Mempersiapkan diriReynold masuk ke dalam unit perawatan Devanka, dia mencoba untuk tersenyum, seolah tidak ada apa apa yang terjadi."Dev, bagaimana, kau sudah membaik?" tanya Reynold."Iya Rey, sudah lebih baik, hanya masih terasa nyeri," ucap Devanka."Maaf kau harus mengalami banyak hal," ucap Reynold."Rey, tidak perlu minta maaf, ini bukan kesalahanmu, yang penting bayi kita baik baik saja, aku sangat bersyukur," ucap Devanka.Reynold mengelus perut Devanka, hatinya bergetar, ini seperti perasaan baru, dia bahkan tidak mengenali perasaan ini. Dulu sewaktu Monalisa hamil dan hingga melahirkan, Reynold tidak merasakan perasaan ini, walaupun dia menerima dan bersyukur untuk datangnya seorang putra.Reynold meneteskan air mata, seorang pria tinggi besar yang gagah berani, menjadi begitu rapuh di depan calon anak yang bahkan belum terbentuk."Rey," ucap Devanka lirih seraya mengelus pundak Reynold."Aku tidak menyangka, rasanya akan seperti ini," ucap Reynold. Devanka tersenyum, dia
Pengambilan sampelReynold keluar dari ruang laboratorium, dia menurunkan gulungan lengan bajunya."Tuan, apa sakit?" tanya Aldo."Ya, apa kau mau mencobanya?" tanya Reynold."Ti-tidak tuan," ucap Aldo."Aldo, kau di sini saja, tunggu sampai bayi itu diambil sampel darahnya, kau pastikan semua berjalan lancar," ucap Reynold."Baik tuan, saya akan memastikannya," ucap Aldo.Reynold berjalan menuju ke ruang perawatan Devanka."Semuanya sudah beres," ucap Reynold, mendengar itu Devanka tersenyum."Istirahatlah, kau pasti lelah," ucap Devanka."Jangan memikirkanku, pikirkan saja kesehatanmu, kau harus lekas sehat, kita akan pulang," ucap Reynold."Iya, ucap Devanka lirih.Di depan ruang laboratorium, terlihat petugas laboratorium keluar dari ruangan itu."Maaf apa anda akan mengambil sampel nona?" tanya Aldo pada petugas itu."Iya," ucap petugas laboratorium seraya tersenyum."Boleh saya menemani? saya asisten pribadi tuan muda Reynold, saya hanya ingin membantu," ucap Aldo."Baiklah," uc
Pembacaan HasilReynold membantu Devanka berbaring di kamarnya."Aku merindukan kamar ini," ucap Devanka."Kamar kita adalah ruang paling nyaman di dunia, kau selalu membersihkannya walaupun Nori membersihkannya setiap hari," ucap Reynold."Aku hanya ingin membuatmu nyaman," ucap Devanka.Terdengar suara ketukan pintu, lalu beberapa detik setelahnya Nori masuk dengan membawa secangkir teh jahe."Nyonya, ini ada teh jahe, tidak seenak buatan nyonya tapi saya yakin nyonya menyukainya," ucap Nori."Terimakasih Nori," ucap Devanka."Dev, aku harus ke kantor, kau tidak apa apa aku tinggal," ucap Reynold."Biar saya yang menemani nyonya Devanka tuan, saya akan merawat nyonya Devanka dengan sangat baik, karna nyonya Devanka sedang mengandung bayi kecil yang akan membuat rumah ini ramai," ucap Nori."Baiklah Nori, saya serahkan dia padamu," ucap Reynold, lalu dia meninggalkan kamarnya setelah memberikan kecupan di kening Devanka."Nori, kau sudah bertemu dengan Aldo?" tanya Devanka."Sudah ny
