Brian melayangkan satu pukulan ke arah wajah Abian hingga ia jatuh tersungkur di tanah, kurang puas menghajar temannya. Ia duduk di atas tubuh temannya. tanpa aba-aba lagi Brian terus saja memukul wajah Abian tanpa henti.
“Gue udah bilang sama lo, jangan pernah lo dekat sama Ade gue. Apalagi sampai punya rasa!” Awalnya Abian bisa terima pukulan Brian, karena dia sadar. Bahwa dirinya salah, tapi semakin lama, Brian memukulnya semakin bringas.
Karena tidak terima dengan pukulan Brian, Abian pun segara bangkit dan membalas pukulan dari Brian bertubi-tubi. Kini mereka berdua beradu kekuatan hingga keduanya berhenti karena sama-sama mengalami luka di wajahnya.
“Jangan pernah lagi lo dekat sama Ade gue, jauhi dia!” Brian menujuk-nunjuk muka Abian dengan satu jarinya.
“Kalau gue enggak mau gimana?”
“Lo bakal mati di tangan gue, pukulan gue yang tadi bel
Sementara di rumah Aska.Brian telah sampai di rumahnya, selama berjam-jam ia sudah mencari Rosa namun ia tidak menemukan keberadaan Rosa. Akhirnya Brian memutuskan untuk kembali ke rumahnya."Brian!" panggil Aska.Brian menoleh ke arah Ayahnya, "iya, Ayah?""Brian, wajah kamu kenapa? Kenapa wajah kamu jadi babak belur begini? " ucap Aska memeriksa wajah anak pertamanya ini."Brian enggak apa-apa kok, hoh, iya. Ayah, apa Rosa sudah pulang ke rumah?" tanya Brian."Rosa, ada kok di dalam kamarnya.""Hah, kapan dia pulang ke rumah?"“Sudah 2 jam yang lalu, memangnya kenapa?” tanpa membalas ucapan sang ayah, ia berjalan ke arah kamarnya untuk melihat keadaan adiknya. Tanpa mengetuk pintu, ia langsung masuk begitu saja. Ia melihat adiknya sedang memasukkan baju ke dalam tasnya."Rosa!" ucapny
Tin..tin..."Astaga!" Rosa terkejut dengan suara klakson mobil, ia melihat ada mobil yang sedang berhenti di depanya. Rosa penasaran, "mobil siapa ini?"Mobil itu pun langsung menurunkan kacanya, kemudian Rosa menundukkan kepalanya agar ia bisa melihat. Siapa di dalam mobil tersebut."Hah!" Rosa menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Ternyata di dalam mobil tersebut ada Abian, ia juga melihat di sampinnya ada Elang. Dengan cepat ia membalikkan badan, dan pergi meninggalkan mobil bosnya tanpa mengucapkan salam pada bosnya.Melihat karyawannya pergi, ia bergegas turun dari mobilnya dan mengejar Rosa, "Ros! Tunggu!" panggil Abian, tetapi Rosa tidak menggubrisnya. Ia terus saja berjalan dengan sangat cepat. Sampai ia tidak sadar jika di depannya ada sebuah mobil yang hampir saja menabrak dirinya. Saat ia ingin menyerang jalan.Tiin.....! Bunyi suara klakson panjang.
