Kepanikan menyelimuti Vero. Sejak tadi wanita itu hanya berjalan mondar mandir di kamarnya. Ada puluhan telepon dari sang manager juga banyak pesan dari teman-temannya. Sebagian besar memperingatkan Vero untuk berhati-hati. Sang model sudah membuat kesalahan besar dengan menyinggung keluarga Erlangga. "Aku harus bagaimana?" Vero menggigit kukunya, cemas bukan kepalang."Berpikir Ve, berpikir. AARGHHHH!!!" Wanita itu berteriak histeris, frustrasi dengan keadaannya. Sampai satu panggilan masuk ke ponselnya."Om, bagaimana ini Om." Vero langsung curhat tanpa menunggu orang itu bicara lebih dulu."Pergilah ke luar negeri." Vero membulatkan mata mendengar perintah lelaki yang dia sebut Om."Itu solusi paling tepat untukmu saat ini. Jika kau pergi dia tidak akan mengejarmu. Lagi pula, kau bisa membangun karirmu di sana." Panggilan ditutup, meninggalkan ragu di diri Vero. Haruskan dia mengambil keputusan ini. Wanita itu menatap sekeliling. Memindai tempat yang jadi hasil jerih payahnya jad
Zee tertegun menatap selembar foto yang dia temukan di laci paling bawah, nakas samping tempat tidur. "Apakah ini Tia?" Gumam Zee, mengamati wajah Tia yang terlihat sangat belia. Cantik, tapi masak sih Birru suka daun muda.Tapi itu mungkin saja terjadi. Di zaman sekarang apa saja bisa berlaku. Tak terkecuali untuk selera perempuan. Zee lantas berpikir apa dia terlalu tua untuk Birru. Wanita itu rasa tidak. Namun sekali lagi dia tidak tahu.Desah lolos dari bibir Zee, ragu itu kian gencar menyerang hati. Membuat dia ingin lari dari sana. Lepas dari belenggu pernikahan. Pikiran Zee sendiri yang jadi momok untuk wanita itu. Istri Birru sibuk berspekulasi tanpa bertanya lebih dulu pada yang bersangkutan."Siapa Tia? Lalu apa hubungan mereka masih berlanjut sampai sekarang? Jika iya, kenapa aku tak pernah melihat wanita itu di sekitar Birru? Di mana Birru menyembunyikannya?" Tanya berputar di kepala Zee, membuat istri Birru semakin pusing. Lebih tepatnya, Zee mumet sendiri karena overth
Zee tersentak kaget, ketika sepasang tangan memeluknya dari belakang. Wanita itu baru saja menelan pil kontrasepsi yang Rona belikan. Disusul dagu Birru yang berada di pundak sang istri. "Malam, sayang."Ha? Zee menoleh segera ke arah Birru, membuat bibir mereka nyaris bersentuhan. Kesambet jin mana sang suami tiba-tiba berubah manis begini. Ahh, kalau begini caranya Zee lama-lama bisa mleyot. Dipeluk lelaki dengan visual tampan plus tubuh kekar plus stamina mengerikan di ranjang. Banyak sekali plusnya, meski minusnya juga ada. "Apaan sih?" Zee mengusir halus pelukan Birru.Tapi sang suami sepertinya enggan untuk melepaskan. Aroma tubuh istri Birru sangat menenangkan pikiran Birru yang sangat kacau hari ini."Sebentar saja Zee. Pelit amat. Lagian semua ini punya aku." Zee mendelik mendengar klaim sepihak dari Birru. Sejak kapan kepemilikan beralih pada lelaki ini."Enak saja. Diriku ya punyaku sendiri," tolak Zee."Kan aku suami kamu. Jadi kamu ya milikku. No debat, no protes. Kamu p
