Sisi lembut Reynold
Reynold sudah berada di kantor, duduk di kursi kerjanya. Dia memikirkan semua yang terjadi, seharusnya ini bukan menjadi masalah besar, sudah biasa jika dia menjadi pusat perhatian, namun dia memikirkan Devanka, apa jadinya jika Devanka tau yang sebenarnya.
"Kenapa tuan muda murung?" tanya paman Ismun seraya meletakkan secangkir kopi susu.
"Ah tidak paman, hanya memikirkan sesuatu yang tidak penting," ucap Reynold berusaha mengelak.
"Baiklah, jangan murung seperti itu nanti jauh dari jodoh," ucap paman Ismun seraya tersenyum, lalu membalikkan badan untuk meninggalkan Reynold yang masih duduk dengan tatapan mata aneh dan wajah bingung seolah memikirkan sesuatu.
"Paman," ucap Rey
Godaan panas yang mendinginMonalisa duduk dengan kaki menyila di shofa, di ruang kerja yang ada di kantor Reynold. Dia menyandarkan punggung, menatap pintu masuk, menunggu kedatangan Reynold. Monalisa memainkan kukunya yang di cat dengan warna senada dengan dress yang dikenakan. Beberapa menit setelahnya terlihat Reynold masuk ke dalam ruang kerjanya, dia melihat ke arah Monalisa, ternyata gadis itu benar benar menunggunya. "Rey akhirnya kau datang juga," ucapMonalisa seraya tersenyum."Kemarilah," pinta Monalisa. Terlihat Reynold berjalan ke arahnya, tepat duduk di sebelahnya, Reynold menyandarkan punggung, berusaha membuat tubuhnya nyaman. M
Masalah HidupDewantari memasuki ruangan Reynold, gadis cantik yang terlihat lugu itu, dengan balutan dress sepanjang lutut dan juga berlengan panjang, dress berwarna biru muda yang cukup sopan, tidak ada bagian yang terbuka. Di dalam ruangan Reynold, dia hanya bisa diam, melihat ke arah Reynold yang sudah mulai melihat dan mengamatinya dengan serius. Dewantari tidak bisa melakukan apa apa, dia sudah masuk ke ruangan itu, dia harus menyeleseikan misinya, terpilih tetap tinggal atau pergi tanpa kesempatan lagi.Tidak ada suara apapun, hening, Reynold masih mengamati dengan serius, tidak ada pandangan mata dari Dewantari, dia tertunduk. "Apa yang kau inginka
Salah JalanDi luar ruangan, terlihat sekretaris Pete sedang berbincang dengan Dewantari, beberapa kali Dewantari melihat ke arah ruangan Reynold yang pintunya tertutup, menandakan jika mereka sedang membicarakan tuan muda yang arogan namun memiliki hati yang lembut itu. Dewantari terlihat memeluk sekretaris Pete, beberapa kali menunduk, mengucapkan terimakasih. Sekretaris Pete menghela nafas panjang, berjalan ke arah ruang meeting, di sana sudah ada beberapa gadis yang masih menunggu. Sekretaris Pete berbincang dengan Exo, gadis cantik berperawakan tomboi. Dari segi penampilan, dia jauh dari tipe yang disukai oleh tuan muda Reynold. Sekretaris Pete berusaha mempersiapkan Exo dengan baik, semua hal bisa terjadi, mungkin saja selera tuan muda Reynold akan berubah setelah melihatnya.
Sebuah Perinsip"Tok, tok, tok,"Sekretaris Pete masuk ke dalam ruang kerja Reynold, membungkukkan badan, lalu berdiri tepat di hadapannya."Siapa lagi yang harus aku temui sekretaris Pete?" tanya Reynold yang terlihat sibuk mengerjakan beberapa pekerjaan kantor di tengah waktunya yang harus menemui beberapa orang yang telah dijadwalkan oleh sekretaris Pete."Masih ada dua orang tuan muda," ucap Sketetaris Pete."Oke, ini yang terakhir, tidak perlu lagi memberikan undangan kepada siapapun," ucap Reynold yakin. Sekretaris Pete mengernyitkan dahi, benarkah apa yang telah didengarnya, tidak perlu lagi memberi undangan? Se
Peristiwa KelamSekretaris Pete menghela nafas panjang ketika memasuki ruang meeting yang di sana sudah ada Olla, orang terakhir di masa pencarian. Sekretaris Pete tidak mengerti kenapa semua usahanya harus dihentikan sebelum mendapatkan hasil, dia tidak tau apa yang tuan muda Reynord rencanakan, sepertinya ada sesuatu yang berusaha ditutupi."Olla, kau sudah siap?" tanya sekretaris Pete. "Iya sekretaris Pete, aku yang terakhir bukan?" tanya Olla."Iya, dan sepertinya tidak akan ada lagi setelah kau, tuan muda memutuskan tidak melakukan pencarian lagi," ucap sekretaris Pete putus asa. "Mungkin tuan muda Reynold sud
Delapan Tahun Lalu Reynold duduk di kursi kerjanya, wajahnya mulai berubah sendu, ada guratan tidak menyenangkan tergambar jelas, hari ini dia harus mengingat kembali setelah sekian lama berusaha melupakan. Ingatan itu muncul kembali, mengusik hatinya, dia seolah tidak bisa bernafas dengan tenang, ingatan itu selalu memiliki cara untuk kembali mencabik cabik hatinya. Depalan tahun lalu... Tepat di ulang tahun Reynold yang ke 17, seperti halnya anak borju yang lain, pesta malam di hari penting adalah hal biasa dan lumrah dilakukan.