Sesampainya di ruang kerja bosnya, ia langsung masuk begitu saja tanpa mengetuk pintu terlebih dahuly. Ia ingin cepat-cepat pulang ke rumah."Pak, Abian panggil saya?”"Iya, silakan duduk di sini," Abian menyuruh Rosa untuk duduk di depanya. Namun Rosa tidak bergeming sedikit pun."Kok malah diam saja di situ? Ayo duduk, ada yang mau saya bicarakan sama kamu.""Enggak usah, Pak. Saya lebih baik di sini saja," tolaknya.Abian menatap Rosa dengan lekat, "apa kamu takut sama saya?""Saya enggak takut, saya hanya menjaga jarak saja dengan Bapak""Kenapa kamu melakukan hal itu?""Saya enggak mau dilecehkan oleh pak Abian lagi," sindirnya telak menusuk jantung Abian."Kamu—“ ucap Abian terhenti, ia sudah tidak bisa lagi berkata-kata di depan Rosa. Perkataannya barusan berhasil me
"Nih, Abang ganteng. Ayam bakarnya.” Mbak Ica menyerahkan kantong berisi ayam bakar."Terima kasih Mbak Ica, ayam bakar buatan Mbak Ica memang paling top.” Rosa memberikan dua jempol untuk Ica. Membuat Ica semakin kegirangan"Aduh, bisa aja pujiannya. Bikin hati saya berbunga-bunga.""Mbak Ica bisa aja sih.” Ica tahu jika Rosa ini perempuan tulen, biarpun Ica memanggil Rosa dengan sebutan Abang ganteng. Itu tidak masalah bagi Rosa. Karena kenyataannya Rosa memang tampan dari segi wajah. Apalagi dengan penampilannya yang seperti seorang laki-laki. Orang di sekitar sini menyebut Rosa dengan sebutan cewek ganteng."Tapi sayang—“" ucap mbak Ica terhenti."Sayang, kenapa?""Enggak apa-apa kok sayang, Hehehe," terkekeh Ica terus mengeluarkan rayuan gombal pada Rosa."Dasar mbak Ica, gombalin saya terus,
Beberapa menit kemudian Rosa telah selesai membuatkan minuman untuk para pengawalnya dan tak lupa Rosa memberikan camilan banyak untuk mereka semua.“Loh, Kak Brian ke mana?”"Kata Bos, dia mau keliling di rumah ini.""Keliling rumah?" Akhirnya ia mencari keberadaan kakaknya, Rosa pergi mencari ke sudut ruangan. Namun tidak ditemukan sang kakak. Rosa yakin sekali pasti kakaknya ada di lantai atas untuk melihat seisi rumah ini.Dan benar saja, saat sudah sampai lantai atas. Ia melihat ada kakaknya sedang memperhatikan jemuran pakaian milik temannya, lebih parahnya lagi. Ia sampai menyentuh baju dalaman milik Dinda."Kakak!" Rosa berteriak kencang, amarahnya semakin memuncak melihat kakaknya yang tidak punya sopan santun di rumah ini. Mendengar teriakan adiknya begitu nyaring. Brian sampai kaget dan menutupi telinganya.“Ros! Apa-apaan sih kamu! Bisa en
"Iya, iya. Aku tahu, sana pulang.” Akhirnya Brian dan seluruh pengawalnya pergi, Rosa tidak tahu jika Brian tidak benar-benar pergi dari kota ini. Ia sudah menyuruh salah satu anak buahnya untuk mencari satu rumah yang bisa ia sewa, ia sudah memutuskan untuk tinggal di kota ini. Ia akan terus mengawasi adiknya dari jauh agar tidak diketahui oleh adiknya.“Bos, rumah yang akan kita sewa sudah saya dapatkan, jaraknya juga tidak terlalu jauh dari rumah Nona Rosa, jadinya kita bisa memantaunya. Saya yakin Adik anda tidak mengetahui rencana Bos, saya juga sudah melunasi uang sewa selama 1 tahun ke depan.”“Bagus, kalian semua sudah bawa barang kalian 'kan? Seperti baju alat-alat penting selama kita tinggal di sini?”“Sudah Bos!” jawab mereka serempak.“Good! Kalian semua memang hebat dalam menjalankan tugas.” Brian memberikan satu jempol ke