Hasil di luar dugaanDi kediaman Hamzah, Devanka sudah bersiap, dia akan menghadiri acara pembacaan hasil tes DNA antara suaminya dan juga bayi yang di duga adalah anak biologisnya dari seorang wanita lain. Devanka berusaha meneguhkan hati, dia sudah siap dengan semu resiko yang mungkin akan dia hadapi. Semua situasi yang mungkin mengoyak emosi, dia sudah siap.Kakek Hamzah sudah duduk di ruang tengah, dia terlihat begitu tegang, lalu dia meraih ponselnya."Sekretaris Pete, pastikan banyak dari Hamzah News datang untuk meliput," ucap kakek Hamzah pada sekretaris Pete, lalu dia menutup panggilan telephonenya. "Kakek sudah siap, ayo kita berangkat," ucap Devanka."Baiklah, ayo kita berangkat, apa kau benar benar kuat untuk datang?" tanya kakek Hamzah."Tidak apa apa kakek, Devanka sudah baik," ucap Devanka seraya menggandeng kakek Hamzah.Devanka dan kakek Hamzah berjalan menuju ke arah mobil, mereka akan menuju ke rumah sakit, tempat pembacaan hasil tes DNA di lakukan.Hati Devanka se
Penyelidikan Devanka part 1Jam menunjukkan pukul sembilan pagi. "Kakek mau pergi golf pagi ini?" tanya Devanka pada kakek Hamzah. Kakek Hamzah sudah terlihat begitu rapi sedangkan setelan olahraganya."Ya, suasana hati kakek sedang bagus, kakek akan golf bersama ayahmu," ucap kakek Hamzah."Ayah?" tanya Devanka."Selamat pagi," teriak kakek Hamzah pada seseorang yang berjalan dari arah gerbang masuk."Ayah," ucap Devanka setelah melihat sosok yang datang."Selamat pagi kakek Hamzah, kita berangkat sekarang?" tanya tuan Lumawi."Ayah kenapa tidak memberi tahu Devanka akan datang kemari?" tanya Devanka."Aku datang untuk kakek Hamzah, bukan untukmu," ucap pak Lumawi seraya mengulaskan senyum."Ayah Devanka merasa dicurangi, Devanka juga tinggal di sini," ucap Devanka merajuk."Apa setelah hamil kau menjadi gampang ngambek seperti itu?" tanya pak Lumawi, mendengar itu kakek Hamzah tertawa."Seperti itulah wanita yang sedang hamil," ucap kakek Hamzah."Dev, ayahmu cukup jago bermain gol
Pengujian CintaRomani terlihat makan siang dengan Melodi, di kedai seafood dekat kantor pusat Hamzah grup."Melodi, ada yang ingin aku katakan," ucap Romani."Katakan saja, tidak biasanya kau basa basi seperti ini," ucap Melodi."Sebenarnya, gimana ya aku juga bingung harus mulai dari mana," ucap Romani."Mulailah dari aku, Ok," ucap Melodi seraya tersenyum."Aku serius," ucap Romani."Ya, aku juga serius, ada apa?" tanya Melodi."Aku mendapat surat panggilan dari kepolisian," ucap Romani."Apa? apa yang kau lakukan, kau melakukan kejahatan? merampok? mencuri? atau," ucap Melodi gugup beserta kaget."Kau ini, aku sudah memiliki segalanya, tidak mungkin melakukan itu," ucap Romani."Lalu?" tanya Melodi."Ini berhubungan dengan kasus Monalisa," ucap Romani."Apa ada hubungannya denganmu?" tanya Melodi menelisik."Kau tahu hasil tes DNA beberapa hari lalu? iya, itu penyebabnya," ucap Romani seraya menghela nafas panjang."Aku jadi tidak berselera," lanjut Romani seraya meletakkan sendok
Baby Blues SyndromeMonalisa berteriak pada bayinya yang terus saja menangis. Dia tidak tahu harus berbuat apa, seolah bayi itu sudah menjadi malapetaka baginya. Bayi kecil yang belum memiliki nama itu terus menangis karna kehausan, dia hanya ingin mendapatkan susu yang merupakan makanan utamanya.Monalisa kesal, dia tidak bisa membuat bayinya berhenti menangis, dia tidak tahu apa yang bayinya inginkan. Di atas kepala bayinya dia melihat sebuah bantal, dia mengambil bantal itu, lalu mengangkatnya tinggi tinggi."Mungkin ini akan membuatmu diam," ucap Monalisa.Perawat Susi yang sedang mencuci botol susu, segera berlari dan menahan bantal itu."Nyonya, sadarlah, ini tidak benar," ucap perawat Susi. Melihat perawat Susi, Monalisa melepaskan bantalnya, dia mulai menangis, seperti orang kebingungan. Monalisa menjatuhkan dirinya ke lantai, dia terus saja menangis."Nyonya, nyonya harus menenangkan diri," ucap perawat Susi yang kemudian membantu Monalisa berdiri dan duduk di kursi sofa.Ba
