Tantangan Besar
Jam menunjukkan pukul 17.00 Reynold keluar dari kantornya, dia berjalan bersama sekretaris Pete menuju ke arah parkiran mobilnya.
"Klunting" handphonenya berbunyi, menandakan ada pesan yang masuk. Reynold menghentikan langkahnya, dia meraih handphone yang ada di sakunya, ternyata ada pesan yang masuk. Dia segera membaca pesan tersebut.
"Rey, sepulang kerja bisa mampir ke Rose Florist?" Itu adalah pesan yang terbaca dari layar handphone Reynold. Pesan itu adalah dari Devanka, kemarin mereka bertukar nomor handphone dan ini adalah pesan pertama dari Devanka. Reynold tersenyum, pesan itu seketika merubah suasana hatinya.
"Ada apa tuan muda?" tanya Sekretaris Pete yang ternyata juga mengamatinya.
"Ti-tidak, sekret
Terbukanya rahasia besar"Kau senang hari ini?" tanya Reynold pada Devanka sebelum mengantarnya pulang. "Iya, terimakasih untuk semuanya," ucap Devanka. Mereka berdua berjalan menuju ke arah mobil. Reynold melirik ke arah jam tangannya, sudah menunjukkan pukul 20.00, dia dan Devanka harus segera pulang karna malam sudah semakin larut. Mereka berdua sudah berada di dalam mobil, dengan hati yang bahagia namun menyisakan rasa yang cukup mengganggu mana kala Devanka menantang seseorang yang tadinya ingin menjadikannya kekasih, Devanka tidak ingin menjadi seorang kekasih melainkan seorang istri. Reynold belum memberikan kata kata apapun untuk hal itu, tidak ada tanggapan, dia hanya diam, berusaha membahas hal yang lain seolah mengelak.
Foto lamaMalam semakin larut, Reynold kembali ke kamarnya. Hatinya sudah mulai tenang, namun kegundahan dan perasaat yang bercampur tidak karuan membuatnya tetap memiliki beban pikiran yang seolah begitu sulit untuk diringankan. Reynold duduk di atas tempat tidurnya, matanya menerawang tak tentu arah, dia ingat akan sesuatu. Dia beranjak berdiri dari posisi duduknya, berjalan ke arah lemari baju, dibukanya pintu lemari baju berwarna putih tinggi dan mewah itu. Dia mengambil kotak kayu berwarna coklat tua, seperti peti kecil. Setelah dia mengambil kotak itu dia kembali ke posisi duduknya. Beberapa saat dia memandangi kotak kayu itu. Ingatannya menerawang, menyelami memori mengenai kotak kayu tua yang begitu istimewa.
PraharaJam menunjukkan pukul sebelas, Reynold terlihat berjalan ke arah pintu keluar, melepas jasnya dan dia bawa di tangan kirinya. Dia terlihat masuk ke dalam mobil, mengendarai mobilnya sendiri. Aldo terlihat menundukkan badan, dia tau tuan mudanya akan pergi ke suatu tempat, sendirian dan masih menjadi rahasia.Reynold terlihat mengendarai mobilnya cukup kencang, dia akan mendatangi sebuah tempat yang sebenarnya tidak direncanakan, dia ingin menemui seseorang yang seharusnya sudah dia temui beberapa tahun lalu. Jalanan ibu kota masih tetap sama, ramai penuh sesak, seolah tak pernah sepi, penuh, riuh dan panas diterpa sinar matahari, bahkan AC mobil seolah tidak ada gunanya. Reynold mengendarai mobilnya,
Lukisan ituReynold mengurungkan niatnya untuk memberitahu pak Lumawi mengenai peristiwa itu, kejadian yang sebenarnya, bahwa dia berada di mobil itu, mobil yang menabrak istrinya, mobil yang sudah merenggut kehidupan istrinya dan juga dirinya.Dia beranjak dari posisi duduknya, bersiap untuk pamit. Reynold hendak melangkahkan kaki ke luar rumah, tiba tiba matanya tertuju pada lukisan yang ada di seberang ruang, hanya terlihat sebagian. Pikirannya langsung terbang ke sebuah ingatan. Foto itu? Bukankah foto itu adalah foto mendingan ibunya dan sahabatnya, Elle dan Lena. Lukisan yang sama persis dengan foto peningglan ibunya. Apa mungkin ibu atau sahabat ibunya membuat lukisan di tempat pak Lumawi, namun belum sempat diambil, atau ada alasan lain kenapa kukisan itu ada di rumah ini. Reynold berhenti sejenak, berusaha menyeleseikan
