka Amora dengan terheran-heran.Tidak biasanya Regis pergi tanpa berpamitan padanya. Biasanya Regi