KejutanDi depan unit apartemen Melodi, berdiri seseorang dengan memakai kostum doraemon, tangannya memegang buket bunga mawar merah. Beberapa saat orang tersebut hanya berdiri, lalu memberanikan diri untuk menekan bel masuk.Di dalam unit apartemen, Melodi terlihat sibuk menyiapkan mie goreng instan yang biasa dia makan sebulan sekali, demi menjaga pola makan dan menekan berat badan, namun dia begitu menyukai mie goreng instan."Ah siapa itu, mengganggu sekali," gumam Melodi setelah mendengar bunyi bel pintu. Dengan malas Melodi bergegas menuju ke arah pintu dan membukanya.Betapa kagetnya dia setelah mendapati sosok doraemon berdiri di depan pintu masuk unit apartemennya."Si-siapa?" tanya Melodi yang seolah seketika lupa dengan mie goreng instannya. Manusia dengan kostum doraemon itu menyodorkan buket bunga."Wah, kau tahu aku sangat menyukai bunga mawar, mawar merah," gumam Melodi.Tiba tiba doraemon itu membunyikan pemutar alat musik yang dibawanya, melantunkan lagu doraemon, tid
Pemberhentian Terakhir KonglomeratMelodi bangun dari tidurnya, berjalan ke luar kamar, dia berusaha mencari keberadaan Romani, namun sepertinya dia sudah pergi. melodi melihat ada selembar kertas memo berwarna kuning di atas menja makan, bertuliskan, "makanlah sebelum pergi, izinkan aku tidur di ranajngmu lain kali."Begitulah yang tertulis di kertas itu. Melodi tersenyum, lalu membuka tudung saji berwarna abu abu, dia melihat ada nasi, telur gulung dan soup warna warni."Kau menyiapkan semua ini untukku?" gumam Melodi, lalu dia memikirkan hal yang terjadi semalam. Dia meminta Romani tidur di kursi sofa ruang tengah, dan Romani menyetujuinnya meskipun itu begitu berat. Melodi memberikan selimut dan bantal, Romani tidak bisa menolak, jika berat dia bisa pulang, tidur di tempat tidurnya sendiri yang nyaman.Di kantor, Melodi bergegas menemui Maria, sepertinya sudah tidak sabar menceritakan sesuatu yang baginya sangat penting."Ada apa?" tanya Maria yang melihat Melodi berlari ke arah
Semua Orang Sepadan"Ini tempat yang selalu ingin aku kunjungi, tapi tidak pernah terjadi karna aku tidak memiliki pasangan," ucap Romani pada Melodi setelah mereka sampai di sebuah restoran yang biasa digunakan untuk berkencan. Serba putih dan penuh dengan bunga bunga hidup."Tempat ini cantik, bukankah kau pernah memiliki istri?" ucap Melodi."Ya, dia terlalu sibuk dengan dunianya sendiri sehingga tidak ada ruang untuk sebuah kebersamaan, sebaiknya kita tidak membahas apa yang menjadi masa laluku, akupun tidak akan menanyakan mengenai masa lalumu," ucap Romani. "Ba-baiklah," ucap Melodi."Melodi, sebaiknya aku mengatakan ini, supaya semuanya jelas, maukah kau berkencan denganku sebagai pasangan?" ucap Romani."Pa-pasangan?" tanya Melodi gugup."Ya, pasangan, jadilah kekasihku," ucap Romani."Ta-tapi," ucap Melodi terhenti."Jika suatu saat kita akan menikah, aku tidak keberatan kau mengambil seorang anak untuk kita besarkan, aku tahu kondisiku mungkin menjadi sesuatu yang berat un
