“Enggak apa-apa, Pak. Saya cuma lagi senang aja lihat Pak Abian bisa tersenyum lagi. Sudah bertahun-tahun saya bekerja dengan anda, semenjak meninggalnya Almarhum Istri anda. Tiba-tiba senyum anda hilang begitu saja bagai ditelan bumi, tapi hari ini. Saya bisa lihat senyum anda kembali." Mendengar tutur kata Elang, membuat wajah Abian merona merah. Ia jadi malu sendiri hanya karena senyumnya. Tapi, yang dikatakan Elang memang benar. Semenjak istrinya meninggal, ia tidak pernah memperlihatkan senyumnya kepada siapa pun. Bahkan keluarganya sekali pun.
Beberapa hari kemudian Dinda, dan Rosa mendapatkan panggilan dari tempat ia melamar pekerjaan di sebuah Cafe Birdella. Melalui sebuah email.
“Ros, aku dapat pesan email dari Pak Abian. Katanya aku diterima kerja di cafenya,” ucap Dinda kegirangan, begitu juga dengan Rosa yang mendapatkan email, bahwa dia diterima kerja sebagai karyawan cafe Birdella.
&
“Maaf, saya tidak punya IG, karena saya tidak terlalu suka bermain di media sosial.” Terlihat wajah wanita itu sedikit kecewa, tapi mereka tidak patah semangat.“Kalau nomor ponsel, pasti punya dong,” pintanya dengan gaya centilnya.“Saya punya.” Rosa pun mengeluarkan satu ponselnya dan memberikan nomor itu kepada pelanggannya, "ini nomor ponsel saya, jika Kakak ingin memesan makanan bisa hubungi saya.” Pelanggan wanita itu beserta teman-temannya langsung menyimpan nomor Rosa di ponselnya masing-masing, mereka semua belum sadar jika Rosa itu seorang perempuan sama seperti mereka.“Kalau butuh sesuatu lagi, kalian bisa panggil saya atau teman saya yang lainnya. Kalau begitu saya permisi ya.”“Iya, Kak.” Rosa segera pergi dari pelanggan wanita itu, bagi Rosa, hal seperti ini sudah biasa. Banyak sekali yang meminta nama Ignya atau nomor p
“Biar pun hanya iseng, tetap tidak boleh. Enggak baik buat kesehatan.” Abian terus saja memberi nasehat kepada Rosa, sebenarnya ia sedikit jengah mendengar nasehat bosnya ini. Malas mendengar nasehat bosnya, ia pun mematikan rokoknya. Sayangnya abu dari rokok itu bertaburan ke mana-mana, alhasil mata Rosa terkena percikan abu rokok panas."Aarghh! Mataku," teriak Rosa menahan sakit karena matanya terkena percikan bara api rokok.“Tuh, 'kan! Apa saya bilang. Rokok itu bahaya!” Karena panik melihat Rosa terkena percikan bara rokok, seketika Abian mengambil air minumnya yang ada di dalam tas lalu menyiramkan air ke arah mata Rosa agar tidak merasa panas."Aduh, panas!" Ia terus saja mengucak matanya."Kamu enggak apa-apa?" Dengan cepat ia mengambil tisu di dalam tasnya dan membantu Rosa untuk membersihkan wajahnya. Yang terkena siraman air.Tangan
"Oke, aku mau bantu Ayah.” Akhirnya ia tidak bisa menolak permintaan dari Ayahnya. Walaupun Rosa sudah menolaknya, ayahnya akan terus memaksa hingga Rosa mau menolongnya. “Kamu serius mau bantu Ayah kali ini? Terima kasih Nak, memang tidak salah Ayah minta bantuan kamu. 2 minggu lagi kamu ke sini ya, di Hotel Aston.” “Iya, nanti aku akan datang.” Ia pun menutup panggilan ponselnya, ia akan meminta izin pada bosnya. Untuk memberikan cuti padanya. Ia langsung berjalan menuju ruang kerja Abian. Kebetulan bosnya ada di dalam. Sebelum masuk ke dalam, ia terlebih dahulu mengetuk pintu, setelah mendapatkan izin dari bosnya, barulah ia masuk ke dalam. "Ada perlu apa kamu ke sini?” tanya Abian. “Saya mau minta izin, saya mau ambil cuti untuk 2 minggu ke depan. Kira-kira untuk tanggal 12-13” “Memangnya kamu ada urusan apa? Berapa lama kamu ambil cuti?”
