Share

Bab 5

Penulis: RubyLibrary
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Kita akan bertemu lagi, Nona Irish. Gadis dengan takdir."

Aku tidak bisa tidur karena kata-katanya. Ia mengenal Irish, sementara aku tak dapat mengingatnya sama sekali. Apa ia dari ingatan Irish sebelum aku menempati tubuh ini 2 bulan yang lalu? Terlebih dia memanggil Irish dengan julukan gadis dengan takdir.

"Aku tak paham."

"Apa yang kau tidak pahami, sayang?" tanya Clea.

"Ah, Ibu! Bukan apa-apa!" ucapku sembari tersenyum.

"Ibu jadi sedih, akhir-akhir ini kau jadi lebih pendiam." Clea menangkup pipinya sembari memasang wajah sedihnya.

"Ti-tidak Ibu! Aku hanya berpikir anak-anak seumuranku ada yang sangat pintar," ucapku asal.

"Anakku, apa kau ingin belajar bahasa kekaisaran?" tanya Clea.

Aku tersenyum tipis. Oh, apa ia baru saja mengatakan Irish tidak pernah belajar bahasa kekaisaran sebelumnya? Lalu kenapa kemarin aku dapat membaca tulisan kekaisaran?

"Tidak. Aku cukup senang dengan yang sekarang. Aku akan pergi bekerja, sampai jumpa lagi, Ibu."

"Hati-hati di jalan, sayang."

Aku melambaikan tanganku dan segera pergi dari sana. Berjalan melewati beberapa penduduk yang menyapaku. Sesekali aku singgah untuk bertukar kabar. Walau dari luar terlihat seperti itu, tapi sebenarnya aku sedang mengumpulkan informasi mengenai Irish dan kekaisaran ini.

"Irish, kau semakin cantik saja. Aku ingat pertama kali kau tinggal di sini. Saat itu kau seperti orang kebingungan dengan lingkungan baru," ucap bibi tersebut.

"Eiy, aku mengingatnya. Saat itu ia tidak mau melihat ke arah kita karena malu," sambung bibi lainnya.

Aku hanya dapat tersenyum tipis dan tertawa kecil. "Ahaha, karena aku baru pindah ke sini. Jadi aku tidak terlalu familiar dengan lingkungannya."

"Itu benar. Kalau tidak salah dua atau tiga bulan lalu kau pindah ke sini bersama orangtuamu," ucap bibi itu membenarkan.

Kena kau! Jadi Irish ternyata bukan orang asli dari ibukota dan baru pindah beberapa bulan ini? Namun tampaknya ia memiliki daya tarik hingga membuat orang-orang mengingatnya dengan jelas.

"Kuingat orangtuamu dulu sering singgah ke ibukota untuk berjualan. Tapi tampaknya mereka sudah lelah berpindah tempat dan memutuskan menetap di sini."

"Sangat sulit untuk berjualan sembari menjaga keluarga. Ayahku sudah bekerja keras," ucapku dengan nada yang dibuat-buat.

"Oh, jangan menangis gadis cantik. Ayahmu memang banyak berjuang untuk keluarganya. Namun akan lebih berbahaya jika kalian terus berkeliling. Itu sebabnya Ayahmu memutuskan untuk membeli rumah di ibukota untuk kalian." Mereka semua menatap iba diriku yang sedang berpura-pura sedih.

"Itu benar, tapi kadang aku merindukan Ayahku yang jarang sekali pulang," ucapku sembari mengusap air mata buayaku.

Sebenarnya aku sedikit terharu. Kupikir Irish hanya pindah rumah saja, ternyata Ayahnya membeli rumah di ibukota ini? Karena aku membaca buku di perpustakaan istana kemarin aku jadi tau harga rumah dan tanah di ibukota sangat mahal. Apa sebenarnya Ayah Irish adalah orang kaya biasa?