Menyembuhkan TraumaDevanka dan Nori keluar dari Mall, tangan mereka menenteng berbagai brand ternama."Terimakasih nyonya, semua orang di rumah mendapat bagian, biar saya yang bawa ke mobil," ucap Nori seraya meraih kantong paper bag yang di bawa Devanka."Baiklah, lekas kembali, kita makan dulu," ucap Devanka. "Minta dua pengawal itu membantumu," pinta Devanka."Baik nyonya," ucap Nori yang kemudian dia memberi isyarat kepada kedua pengawal untuk membantunya. Devanka berdiir di depan Lobby, seorang diri, dia terlihat melihat ke arah sekeliling, melihat beberapa orang yang berlalu lalang, dengan senyum dan tawanya. Menyenangkan akhirnya bisa melihat keramaian kota yang begitu menentramkan. Keramaian kota, penuh dengan warna warni manusia, pemandangan yang tidak dia dapatkan di Jekarta, tempat tenang nan teduh dengan pesonanya sendiri.Tiba tiba Devanka dikagetkan oleh sesuatu yang tidak diduganya, dia berteriak kecil sewaktu seorang pria melemparkan cup plastik berisi minuman cokla
Bukan Amarah Melainkan PelukanDevanka mengetuk pintu apartemen Monalisa, bersabar menunggu, walaupun dadanya kembang kempis karena gugup. Beberapa kali Devanka menekan bel, menunggu, namun tidak juga ada respon. Hampir sekitar sepuluh menit, pintu akhirnya di buka. Monalisa keluar dengan wajah yang lusuh, rambut acak acakan, mata bengkak, sungguh memprihatinkan."Monalisa," bisik lirih Devanka. "Untuk apa kau datang? kau ingin memarahiku juga seperti yang lain, apa kau benar benar tidak bisa sedikit saja memahamiku?" teriak Monalisa.Pengawal wanita yang berdiri di sebelah Devanka hendak memberikan reaksi, namun ditahan okeh Devanka. Dia mulai membawa Monalisa masuk ke dalam apartemennya dan menutup pintu. Devanka mengandeng Monalisa masuk, dan memintanya duduk di kursi sofa."Tidak perlu berpura pura baik kepadaku, semua orang begitu pandai menghinaku. Apa kau sudah melihat komentar mereka?" ucap Melodi."Pelakor gila.""Wanita jahanam." "Perusak rumah tangga orang.""Tidak punya
Pertemuan PentingMelodi membuka pesan dari wartawan Muh, matanya terlihat tak berkedip, tangannya bergetar."Ada apa Melodi?" tanya Romani yang saat ini sedang bersamanya, makan malam di sebuah kedai sederhana yang menyajikan menu seafood jalanan.Melodi menunjukkan isi pesan itu kepada Romani."Besok akan ada banyak wartawan mendatangi kantor utama Hamzah Grup, mereka akan mencari berita mengenai tuan muda Reynold dan Monalisa," kira kira begitulah isi pesannya."Apa? jadi Monalisa sudah bergerak sejauh itu," ucap Romani."Apa maksudmu?" tanya Melodi."Monalisa pernah bercerita bahwa dia sangat mencintai Reynold dan akan melakukan apa saja untuk Reynold, supaya menjadi istri juga bagian dari keluarga Hamzah," ucap Romani."Apa dia benar benar mengatakan itu? lalu bagaimana bisa kalian tidur bersama?" tanya Melodi menelisik, mendengar hal itu Romani segera membungkam mulut Melodi."Kecilkan suaramu, tidak perlu membahas aib sekeras itu," bisik Romani."Hanya suka sama suka, tidak leb
Kelahiran Bayi ItuDevanka menerima telephone dari sekretaris Pete, mengabarkan kondisi Monalisa yang mungkin saja akan segera melahirkan."Paman, aku akan segera ke sana," ucap Devanka yakin.Tanpa pikir panjang dia segera bergegas ke runah sakit, tidak peduli dengan apa yang dipesan oleh Reynold, dia tetap perti menemui Monalisa.Di luar rumah sakit sudah ada beberapa orang wartawan yang menunggu. Devanka mencari jalan yang aman supaya tidak bertemu dengan wartawan wartawan itu. Devanka langsung menuju ke ruang persalinan.Di luar ruang persalinan itu juga sudah ada beberapa wartawan, Devanka menghentikan langkahnya, mencari cara supaya bisa mencapai ruangan itu tanpa diketahui oleh semua orang.Ada beberapa perawat yang hendak menuju ke ruangan itu, Devanka dengan sigap menyelip diantaranya, menyembunyikan tubuhnya, lalu masuk ke ruang persalinan."Anda siapa?" tanya salah seorang perawat."Sa-saya akan menemui seorang wanita yang akan melahirkan, namanya Monalisa," ucap Devanka."