“Aduh,” eluh Mila tertabrak oleh sang suami.“Maaf, sayang. Aku enggak lihat ada kamu di sini.”“Makannya kalau jalan itu hati-hati, kamu mau ke mana sih? Kok buru-buru banget? Baru juga pulang kerja, bukannya langsung mandi, malah lari-lari.” Mila terus saja berbicara tanpa henti, membuat ia menggarukan kepalanya.“Iya, sayang. Maafin aku ya. Aku mau ke kamar Rosa dulu, kata Brian dia sudah sampai rumah.” Dalam sekejap mata Mila terbelalak, dalam hatinya ia merasa kesal karena suaminya terlalu berlebihan terhadap anaknya.“Sudah ya, aku mau ke kamar Rosa dulu.” Aska bergegas ke kamar anaknya, membuat Mila semakin benci dengan anak tirinya ini. Bagi dia Rosa sangat berbahaya, dan dia bisa menggagalkan rencananya.Saat Aska sudah sampai di kamar anaknya, ia membuka pintu secara perlahan, ia mengintip dari bali
“Abian?” ucap Brian menatap ke arah Abian.“Maaf, anda siapa ya?”“Lo, Aditya Abian, 'kan? Anak sekolah SMA Mutiara Baru, ‘kan?”“Kok bisa tahu nama saya, dan juga tempat saya sekolah dulu. Tolong jawab pertanyaan saya, dari tadi saya nanya enggak dijawab.”“Masa lo lupa sih sama gue?” jari Brian menunjuk ke arah dirinya, “ini gue Brian. Teman SMA lo dulu!” Abian terdiam, ia sedang mengingat-ingat teman sekolahnya dulu. Sekian detik kemudian ia ingat kalau Brian adalah teman satu sekolahnya.“Hah! Gue ingat, elo Brian Adhitama yang suka BAB di celana kan?”“Sialan lo, gue enggak BAB di celana ya. Sembarangan lo kalau ngomong,” kesal Brian, baru juga bertemu teman lama. Sudah dibuat kesal.“Haha! Sory, Bro. Gue juga bercanda, s
Acara besar telah usai, sudah waktunya ia kembali ke rumah. Ia sudah lelah dengan semua tugasnya di sini, rasanya badan ia sedikit remuk. Apalagi sebelum acara dimulai, ia sudah kurang tidur membuat Rosa pusing. Di saat Rosa ingin masuk ke dalam mobil, dari arah jauh Abian memanggil Rosa.“Ros, bisa ikut saya sebentar? Ada yang mau saya bicarakan sama kamu.”“Maaf, saya sudah mau pulang Pak. Saya sudah lelah.”“Tapi ini penting!” Abian terus saja memaksa, bahkan tak segan ia menarik tangan Rosa. Melihat majikannya diperlakukan kasar oleh Abian, sopir dan para pengawalnya langsung menarik tubuh Abian.“Perbuatan anda barusan dapat membahayakan bos kami, lebih baik anda pergi!” usir salah satu pengawal, sayangnya Abian tidak peduli akan hal itu. Ia terus memaksa agar bisa bicara dengan Rosa.“Saya mau bicara! Jangan halangi saya
“Gimana keadaannya Dok?” tanya Abian saat mengantarkan Rosa ke klinik terdekat, ia begitu panik saat Rosa pingsan di depan matanya. Buru-buru ia mengendong Rosa untuk dibawa ke klinik terdekat.“Untuk saat ini keadaannya sudah membaik, tadi itu pasien hanya mengalami kelelahan saja. Itu karena dia kurang tidur, ditambah lagi ia mengalami stres. Maka dari itu daya imun sedikit menurun, “ ucap dokter.Abian yang tidak mengetahui keadaan Rosa, membuat dirinya merasa bersalah. Ia menyesal telah melakukan hal buruk pada Rosa. Ia tidak tahu jika Rosa sedang mengalami kesulitan di hidupnya.Rosa selalu saja memendamkan masalahnya untuk dirinya sendiri, ia tidak mau bercerita kepada siapa pun tentang masalah yang ia hadapi. Itu karena Rosa belum bisa percaya dengan orang lain termasuk keluarganya sendiri. Ia takut jika ia bercerita pada orang lain, maka orang itu akan membuka semua masalahnya