"Oh ya ampun, kupikir kau akan baik-baik saja seperti saat kedua orangtuamu ke ibukota berdua."

"Maaf?" tanyaku.

"Ada apa?" tanya mereka balik.

"Bisa Bibi ulangi yang tadi Bibi ucapkan?"

"Ya? Kau akan baik-baik saja saat orangtuamu ke ibukota berdua dulu?"

Ada yang aneh dengan kata-katanya. Orangtua Irish selalu melakukan perjalanan bisnis berdua tanpa mengajak Irish? Apa karena Irish yang menolak untuk ikut?

"Irish, ada apa denganmu?" tanya mereka.

"Ah bukan apa-apa. Aku hanya baru ingat aku harus cepat pergi ke istana. Aku permisi dulu," ucapku dengan sopan untuk membuat mereka tidak curiga.

Aku segera berbalik dan berjalan menuju istana. Kepalaku terasa pusing karena memikirkan apa yang mereka katakan, belum lagi dengan apa yang pemuda yang kutemui malam itu.

"Kepalaku akan pecah jika begini terus."

***

Seperti biasa, di pagi hari aku akan menyapu taman yang luas ini. Syukurlah aku tidak bekerja sendiri. Taman istana sangat luas jadi dibagi menjadi beberapa bagian dan masing-masing ada pelayan yang membersihkannya.

"Setelah diingat-ingat, kenapa juga Irish memilih bekerja di istana? Sementara Ayahnya sendiri dapat membeli rumah di ibukota."

Irish melakukan ini untuk tidak membebankan kedua orangtuanya? Ini sih bodoh, bukan baik.

"Hei, Nak. Selama kau masih di bawah umur, maka semuanya adalah tanggungan orangtuamu! Ingat itu!" teriakku seolah takkan ada yang mendengarnya.

"Kau berisik seperti biasa."

Aku tersentak mendengarnya. Aku menoleh ke berbagai arah, tapi tak dapat menemukan sumber suara.

"Aku di atas."

Aku pun menoleh ke atas pohon. Betapa terkejutnya aku saat melihat pemuda istana waktu itu tengah duduk santai di dahan pohon yang cukup besar.

"Kau sedang apa di situ?"

"Kau masih tidak sopan seperti biasa," ucapnya.

Aku menggembungkan pipiku kesal melihat tingkat anak bangsawan yang terlihat angkuh ini. Selagi tidak ada orang lain, haruskah aku memukul wajahnya kali ini? Tidak, tidak, wajah tampan harus dilestarikan.

"Jadi, apa yang kau inginkan?" tanyaku dengan ketus.

Dia tersenyum. Aku terkejut saat melihat dirinya dengan cepat menjatuhkan tubuhnya sendiri. "Hei, tunggu!"

Di luar dugaan, ia mendarat dengan selamat di depanku. Aku menatap manik matanya yang berwarna emas itu. Seketika jantungku berdegup dengan cepat. Apa ia benar-benar setampan ini sebelumnya? Atau karena kami tidak pernah sedekat ini sebelumnya? Terlebih berbeda dengan kemarin, dia menghampiriku dengan senyuman.

"Apa kau mengkhawatirkanku? Rubah kecil?" tanyanya dengan senyuman usil.

"A-apa?!" 

Bajingan kecil ini! Siapa yang ia panggil rubah kecil? Ugh... Moodku sudah cukup rusak karena urusan yang lain. Aku tidak mau jika harus meladeninya lagi. Aku pun berputar dan berjalan seolah tidak pernah melihatnya tadi.

Pemuda itu terlihat kebingungan dan mengikuti ku dari belakang. "Rubah kecil, kenapa kau marah lagi? Kau sangat sensitif."

Lihatlah siapa yang berbicara. Sudahlah lebih baik aku menyelesaikan tugasku. Tamu ini pasti juga sebentar lagi akan pulang, kan? Dia tidak mungkin di istana terus.

