"Kakek mengetahuinya, tapi Kakek diam saja?!"Semakin besar amarah yang menguasai Birru kala dia memberitahu penemuannya pada sang Kakek. "Kakek juga baru tahu beberapa waktu lalu. Kami belum sempat menyusun rencana untuk menyergapnya, dia sudah bergerak lebih dulu." Birru mengeratkan rahang. Semua informasi terkait nama itu sudah ada di tangannya. Pihak-pihak yang terkait dengan terkuncinya data atas semua kejahatan orang tersebut, juga sudah Birru kantongi."Radit, aku pikir aku tak perlu minta izin padamu. Apa yang dia lakukan, sama sekali tidak bisa diampuni. Kalau hukum kebal padanya, maka aku tidak. Nyawa dibalas nyawa. Aku tidak peduli bahkan kalau dia adalah ayahmu."Birru menyorot tajam pada Radit yang sejak tadi hanya diam. Menyimak diskusi antara Kakek, Birru dan Kamelia. Tante yang dia anggap sudah tiada, nyatanya bisa selamat dari kecelakaan yang kemungkinan direkayasa oleh keluarganya."Lakukan yang perlu kalian lakukan. Aku juga tak peduli padanya. Dia bukan sosok ayah
Beberapa waktu sebelumnya. Alfa memasuki kamar sang adik. Alfa sering melakukannya jika tengah rindu pada Tia atau sedang sedih. Seperti sekarang, saat pikirannya begitu mencemaskan Zee yang pasca operasi belum juga siuman.Alfa merebahkan tubuh di kasur Tia. Menatap langit-langit kamar yang dihiasi dengan lukisan dekorasi tiga dimensi berwujud awan biru dengan karakter Cinderela jadi centre-nya.Tia memang menyukai tokoh Cinderela. Bagi Tia, menjadi salah satu putri Disney itu adalah impiannya. Di mana dia akan bertemu dengan pria tampan yang sangat mencintainya.Sayangnya, mimpi Tia tak pernah jadi nyata. Sebab lelaki yang dia cinta tak pernah memiliki rasa yang sama dengannya. Birru, lelaki itu hanya menganggap Tia seperti adik. Tidak lebih.Patah hati dan kecewa Tia rasakan, semua itu menggiringnya sampai ke fase depresi, sampai Tia berada dalam pengawasan ketat psikiater. Sebab kecenderungan Tia adalah melukai diri sendiri bahkan punya keinginan bunuh diri."Dia tidak baik-baik
"A-apa ini?" Tangan Birru bergetar menerima selembar kertas yang diberikan Wafa."Operasinya, seperti yang kita tahu berjalan lancar. Zee selamat, begitu juga dengan bayinya." Birru menatap wajah Wafa tidak percaya. "Zeeniya Agatha, hamil empat minggu." Wafa awalnya juga tidak percaya, tapi ketika pemeriksaan USG dilakukan untuk mendukung hasil lab darah dan urine. Dokter kandungan menyatakan kalau Zee tengah mengandung."Zee hamil, hamil anakku. Aku akan jadi ayah." Birru berucap terbata, akibat euforia kebahagiaan yang memenuhi dada. Lelaki itu menatap lembaran yang ternyata foto USG bayi mereka."Selamat, aku harap kamu bisa menahannya di sisimu. Karena Rona beberapa waktu lalu mengatakan kalau Zee ingin berpisah darimu."Setelah dilambungkan ke langit ke tujuh, Birru dihempaskan ke dasar bumi. Apa ini? Bukankah hubungan mereka baik-baik saja selama ini. Maksud Birru, Zee tak pernah menunjukkan keinginan untuk bercerai darinya."Tung-tunggu dulu. Maksudmu apa?" Wafa mengedikkan ba