Trauma Terpendam Romani mendatangi kantor polisi, dia terlihat masuk ke ruangan khusus untuk penyelidikan. Melodi bersamanya, menunggu di luar ruangan dengan kecemasan yang luar biasa. Melodi terlihat risau, beberapa kali kakinya bergerak gerak, merubah posisi duduk beberapa kali, tidak tenang juga khawatir. Setelah sekitar satu jam, akhirnya Romani keluar dari ruang penyelidikan itu. "Romani," ucap Melodi gugup ketika melihat Romani keluar dari ruangan itu dengan wajah cemas. "Apa ada masalah serius?" tanya Melodi. "Kita keluar sari sini dulu," ucap Romani yang kemudian keluar dari kantor Polisi bersama Melodi. Mereka segera bergegas menuju ke arah mobil dan meninggalkan kantor polisi. Romani dan Melodi terlihat masuk ke dalam sebuah restoran mewah yang memiliki meja pribadi. "Ayo cerita," paksa Melodi setelah mereka masuk ke dalam ruang pribadi. "Aku harus melaksanakan tes DNA, tidak bisa dihindari," ucap Romani. Ini seperti kejadian dua tahu lalu, dadaku sangat sakit sek
Semuanya MembaikSatu tahun berlalu, sepertinya semuanya membaik. Aron sudah sehat, menjadi anak yang ceria, namun dia tetap harus mendapatkan terapy untuk tumbuh kembangnya. Benturan di kepala ketika kecelakaan yang dia alamai setahun yang lalu menyisakan masalah yang harus diseleseikan, tubuhnya harus banyak dilatih supaya bisa tumbuh dengan normal, namun semuanya bisa diatasi, dia tumbuh dengan baik. Aron memiliki sumber daya, dia menjadi putra tertua Reynold Hamzah.Tuan Domani mendapatkan hukumannya, sesuai dengan kejahatan yang dia lakukan. Dia akan lama berada di penjara, lebih dari sepuluh tahun. Dia dan istrinya memutuskan untuk berhenti memperjuangkan Aron, menyerahkan Aron pada tangan yang tepat. "Ayah pulang," ucap Reynold ketika masuk ke dalam kamar anak anaknya. Di sana terlihat Aron sedang bermain dengan perawat Susi, sedangkan Arion, putra keduanya yang berusia lima bulan berada di gendongan Devanka. Mendengar suaminya datang, Devanka memberi isyarat kepada Reynold un
Tabir Rencana PembunuhanTuan Domani masuk ke dalam kamarnya, dia mulai duduk di tempat tidur. Dia terlihat menghela nafas panjang, lalu mulai menangis sejadi jadinya, dia tidak menyangka apa yang direncanakannya justru menyebabkan penyesalan yang mendalam. Tuan Domani mengingat waktu ketika dia bertemu dengan dua orang kepercayaannya.Di ruang kunjungan penjara, terlihat tuan Domani sedang menemui pengunjung yang merupakan dua orang anak buahnya, anak buah kepercayaannya."Semua sudah siap tuan, kami akan melaksanakan semua perintah tuan," ucap salah seorang. "Baiklah, lakukan dengan baik, saya tidak ingin ada kesalahan sekecil apapun," ucap tuan Domani. "Baik tuan, kami akan mulai mengintainya, dan ketika ada kesempatan, kami akan segera melaksanakan rencana itu," ucap orang yang lain. Dua orang dengan pakaian serba hitam itu terlihat begitu serius dan menakutkan. Sepertinya ada rencana jahat yang serang mereka rencanakan. Satu jam sebelumnya, tuan Domani sudah bertemu dengan asi