Aku tanpa sengaja melihat wanita pelayan tua yang selalu memarahiku itu sedang berjalan menuju ke mari. Sial! Tanpa sadar aku menarik tangan pemuda itu untuk ikut bersembunyi denganku di balik pohon di dekat sana.

"Ada apa denganmu, rubah kecil?"

"Duh, berisik! Diam dulu!" ucapku dengan kesal. Masa bodo dengan dirinya yang bangsawan atau tidak, saat ini aku tidak ingin merusak moodku lebih jauh lagi.

Pemuda itu menaikturunkan alisnya tak mengerti. Ia pun ikut melirik ke arah pandanganku dan langsung paham dengan pikiranku.

"Bisa-bisanya kau takut pada pelayan tua itu dibandingkan denganku," ucapnya dengan senyuman.

Ia pun segera berdiri dan keluar dari persembunyian sembari memanggil pelayan tua itu. Akh, sial! "Apa yang kau lakukan?!"

"Akan kutunjukkan, siapa yang seharusnya kau takutkan di sini."

Bab terkait

  • Gadis pengubah takdir   Bab 6

    "Hei, kau yang di sana!" teriak pemuda itu pada pelayan tua. Wanita pelayan tua itu pun buru-buru menghampiri pemuda. Sementara itu, aku pelan-pelan merangkak meninggalkan tempat itu agar tidak ketahuan. Langkahku terhenti saat mendengar kata sapaan pelayan itu pada pemuda tadi. "Saya menghadap permata kekaisaran, Yang Mulia Pangeran." "Apa? Pangeran?" cicitku tak percaya. Jika dia adalah Pangeran, maka dia adalah laki-laki terhormat di bawah Kaisar? Sial, aku dalam masalah besar! "Oh, ternyata kau mengenaliku," ucapnya dengan nada tinggi agar terdengar olehku. "Tentu saja Yang Mulia. Siapa yang tidak mengenali Yang Mulia Leander de Emerald, satu-satunya Pangeran di kekaisaran Emerald ini? Dengan wajah tampan dan otak yang cemerlang. Siapa pun akan langsung mengenali dan memuja Anda!" seru pelayan tua itu. "Benarkah? Tapi kurasa kau harus dihukum karena berbohong," ucap pemuda itu yang membuatku tersentak "Maksud Anda?" "Nyatanya masih ada orang yang tak mengenaliku." Pemuda

  • Gadis pengubah takdir   Bab 7

    Aku membuka mataku dengan perlahan. Aku melirik ke sekitarku. Buku yang tersusun rapi di rak buku, aroma segar yang terasa familiar. Aku menatap buku cerita bergambar yang kupegang. "Kenapa berhenti? Apa yang terjadi setelah itu?" tanya seseorang. Aku pun menoleh pada seorang anak laki-laki yang duduk bersebelahan denganku. "Rey?" "Apa kau melamun lagi, Kaira? Kau akan dimarahi Ibuku, jika terus begitu." Apa yang terjadi? Kenapa Rey, sahabatku sejak kecil ada di sini? Terlebih saat ini dia masih kecil. Bukankah kami berdua sudah masuk ke universitas yang sama sekarang? "Kenapa kau terdiam lagi? Aku akan panggilkan Ibuku!" ucap Rey. Aku segera menahan tangannya untuk tidak pergi. Kuperlihatkan senyumku agar tidak membuatnya khawatir. "Duduklah, aku belum selesai membacakan ceritanya," ucapku. Aku pun membaca kisah yang berada di dalam buku yang kupegang. "Saat itu Tuan Putri pun sedih saat mendengar semua perkataan dari Pangeran. Ia berlari menuju kamarnya yang ada di istana. S