Kenyataan PahitMonalisa keluar dari mobil, dia melihat ke arah sekeliling, sore itu sepi, yakin tidak ada yang melihatnya. Dia memakai kaca mata hitamnya, melangkah dengan yakin ke arah rumah Devanka.Di depan pintu masuk, dia mengetuk pintu, dua kali ketukan, terdengar deru langkah dari dalam rumah. "Iya," ucap pak Lumawi seraya berusaha membuka pintu. "Sudah mau malam, siapa yang bertamu," gumamnya seraya membuka pintu rumah yang sudah terkunci.Pak Lumawi mendapati sosok wanita cantik di depan rumahnya. Tinggi semampai, berkulit pulih bersih. Wanita itu mengenakan dress warna merah, sangat minim, tanpa lengan bahkan bagian bawahnya mungkin hanya sepanjang tig
Bab 56Perjuangan dimulaiDevanka menangis sejadi jadinya, dadanya begitu sesak, rasa kehilangan yang sudah lama digerus oleh waktu akhirnya datang lagi dengan luka lama yang utuh. Dia duduk di tepi tempat tidurnya, memeluk bingkai foto kenangan masa kecilnya. Foto dua orang bergandengan tangan, di taman bunga, dia dan ibunya. Hanya foto itu yang selalu menemani ketika rindu menyapa tak kenal lelah.Pak Lumawi hanya bisa mengamati putrinya dari jauh, tidak ada yang bisa dilakukan, dia tidak akan mampu mengambil kesedihan itu atau bahkan menguranginya walau sedikit. Hanya Devanka sendiri yang bisa meredakan kepedihan hatinya, hanya dia sendiri.
Perjuangan ReynoldReynold menghentikan mobilnya tepat di depan rumah Devanka. Dia keluar dari mobil dan berjalan cepat menuju ke arah rumah Devanka. Reynold sudah berdiri di depan pintu, ada rasa ragu untuk mengetuk pintu itu. Beberapa saat dia terdiam, seolah berpikir. Benarkah dia harus melakukan ini, seolah mengiba pada seorang gadis yang memang sudah benar benar dia cintai, seorang Reynold Hamzah, cucu dari kakek Hamzah yang begitu kaya raya, ini pertama kalinya Reynold merasa bersalah dan hendak memperbaiki kesalahannya."Reynold," bisik lembut seseorang yang terdengar sudah tidak asing. Reynold menoleh ke arah sumber suara tersebut, ternyata sudah ada pak Lumawi yang keluar dari samping rumah.
Monalisa oh Monalisa Reynold berdiri di depan pintu apartemen Monalisa, wajahnya menyiratkan kekesalan dan amarah yang sebentar lagi akan muncul dengan begitu mengerikannya. Dia menunggu, menunggu gadis cantik itu membukakan pintu. Di dalam apartemen terlihat Monalisa duduk dikursi, tubuhnya dibalut kimono mandi, dengan rambut sedikit basah, terurai. Wajahnya segar, dan terlihat begitu sexi. Monalisa tersenyum ketika mendengar bunyi bel, dia sudah bisa menebak, Reynold akan menemuinya, ini saatnya dia memainkan peran. Dengan langkah tegap dan pelan, monalisa menuju ke arah pintu masuk, dia bersiap untuk membuka pintu.
Semuanya MembaikSatu tahun berlalu, sepertinya semuanya membaik. Aron sudah sehat, menjadi anak yang ceria, namun dia tetap harus mendapatkan terapy untuk tumbuh kembangnya. Benturan di kepala ketika kecelakaan yang dia alamai setahun yang lalu menyisakan masalah yang harus diseleseikan, tubuhnya harus banyak dilatih supaya bisa tumbuh dengan normal, namun semuanya bisa diatasi, dia tumbuh dengan baik. Aron memiliki sumber daya, dia menjadi putra tertua Reynold Hamzah.Tuan Domani mendapatkan hukumannya, sesuai dengan kejahatan yang dia lakukan. Dia akan lama berada di penjara, lebih dari sepuluh tahun. Dia dan istrinya memutuskan untuk berhenti memperjuangkan Aron, menyerahkan Aron pada tangan yang tepat. "Ayah pulang," ucap Reynold ketika masuk ke dalam kamar anak anaknya. Di sana terlihat Aron sedang bermain dengan perawat Susi, sedangkan Arion, putra keduanya yang berusia lima bulan berada di gendongan Devanka. Mendengar suaminya datang, Devanka memberi isyarat kepada Reynold un