"Aldo, kau pulang saja naik mobil kantor, saya ada urusan," ucap Reynold pada Aldo yang sudah berdiri di sebelah mobil, bersiap untuk membawa tuan mudanya pulang."Baik tuan," ucap Aldo seraya membungkukkan badan."Apa yang harus saya jawab jika kakek menanyakan tuan muda?" tanya Aldo."Jawab saja sedang mencari yang kakek mau," ucap Reynold seraya memakai kaca mata hitamnya, masuk ke dalam mobil, lalu melaju meninggalkan Aldo yang masih berdiri terpaku. Reynold menancap gasnya, menyusuri jalanan ibu kota yang selalu ramai di jam sibuk seperti ini, orang orang ini ingin lekas sampai ke rumah, pulang dari kantor, dari sekolah, dari mana saja, mereka memburu waktu, membayangkan sudah ada makanan hangat tersaji dan k
KemewahanMonalisa berjalan dengan cepat memasuki sebuah toko yang ada di mall ternama, ya toko tas yang menjual tas merk dunia dengan harga hampir setara mobil maupun rumah. Dia mendengar jika hari ini akan ada diskon di toko tersebut, diskon khusus untuk para member VVIP. "Selamat sore nona Monalisa, ada yang bisa saya bantu," ucap salah seorang pelayan toko yang berpakaian rapi dengan setelan jas warna hitam, rambut mengkilap disisir rapi dan sepatu resmi hitam yang mengkilap."Tas seperti di foto ini," ucap Monalisa seraya menunjukkan sebuah foto."Oh iya, itu adalah model terbaru, ada harga khusus untuk member VVIP," ucap pelayan yang terlihat cukup tampan itu. Tangannya terbalut sarung tangan putih, semakin membuatnya terlihat begitu rapi dan berwibawa.
Semuanya MembaikSatu tahun berlalu, sepertinya semuanya membaik. Aron sudah sehat, menjadi anak yang ceria, namun dia tetap harus mendapatkan terapy untuk tumbuh kembangnya. Benturan di kepala ketika kecelakaan yang dia alamai setahun yang lalu menyisakan masalah yang harus diseleseikan, tubuhnya harus banyak dilatih supaya bisa tumbuh dengan normal, namun semuanya bisa diatasi, dia tumbuh dengan baik. Aron memiliki sumber daya, dia menjadi putra tertua Reynold Hamzah.Tuan Domani mendapatkan hukumannya, sesuai dengan kejahatan yang dia lakukan. Dia akan lama berada di penjara, lebih dari sepuluh tahun. Dia dan istrinya memutuskan untuk berhenti memperjuangkan Aron, menyerahkan Aron pada tangan yang tepat. "Ayah pulang," ucap Reynold ketika masuk ke dalam kamar anak anaknya. Di sana terlihat Aron sedang bermain dengan perawat Susi, sedangkan Arion, putra keduanya yang berusia lima bulan berada di gendongan Devanka. Mendengar suaminya datang, Devanka memberi isyarat kepada Reynold un
Tabir Rencana PembunuhanTuan Domani masuk ke dalam kamarnya, dia mulai duduk di tempat tidur. Dia terlihat menghela nafas panjang, lalu mulai menangis sejadi jadinya, dia tidak menyangka apa yang direncanakannya justru menyebabkan penyesalan yang mendalam. Tuan Domani mengingat waktu ketika dia bertemu dengan dua orang kepercayaannya.Di ruang kunjungan penjara, terlihat tuan Domani sedang menemui pengunjung yang merupakan dua orang anak buahnya, anak buah kepercayaannya."Semua sudah siap tuan, kami akan melaksanakan semua perintah tuan," ucap salah seorang. "Baiklah, lakukan dengan baik, saya tidak ingin ada kesalahan sekecil apapun," ucap tuan Domani. "Baik tuan, kami akan mulai mengintainya, dan ketika ada kesempatan, kami akan segera melaksanakan rencana itu," ucap orang yang lain. Dua orang dengan pakaian serba hitam itu terlihat begitu serius dan menakutkan. Sepertinya ada rencana jahat yang serang mereka rencanakan. Satu jam sebelumnya, tuan Domani sudah bertemu dengan asi
