Bukan Amarah Melainkan PelukanDevanka mengetuk pintu apartemen Monalisa, bersabar menunggu, walaupun dadanya kembang kempis karena gugup. Beberapa kali Devanka menekan bel, menunggu, namun tidak juga ada respon. Hampir sekitar sepuluh menit, pintu akhirnya di buka. Monalisa keluar dengan wajah yang lusuh, rambut acak acakan, mata bengkak, sungguh memprihatinkan."Monalisa," bisik lirih Devanka. "Untuk apa kau datang? kau ingin memarahiku juga seperti yang lain, apa kau benar benar tidak bisa sedikit saja memahamiku?" teriak Monalisa.Pengawal wanita yang berdiri di sebelah Devanka hendak memberikan reaksi, namun ditahan okeh Devanka. Dia mulai membawa Monalisa masuk ke dalam apartemennya dan menutup pintu. Devanka mengandeng Monalisa masuk, dan memintanya duduk di kursi sofa."Tidak perlu berpura pura baik kepadaku, semua orang begitu pandai menghinaku. Apa kau sudah melihat komentar mereka?" ucap Melodi."Pelakor gila.""Wanita jahanam." "Perusak rumah tangga orang.""Tidak punya
Pertemuan PentingMelodi membuka pesan dari wartawan Muh, matanya terlihat tak berkedip, tangannya bergetar."Ada apa Melodi?" tanya Romani yang saat ini sedang bersamanya, makan malam di sebuah kedai sederhana yang menyajikan menu seafood jalanan.Melodi menunjukkan isi pesan itu kepada Romani."Besok akan ada banyak wartawan mendatangi kantor utama Hamzah Grup, mereka akan mencari berita mengenai tuan muda Reynold dan Monalisa," kira kira begitulah isi pesannya."Apa? jadi Monalisa sudah bergerak sejauh itu," ucap Romani."Apa maksudmu?" tanya Melodi."Monalisa pernah bercerita bahwa dia sangat mencintai Reynold dan akan melakukan apa saja untuk Reynold, supaya menjadi istri juga bagian dari keluarga Hamzah," ucap Romani."Apa dia benar benar mengatakan itu? lalu bagaimana bisa kalian tidur bersama?" tanya Melodi menelisik, mendengar hal itu Romani segera membungkam mulut Melodi."Kecilkan suaramu, tidak perlu membahas aib sekeras itu," bisik Romani."Hanya suka sama suka, tidak leb
Kelahiran Bayi ItuDevanka menerima telephone dari sekretaris Pete, mengabarkan kondisi Monalisa yang mungkin saja akan segera melahirkan."Paman, aku akan segera ke sana," ucap Devanka yakin.Tanpa pikir panjang dia segera bergegas ke runah sakit, tidak peduli dengan apa yang dipesan oleh Reynold, dia tetap perti menemui Monalisa.Di luar rumah sakit sudah ada beberapa orang wartawan yang menunggu. Devanka mencari jalan yang aman supaya tidak bertemu dengan wartawan wartawan itu. Devanka langsung menuju ke ruang persalinan.Di luar ruang persalinan itu juga sudah ada beberapa wartawan, Devanka menghentikan langkahnya, mencari cara supaya bisa mencapai ruangan itu tanpa diketahui oleh semua orang.Ada beberapa perawat yang hendak menuju ke ruangan itu, Devanka dengan sigap menyelip diantaranya, menyembunyikan tubuhnya, lalu masuk ke ruang persalinan."Anda siapa?" tanya salah seorang perawat."Sa-saya akan menemui seorang wanita yang akan melahirkan, namanya Monalisa," ucap Devanka."