  • Gadis pengubah takdir   Bab 8

    "Atlas de Emerald," ucap Sherly. "Siapa dia?" tanyaku yang tak tau. Tiba-tiba saja wajah Sherly menjadi panik dan segera menutup mulutku dengan rapat. Ia menoleh kanan-kirinya, memastikan tidak ada orang di sekitar. Aku yang kebingungan itu akhirnya dilepaskan saat ia memastikan tidak ada yang menguping. "Fuah!" Aku mengambil napasku yang tertahan karena Sherly menutup mulutku. "Ada apa denganmu?!" "Sst!" Sherly mengangkat jari telunjuknya di depan bibir untuk menyuruhku diam. "Kan kau sendiri yang bertanya mengenai kekaisaran! Atlas de Emerald adalah Kaisar saat ini!" Aku segera menutup mulutku sendiri dan segera menoleh untuk memastikan tidak ada yang menguping. Syukurlah, jika ada yang mendengar aku tidak mengetahui siapa Kaisar saat ini mungkin aku akan benar-benar dihukum. "Jadi, bagaimana bisa Baginda Kaisar sekarang menjabat?" tanyaku. Sherly terlihat diam untuk berpikir sejenak. "Tentu saja Baginda adalah Kaisar yang bijaksana. Dia dapat menyatukan negara-negara lain de

  • Gadis pengubah takdir   Bab 9

    "Hah?" Aku menatap mata Leander yang tersenyum padaku. Ia menarik tanganku untuk ikut pergi bersamanya. Aku sempat terdiam, tapi langsung tersadar saat melihat beberapa pelayan menatap kami. "Yang Mulia, tunggu! Kita akan ke mana?" tanyaku. "Kau diam saja. Pokoknya mulai hari ini kau harus menemaniku sebagai pelayan pribadi!" ucap Leander tanpa beban. "Apa?" Apa yang baru saja ia katakan? Aku yang seorang pembantu biasa menjadi pelayan pribadi? Posisi seperti itu hanya bisa didapatkan jika ia memiliki keahlian atau Tuannya yang memilihnya sendiri. Namun atas dasar apa dia memilihku? Tidak mungkin hanya karena kesalahan waktu itu. "Eh, tunggu!" Aku tersentak saat menyadari sesuatu. "Setidaknya lepaskan tangan saya dulu!" Leander menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah tanganku yang dipegangnya. Ia segera melepaskan tanganku dan bertingkah sangat aneh. Dia pasti malu karena sudah memegang tangan rakyat jelata. Aku melirik wajahnya diam-diam. Aku terkejut dengan wajahnya ya

  • Gadis pengubah takdir   Bab 10

    "Rubah kecil, ada apa denganmu?!" tanya Leander dengan nada khawatir setelah melihatku ketakutan. Aku menoleh padanya, terdiam sejenak, lalu tersenyum paksa. "Bukan apa-apa, aku hanya penasaran dengan buku ini. Apa buku ini sudah lama di perpustakaan istana?" tanyaku hati-hati agar tidak menimbulkan kecurigaan. "Buku?" Leander menaik-turunkan alisnya, ia pun mendekat dan melihat pada judul buku yang kupegang. Ia melipat tangannya dan memiringkan kepalanya seakan berpikir. "Perpustakaan di ibukota ada dua, di istana dan di pusat ibukota. Buku di istana lebih banyak menyimpan arsip mengenai sejarah dan beberapa buku pengetahuan yang sudah lama akan diganti atau dipindahkan ke perpustakaan kota. Tampaknya aku harus menghukum para pelayan karena ini." Leander menghela napasnya karena tau ia harus berurusan dengan hal menyebalkan lagi. "Tunggu, ini kan hanya hal kecil. Kalau kau tidak suka, berikan saja buku ini padaku," ucapku sembari memeluk buku itu. Leander terdiam menatapku. "Ruba