Tersandung RasaDevanka dan Reynold sudah berada di rumah sakit tempat pembacaan hasil tes DNA, di sana sudah ada cukup banyak wartawan, perwakilan dari rumah sakit, dan beberapa orang yang memiliki kepentingan. Dari pintu terlihat seorang wanita yang tidak asing bagi Reynold."Kenapa dia ada di sini," bisik Reynold seraya melihat ke arah wanita bertubuh tambun itu. Terlihat elegan, berkelas dengan dress warna putih, membuat penampilannya menarik walaupun berbobot lebih dari delapan puluh kilogram."Siapa Rey?" tanya Devanka."Dia," ucap Reynold seraya melihat ke arah wanita itu. Devanka mengarahkan matanya, terlihat mengerutkan dahi, lalu dia menyakini bahwa belum pernah melihat wanita itu sebelumnya. "Dia nyonya Domani, istri dari presdir Domani. Untuk apa dia datang, dia juga di temani pengacara," ucap Reynold."Apa jangan jangan," ucap Reynold terhenti ketika melihat seseorang mulai berbicara dari alat pengeras suara.Salah seorang perwakilan dari rumah sakit terlihat sudah menai
Upacara PemakamanSemua orang mengantar kepergian Monalisa, dengan tatapan kesedihan, hati yang lara, menyakitkan, seorang ibu harus meninggalkan anaknya yang masih berusia tiga bulan bulan. Bayi kecil itu bahkan belum mengenal ibunya dengan baik, belum belajar memanggilnya, mengenali suaranya dengan jelas, belum meraba raba wajahnya, banyak hal yang belum dilakukan dan itu sangat menyayat hati.Semua orang memakai pakaian serba hitam, menandakan hati yang sedang kelam. Devanka terus menangis, menempel di dada suaminya, mencari perlindungan dari rasa sakit kehilangan. Monalisa di makamkan di area pemakaman elit untuk kelas atas, yang memiliki harga hampir setengah miliar per kaplingnya. Tuan besar Hamzah mengatur semua upacara pemakaman dan Monalisa mendapatkan penghormatan terakhirnya dengan layak.Di dalam penjara, ayah Monalisa menatap tembok, menyembunyikan kepedihannya. Dari punggungnya terlihat bahwa dia sedang menangis, tersedu sedu, seorang pria yang sangar akhirnya bisa tumba
Cinta MembaraJaksa Putri sampai di rumah sakit, dia dan Evo segera berlari masuk. Di depan pintu unit gawat darurat ada tuan muda Reynold, inspektur Yusuf, sekretaris Pete dan juga beberapa anak buah dari inspektur Yusuf.Langkah Evo terhenti, dia terdiam sejenak."Itu inspektur Yusuf?" tanya Evo."I-iya, kau mengenalnya? tanya jaksa Putri."Ayo kita segera mendekat ke sana," ucap Evo yang kemudian melanjutkan langkahnya mendekat ke arah ruang unit gawat darurat."Selamat malam," sapa jaksa Putri pada semua orang yang ada di sana."Oh, jaksa Putri, kau juga ada di sini?" tanya inspektur Yusuf."Jaksa Putri menangani kasus Monalisa," ucap sekretaris Pete."Oh begitu rupanya, bagaimana kelanjutan kasusnya?" tanya inspektur Yusuf."Hasil tes DNA akan diumumkan besok pagi, kasus ini mendekati akhir," ucap inspektur Yusuf."Walaupun dia sudah tidak ada, kau harus menuntaskan kasusnya, hingga selesei," pinta inspektur Yusuf."Ti-tidak ada?" tanya jaksa Putri yang belum mengerti dengan situ