Birru tetap bekerja sembari menunggu Zee yang kembali tidur, setelah sadar saat Birru tak ada di sana. Nyeri hebat juga efek dari operasi membuat wanita itu tak sanggup menahan. Hingga Wafa dan tim dokter memutuskan untuk kembali menidurkan Zee.Beberapa laporan masuk ke e-mail Birru, suami Zee serius menyusun laporan guna menyeret orang itu ke penjara. Mendekam di balik jeruji selama mungkin, bahkan kalau bisa menuntut hukuman mati.Satu hal yang ingin membuat Birru menangis adalah laporan medis yang dipalsukan, menyangkut penyebab kematian sang nenek. "Bukan karena terjatuh, tapi pasien terlebih dahulu disuntik dengan insulin dosis tinggi.""Keparat!" Umpat Birru penuh emosi.Serta laporan autopsi Tia yang juga dipalsukan. Gadis itu sengaja dihabisi lebih dulu sebelum digantung sedemikian rupa. Hingga orang akan menganggapnya sebagai kejadian bunuh diri.Birru memejamkan mata, menahan serbuan kemarahan yang datang dari berbagai arah. Ya Allah, ke mana dia selama ini? Kenapa baru sek
"Rona, aku harus bagaimana?" Zee bertanya putus asa. Ada Rona yang duduk gelisah di hadapannya."Bagaimana apanya?" Rona justru balik bertanya."Kenapa sikap Birru akhir-akhir ini manis banget sama aku? Kan aku jadi ragu buat minta pisah." Zee perlahan menekuk lututnya lantas meletakkan kepala di sana."Ya iyalah, ada anak dia di rahim kamu. Dia seneng banget kelihatannya." Rona membatin. Dalam kaca mata Rona tak ada yang kurang dari sosok Birru, kecuali sikap lelaki itu di awal pernikahan sang teman sempat membuat Rona darah tinggi.Tapi semakin ke sini, Birru justru menundukkan kalau dia adalah sosok husband material yang diimpikan banyak perempuan. Love languange Birru bukan word affirmation, yang menghujani Zee dengan kata cinta setiap saat.Boro-boro berucap cinta, semua hal yang keluar dari mulut Birru kadang membuat Zee mengerutkan dahi, ini orang maunya apa sih. Kadang itu yang muncul di otak Zee.Walau Birru kerap berkata pedas, tapi act of service lelaki itu menunjukkan perh
"Elu beneran cemburu sama gue? Wah ini kemajuan. Berarti elu mulai cinta sama Zee?"Birru melengos mendengar ledekan Alfa. Cemburu? Dia hanya tidak ingin Zee sedih karena Alfa tidak akan pernah membalas cinta wanita itu. "Gue peringatin, jangan dekati Zee, dia hanya akan sedih kalau ketemu elu!""Siapa bilang? Dia selalu ketawa kalau sama gue. Emangnya elu, bawaannya selalu bikin dia emosi." Skak mat! Birru terdiam mendengar sindiran Alfa. Sejak pertama bertemu, Birru memang selalu memasang wajah jutek.Jarang bersikap baik pada Zee. "Kalau elu beneran suka sama dia. Tunjukin kalau elu emang suka. Jangan diem, jangan gengsi. Sebab apa? Sebab gue bakal dengan mudah nyuruh dia pergi dari elu, kalau elu cuma bikin dia nangis. Gak bakal gue biarin, Zee kayak Tia. Gak boleh ada Tia jilid dua. Zee harus bahagia."Alfa berucap tegas. Sementara senyum Birru terbit, sangat sinis. "Asal elu tahu, gue gak bakal lepasin Zee sampai kapan pun. Karena dia sedang mengandung anak gue."Alfa membulatka
Dion menatap horor pada sosok yang baru saja masuk ke rumahnya. Sita sendiri tampak terkejut dengan kehadiran sang keponakan. Sementara Radit tak bereaksi apa pun melihat kehadiran Birru."Kau? Apa maksudmu?" Dion bertanya, berusaha menutupi kekalutan hati. Mungkinkah? Mungkinkah semua sudah terbongkar. Tapi tidak mungkin, dia sudah membungkam semua orang yang punya andil dalam kejahatannya. "Aku adalah orang yang menuntut Om atas semua kejahatan yang sudah Om lakukan." Birru berucap tajam sembari memandang Radit yang tampak acuh."Birru jangan sembarang kamu! Keterlaluan ya kamu menuntut om-mu sendiri! Jangan fitnah kamu!" Sita berteriak tidak terima. "Tante boleh tidak percaya, tapi semua bukti yang saya dapatkan, mengarah padanya. Termasuk satu orang saksi hidup." Birru memandang lurus Sita, kemudian beralih memandang Dion yamg sesaat terperangah."Jadi dia berhasil membuka mulut mereka. Sialan! Dasar mata duitan, begitu ada yang menawari uang lebih banyak, mereka berbalik menyer