  • Gadis pengubah takdir   Bab 11

    Aku melirik kanan dan kiriku sembari menyapu taman. Menunggu kedatangan Leander yang biasanya muncul tiba-tiba. Sudah beberapa sejak hari itu, aku belum bertemu lagi dengannya. Aku ingin bertanya pada para pelayan, tapi akan sangat aneh untuk seorang pembantu menanyakan hal itu terus-terusan. "Ada apa dengan wajahmu itu?" tanya Sherly. Tangannya ia lipat di depan dada sembari memandangku dengan aneh. Kalau dari luar terlihat ia sedang memarahiku, tapi sebenarnya ia sedang menegurku. "Bibi, tak bisakah kau berucap dengan manis sedikit padaku? Kenapa kau terus-terusan berbicara dengan dingin?" ucapku sembari memajukan bibirku beberapa senti. "Aku sudah bersikap cukup baik di sini." "Benarkah? Aku tidak pernah melihat seseorang menjilat ludahnya sendiri," ucapku ceplos. "Lihatlah itu, walau sudah kubaik-baiki pun kau terus bersikap kurang ajar." Sherly berucap sembari menggelengkan kepalanya mengingat tingkahku. "Ei~ Bibi, kurasa kau harus mulai memakai kacamata," sindirku. Kami s

  • Gadis pengubah takdir   Bab 12

    Aku mengedipkan mataku sembari menelisik pada judul-judul buku di depanku. "Huh?" Aku yakin kemarin aku menaruhnya di sini. Tidak, dari awal buku itu sudah ada di sini, di rak dan deretan ini. Ke mana perginya buku novel itu?"Apa para pelayan sudah mengganti bukunya? Atau Leander yang membuangnya?" tanyaku yang kebingungan. Novel 'The shooting star', novel yang pernah kubaca di kehidupanku sebelumnya tiba-tiba muncul dan menghilang lagi. Aku yakin itu bukanlah suatu kebetulan biasa. Di dunia ini terdapat sihir yang di luar nalar, akan lebih aneh jika aku tidak percaya buku itu tidak menghilang."Apa yang kau cari?" tanya lelaki itu, Count Celesta."Ah, tuan... Bukan apa-apa," ucapku lesu. Aku pun mengambil salah satu buku di sana secara random dan membawanya ke meja tempat membaca.Lelaki itu terdiam sembari menatapku diam. Mungkin ia bingung bagaimana bisa aku bersikap biasa saja di hadapannya yang seorang bangsawan. Yah, apapun itu. Aku sedang dalam mood jelek karena kehilangan bu

  • Gadis pengubah takdir   Prologue

    Pada zaman dahulu tinggallah seorang Pangeran. Ia memiliki rambut dan mata yang berwarna emas. Ketampanannya membuat semua gadis di kekaisaran itu menjadikannya sebagai laki-laki idaman. Atlas de Emerald, ia memiliki sahabat kecil yang berasal dari kerajaan tetangga. Cynthia Khalanta Rasia, ia adalah Tuan Putri dari kerajaan Rasia. Mereka sudah bersama sejak kecil yang membuat perasaan Cynthia tumbuh pada Atlas.Cynthia pikir hanya karena mereka sahabatan sejak kecil, itu membuatnya bisa memiliki Atlas dengan mudah. Namun, ia salah.Atlas adalah Pangeran Mahkota di kekaisaran Emerald. Ia yang menjadi satu-satunya penerus kekaisaran Emerald membuatnya harus mentaati semua aturan yang ada tanpa terkecuali, termasuk dengan pernikahan.Atlas bertunangan dengan anak perempuan pertama dari Duke Aretha. Dia adalah gadis muda yang begitu cantik dan memiliki keluarga yang sangat berpengaruh pada kekaisaran. Demi masa depan kekaisaran, Atlas pun mengikuti perintah Kaisar dan menikah dengan Put