Brian melayangkan satu pukulan ke arah wajah Abian hingga ia jatuh tersungkur di tanah, kurang puas menghajar temannya. Ia duduk di atas tubuh temannya. tanpa aba-aba lagi Brian terus saja memukul wajah Abian tanpa henti.“Gue udah bilang sama lo, jangan pernah lo dekat sama Ade gue. Apalagi sampai punya rasa!” Awalnya Abian bisa terima pukulan Brian, karena dia sadar. Bahwa dirinya salah, tapi semakin lama, Brian memukulnya semakin bringas.Karena tidak terima dengan pukulan Brian, Abian pun segara bangkit dan membalas pukulan dari Brian bertubi-tubi. Kini mereka berdua beradu kekuatan hingga keduanya berhenti karena sama-sama mengalami luka di wajahnya.“Jangan pernah lagi lo dekat sama Ade gue, jauhi dia!” Brian menujuk-nunjuk muka Abian dengan satu jarinya.“Kalau gue enggak mau gimana?”“Lo bakal mati di tangan gue, pukulan gue yang tadi bel
“Rosa? Ke sini dong.” Rosa melihat kea rah bosnya yang memanggil dirinya. Ia langsung bangkit dan berjalan kea rah arahnya. Melihat Rosa ada di depan matanya, pemilik café ini seketika terbelalak. Matanya terbuka lebar, mulutnya sampai menganganga melihat wajah Rosa mirip mendiang istri Abian.“Pa-Pak, dia—“ pemilik salon menunjuk Rosa dengan jarinya yang masih bergetar.“Namanya Rosa, dia ini perempuan. Jadi saya minta tolong sama kamu, tolong bikin dia makin cantik kaya artis Korea ya,” pintanya, sedangkan pemilik salon masih menatap takjub dengan wajah Rosa. Bisa ganteng, bisa juga cantik.“Luar biasa!” ujaranya lagi mengaggumi ketampanan Rosa. ia melihat penampilan Rosa dari ujung kepala hingga ujung kaki. Benar-benar mirip mendiang istri Abian. "Kaya kembarannya Mbak Birdella," ujarnya dalam hati.Hampir satu jam lebih Rosa berada di s
"Keluar sana! Gue mau kerja.”“Jadi lo usir gue? Oke, fine. Kalau lu usir gue dari sini, jangan harap lo bisa dekat lagi sama Ade gue!” Brian langsung berjalan ke arah pintu keluar, tak disangka Abian menahan lengan temannya. “Jangan beper lo, gue Cuma bercanda doang! Yailah, gitu aja dimasukin ke hati.” Brian tersenyum puas, baru diancam sedikit aja Abian ketar-katir.“Makannya Bi, lo harus bisa ambil hati gue. Bikin gue senang, siapa tahu hati gue luluh.” Mendengar hal itu Abian hanya berdesis. Rasanya dia mau muntah seember.Selama seharian penuh Brian berada di ruang kerja, tanpa melakukan aktifitas apa pun. Yang Brian lakukan hanyalah main ponsel, mengawasi Rosa bekerja, hingga tertidur di atas sofa. Sedangkan Abian tidak mempermasalahkan hal tersebut, selama Brian tidak menggangu pekerjaanya.“Lo enggak bosen apa di sini terus seharian?&rdqu