Tabir Rencana PembunuhanTuan Domani masuk ke dalam kamarnya, dia mulai duduk di tempat tidur. Dia terlihat menghela nafas panjang, lalu mulai menangis sejadi jadinya, dia tidak menyangka apa yang direncanakannya justru menyebabkan penyesalan yang mendalam. Tuan Domani mengingat waktu ketika dia bertemu dengan dua orang kepercayaannya.Di ruang kunjungan penjara, terlihat tuan Domani sedang menemui pengunjung yang merupakan dua orang anak buahnya, anak buah kepercayaannya."Semua sudah siap tuan, kami akan melaksanakan semua perintah tuan," ucap salah seorang. "Baiklah, lakukan dengan baik, saya tidak ingin ada kesalahan sekecil apapun," ucap tuan Domani. "Baik tuan, kami akan mulai mengintainya, dan ketika ada kesempatan, kami akan segera melaksanakan rencana itu," ucap orang yang lain. Dua orang dengan pakaian serba hitam itu terlihat begitu serius dan menakutkan. Sepertinya ada rencana jahat yang serang mereka rencanakan. Satu jam sebelumnya, tuan Domani sudah bertemu dengan asi
Tersandung RasaDevanka dan Reynold sudah berada di rumah sakit tempat pembacaan hasil tes DNA, di sana sudah ada cukup banyak wartawan, perwakilan dari rumah sakit, dan beberapa orang yang memiliki kepentingan. Dari pintu terlihat seorang wanita yang tidak asing bagi Reynold."Kenapa dia ada di sini," bisik Reynold seraya melihat ke arah wanita bertubuh tambun itu. Terlihat elegan, berkelas dengan dress warna putih, membuat penampilannya menarik walaupun berbobot lebih dari delapan puluh kilogram."Siapa Rey?" tanya Devanka."Dia," ucap Reynold seraya melihat ke arah wanita itu. Devanka mengarahkan matanya, terlihat mengerutkan dahi, lalu dia menyakini bahwa belum pernah melihat wanita itu sebelumnya. "Dia nyonya Domani, istri dari presdir Domani. Untuk apa dia datang, dia juga di temani pengacara," ucap Reynold."Apa jangan jangan," ucap Reynold terhenti ketika melihat seseorang mulai berbicara dari alat pengeras suara.Salah seorang perwakilan dari rumah sakit terlihat sudah menai
Upacara PemakamanSemua orang mengantar kepergian Monalisa, dengan tatapan kesedihan, hati yang lara, menyakitkan, seorang ibu harus meninggalkan anaknya yang masih berusia tiga bulan bulan. Bayi kecil itu bahkan belum mengenal ibunya dengan baik, belum belajar memanggilnya, mengenali suaranya dengan jelas, belum meraba raba wajahnya, banyak hal yang belum dilakukan dan itu sangat menyayat hati.Semua orang memakai pakaian serba hitam, menandakan hati yang sedang kelam. Devanka terus menangis, menempel di dada suaminya, mencari perlindungan dari rasa sakit kehilangan. Monalisa di makamkan di area pemakaman elit untuk kelas atas, yang memiliki harga hampir setengah miliar per kaplingnya. Tuan besar Hamzah mengatur semua upacara pemakaman dan Monalisa mendapatkan penghormatan terakhirnya dengan layak.Di dalam penjara, ayah Monalisa menatap tembok, menyembunyikan kepedihannya. Dari punggungnya terlihat bahwa dia sedang menangis, tersedu sedu, seorang pria yang sangar akhirnya bisa tumba
Cinta MembaraJaksa Putri sampai di rumah sakit, dia dan Evo segera berlari masuk. Di depan pintu unit gawat darurat ada tuan muda Reynold, inspektur Yusuf, sekretaris Pete dan juga beberapa anak buah dari inspektur Yusuf.Langkah Evo terhenti, dia terdiam sejenak."Itu inspektur Yusuf?" tanya Evo."I-iya, kau mengenalnya? tanya jaksa Putri."Ayo kita segera mendekat ke sana," ucap Evo yang kemudian melanjutkan langkahnya mendekat ke arah ruang unit gawat darurat."Selamat malam," sapa jaksa Putri pada semua orang yang ada di sana."Oh, jaksa Putri, kau juga ada di sini?" tanya inspektur Yusuf."Jaksa Putri menangani kasus Monalisa," ucap sekretaris Pete."Oh begitu rupanya, bagaimana kelanjutan kasusnya?" tanya inspektur Yusuf."Hasil tes DNA akan diumumkan besok pagi, kasus ini mendekati akhir," ucap inspektur Yusuf."Walaupun dia sudah tidak ada, kau harus menuntaskan kasusnya, hingga selesei," pinta inspektur Yusuf."Ti-tidak ada?" tanya jaksa Putri yang belum mengerti dengan situ