Ketulusan Devanka"Terimakasih Dev," ucap Monalisa, mendengar hal itu Devanka yang sedang membersihkan tubuh Monalisa dengan handuk kecil tersenyum."Tidak apa-apa, kau harus segera pulih dan menyusui anakmu, dia sangat tampan," ucap Devanka."Setelah ini aku akan pulang dulu, aku sudah sejak kemarin di sini, aku akan mandi dan menemuimu lagi," ucap Devanka.Jam menunjukkan pukul delapan pagi, Devanka sampai di depan pintu rumah keluarga Hamzah. Supir baru Reynold masih ada di depan rumah, sepertinya Reynold belum berangkat ke kantor.Devanka masuk ke dalam rumah, dia melihat Reynold duduk di ruang depan, dengan meminum secangkir teh jahe."Kau sudah pulang, akhirnya kau tahu jalan pulang," ucap Reynold tanpa melihat ke arah Devanka."Ma-maafkan aku Rey," ucap Devanka lirih."Kau sudah puas mengurusnya?" tanya Reynold, yang lagi lagi tidak melihat ke arah Devanka."Bu-bukan begitu Rey, dia sama sekali tidak memiliki saudara, dia sendirian Rey, anggap saja ini adalah kemanusiaan," ucap
Semuanya MembaikSatu tahun berlalu, sepertinya semuanya membaik. Aron sudah sehat, menjadi anak yang ceria, namun dia tetap harus mendapatkan terapy untuk tumbuh kembangnya. Benturan di kepala ketika kecelakaan yang dia alamai setahun yang lalu menyisakan masalah yang harus diseleseikan, tubuhnya harus banyak dilatih supaya bisa tumbuh dengan normal, namun semuanya bisa diatasi, dia tumbuh dengan baik. Aron memiliki sumber daya, dia menjadi putra tertua Reynold Hamzah.Tuan Domani mendapatkan hukumannya, sesuai dengan kejahatan yang dia lakukan. Dia akan lama berada di penjara, lebih dari sepuluh tahun. Dia dan istrinya memutuskan untuk berhenti memperjuangkan Aron, menyerahkan Aron pada tangan yang tepat. "Ayah pulang," ucap Reynold ketika masuk ke dalam kamar anak anaknya. Di sana terlihat Aron sedang bermain dengan perawat Susi, sedangkan Arion, putra keduanya yang berusia lima bulan berada di gendongan Devanka. Mendengar suaminya datang, Devanka memberi isyarat kepada Reynold un
Tabir Rencana PembunuhanTuan Domani masuk ke dalam kamarnya, dia mulai duduk di tempat tidur. Dia terlihat menghela nafas panjang, lalu mulai menangis sejadi jadinya, dia tidak menyangka apa yang direncanakannya justru menyebabkan penyesalan yang mendalam. Tuan Domani mengingat waktu ketika dia bertemu dengan dua orang kepercayaannya.Di ruang kunjungan penjara, terlihat tuan Domani sedang menemui pengunjung yang merupakan dua orang anak buahnya, anak buah kepercayaannya."Semua sudah siap tuan, kami akan melaksanakan semua perintah tuan," ucap salah seorang. "Baiklah, lakukan dengan baik, saya tidak ingin ada kesalahan sekecil apapun," ucap tuan Domani. "Baik tuan, kami akan mulai mengintainya, dan ketika ada kesempatan, kami akan segera melaksanakan rencana itu," ucap orang yang lain. Dua orang dengan pakaian serba hitam itu terlihat begitu serius dan menakutkan. Sepertinya ada rencana jahat yang serang mereka rencanakan. Satu jam sebelumnya, tuan Domani sudah bertemu dengan asi