"Jangan melakukan hal bodoh Zee! Birru akan bisa mencintaimu. Percaya padaku."Ucapan Alfa tak digubris Zee sama sekali. Wanita itu sudah bulat dengan tekadnya. Sampai pertanyaan Alfa membuat Zee bimbang. "Katakan, apakah kamu sama sekali tidak punya rasa pada suamimu? Aku tidak yakin, jika kamu sama sekali tidak memiliki feeling padanya."Ingatan Zee akan kalimat Alfa kemarin, membuat langkah Zee terhenti seketika. Istri Birru sudah berada di depan kantor sang suami. Dengan seorang satpam mengantar dirinya ke ruang tunggu lobi.Setelah Birru mengakui statusnya, sekarang banyak orang terutama karyawan Erlangga Grup tahu siapa dirinya. Imbasnya mereka kini menyapa Zee dengan hormat. "Silakan tunggu sebentar Nyonya. Kami akan menghubungi kantor tuan Erlangga." Zee hanya mengangguk, tangannya bertaut resah. Keringat dingin satu dua muncul di dahi.Ada apa dengan dirinya. Selain kepala pening dan rasa tak nyaman di perut. Zee kehilangan selera makan akhir-akhir ini. Lama menunggu. Sampai
"Mohon tunggu di luar."Tubuh Birru luruh di depan ruang tindakan UGD. Tangannya, bajunya semua berwarna merah. Air mata lelaki itu menetes, setelah kepergian orang tuanya baru kali ini Birru menangis lagi. Namun kali ini rasanya terlalu sakit. Sesak menghimpit dada dengan kecemasan memasuki level paling tinggi dalam hidupnya. "Birru."Ivan memanggil lirih. Birru tak bergeming dari posisinya. "Mr Kurata akan membantu mencari pelakunya." Diam, Birru tak merespon. Lelaki itu bergeming. Tetap dengan sikap berlutut.Sampai Ivan berlalu pergi. Bulir bening itu mengalir makin deras. "Ya Allah, hamba tak pernah minta apa pun dari Mu, bahkan ketika papa dan mama dikabarkan meninggal. Tapi sekarang, hamba minta sembuhkan istri hamba. Kembalikan dia seperti sedia kala. Amin."Tak berapa lama, suara langkah kaki terdengar mendekat. Suara sang mama yang membuat Birru menoleh. "Birru!""Ma, Mama! Zee Ma, Zee berdarah banyak sekali. Birru takut." Kamelia langsung memeluk tubuh sang putra yang geme
"Kakek mengetahuinya, tapi Kakek diam saja?!"Semakin besar amarah yang menguasai Birru kala dia memberitahu penemuannya pada sang Kakek. "Kakek juga baru tahu beberapa waktu lalu. Kami belum sempat menyusun rencana untuk menyergapnya, dia sudah bergerak lebih dulu." Birru mengeratkan rahang. Semua informasi terkait nama itu sudah ada di tangannya. Pihak-pihak yang terkait dengan terkuncinya data atas semua kejahatan orang tersebut, juga sudah Birru kantongi."Radit, aku pikir aku tak perlu minta izin padamu. Apa yang dia lakukan, sama sekali tidak bisa diampuni. Kalau hukum kebal padanya, maka aku tidak. Nyawa dibalas nyawa. Aku tidak peduli bahkan kalau dia adalah ayahmu."Birru menyorot tajam pada Radit yang sejak tadi hanya diam. Menyimak diskusi antara Kakek, Birru dan Kamelia. Tante yang dia anggap sudah tiada, nyatanya bisa selamat dari kecelakaan yang kemungkinan direkayasa oleh keluarganya."Lakukan yang perlu kalian lakukan. Aku juga tak peduli padanya. Dia bukan sosok ayah
Beberapa waktu sebelumnya. Alfa memasuki kamar sang adik. Alfa sering melakukannya jika tengah rindu pada Tia atau sedang sedih. Seperti sekarang, saat pikirannya begitu mencemaskan Zee yang pasca operasi belum juga siuman.Alfa merebahkan tubuh di kasur Tia. Menatap langit-langit kamar yang dihiasi dengan lukisan dekorasi tiga dimensi berwujud awan biru dengan karakter Cinderela jadi centre-nya.Tia memang menyukai tokoh Cinderela. Bagi Tia, menjadi salah satu putri Disney itu adalah impiannya. Di mana dia akan bertemu dengan pria tampan yang sangat mencintainya.Sayangnya, mimpi Tia tak pernah jadi nyata. Sebab lelaki yang dia cinta tak pernah memiliki rasa yang sama dengannya. Birru, lelaki itu hanya menganggap Tia seperti adik. Tidak lebih.Patah hati dan kecewa Tia rasakan, semua itu menggiringnya sampai ke fase depresi, sampai Tia berada dalam pengawasan ketat psikiater. Sebab kecenderungan Tia adalah melukai diri sendiri bahkan punya keinginan bunuh diri."Dia tidak baik-baik