"Rosa, tolong kamu tahan mereka. Supaya mereka enggak bawa kamu pergi! Aku mau ke tempat Pak Abian!" teriak Dinda berlari menuju cafe untuk meminta bantuan pada Abian. Untung saja jarak cafe tidak terlalu jauh. Jadi Dinda bisa cepat sampai di cafe."Pak Abian! Pak Abian!" teriak Dinda memanggil Abian di dalam. Mendengar ada suara orang memanggil dirinya, membuat Abian keluar dari ruang kerjanya."Pak Abian! Pak!!" teriak Dinda sekali lagi."Ada apa Dinda?" panik Abian melihat Dinda sudah dalam kondisi berantakan."Rosa pak! Tolong Rosa!!”"Tenang lah, Rosa kenapa? Bicara yang jelas!?" panik Abian semakin menjadi-menjadi mendegar kata Rosa."Rosa diculik sama orang jahat di jalan sana!""Apa! Diculik!" Tanpa menunggu lama lagi Abian segara berlari kencang untuk menolong Rosa. Dan benar saja, dia melihat Rosa sudah dimasukan ke dalam
“Kapan saya bisa melihat keadaan teman saya Dok?""Untuk saat ini belum bisa dilihat keadaanya, karena pasien masih menjalani perawatan lanjut. Jika teman anda sudah dipindahkan di ruang rawat inap. Anda boleh melihatnya.”"Terima kasih Dokter.""Kalau begitu saya permisi.""Rosa, kayanya kamu pulang aja deh ke rumah. Soal Dinda biar saya yang menjaganya." Abian menawarkan diri untuk menjaga Dinda. Rosa menggelengkan kepalanya, tentu saja ia menolak tawaran Abian. Walaupun Abian mau menjaga Dinda. Tapi tetep saja Rosa tidak merasa tenang."Terima kasih, lebih baik Bapak saja yang pulang ke rumah. Biar saya saja yang menjaga Dinda."“Kalau begitu saja juga tidak pulang.”"Tapi pak saya—“"Kamu jangan salah faham. Saya mau menjaga Dinda karena Dinda adalah karyawan saya," ucap Abian m
“Rosa? Ke sini dong.” Rosa melihat kea rah bosnya yang memanggil dirinya. Ia langsung bangkit dan berjalan kea rah arahnya. Melihat Rosa ada di depan matanya, pemilik café ini seketika terbelalak. Matanya terbuka lebar, mulutnya sampai menganganga melihat wajah Rosa mirip mendiang istri Abian.“Pa-Pak, dia—“ pemilik salon menunjuk Rosa dengan jarinya yang masih bergetar.“Namanya Rosa, dia ini perempuan. Jadi saya minta tolong sama kamu, tolong bikin dia makin cantik kaya artis Korea ya,” pintanya, sedangkan pemilik salon masih menatap takjub dengan wajah Rosa. Bisa ganteng, bisa juga cantik.“Luar biasa!” ujaranya lagi mengaggumi ketampanan Rosa. ia melihat penampilan Rosa dari ujung kepala hingga ujung kaki. Benar-benar mirip mendiang istri Abian. "Kaya kembarannya Mbak Birdella," ujarnya dalam hati.Hampir satu jam lebih Rosa berada di s
"Keluar sana! Gue mau kerja.”“Jadi lo usir gue? Oke, fine. Kalau lu usir gue dari sini, jangan harap lo bisa dekat lagi sama Ade gue!” Brian langsung berjalan ke arah pintu keluar, tak disangka Abian menahan lengan temannya. “Jangan beper lo, gue Cuma bercanda doang! Yailah, gitu aja dimasukin ke hati.” Brian tersenyum puas, baru diancam sedikit aja Abian ketar-katir.“Makannya Bi, lo harus bisa ambil hati gue. Bikin gue senang, siapa tahu hati gue luluh.” Mendengar hal itu Abian hanya berdesis. Rasanya dia mau muntah seember.Selama seharian penuh Brian berada di ruang kerja, tanpa melakukan aktifitas apa pun. Yang Brian lakukan hanyalah main ponsel, mengawasi Rosa bekerja, hingga tertidur di atas sofa. Sedangkan Abian tidak mempermasalahkan hal tersebut, selama Brian tidak menggangu pekerjaanya.“Lo enggak bosen apa di sini terus seharian?&rdqu