Tersandung RasaDevanka dan Reynold sudah berada di rumah sakit tempat pembacaan hasil tes DNA, di sana sudah ada cukup banyak wartawan, perwakilan dari rumah sakit, dan beberapa orang yang memiliki kepentingan. Dari pintu terlihat seorang wanita yang tidak asing bagi Reynold."Kenapa dia ada di sini," bisik Reynold seraya melihat ke arah wanita bertubuh tambun itu. Terlihat elegan, berkelas dengan dress warna putih, membuat penampilannya menarik walaupun berbobot lebih dari delapan puluh kilogram."Siapa Rey?" tanya Devanka."Dia," ucap Reynold seraya melihat ke arah wanita itu. Devanka mengarahkan matanya, terlihat mengerutkan dahi, lalu dia menyakini bahwa belum pernah melihat wanita itu sebelumnya. "Dia nyonya Domani, istri dari presdir Domani. Untuk apa dia datang, dia juga di temani pengacara," ucap Reynold."Apa jangan jangan," ucap Reynold terhenti ketika melihat seseorang mulai berbicara dari alat pengeras suara.Salah seorang perwakilan dari rumah sakit terlihat sudah menai
Upacara PemakamanSemua orang mengantar kepergian Monalisa, dengan tatapan kesedihan, hati yang lara, menyakitkan, seorang ibu harus meninggalkan anaknya yang masih berusia tiga bulan bulan. Bayi kecil itu bahkan belum mengenal ibunya dengan baik, belum belajar memanggilnya, mengenali suaranya dengan jelas, belum meraba raba wajahnya, banyak hal yang belum dilakukan dan itu sangat menyayat hati.Semua orang memakai pakaian serba hitam, menandakan hati yang sedang kelam. Devanka terus menangis, menempel di dada suaminya, mencari perlindungan dari rasa sakit kehilangan. Monalisa di makamkan di area pemakaman elit untuk kelas atas, yang memiliki harga hampir setengah miliar per kaplingnya. Tuan besar Hamzah mengatur semua upacara pemakaman dan Monalisa mendapatkan penghormatan terakhirnya dengan layak.Di dalam penjara, ayah Monalisa menatap tembok, menyembunyikan kepedihannya. Dari punggungnya terlihat bahwa dia sedang menangis, tersedu sedu, seorang pria yang sangar akhirnya bisa tumba
Cinta MembaraJaksa Putri sampai di rumah sakit, dia dan Evo segera berlari masuk. Di depan pintu unit gawat darurat ada tuan muda Reynold, inspektur Yusuf, sekretaris Pete dan juga beberapa anak buah dari inspektur Yusuf.Langkah Evo terhenti, dia terdiam sejenak."Itu inspektur Yusuf?" tanya Evo."I-iya, kau mengenalnya? tanya jaksa Putri."Ayo kita segera mendekat ke sana," ucap Evo yang kemudian melanjutkan langkahnya mendekat ke arah ruang unit gawat darurat."Selamat malam," sapa jaksa Putri pada semua orang yang ada di sana."Oh, jaksa Putri, kau juga ada di sini?" tanya inspektur Yusuf."Jaksa Putri menangani kasus Monalisa," ucap sekretaris Pete."Oh begitu rupanya, bagaimana kelanjutan kasusnya?" tanya inspektur Yusuf."Hasil tes DNA akan diumumkan besok pagi, kasus ini mendekati akhir," ucap inspektur Yusuf."Walaupun dia sudah tidak ada, kau harus menuntaskan kasusnya, hingga selesei," pinta inspektur Yusuf."Ti-tidak ada?" tanya jaksa Putri yang belum mengerti dengan situ
Debaran Hati Sang JaksaTiba tiba seolah awan mendung berkumpul di langit, sunyi sepi, dengan hembusan angin dingin. Sebentar lagi badai kepedihan akan menerjang. Kabar duka ini sungguh sangat mengerikan.Devanka terhuyung, pandangannya gelap, lalu tidak sadarkan diri."Rey," bisiknya setelah tersadar dan dia mendapati dirinya sudah berada di sebuah ruang perawatan."Dev, kau sudah siuman," bisik Reynold seraya mendekat ke arah Devanka, menggenggam tangannya lalu memeluknya erat untuk sekedar menyalurkan perasaan."Aku sungguh tidak menyangka Monalisa akan seperti ini," ucap Devanka, lalu dia kembali menangis. "Tenanglah," bisik Reynold. "Ada Aron yang harus kau pikirkan, kau harus bangkit dan kuatkan hatimu," bisik Reynold."Anak sekecil itu Rey, dia harus kehilangan ibunya," ucap Devanka dalam tangis."Rey, kakek sudah meminta orang untuk menyiapkan prosesi pemakaman, kita urus saja," ucap kakek Hamzah seraya memegang bahu Reynold."Baik kek," ucap Reynold. Devanka melepaskan pel