"A-apa ini?" Tangan Birru bergetar menerima selembar kertas yang diberikan Wafa."Operasinya, seperti yang kita tahu berjalan lancar. Zee selamat, begitu juga dengan bayinya." Birru menatap wajah Wafa tidak percaya. "Zeeniya Agatha, hamil empat minggu." Wafa awalnya juga tidak percaya, tapi ketika pemeriksaan USG dilakukan untuk mendukung hasil lab darah dan urine. Dokter kandungan menyatakan kalau Zee tengah mengandung."Zee hamil, hamil anakku. Aku akan jadi ayah." Birru berucap terbata, akibat euforia kebahagiaan yang memenuhi dada. Lelaki itu menatap lembaran yang ternyata foto USG bayi mereka."Selamat, aku harap kamu bisa menahannya di sisimu. Karena Rona beberapa waktu lalu mengatakan kalau Zee ingin berpisah darimu."Setelah dilambungkan ke langit ke tujuh, Birru dihempaskan ke dasar bumi. Apa ini? Bukankah hubungan mereka baik-baik saja selama ini. Maksud Birru, Zee tak pernah menunjukkan keinginan untuk bercerai darinya."Tung-tunggu dulu. Maksudmu apa?" Wafa mengedikkan ba
Radit tak berkutik, lelaki itu kena marah Sita. Sekaligus kena hajar Nadia yang langsung menghadiahkan bogem mentah pada Radit. Gadis itu marah besar pada Radit yang dia pikir sudah melecehkannya."Jadi karena kejadiannya seperti ini, maka hari ini kami akan melamar nona Nadia." "A-apa? Tante mau melamar saya?" Nadia terkejut luar biasa saat Sita mengutarakan keinginannya. Sementara Radit tampak pasrah duduk di sofa tunggal ruang keluarga, masih mengenakan bath rope tanpa ada meinginan untuk mengganti pakaian.Pun dengan wajah lebamnya, dia biarkan begitu saja. Pria itu tak ada tenaga untuk meladeni dua wanita yang kemungkinan besar akan jadi sumber stres paling besar dalam hidupnya."Radit! Kamu jangan diam saja! Bantu mama bujuk nadia. Kan kamu yang berulah.""Apaan sih Ma. Baru nyicil cium doang mama sudah mengganggu. Sebal!" Sita dan Nadia kompak mendelik."Pokoknya Mama gak mau tahu, Mama mau lamarin Nadia buat kamu nanti malam.""Tapi Tante, mama Nadia ....""Tenang, mamamu sud
"Tolonglah Ma, ini tidak seperti yang Mama lihat."Radit merengek dengan tubuh bagian atas tanpa baju, bahkan gasper lelaki itu sudah berada di lantai dengan kancing celana terbuka. Zee buru-buru mundur, berlindung di belakang tubuh Birru. Sesaat mencuri pandang siapa yang tengah terbaring di kasur Radit."Tapi buktinya kamu memperkosa anak gadis orang Dit." Sita yang akhir-akhir ini mulai stabil mentalnya karena kasus Dion, tampaknya bakal terguncang lagi."Perkosa apa sih Ma, belum sempat buka ini. Belum keluar juga naganya. Dianya aja yang napsu, main tarik baju Radit."Zee menutup telinganya, amboi Radit ampun juga kalau ngomong sama mamanya. "Mas tolongin!" Radit memohon pada Birru dan Alfa bergantian. Giliran dua pria itu bertukar pandang. "Dia siapa?" Kamelia bertanya lirih. Perhatian semua orang teralihkan pada sosok yang telentang di ranjang Radit. "Bukannya dia Nadia Affandi, putri pengusaha Ramlan Affandi." Semua mata tertuju pada Mega yang selesai bicara."Busyet Dit, se