“Bi, mending lo pulang aja deh. Biar Rosa urusan gue!” kesalnya, padahal Rosa adalah adik kandungnya. Akan tetapi temannya selalu menyerobot apa yang dibutuhkan Rosa.“Mending lo duduk aja deh, biar Rosa gue yang urus.”“Gue ‘kan Kakak. Kenapa jadi lo yang repot sih.”“Lo Kakaknya, sedangkan gue bosnya. Jadi wajar aja gue kasih perhatian sama karyawan gue!”“Alibi banget lo!” melihat pertengkaran kakaknya dengan bosnya, Rosa hanya bisa tersenyum. Ia sih tidak masalah jika Abian membantu dirinya jika ia mengalami kesulitan, jika dibandingkan kakaknya. Abian lebih telaten dan sedikit berhati-hati.***"Cih, lihat aja kalau tuh duda tua pepet Rosa terus,” gumamnya mengingat ketika di rumah sakit. Brian benat-benar tidak diberi kesempatan untuk merawat adiknya. “Tapi, gue enggak sangka. Model kaya Abian udah nikah
"Eeh, tapi saya bisa kok pak pulang sendiri, lagian rumah saya dekat kok. Jadi enggak perlu diantar.”“Biarpun rumah kamu dekat, tetap saya antar pulang ke rumah. Malam-malam begini kita harus waspada dari tindak kejahatan.” Rosa memutar bola matanya malas, ia semakin risi. Baginya bosnya ini terlalu berlebihan.“Udah ya Pak, saya pulang dulu. Makasih deh tawaranya.” Dengan cepat ia berlari menuju pintu keluar.“Rosa! Tunggu saya.” Semakin ia mengejar Rosa, semkain jauh pula Rosa.***“Rosa?” ujar Abian dengan nada sedikit syahdu, membuat Rosa bergidik ngeri.“Dih, Pak Abian kenapa ya? Kok nada bicaranya jadi kaya cewek gitu sih?”“Hmm, saya mau minta tolong sama kamu? boleh?” lagi-lagi ia berucap dengan nada seperti perempuan.“Ngomongnya biasa aja
"Kamu pantas mendapatkan ini! Hukuman ini belum seberapa buat kamu. Aku akan memberikan hukuman yang berat lagi buat kamu!” ancamnya.Wajah cantik Mila kini sudah membiru, ia sudah kehabisan napas. Dengan cepat Aska melepaskan cekikanya. Ia tidak ingin Mila mati begitu saja. Ia ingin menghukum Mila dengan tanganya sendiri hingga Mila merasakan penderitaan."Hhukk...hhukkk." Mila menjatuhkan dirinya ke lantai, setelah ia lepas dari tangan Aska. napasnya sudah terengah-engah. nyawa dia hampir saja melayang.Aska memerintahkan pengawalnya, “bawa dia ke dalam mobil, dan ikat tubuhnya sekuat mungkin!” Mila hanya bisa pasrah tubuhhnya diseret paksa oleh pengawal ksusus. Sementara Brian dan Rosa sudah diamankan oleh para pengawalnya dan juga Abian yang sudah tiba di lokasi.“Ros, tolong kamu bertahan sedikit lagi. Kakak bakal bawa kamu ke rumah sakit, tolong jangan tinggalin Kakak se