Tersandung RasaDevanka dan Reynold sudah berada di rumah sakit tempat pembacaan hasil tes DNA, di sana sudah ada cukup banyak wartawan, perwakilan dari rumah sakit, dan beberapa orang yang memiliki kepentingan. Dari pintu terlihat seorang wanita yang tidak asing bagi Reynold."Kenapa dia ada di sini," bisik Reynold seraya melihat ke arah wanita bertubuh tambun itu. Terlihat elegan, berkelas dengan dress warna putih, membuat penampilannya menarik walaupun berbobot lebih dari delapan puluh kilogram."Siapa Rey?" tanya Devanka."Dia," ucap Reynold seraya melihat ke arah wanita itu. Devanka mengarahkan matanya, terlihat mengerutkan dahi, lalu dia menyakini bahwa belum pernah melihat wanita itu sebelumnya. "Dia nyonya Domani, istri dari presdir Domani. Untuk apa dia datang, dia juga di temani pengacara," ucap Reynold."Apa jangan jangan," ucap Reynold terhenti ketika melihat seseorang mulai berbicara dari alat pengeras suara.Salah seorang perwakilan dari rumah sakit terlihat sudah menai
Upacara PemakamanSemua orang mengantar kepergian Monalisa, dengan tatapan kesedihan, hati yang lara, menyakitkan, seorang ibu harus meninggalkan anaknya yang masih berusia tiga bulan bulan. Bayi kecil itu bahkan belum mengenal ibunya dengan baik, belum belajar memanggilnya, mengenali suaranya dengan jelas, belum meraba raba wajahnya, banyak hal yang belum dilakukan dan itu sangat menyayat hati.Semua orang memakai pakaian serba hitam, menandakan hati yang sedang kelam. Devanka terus menangis, menempel di dada suaminya, mencari perlindungan dari rasa sakit kehilangan. Monalisa di makamkan di area pemakaman elit untuk kelas atas, yang memiliki harga hampir setengah miliar per kaplingnya. Tuan besar Hamzah mengatur semua upacara pemakaman dan Monalisa mendapatkan penghormatan terakhirnya dengan layak.Di dalam penjara, ayah Monalisa menatap tembok, menyembunyikan kepedihannya. Dari punggungnya terlihat bahwa dia sedang menangis, tersedu sedu, seorang pria yang sangar akhirnya bisa tumba
Cinta MembaraJaksa Putri sampai di rumah sakit, dia dan Evo segera berlari masuk. Di depan pintu unit gawat darurat ada tuan muda Reynold, inspektur Yusuf, sekretaris Pete dan juga beberapa anak buah dari inspektur Yusuf.Langkah Evo terhenti, dia terdiam sejenak."Itu inspektur Yusuf?" tanya Evo."I-iya, kau mengenalnya? tanya jaksa Putri."Ayo kita segera mendekat ke sana," ucap Evo yang kemudian melanjutkan langkahnya mendekat ke arah ruang unit gawat darurat."Selamat malam," sapa jaksa Putri pada semua orang yang ada di sana."Oh, jaksa Putri, kau juga ada di sini?" tanya inspektur Yusuf."Jaksa Putri menangani kasus Monalisa," ucap sekretaris Pete."Oh begitu rupanya, bagaimana kelanjutan kasusnya?" tanya inspektur Yusuf."Hasil tes DNA akan diumumkan besok pagi, kasus ini mendekati akhir," ucap inspektur Yusuf."Walaupun dia sudah tidak ada, kau harus menuntaskan kasusnya, hingga selesei," pinta inspektur Yusuf."Ti-tidak ada?" tanya jaksa Putri yang belum mengerti dengan situ
Debaran Hati Sang JaksaTiba tiba seolah awan mendung berkumpul di langit, sunyi sepi, dengan hembusan angin dingin. Sebentar lagi badai kepedihan akan menerjang. Kabar duka ini sungguh sangat mengerikan.Devanka terhuyung, pandangannya gelap, lalu tidak sadarkan diri."Rey," bisiknya setelah tersadar dan dia mendapati dirinya sudah berada di sebuah ruang perawatan."Dev, kau sudah siuman," bisik Reynold seraya mendekat ke arah Devanka, menggenggam tangannya lalu memeluknya erat untuk sekedar menyalurkan perasaan."Aku sungguh tidak menyangka Monalisa akan seperti ini," ucap Devanka, lalu dia kembali menangis. "Tenanglah," bisik Reynold. "Ada Aron yang harus kau pikirkan, kau harus bangkit dan kuatkan hatimu," bisik Reynold."Anak sekecil itu Rey, dia harus kehilangan ibunya," ucap Devanka dalam tangis."Rey, kakek sudah meminta orang untuk menyiapkan prosesi pemakaman, kita urus saja," ucap kakek Hamzah seraya memegang bahu Reynold."Baik kek," ucap Reynold. Devanka melepaskan pel