“Bi, mending lo pulang aja deh. Biar Rosa urusan gue!” kesalnya, padahal Rosa adalah adik kandungnya. Akan tetapi temannya selalu menyerobot apa yang dibutuhkan Rosa.“Mending lo duduk aja deh, biar Rosa gue yang urus.”“Gue ‘kan Kakak. Kenapa jadi lo yang repot sih.”“Lo Kakaknya, sedangkan gue bosnya. Jadi wajar aja gue kasih perhatian sama karyawan gue!”“Alibi banget lo!” melihat pertengkaran kakaknya dengan bosnya, Rosa hanya bisa tersenyum. Ia sih tidak masalah jika Abian membantu dirinya jika ia mengalami kesulitan, jika dibandingkan kakaknya. Abian lebih telaten dan sedikit berhati-hati.***"Cih, lihat aja kalau tuh duda tua pepet Rosa terus,” gumamnya mengingat ketika di rumah sakit. Brian benat-benar tidak diberi kesempatan untuk merawat adiknya. “Tapi, gue enggak sangka. Model kaya Abian udah nikah
"Eeh, tapi saya bisa kok pak pulang sendiri, lagian rumah saya dekat kok. Jadi enggak perlu diantar.”“Biarpun rumah kamu dekat, tetap saya antar pulang ke rumah. Malam-malam begini kita harus waspada dari tindak kejahatan.” Rosa memutar bola matanya malas, ia semakin risi. Baginya bosnya ini terlalu berlebihan.“Udah ya Pak, saya pulang dulu. Makasih deh tawaranya.” Dengan cepat ia berlari menuju pintu keluar.“Rosa! Tunggu saya.” Semakin ia mengejar Rosa, semkain jauh pula Rosa.***“Rosa?” ujar Abian dengan nada sedikit syahdu, membuat Rosa bergidik ngeri.“Dih, Pak Abian kenapa ya? Kok nada bicaranya jadi kaya cewek gitu sih?”“Hmm, saya mau minta tolong sama kamu? boleh?” lagi-lagi ia berucap dengan nada seperti perempuan.“Ngomongnya biasa aja
"Kamu pantas mendapatkan ini! Hukuman ini belum seberapa buat kamu. Aku akan memberikan hukuman yang berat lagi buat kamu!” ancamnya.Wajah cantik Mila kini sudah membiru, ia sudah kehabisan napas. Dengan cepat Aska melepaskan cekikanya. Ia tidak ingin Mila mati begitu saja. Ia ingin menghukum Mila dengan tanganya sendiri hingga Mila merasakan penderitaan."Hhukk...hhukkk." Mila menjatuhkan dirinya ke lantai, setelah ia lepas dari tangan Aska. napasnya sudah terengah-engah. nyawa dia hampir saja melayang.Aska memerintahkan pengawalnya, “bawa dia ke dalam mobil, dan ikat tubuhnya sekuat mungkin!” Mila hanya bisa pasrah tubuhhnya diseret paksa oleh pengawal ksusus. Sementara Brian dan Rosa sudah diamankan oleh para pengawalnya dan juga Abian yang sudah tiba di lokasi.“Ros, tolong kamu bertahan sedikit lagi. Kakak bakal bawa kamu ke rumah sakit, tolong jangan tinggalin Kakak se