"Bawa dia pergi! Suruh Dika atau Ivan mengurusnya." Dua penjaga di depan pintu kamar Zee mengangguk patuh pada perintah Kamelia. Perempuan itu berbalik, melihat ke arah Zee yang masih syok karena kejadian barusan. Ada Wafa yang tengah bicara melalui ponsel.Untungnya perempuan itu datang tepat waktu hingga dia bisa mencegah seorang pria berpakaian perawat mencoba meracuni sang menantu."Positif, itu sianida. Dosisnya cukup untuk membunuhmu." Validasi Wafa membuat istri Birru gemetaran, takut luar biasa."Ma ...." Zee menangis dengan Kamelia buru menyongsong tubuhnya."Tenang, semua sudah berakhir. Kamu aman sekarang.""Takut Ma. Bagaimana jika dia datang lagi?""Tidak akan. Birru sedang memastikam dia di kirim ke penjara saat ini." Zee mendongak, mendengar ucapan Kamelia. Mama Birru mengangguk meyakinkan. Hingga dekapan Zee bertambah erat.Di tempat Dion, lelaki itu meraung kesakitan kala sebutir peluru melukai kakinya. Dia jatuh terduduk dengan darah mengucur deras dari betisnya."H
Radit tak berkutik, lelaki itu kena marah Sita. Sekaligus kena hajar Nadia yang langsung menghadiahkan bogem mentah pada Radit. Gadis itu marah besar pada Radit yang dia pikir sudah melecehkannya."Jadi karena kejadiannya seperti ini, maka hari ini kami akan melamar nona Nadia." "A-apa? Tante mau melamar saya?" Nadia terkejut luar biasa saat Sita mengutarakan keinginannya. Sementara Radit tampak pasrah duduk di sofa tunggal ruang keluarga, masih mengenakan bath rope tanpa ada meinginan untuk mengganti pakaian.Pun dengan wajah lebamnya, dia biarkan begitu saja. Pria itu tak ada tenaga untuk meladeni dua wanita yang kemungkinan besar akan jadi sumber stres paling besar dalam hidupnya."Radit! Kamu jangan diam saja! Bantu mama bujuk nadia. Kan kamu yang berulah.""Apaan sih Ma. Baru nyicil cium doang mama sudah mengganggu. Sebal!" Sita dan Nadia kompak mendelik."Pokoknya Mama gak mau tahu, Mama mau lamarin Nadia buat kamu nanti malam.""Tapi Tante, mama Nadia ....""Tenang, mamamu sud
"Tolonglah Ma, ini tidak seperti yang Mama lihat."Radit merengek dengan tubuh bagian atas tanpa baju, bahkan gasper lelaki itu sudah berada di lantai dengan kancing celana terbuka. Zee buru-buru mundur, berlindung di belakang tubuh Birru. Sesaat mencuri pandang siapa yang tengah terbaring di kasur Radit."Tapi buktinya kamu memperkosa anak gadis orang Dit." Sita yang akhir-akhir ini mulai stabil mentalnya karena kasus Dion, tampaknya bakal terguncang lagi."Perkosa apa sih Ma, belum sempat buka ini. Belum keluar juga naganya. Dianya aja yang napsu, main tarik baju Radit."Zee menutup telinganya, amboi Radit ampun juga kalau ngomong sama mamanya. "Mas tolongin!" Radit memohon pada Birru dan Alfa bergantian. Giliran dua pria itu bertukar pandang. "Dia siapa?" Kamelia bertanya lirih. Perhatian semua orang teralihkan pada sosok yang telentang di ranjang Radit. "Bukannya dia Nadia Affandi, putri pengusaha Ramlan Affandi." Semua mata tertuju pada Mega yang selesai bicara."Busyet Dit, se