Sebuah KehilanganReynold dan Devanka masuk ke dalam rumah sakit. Mereka terlihat gugup, mencari keberadaan Monalisa juga Aron."Nur, hubungi Aldo dan sekretaris Pete, minta mereka menghubungi inspektur Yusuf untuk mengurus masalah ini," pinta Reynold pada pengawal Nur."Baik tuan," ucap pengawal Nur yang kemudian segera menjalankan perintah tuan mudanya itu.Beberapa saat kemudian, Aldo dan sekretaris Pete sudah ada di gurun hijau, bersama dengan inspektur Yusuf dan tim investigasi. "Ini semua rekaman kamera pengawas yang ada di tempat ini, mereka benar benar sudah merencanakannya," ucap inspektur Yusuf yang terlihat mengecek hasil tangkapan kamera pengawas yang dia kumpulkan."Mereka mensabotase kamera pengawas, semuanya," ucap inspektur Yusuf. Mendengar hal itu, Sekretaris Pete terlihat berpikir."Bagaimana dengan kamera dashboard? mobil antik tuan besar Hamzah di pajang di gedung ini, berhadapan langsung dengan lapangan golf. Mobil itu dilengkapi kamera dashboard yang selalu meny
Tragedi Pesta LampionDevaka terlihat begitu cantik, dengan gaun berwarna putih, transparan di bagian lengan dan punggung. Perutnya yang sudah terlihat lebih menonjol membuat penampilannya semakin menawan, ibu hamil yang mempesona. Kehamilannya memasuki usia tiga bulan, kehamilan yang sehat dan di dambakan hampir semua orang, karna Devanka sama sekali tidak merasa repot, mual muntah berlebihan, sakit di sana sini, dia tidak merasakan itu semua, perasaannya hanya sangat bahagia, menerima kehamilannya dengan perasaan luar biasa."Kau cantik," ucap Reynold."Terimakasih, apa tidak terlihat gendut? sepertinya berat badanku naik," ucap Devanka."Tidak dan tidak menjadi masalah, kau harus banyak makan, supaya kehamilanmu sehat," ucap Reynold yang terlihat memeluk Devanka dari belakang, tepat di depan cermin besar yang ada di kamarnya. "Semoga kau tidak melihat wanita lain setelah melihatku bertambah berat badan," ucap Devanka seraya tersenyum."Tidak mungkin, aku hanya jatuh cinta padamu,"
Kasih Tulus Devanka pada AronDevanka dengan telaten mengurus Aron, terlihat seperti tidak merasa lelah sedikitpun. Monalisa melihat ketulusan itu, rasa kasih dan sayang itu, apa mungkin dia selama ini sangat keterlaluan pada Devanka, seperti duri di dalam daging, seperti bayangan buruk, seperti musuh dalam selimut, hatinya tidak benar benar tulus. Dia ingat ketika Miki atau lebih dikenal dengan Mike membuatnya jatuh dari tebing, walaupun bukan dia secara langsung, namun orang suruhan itu berhasil membuat Devanka dan Reynold melewati hari hari sulit di kota kecil.Devanka berusaha membuat Aron tersenyum, dengan senyumnya, ekspresi lucu wajahnya, nada suara lucunya, terlihat seperti seorang ibu yang sedang bermain dengan anaknya. Monalisa masih menatapnya dengan segala pandangan rasa, dia mulai merasa Devanka lebih pantas menjadi ibu Aron daripada dirinya."Ada apa?" tanya Devanka yang ternyata mengamati Monalisa sedari tadi."Ti-tidak, Aron beruntung memilikimu," ucap Monalisa."Apa