Debaran Hati Sang JaksaTiba tiba seolah awan mendung berkumpul di langit, sunyi sepi, dengan hembusan angin dingin. Sebentar lagi badai kepedihan akan menerjang. Kabar duka ini sungguh sangat mengerikan.Devanka terhuyung, pandangannya gelap, lalu tidak sadarkan diri."Rey," bisiknya setelah tersadar dan dia mendapati dirinya sudah berada di sebuah ruang perawatan."Dev, kau sudah siuman," bisik Reynold seraya mendekat ke arah Devanka, menggenggam tangannya lalu memeluknya erat untuk sekedar menyalurkan perasaan."Aku sungguh tidak menyangka Monalisa akan seperti ini," ucap Devanka, lalu dia kembali menangis. "Tenanglah," bisik Reynold. "Ada Aron yang harus kau pikirkan, kau harus bangkit dan kuatkan hatimu," bisik Reynold."Anak sekecil itu Rey, dia harus kehilangan ibunya," ucap Devanka dalam tangis."Rey, kakek sudah meminta orang untuk menyiapkan prosesi pemakaman, kita urus saja," ucap kakek Hamzah seraya memegang bahu Reynold."Baik kek," ucap Reynold. Devanka melepaskan pel
Sebuah KehilanganReynold dan Devanka masuk ke dalam rumah sakit. Mereka terlihat gugup, mencari keberadaan Monalisa juga Aron."Nur, hubungi Aldo dan sekretaris Pete, minta mereka menghubungi inspektur Yusuf untuk mengurus masalah ini," pinta Reynold pada pengawal Nur."Baik tuan," ucap pengawal Nur yang kemudian segera menjalankan perintah tuan mudanya itu.Beberapa saat kemudian, Aldo dan sekretaris Pete sudah ada di gurun hijau, bersama dengan inspektur Yusuf dan tim investigasi. "Ini semua rekaman kamera pengawas yang ada di tempat ini, mereka benar benar sudah merencanakannya," ucap inspektur Yusuf yang terlihat mengecek hasil tangkapan kamera pengawas yang dia kumpulkan."Mereka mensabotase kamera pengawas, semuanya," ucap inspektur Yusuf. Mendengar hal itu, Sekretaris Pete terlihat berpikir."Bagaimana dengan kamera dashboard? mobil antik tuan besar Hamzah di pajang di gedung ini, berhadapan langsung dengan lapangan golf. Mobil itu dilengkapi kamera dashboard yang selalu meny
Tragedi Pesta LampionDevaka terlihat begitu cantik, dengan gaun berwarna putih, transparan di bagian lengan dan punggung. Perutnya yang sudah terlihat lebih menonjol membuat penampilannya semakin menawan, ibu hamil yang mempesona. Kehamilannya memasuki usia tiga bulan, kehamilan yang sehat dan di dambakan hampir semua orang, karna Devanka sama sekali tidak merasa repot, mual muntah berlebihan, sakit di sana sini, dia tidak merasakan itu semua, perasaannya hanya sangat bahagia, menerima kehamilannya dengan perasaan luar biasa."Kau cantik," ucap Reynold."Terimakasih, apa tidak terlihat gendut? sepertinya berat badanku naik," ucap Devanka."Tidak dan tidak menjadi masalah, kau harus banyak makan, supaya kehamilanmu sehat," ucap Reynold yang terlihat memeluk Devanka dari belakang, tepat di depan cermin besar yang ada di kamarnya. "Semoga kau tidak melihat wanita lain setelah melihatku bertambah berat badan," ucap Devanka seraya tersenyum."Tidak mungkin, aku hanya jatuh cinta padamu,"
Kasih Tulus Devanka pada AronDevanka dengan telaten mengurus Aron, terlihat seperti tidak merasa lelah sedikitpun. Monalisa melihat ketulusan itu, rasa kasih dan sayang itu, apa mungkin dia selama ini sangat keterlaluan pada Devanka, seperti duri di dalam daging, seperti bayangan buruk, seperti musuh dalam selimut, hatinya tidak benar benar tulus. Dia ingat ketika Miki atau lebih dikenal dengan Mike membuatnya jatuh dari tebing, walaupun bukan dia secara langsung, namun orang suruhan itu berhasil membuat Devanka dan Reynold melewati hari hari sulit di kota kecil.Devanka berusaha membuat Aron tersenyum, dengan senyumnya, ekspresi lucu wajahnya, nada suara lucunya, terlihat seperti seorang ibu yang sedang bermain dengan anaknya. Monalisa masih menatapnya dengan segala pandangan rasa, dia mulai merasa Devanka lebih pantas menjadi ibu Aron daripada dirinya."Ada apa?" tanya Devanka yang ternyata mengamati Monalisa sedari tadi."Ti-tidak, Aron beruntung memilikimu," ucap Monalisa."Apa