Dalam hidup selalu ada yang berubah. Semua hal bisa berganti mengikuti keadaan di sekitarnya. Atau berubah karena suatu hal. Ada orang yang ekonominya menjadi lebih baik saat dia bekerja lebih giat. Atau seseorang yang menjadi luluh karena perhatian orang lain.Dalam kasus ini, yang kita bicarakan adalah Zee. Rupanya usaha Birru tak sia-sia untuk mendapatkan cinta sang istri. Perempuan, bukankah makhluk ini sejatinya punya perasaan yang sangat lembut.Mudah tersentuh dengan perhatian lebih dari orang lain. Apalagi orang itu sekelas Birru. Lelaki yang masih jadi incaran kaum hawa di luaran sana. Bahkan ketika dia sudah mengumumkan kalau dia sudah punya istri dan sebentar lagi akan mendapatkan gelar ayah.Zee perlahan melunak ketika cinta dan kasih sayang Birru terus menyiraminya tiap saat. Zee yang dulu berangan ingin punya suami seorang pria yang setidaknya tahu soal ilmu agama, dibuat tercengang ketika tahu lelaki itu mampu melantunkan ayat dalam kitab suci mereka dengan merdu juga f
Alfa sesaat terdiam, melihat sosok Mega yang muncul di hadapannya. Tinggi dengan wajah oriental, rambut panjang diikat asal, tapi tetap terlihat cantik. Kulit putih, serta tubuh ramping. Yang membuat Alfa harus berdehem adalah wajah Mega yang mirip Selin dan Zee yang dijadikan satu."Apa-apaan ini?!" Alfa mengumpat lirih."Selamat siang, Pak. Saya Mega.""Semua sudah siap? Ayo berangkat." Alfa beranjak mengambil ponselnya. Berjalan mendahului Mega yang menghembuskan nafasnya pelan."Dia tidak ingat, ini bagus sekali." Mega melompat kegirangan. Keduanya duduk di mobil yang sama dengan Mega memilih duduk di depan, tidak mau duduk di samping Alfa.Selama perjalanan, Alfa dibuat berpikir keras soal sosok Mega. Siapa gadis ini sebenarnya? Kenapa Alfa seperti mengenalnya setelah dia mengamati Mega lumayan lama.Meeting berjalan lancar dengan kemampuan Mega membuat Alfa diam-diam memuji dalam hati. Kompeten, cakap dan pandai membaca situasi. Mr Han pun sangat puas dengan cara Alfa bernegosia
Yang pertama kali Birru lakukan untuk meluluhkan hati sang istri adalah melakukan presscon untuk mengukuhkan pengakuan Birru waktu acara fashion show mengenai statusnya yang sudah menikah dengan Zee.Birru begitu pandai memanfaatkan momen. Ketika media mulai santer menguliti kasus Dion, lelaki itu memanfaatkan waktu untuk membongkar pernikahannya. Hingga perhatian media dan masyarakat teralihkan.Tak melulu membahas kasus Dion, yang tentu saja akan menyeret nama Sita, Radit lantas nama keluarganya akan jadi topik bahasan panas di berbagai media sosial.Birru tak mau itu terjadi, karena itu dia perlu pengalihan isu. Dan pernikahannya adalah bahan yang sangat berpotensi untuk dikulik media. Benar saja, tagar pewaris Erlangga Grup sudah menikah menempati posisi pertama di sistem pencarian."Kamu manipulatif juga." Abdi yang sudah merasa lebih baik perasaannya, tersenyum lebar melihat perkembangan berita akhir-akhir ini."Aku anggap itu pujian." Birru menipiskan bibir. Melihat sang kakek
Zee menjauhkan diri dari Birru, begitu melihat Alfa mendekat. Malu luar biasa ketika crush-nya menangkap basah dirinya sedang berciuman dengan sang suami. Kan tidak ada yang salah dengan hal itu Zee. Dia kan suami kamu. Justru salah kalau Zee masih memikirkan pria lain dalam hidupnya."Ganggu saja!" gerutu Birru. Alfa tampak acuh melihat Birru tapi berubah lembut begitu berhadapan dengan Zee. Wajah lelaki itu tampak kusut, gurat lelah terlihat nyata di sana."Pergi sana! Gue mau curhat sama adik gue!" Alfa mengusir Birru, lelaki itu mendudukkan diri di sebuah kursi yang kesannya sengaja disiapkan. Tempat ini sepertinya memang sering dikunjungi. Ada set tempat duduk macam kursi taman, dengan bangunan peneduh. Sangat nyaman untuk digunakan.Zee mengamati Alfa yang terlihat tak baik-baik saja. Sebuah masalah agaknya sedang dihadapi Alfa. "Move on. Cari yang lain. Cewek kayak dia gak pantas elu tangisin." Celetukan tajam Birru menarik perhatian Zee. Ada apa sebenarnya.Alfa terdiam bebera