1 pengawal pingsan. Tinggal sisa satu lagi. Karena takut ketahuan oleh pengawal yang lainya. Brian langsung mengeluarkan sebuah pisau ke arah pengawal, tepat mengenai keningnya seketika pengawal itu tewas."Rosa! Sadarlah Rosa. Ini Kakakmu!" Brian membagunkan Rosa yang sudah tidak sadarkan diri. Ia begitu sakit melihat keadaan adiknya yang cukup mengenenaskan. Brian tidak akan tinggal diam, dia akan membalas perbuatannya.Brian melepaskan ikatan tali dari tangannya, hati Brian semakin teriris melihat pergelangan tangan adiknya yang sudah penuh luka akibat ikatan tali terlalu kencang. Ia meneteskan air matanya, ia tidak sanggup melihat keadaan adiknya. Selama ia menjadi seorang kakak. Tidak pernah sekali pun ia melukai fisik adiknya, apalagi sampai separah ini.“Kak, Brian.” Sayup-sayup ia mendengar suara adiknya memanggil namanya. Ternyata adiknya masih bisa membuka matanya, ia mengusap air matanya agar adikn
Sudah 1 jam lebih Brian mengikuti mobil Mila, tetapi belum juga sampai di tempat tunjuan. Hingga akhirnya mobil Mila telah sampai di sebuah hutan yang lebat. Mobil Mila masuk ke dalam hutan. Begitu juga dengan Brian. Ia harus berhati-hati mengikuti mobil Mila agar tidak ketahuan. Setelah memasuki hutan yang paling dalam, mobil pun sampai di sebuah rumah tua yang sudah tidak berpenghuni.Diam-diam langkah Brian mengikuti Mila untuk sampai ke rumah tua. Tak di sangka ternyata rumah tersebut dijaga ketat oleh orang yang bertubuh kekar. Ada sekitar 3 orang yang menjaga di luar rumah dibagian luar.“Ck, penjaganya banyak banget di pintu depan,” gumamnya, ia terus memperhatikan rumah tua dan mencari celah agar bisa masuk ke dalam. Ia yakin jika adiknya pasti ada di dalam bersama dengan Mila. Brian mengembil ponselnya dalam saku celana untuk mengirim lokasi agar tim khususnya bisa datang ke sini untuk membantunya.
“Rosa lagi sama lo enggak?” Abian langsung bertanya ke inti permasalahan, ia lagi malas berdebat saat ini.“Lah, kenapa lo jadi nanya Rosa ke gue? Rosa 'kan lagi ada di kota tempat dia kerja.”“Serius lo?”“Serius lah, lagian ngapain juga gue sama si Rosa. Gue sekarang lagi di kota gue.”“Hoh, berarti Rosa lagi enggak sama lo ya? Ya udah gue tutup ya.”“Eh, jangan ditutup dulu! Sebenarnya kenapa sih lo nanya Ade gue lagi ada di mana?”“Semalam Ade lo enggak pulang ke rumah, temannya yang namanya Dinda sampai cari Rosa ke mana-mana tapi enggak ketemu. Malah ponselnya ada di gue sekarang, makannya gue hubungi elo, siapa tahu Rosa lagi sama lo.” Brian berdiri dari tempat duduknya, jantung berdetak kencang mengetahui adiknya belum pulang ke rumah sampai sekarang.&nbs
“Brian!” suara Mila sedikit ditinggikan agar Brian tersadar.“Eh, iya. Kenapa?”“Kamu ini kenapa sih? Dari tadi dipanggil kok enggak jawab?”“Masa sih?”“Dari tadi kamu terus lihatin saya loh, kamu ini kenapa sih? Apa penampilan saya terlihat aneh ya di mata kamu?” tanyanya membuat Brian kelimpungan, ia tidak sadar jika dirinya terus memperhatikan ibu tirinya ini. Ia sedang memikirkan mencari alasan yang tapat.“Kalung berliannya bagus, kayanya baru ya,” jar Brian baru mendapatkan ide ketika melihat kalung Mila.“Hoh, ini.” Mila menujuk ke arah kalungnya. “Kamu kok tahu kalau kalung berlian ini baru?”“I-iya, soalnya kelihatan silau. Kayanya kalungnya mahal ya?”“Enggak mahal kok, ini murah. Harganya cuma