Sebuah KehilanganReynold dan Devanka masuk ke dalam rumah sakit. Mereka terlihat gugup, mencari keberadaan Monalisa juga Aron."Nur, hubungi Aldo dan sekretaris Pete, minta mereka menghubungi inspektur Yusuf untuk mengurus masalah ini," pinta Reynold pada pengawal Nur."Baik tuan," ucap pengawal Nur yang kemudian segera menjalankan perintah tuan mudanya itu.Beberapa saat kemudian, Aldo dan sekretaris Pete sudah ada di gurun hijau, bersama dengan inspektur Yusuf dan tim investigasi. "Ini semua rekaman kamera pengawas yang ada di tempat ini, mereka benar benar sudah merencanakannya," ucap inspektur Yusuf yang terlihat mengecek hasil tangkapan kamera pengawas yang dia kumpulkan."Mereka mensabotase kamera pengawas, semuanya," ucap inspektur Yusuf. Mendengar hal itu, Sekretaris Pete terlihat berpikir."Bagaimana dengan kamera dashboard? mobil antik tuan besar Hamzah di pajang di gedung ini, berhadapan langsung dengan lapangan golf. Mobil itu dilengkapi kamera dashboard yang selalu meny
Tragedi Pesta LampionDevaka terlihat begitu cantik, dengan gaun berwarna putih, transparan di bagian lengan dan punggung. Perutnya yang sudah terlihat lebih menonjol membuat penampilannya semakin menawan, ibu hamil yang mempesona. Kehamilannya memasuki usia tiga bulan, kehamilan yang sehat dan di dambakan hampir semua orang, karna Devanka sama sekali tidak merasa repot, mual muntah berlebihan, sakit di sana sini, dia tidak merasakan itu semua, perasaannya hanya sangat bahagia, menerima kehamilannya dengan perasaan luar biasa."Kau cantik," ucap Reynold."Terimakasih, apa tidak terlihat gendut? sepertinya berat badanku naik," ucap Devanka."Tidak dan tidak menjadi masalah, kau harus banyak makan, supaya kehamilanmu sehat," ucap Reynold yang terlihat memeluk Devanka dari belakang, tepat di depan cermin besar yang ada di kamarnya. "Semoga kau tidak melihat wanita lain setelah melihatku bertambah berat badan," ucap Devanka seraya tersenyum."Tidak mungkin, aku hanya jatuh cinta padamu,"
Kasih Tulus Devanka pada AronDevanka dengan telaten mengurus Aron, terlihat seperti tidak merasa lelah sedikitpun. Monalisa melihat ketulusan itu, rasa kasih dan sayang itu, apa mungkin dia selama ini sangat keterlaluan pada Devanka, seperti duri di dalam daging, seperti bayangan buruk, seperti musuh dalam selimut, hatinya tidak benar benar tulus. Dia ingat ketika Miki atau lebih dikenal dengan Mike membuatnya jatuh dari tebing, walaupun bukan dia secara langsung, namun orang suruhan itu berhasil membuat Devanka dan Reynold melewati hari hari sulit di kota kecil.Devanka berusaha membuat Aron tersenyum, dengan senyumnya, ekspresi lucu wajahnya, nada suara lucunya, terlihat seperti seorang ibu yang sedang bermain dengan anaknya. Monalisa masih menatapnya dengan segala pandangan rasa, dia mulai merasa Devanka lebih pantas menjadi ibu Aron daripada dirinya."Ada apa?" tanya Devanka yang ternyata mengamati Monalisa sedari tadi."Ti-tidak, Aron beruntung memilikimu," ucap Monalisa."Apa