Dalam hidup selalu ada yang berubah. Semua hal bisa berganti mengikuti keadaan di sekitarnya. Atau berubah karena suatu hal. Ada orang yang ekonominya menjadi lebih baik saat dia bekerja lebih giat. Atau seseorang yang menjadi luluh karena perhatian orang lain.Dalam kasus ini, yang kita bicarakan adalah Zee. Rupanya usaha Birru tak sia-sia untuk mendapatkan cinta sang istri. Perempuan, bukankah makhluk ini sejatinya punya perasaan yang sangat lembut.Mudah tersentuh dengan perhatian lebih dari orang lain. Apalagi orang itu sekelas Birru. Lelaki yang masih jadi incaran kaum hawa di luaran sana. Bahkan ketika dia sudah mengumumkan kalau dia sudah punya istri dan sebentar lagi akan mendapatkan gelar ayah.Zee perlahan melunak ketika cinta dan kasih sayang Birru terus menyiraminya tiap saat. Zee yang dulu berangan ingin punya suami seorang pria yang setidaknya tahu soal ilmu agama, dibuat tercengang ketika tahu lelaki itu mampu melantunkan ayat dalam kitab suci mereka dengan merdu juga f
Alfa sesaat terdiam, melihat sosok Mega yang muncul di hadapannya. Tinggi dengan wajah oriental, rambut panjang diikat asal, tapi tetap terlihat cantik. Kulit putih, serta tubuh ramping. Yang membuat Alfa harus berdehem adalah wajah Mega yang mirip Selin dan Zee yang dijadikan satu."Apa-apaan ini?!" Alfa mengumpat lirih."Selamat siang, Pak. Saya Mega.""Semua sudah siap? Ayo berangkat." Alfa beranjak mengambil ponselnya. Berjalan mendahului Mega yang menghembuskan nafasnya pelan."Dia tidak ingat, ini bagus sekali." Mega melompat kegirangan. Keduanya duduk di mobil yang sama dengan Mega memilih duduk di depan, tidak mau duduk di samping Alfa.Selama perjalanan, Alfa dibuat berpikir keras soal sosok Mega. Siapa gadis ini sebenarnya? Kenapa Alfa seperti mengenalnya setelah dia mengamati Mega lumayan lama.Meeting berjalan lancar dengan kemampuan Mega membuat Alfa diam-diam memuji dalam hati. Kompeten, cakap dan pandai membaca situasi. Mr Han pun sangat puas dengan cara Alfa bernegosia
Yang pertama kali Birru lakukan untuk meluluhkan hati sang istri adalah melakukan presscon untuk mengukuhkan pengakuan Birru waktu acara fashion show mengenai statusnya yang sudah menikah dengan Zee.Birru begitu pandai memanfaatkan momen. Ketika media mulai santer menguliti kasus Dion, lelaki itu memanfaatkan waktu untuk membongkar pernikahannya. Hingga perhatian media dan masyarakat teralihkan.Tak melulu membahas kasus Dion, yang tentu saja akan menyeret nama Sita, Radit lantas nama keluarganya akan jadi topik bahasan panas di berbagai media sosial.Birru tak mau itu terjadi, karena itu dia perlu pengalihan isu. Dan pernikahannya adalah bahan yang sangat berpotensi untuk dikulik media. Benar saja, tagar pewaris Erlangga Grup sudah menikah menempati posisi pertama di sistem pencarian."Kamu manipulatif juga." Abdi yang sudah merasa lebih baik perasaannya, tersenyum lebar melihat perkembangan berita akhir-akhir ini."Aku anggap itu pujian." Birru menipiskan bibir. Melihat sang kakek
Zee menjauhkan diri dari Birru, begitu melihat Alfa mendekat. Malu luar biasa ketika crush-nya menangkap basah dirinya sedang berciuman dengan sang suami. Kan tidak ada yang salah dengan hal itu Zee. Dia kan suami kamu. Justru salah kalau Zee masih memikirkan pria lain dalam hidupnya."Ganggu saja!" gerutu Birru. Alfa tampak acuh melihat Birru tapi berubah lembut begitu berhadapan dengan Zee. Wajah lelaki itu tampak kusut, gurat lelah terlihat nyata di sana."Pergi sana! Gue mau curhat sama adik gue!" Alfa mengusir Birru, lelaki itu mendudukkan diri di sebuah kursi yang kesannya sengaja disiapkan. Tempat ini sepertinya memang sering dikunjungi. Ada set tempat duduk macam kursi taman, dengan bangunan peneduh. Sangat nyaman untuk digunakan.Zee mengamati Alfa yang terlihat tak baik-baik saja. Sebuah masalah agaknya sedang dihadapi Alfa. "Move on. Cari yang lain. Cewek kayak dia gak pantas elu tangisin." Celetukan tajam Birru menarik perhatian Zee. Ada apa sebenarnya.Alfa terdiam bebera