Bab terbaru

  • Gadis pengubah takdir   Bab 12

    Aku mengedipkan mataku sembari menelisik pada judul-judul buku di depanku. "Huh?" Aku yakin kemarin aku menaruhnya di sini. Tidak, dari awal buku itu sudah ada di sini, di rak dan deretan ini. Ke mana perginya buku novel itu?"Apa para pelayan sudah mengganti bukunya? Atau Leander yang membuangnya?" tanyaku yang kebingungan. Novel 'The shooting star', novel yang pernah kubaca di kehidupanku sebelumnya tiba-tiba muncul dan menghilang lagi. Aku yakin itu bukanlah suatu kebetulan biasa. Di dunia ini terdapat sihir yang di luar nalar, akan lebih aneh jika aku tidak percaya buku itu tidak menghilang."Apa yang kau cari?" tanya lelaki itu, Count Celesta."Ah, tuan... Bukan apa-apa," ucapku lesu. Aku pun mengambil salah satu buku di sana secara random dan membawanya ke meja tempat membaca.Lelaki itu terdiam sembari menatapku diam. Mungkin ia bingung bagaimana bisa aku bersikap biasa saja di hadapannya yang seorang bangsawan. Yah, apapun itu. Aku sedang dalam mood jelek karena kehilangan bu

  • Gadis pengubah takdir   Bab 11

    Aku melirik kanan dan kiriku sembari menyapu taman. Menunggu kedatangan Leander yang biasanya muncul tiba-tiba. Sudah beberapa sejak hari itu, aku belum bertemu lagi dengannya. Aku ingin bertanya pada para pelayan, tapi akan sangat aneh untuk seorang pembantu menanyakan hal itu terus-terusan. "Ada apa dengan wajahmu itu?" tanya Sherly. Tangannya ia lipat di depan dada sembari memandangku dengan aneh. Kalau dari luar terlihat ia sedang memarahiku, tapi sebenarnya ia sedang menegurku. "Bibi, tak bisakah kau berucap dengan manis sedikit padaku? Kenapa kau terus-terusan berbicara dengan dingin?" ucapku sembari memajukan bibirku beberapa senti. "Aku sudah bersikap cukup baik di sini." "Benarkah? Aku tidak pernah melihat seseorang menjilat ludahnya sendiri," ucapku ceplos. "Lihatlah itu, walau sudah kubaik-baiki pun kau terus bersikap kurang ajar." Sherly berucap sembari menggelengkan kepalanya mengingat tingkahku. "Ei~ Bibi, kurasa kau harus mulai memakai kacamata," sindirku. Kami s

  • Gadis pengubah takdir   Bab 10

    "Rubah kecil, ada apa denganmu?!" tanya Leander dengan nada khawatir setelah melihatku ketakutan. Aku menoleh padanya, terdiam sejenak, lalu tersenyum paksa. "Bukan apa-apa, aku hanya penasaran dengan buku ini. Apa buku ini sudah lama di perpustakaan istana?" tanyaku hati-hati agar tidak menimbulkan kecurigaan. "Buku?" Leander menaik-turunkan alisnya, ia pun mendekat dan melihat pada judul buku yang kupegang. Ia melipat tangannya dan memiringkan kepalanya seakan berpikir. "Perpustakaan di ibukota ada dua, di istana dan di pusat ibukota. Buku di istana lebih banyak menyimpan arsip mengenai sejarah dan beberapa buku pengetahuan yang sudah lama akan diganti atau dipindahkan ke perpustakaan kota. Tampaknya aku harus menghukum para pelayan karena ini." Leander menghela napasnya karena tau ia harus berurusan dengan hal menyebalkan lagi. "Tunggu, ini kan hanya hal kecil. Kalau kau tidak suka, berikan saja buku ini padaku," ucapku sembari memeluk buku itu. Leander terdiam menatapku. "Ruba