Zee terpaku menatap nisan sederhana yang ditempatkan di sebuah bangunan serupa pondok kecil. Sekeliling tempat itu dihijaukan dengan tanaman lily yang tumbuh subur dengan bunga berwarna putih mendominasi."Ini ....""Cyntia Hendrajaya, adik kak Alfa-mu. Dia meninggal, diduga dibunuh oleh Dion Mahendra, karena Tia tahu rahasia Dion yang telah menghabisi nenek." Birru berucap dengan wajah menunduk. Tak sanggup menahan laju air mata.Sementara Zee, wanita itu bergeming di tempatnya berdiri. Betapa menyedihkannya nasib Tia. Dan dia masih menambah penderitaan untuk Tia, dengan cemburu pada eksistensi sang gadis yang bahkan sudah tidak ada di dunia."Dia dibunuh pamanmu?""Digantung setelah Radit menidurinya, lebih tepatnya. Radit belum lama tahu kalau gadis yang dia lecehkan malam itu adalah Tia." Zee syok mendengar fakta sebenar mengenai Tia. Tak terbayangkan betapa sakit yang Tia rasakan. Kini perempuan itu tahu kenapa Radit terlihat sedih akhir-akhir ini."Maaf." Zee berucap lirih."Dan
"Ayah."Sita memanggil lirih pria tua yang duduk di sofa menghadap jendela, dengan wajah nelangsa dan putus asa."Ayah," panggil Sita lagi. Lelaki itu tidak merespon. Lebih suka memandang rerumputan yang tampak menyegarkan mata dibanding pemandangan muram ruang kerja Abdi.Netra lelaki itu basah, dia sudah menangis untuk waktu yang cukup lama. Menyesali diri dengan apa yang telah terjadi dalam keluarganya. Kehilangan keluarga ini sudah terlalu banyak, luka yang diakibatkan oleh kehilangan tersebut juga cukup dalam. Mereka yang pergi tak mungkin kembali."Aku dan ibumu pernah berjanji akan bersama sampai akhir. Aji dan Kamelia perlu usaha keras agar aku tidak ikut menyusul ibumu saat itu. Tapi apa yang kudengar hari itu, sangat melukaiku, Ta."Masih tidak menatap putri sulungnya. Bulir bening itu kembali datang, menciptakan sendu teramat perih untuk Abdi. Belahan jiwanya pergi dengan cara menyakitkan. "Aku tidak masalah jika ibumu pergi karena waktunya sudah habis, tapi dia! Berani se
Setelah perkara cilok yang penuh drama. Lelaki itu balik ke rumah sakit sekitar pukul sepuluh malam. Birru harus pergi ke rumah si penjual cilok. Memintanya membuatkan benda bulat dari tepung tapioka versus tepung terigu.Waktu kembali ke ruangan Zee, perempuan itu sudah tidur memeluk boneka beruang yang entah dari mana dia dapat. Lebih menyebalkan lagi, ketika Birru disuruh melahap ciloknya jika sudah datang."Kamu kelamaan sih. Ngambek kan yang punya hajat." Kamelia berujar lirih."Yaelah Ma, tukang ciloknya sudah gak pada eksis jam segitu di kampus. Terpaksa ke rumahnya. Terus ini gimana dong?" Birru menunjuk dua kresek bening berisi cilok dan kondimennya alias sambal kacang."Berikan ke perawat aja sana. Itung-itung sedekah, dari pada gak ada yang makan. Mumpung masih anget gitu.""Bagiin sana." Birru mendorong kresek itu ke dada Radit yang tiduran di sofa. Sepertinya lelaki itu memutuskan pulang ke kediaman utama, pun dengan Kamelia. "Kok aku sih Mas?" protes Radit."Tinggal an