Zee terpaku menatap nisan sederhana yang ditempatkan di sebuah bangunan serupa pondok kecil. Sekeliling tempat itu dihijaukan dengan tanaman lily yang tumbuh subur dengan bunga berwarna putih mendominasi."Ini ....""Cyntia Hendrajaya, adik kak Alfa-mu. Dia meninggal, diduga dibunuh oleh Dion Mahendra, karena Tia tahu rahasia Dion yang telah menghabisi nenek." Birru berucap dengan wajah menunduk. Tak sanggup menahan laju air mata.Sementara Zee, wanita itu bergeming di tempatnya berdiri. Betapa menyedihkannya nasib Tia. Dan dia masih menambah penderitaan untuk Tia, dengan cemburu pada eksistensi sang gadis yang bahkan sudah tidak ada di dunia."Dia dibunuh pamanmu?""Digantung setelah Radit menidurinya, lebih tepatnya. Radit belum lama tahu kalau gadis yang dia lecehkan malam itu adalah Tia." Zee syok mendengar fakta sebenar mengenai Tia. Tak terbayangkan betapa sakit yang Tia rasakan. Kini perempuan itu tahu kenapa Radit terlihat sedih akhir-akhir ini."Maaf." Zee berucap lirih."Dan
"Ayah."Sita memanggil lirih pria tua yang duduk di sofa menghadap jendela, dengan wajah nelangsa dan putus asa."Ayah," panggil Sita lagi. Lelaki itu tidak merespon. Lebih suka memandang rerumputan yang tampak menyegarkan mata dibanding pemandangan muram ruang kerja Abdi.Netra lelaki itu basah, dia sudah menangis untuk waktu yang cukup lama. Menyesali diri dengan apa yang telah terjadi dalam keluarganya. Kehilangan keluarga ini sudah terlalu banyak, luka yang diakibatkan oleh kehilangan tersebut juga cukup dalam. Mereka yang pergi tak mungkin kembali."Aku dan ibumu pernah berjanji akan bersama sampai akhir. Aji dan Kamelia perlu usaha keras agar aku tidak ikut menyusul ibumu saat itu. Tapi apa yang kudengar hari itu, sangat melukaiku, Ta."Masih tidak menatap putri sulungnya. Bulir bening itu kembali datang, menciptakan sendu teramat perih untuk Abdi. Belahan jiwanya pergi dengan cara menyakitkan. "Aku tidak masalah jika ibumu pergi karena waktunya sudah habis, tapi dia! Berani se
Setelah perkara cilok yang penuh drama. Lelaki itu balik ke rumah sakit sekitar pukul sepuluh malam. Birru harus pergi ke rumah si penjual cilok. Memintanya membuatkan benda bulat dari tepung tapioka versus tepung terigu.Waktu kembali ke ruangan Zee, perempuan itu sudah tidur memeluk boneka beruang yang entah dari mana dia dapat. Lebih menyebalkan lagi, ketika Birru disuruh melahap ciloknya jika sudah datang."Kamu kelamaan sih. Ngambek kan yang punya hajat." Kamelia berujar lirih."Yaelah Ma, tukang ciloknya sudah gak pada eksis jam segitu di kampus. Terpaksa ke rumahnya. Terus ini gimana dong?" Birru menunjuk dua kresek bening berisi cilok dan kondimennya alias sambal kacang."Berikan ke perawat aja sana. Itung-itung sedekah, dari pada gak ada yang makan. Mumpung masih anget gitu.""Bagiin sana." Birru mendorong kresek itu ke dada Radit yang tiduran di sofa. Sepertinya lelaki itu memutuskan pulang ke kediaman utama, pun dengan Kamelia. "Kok aku sih Mas?" protes Radit."Tinggal an