  • Gadis pengubah takdir   Bab 9

    "Hah?" Aku menatap mata Leander yang tersenyum padaku. Ia menarik tanganku untuk ikut pergi bersamanya. Aku sempat terdiam, tapi langsung tersadar saat melihat beberapa pelayan menatap kami. "Yang Mulia, tunggu! Kita akan ke mana?" tanyaku. "Kau diam saja. Pokoknya mulai hari ini kau harus menemaniku sebagai pelayan pribadi!" ucap Leander tanpa beban. "Apa?" Apa yang baru saja ia katakan? Aku yang seorang pembantu biasa menjadi pelayan pribadi? Posisi seperti itu hanya bisa didapatkan jika ia memiliki keahlian atau Tuannya yang memilihnya sendiri. Namun atas dasar apa dia memilihku? Tidak mungkin hanya karena kesalahan waktu itu. "Eh, tunggu!" Aku tersentak saat menyadari sesuatu. "Setidaknya lepaskan tangan saya dulu!" Leander menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah tanganku yang dipegangnya. Ia segera melepaskan tanganku dan bertingkah sangat aneh. Dia pasti malu karena sudah memegang tangan rakyat jelata. Aku melirik wajahnya diam-diam. Aku terkejut dengan wajahnya ya

  • Gadis pengubah takdir   Bab 8

    "Atlas de Emerald," ucap Sherly. "Siapa dia?" tanyaku yang tak tau. Tiba-tiba saja wajah Sherly menjadi panik dan segera menutup mulutku dengan rapat. Ia menoleh kanan-kirinya, memastikan tidak ada orang di sekitar. Aku yang kebingungan itu akhirnya dilepaskan saat ia memastikan tidak ada yang menguping. "Fuah!" Aku mengambil napasku yang tertahan karena Sherly menutup mulutku. "Ada apa denganmu?!" "Sst!" Sherly mengangkat jari telunjuknya di depan bibir untuk menyuruhku diam. "Kan kau sendiri yang bertanya mengenai kekaisaran! Atlas de Emerald adalah Kaisar saat ini!" Aku segera menutup mulutku sendiri dan segera menoleh untuk memastikan tidak ada yang menguping. Syukurlah, jika ada yang mendengar aku tidak mengetahui siapa Kaisar saat ini mungkin aku akan benar-benar dihukum. "Jadi, bagaimana bisa Baginda Kaisar sekarang menjabat?" tanyaku. Sherly terlihat diam untuk berpikir sejenak. "Tentu saja Baginda adalah Kaisar yang bijaksana. Dia dapat menyatukan negara-negara lain de

  • Gadis pengubah takdir   Bab 7

    Aku membuka mataku dengan perlahan. Aku melirik ke sekitarku. Buku yang tersusun rapi di rak buku, aroma segar yang terasa familiar. Aku menatap buku cerita bergambar yang kupegang. "Kenapa berhenti? Apa yang terjadi setelah itu?" tanya seseorang. Aku pun menoleh pada seorang anak laki-laki yang duduk bersebelahan denganku. "Rey?" "Apa kau melamun lagi, Kaira? Kau akan dimarahi Ibuku, jika terus begitu." Apa yang terjadi? Kenapa Rey, sahabatku sejak kecil ada di sini? Terlebih saat ini dia masih kecil. Bukankah kami berdua sudah masuk ke universitas yang sama sekarang? "Kenapa kau terdiam lagi? Aku akan panggilkan Ibuku!" ucap Rey. Aku segera menahan tangannya untuk tidak pergi. Kuperlihatkan senyumku agar tidak membuatnya khawatir. "Duduklah, aku belum selesai membacakan ceritanya," ucapku. Aku pun membaca kisah yang berada di dalam buku yang kupegang. "Saat itu Tuan Putri pun sedih saat mendengar semua perkataan dari Pangeran. Ia berlari menuju kamarnya yang ada di istana. S