1 pengawal pingsan. Tinggal sisa satu lagi. Karena takut ketahuan oleh pengawal yang lainya. Brian langsung mengeluarkan sebuah pisau ke arah pengawal, tepat mengenai keningnya seketika pengawal itu tewas."Rosa! Sadarlah Rosa. Ini Kakakmu!" Brian membagunkan Rosa yang sudah tidak sadarkan diri. Ia begitu sakit melihat keadaan adiknya yang cukup mengenenaskan. Brian tidak akan tinggal diam, dia akan membalas perbuatannya.Brian melepaskan ikatan tali dari tangannya, hati Brian semakin teriris melihat pergelangan tangan adiknya yang sudah penuh luka akibat ikatan tali terlalu kencang. Ia meneteskan air matanya, ia tidak sanggup melihat keadaan adiknya. Selama ia menjadi seorang kakak. Tidak pernah sekali pun ia melukai fisik adiknya, apalagi sampai separah ini.“Kak, Brian.” Sayup-sayup ia mendengar suara adiknya memanggil namanya. Ternyata adiknya masih bisa membuka matanya, ia mengusap air matanya agar adikn
Sudah 1 jam lebih Brian mengikuti mobil Mila, tetapi belum juga sampai di tempat tunjuan. Hingga akhirnya mobil Mila telah sampai di sebuah hutan yang lebat. Mobil Mila masuk ke dalam hutan. Begitu juga dengan Brian. Ia harus berhati-hati mengikuti mobil Mila agar tidak ketahuan. Setelah memasuki hutan yang paling dalam, mobil pun sampai di sebuah rumah tua yang sudah tidak berpenghuni.Diam-diam langkah Brian mengikuti Mila untuk sampai ke rumah tua. Tak di sangka ternyata rumah tersebut dijaga ketat oleh orang yang bertubuh kekar. Ada sekitar 3 orang yang menjaga di luar rumah dibagian luar.“Ck, penjaganya banyak banget di pintu depan,” gumamnya, ia terus memperhatikan rumah tua dan mencari celah agar bisa masuk ke dalam. Ia yakin jika adiknya pasti ada di dalam bersama dengan Mila. Brian mengembil ponselnya dalam saku celana untuk mengirim lokasi agar tim khususnya bisa datang ke sini untuk membantunya.
“Rosa lagi sama lo enggak?” Abian langsung bertanya ke inti permasalahan, ia lagi malas berdebat saat ini.“Lah, kenapa lo jadi nanya Rosa ke gue? Rosa 'kan lagi ada di kota tempat dia kerja.”“Serius lo?”“Serius lah, lagian ngapain juga gue sama si Rosa. Gue sekarang lagi di kota gue.”“Hoh, berarti Rosa lagi enggak sama lo ya? Ya udah gue tutup ya.”“Eh, jangan ditutup dulu! Sebenarnya kenapa sih lo nanya Ade gue lagi ada di mana?”“Semalam Ade lo enggak pulang ke rumah, temannya yang namanya Dinda sampai cari Rosa ke mana-mana tapi enggak ketemu. Malah ponselnya ada di gue sekarang, makannya gue hubungi elo, siapa tahu Rosa lagi sama lo.” Brian berdiri dari tempat duduknya, jantung berdetak kencang mengetahui adiknya belum pulang ke rumah sampai sekarang.&nbs
“Brian!” suara Mila sedikit ditinggikan agar Brian tersadar.“Eh, iya. Kenapa?”“Kamu ini kenapa sih? Dari tadi dipanggil kok enggak jawab?”“Masa sih?”“Dari tadi kamu terus lihatin saya loh, kamu ini kenapa sih? Apa penampilan saya terlihat aneh ya di mata kamu?” tanyanya membuat Brian kelimpungan, ia tidak sadar jika dirinya terus memperhatikan ibu tirinya ini. Ia sedang memikirkan mencari alasan yang tapat.“Kalung berliannya bagus, kayanya baru ya,” jar Brian baru mendapatkan ide ketika melihat kalung Mila.“Hoh, ini.” Mila menujuk ke arah kalungnya. “Kamu kok tahu kalau kalung berlian ini baru?”“I-iya, soalnya kelihatan silau. Kayanya kalungnya mahal ya?”“Enggak mahal kok, ini murah. Harganya cuma