Debaran Hati Sang JaksaTiba tiba seolah awan mendung berkumpul di langit, sunyi sepi, dengan hembusan angin dingin. Sebentar lagi badai kepedihan akan menerjang. Kabar duka ini sungguh sangat mengerikan.Devanka terhuyung, pandangannya gelap, lalu tidak sadarkan diri."Rey," bisiknya setelah tersadar dan dia mendapati dirinya sudah berada di sebuah ruang perawatan."Dev, kau sudah siuman," bisik Reynold seraya mendekat ke arah Devanka, menggenggam tangannya lalu memeluknya erat untuk sekedar menyalurkan perasaan."Aku sungguh tidak menyangka Monalisa akan seperti ini," ucap Devanka, lalu dia kembali menangis. "Tenanglah," bisik Reynold. "Ada Aron yang harus kau pikirkan, kau harus bangkit dan kuatkan hatimu," bisik Reynold."Anak sekecil itu Rey, dia harus kehilangan ibunya," ucap Devanka dalam tangis."Rey, kakek sudah meminta orang untuk menyiapkan prosesi pemakaman, kita urus saja," ucap kakek Hamzah seraya memegang bahu Reynold."Baik kek," ucap Reynold. Devanka melepaskan pel
Sebuah KehilanganReynold dan Devanka masuk ke dalam rumah sakit. Mereka terlihat gugup, mencari keberadaan Monalisa juga Aron."Nur, hubungi Aldo dan sekretaris Pete, minta mereka menghubungi inspektur Yusuf untuk mengurus masalah ini," pinta Reynold pada pengawal Nur."Baik tuan," ucap pengawal Nur yang kemudian segera menjalankan perintah tuan mudanya itu.Beberapa saat kemudian, Aldo dan sekretaris Pete sudah ada di gurun hijau, bersama dengan inspektur Yusuf dan tim investigasi. "Ini semua rekaman kamera pengawas yang ada di tempat ini, mereka benar benar sudah merencanakannya," ucap inspektur Yusuf yang terlihat mengecek hasil tangkapan kamera pengawas yang dia kumpulkan."Mereka mensabotase kamera pengawas, semuanya," ucap inspektur Yusuf. Mendengar hal itu, Sekretaris Pete terlihat berpikir."Bagaimana dengan kamera dashboard? mobil antik tuan besar Hamzah di pajang di gedung ini, berhadapan langsung dengan lapangan golf. Mobil itu dilengkapi kamera dashboard yang selalu meny
Tragedi Pesta LampionDevaka terlihat begitu cantik, dengan gaun berwarna putih, transparan di bagian lengan dan punggung. Perutnya yang sudah terlihat lebih menonjol membuat penampilannya semakin menawan, ibu hamil yang mempesona. Kehamilannya memasuki usia tiga bulan, kehamilan yang sehat dan di dambakan hampir semua orang, karna Devanka sama sekali tidak merasa repot, mual muntah berlebihan, sakit di sana sini, dia tidak merasakan itu semua, perasaannya hanya sangat bahagia, menerima kehamilannya dengan perasaan luar biasa."Kau cantik," ucap Reynold."Terimakasih, apa tidak terlihat gendut? sepertinya berat badanku naik," ucap Devanka."Tidak dan tidak menjadi masalah, kau harus banyak makan, supaya kehamilanmu sehat," ucap Reynold yang terlihat memeluk Devanka dari belakang, tepat di depan cermin besar yang ada di kamarnya. "Semoga kau tidak melihat wanita lain setelah melihatku bertambah berat badan," ucap Devanka seraya tersenyum."Tidak mungkin, aku hanya jatuh cinta padamu,"
Kasih Tulus Devanka pada AronDevanka dengan telaten mengurus Aron, terlihat seperti tidak merasa lelah sedikitpun. Monalisa melihat ketulusan itu, rasa kasih dan sayang itu, apa mungkin dia selama ini sangat keterlaluan pada Devanka, seperti duri di dalam daging, seperti bayangan buruk, seperti musuh dalam selimut, hatinya tidak benar benar tulus. Dia ingat ketika Miki atau lebih dikenal dengan Mike membuatnya jatuh dari tebing, walaupun bukan dia secara langsung, namun orang suruhan itu berhasil membuat Devanka dan Reynold melewati hari hari sulit di kota kecil.Devanka berusaha membuat Aron tersenyum, dengan senyumnya, ekspresi lucu wajahnya, nada suara lucunya, terlihat seperti seorang ibu yang sedang bermain dengan anaknya. Monalisa masih menatapnya dengan segala pandangan rasa, dia mulai merasa Devanka lebih pantas menjadi ibu Aron daripada dirinya."Ada apa?" tanya Devanka yang ternyata mengamati Monalisa sedari tadi."Ti-tidak, Aron beruntung memilikimu," ucap Monalisa."Apa