  • Gadis pengubah takdir   Bab 6

    "Hei, kau yang di sana!" teriak pemuda itu pada pelayan tua. Wanita pelayan tua itu pun buru-buru menghampiri pemuda. Sementara itu, aku pelan-pelan merangkak meninggalkan tempat itu agar tidak ketahuan. Langkahku terhenti saat mendengar kata sapaan pelayan itu pada pemuda tadi. "Saya menghadap permata kekaisaran, Yang Mulia Pangeran." "Apa? Pangeran?" cicitku tak percaya. Jika dia adalah Pangeran, maka dia adalah laki-laki terhormat di bawah Kaisar? Sial, aku dalam masalah besar! "Oh, ternyata kau mengenaliku," ucapnya dengan nada tinggi agar terdengar olehku. "Tentu saja Yang Mulia. Siapa yang tidak mengenali Yang Mulia Leander de Emerald, satu-satunya Pangeran di kekaisaran Emerald ini? Dengan wajah tampan dan otak yang cemerlang. Siapa pun akan langsung mengenali dan memuja Anda!" seru pelayan tua itu. "Benarkah? Tapi kurasa kau harus dihukum karena berbohong," ucap pemuda itu yang membuatku tersentak "Maksud Anda?" "Nyatanya masih ada orang yang tak mengenaliku." Pemuda

  • Gadis pengubah takdir   Bab 5

    "Kita akan bertemu lagi, Nona Irish. Gadis dengan takdir."Aku tidak bisa tidur karena kata-katanya. Ia mengenal Irish, sementara aku tak dapat mengingatnya sama sekali. Apa ia dari ingatan Irish sebelum aku menempati tubuh ini 2 bulan yang lalu? Terlebih dia memanggil Irish dengan julukan gadis dengan takdir."Aku tak paham.""Apa yang kau tidak pahami, sayang?" tanya Clea."Ah, Ibu! Bukan apa-apa!" ucapku sembari tersenyum."Ibu jadi sedih, akhir-akhir ini kau jadi lebih pendiam." Clea menangkup pipinya sembari memasang wajah sedihnya."Ti-tidak Ibu! Aku hanya berpikir anak-anak seumuranku ada yang sangat pintar," ucapku asal."Anakku, apa kau ingin belajar bahasa kekaisaran?" tanya Clea.Aku tersenyum tipis. Oh, apa ia baru saja mengatakan Irish tidak pernah belajar bahasa kekaisaran sebelumnya? Lalu kenapa kemarin aku dapat membaca tulisan kekaisaran?"Tidak. Aku cukup senang dengan yang sekarang. Aku akan pergi bekerja, sampai jumpa lagi, Ibu.""Hati-hati di jalan, sayang."Aku m

  • Gadis pengubah takdir   Bab 4

    Aku mengedipkan mataku beberapa kali. Pandanganku berangsur pulih. Kulihat kanan dan kiri, bau obat menyeruak memasuki indera penciumanku. Tampaknya ini bukan kamar Irish yang kuingat. Aku pun berdiri dengan berpegangan dengan sisi kasur. Berjalan pelan untuk keluar. Setelah keluar aku ingat ini adalah ruang kesehatan di istana. Ini tidak terlalu jauh dengan gerbang keluar. Syukurlah, karena nampaknya matahari hampir terbenam. Aku harus pulang agar orangtua Irish tidak khawatir."Tunggu."Aku berhenti dan menoleh ke belakang. Dapat kulihat pemuda yang sebelumnya ada di perpustakaan kini tengah berjalan mendekatiku. Apa ia seorang tamu istana? Kenapa ia masih di sini di jam segini?"Apa maumu?" tanyaku sinis. Pemuda itu tersentak dan menghentikan langkahnya. Tampaknya ia benar-benar anak manja yang tidak pernah ditolak permintaannya."Kau, kau baik-baik saja?" tanyanya pelan.Aku terdiam sejenak tak mengerti sampai ia menunjuk kepalanya sendiri sebagai isyarat. Aku pun ikut memegang k

DMCA.com Protection Status