Ketulusan Devanka"Terimakasih Dev," ucap Monalisa, mendengar hal itu Devanka yang sedang membersihkan tubuh Monalisa dengan handuk kecil tersenyum."Tidak apa-apa, kau harus segera pulih dan menyusui anakmu, dia sangat tampan," ucap Devanka."Setelah ini aku akan pulang dulu, aku sudah sejak kemarin di sini, aku akan mandi dan menemuimu lagi," ucap Devanka.Jam menunjukkan pukul delapan pagi, Devanka sampai di depan pintu rumah keluarga Hamzah. Supir baru Reynold masih ada di depan rumah, sepertinya Reynold belum berangkat ke kantor.Devanka masuk ke dalam rumah, dia melihat Reynold duduk di ruang depan, dengan meminum secangkir teh jahe."Kau sudah pulang, akhirnya kau tahu jalan pulang," ucap Reynold tanpa melihat ke arah Devanka."Ma-maafkan aku Rey," ucap Devanka lirih."Kau sudah puas mengurusnya?" tanya Reynold, yang lagi lagi tidak melihat ke arah Devanka."Bu-bukan begitu Rey, dia sama sekali tidak memiliki saudara, dia sendirian Rey, anggap saja ini adalah kemanusiaan," ucap
Air Mata Tulus DevankaDevanka turun dari mobil, berlari masuk ke gedung kantor utama Hamzah Grup, dia ingin segera menemui suaminya, dia tidak peduli lagi dengan hal lain, rasa sesal sungguh menjadi perasaan utama yang dia rasakan dan menguasai hatinya.Beberapa orang melihat ke arah Devanka dengan perasaan heran, namun juga bertanya tanya apa yang membuat istri dari CEOnya berlari dengan gugup seperti itu.Devanka menunggu lift, namun begitu lama, kantor Reynold ada di lantai dua, akhirnya dia memutuskan untuk menyusuri anak tangga. Devanka berjalan dengan cepat, yang ada di pikirannya hanyalah bagaimana caranya bertemu dengan Reynold secepat mungkin.Devanka berjalan ke arah ruang kerja Reynold, ruangannya tertutup, dengan cepat Devaka menbukanya, namun kosong, dia tidak menemukan sosok Reynold. Dari jauh terlihat Maria berjalan cepat mengejar Devanka."Nyonya, nyonya cepat sekali, saya sampai tidak bisa menyusul nyonya," ucap Maria seraya tersengal sengal, dia terlihat berusaha me
Saling Serang"Ting tong," terdengar suara bel pintu."Sebentar, aku buka pintu dulu," ucap Melodi, lalu dia berjalan ke arah pintu. Di luar, sudah berdiri Romani, dia terlihat menyunggingkan senyum, kebahagiaan benar benar sedang menyelimutinya, kebahagiaan memiliki kekasih baru."Romani," ucap Melodi yang kaget melihat sosok Romani berdiri di depan pintu unit apartemennya."Aku membawakanmu ini," ucap Romani seraya mengangkat tangannya yang membawa begitu banyak makanan."Ma-masuklah, tapi aku bersama teman," ucap Melodi."Benarkah? apa kalian sedang sibuk, bolehkah aku bergabung?" tanya Romani."Kau tidak keberatan?" tanya Melodi."Tentu saja, temanmu adalah temanku," ucap Romani seraya tersenyum."Masuklah," ajak Melodi. Romani terlihat masuk ke dalam unit apartemen Melodi. "Wartawan Mimih, lama tidak bertemu," sapa Romani."Kalian sudah saling mengenal?" tanya Melodi."Seperti yang aku katakan, aku pernah meliput kasusnya secara khusus," ucap wartawan Mimih."Terimakasih wartaw
Misi RahasiaSekretaris Pete berjalan menuju ke kedai yang terletak di ujung gang, sekitar lima puluh meter dari apartemennya, di dalam hatinya ada pertanyaan besar, ada apakah sehingga tuan Romani mengajaknya bertemu, namun dia yakin, mungkin akan ada hal baik yang dihasilkan dari pertemuan ini. Tuan Romani adalah sahabat baik tuan Muda Reynold, mungkin dia juga mengkhawatirkan sahabatnya itu.Di kedai itu sudah ada tuan Romani, Melodi dan wartawan Mimih. Mereka naik mobil jadi sampai lebih dulu di kedai barbeque itu, kedainya tidak terlalu ramai karna berada di area apartemen mewah, harganya cukup mahal dan lebih banyak melayani delivery order. Menu pesanan sudah tersaji, barbeque nikmat dengan daging pilihan, juga beberapa minuman dingin. "Selamat malam tuan Romani," sapa sekretaris Pete."Melodi, wartawan Mimih," ucap sekretaris Pete seraya memberi salam kepada sekretaris pribadinya atau biasa orang sebut asisten pribadinya, juga kenalannya, wartawan Mimih."Silahkan duduk sekre
Misi Rahasia Part 2Mobil melaju membelah keramaian malam kota Jakarta yang tak pernah tidur, seolah selalu hidup, hingga pagi menjemput. Mereka akan menuju ke tempat yang paling hidup di malam hari, di kota Jakarta,sebuah club malam paling ramai dan banyak peminat. Club malam yang menyuguhkan berbagai hiburan, menjadi tempat berkumpul para milyarder ibu kota. Butterfly Night Bar, club yang tidak mudah untuk di masuki, harus memiliki kartu keanggotaan untuk dapat menikmati layanannya.Romani memarkir mobilnya, dia dan Melodi turun. Mereka berdua berjalan ke arah pintu masuk, saling bergandengan tangan, layaknya pasangan yang sedang dimabuk cinta.Beberapa kali Romani mencium rambut Melodi, sungguh dia terlihat begitu mencintai Melodi."Ada kartu?" tanya penjaga pintu masuk yang bertubuh tinggi besar, kekar berotot."Kau tidak mengenaliku," tanya Romani."Berikan saja kartunya," pinta pria itu."Iya sebentar," lalu Romani mengeluarkan kartu keanggotaannya."Selamat malam tuan Romani,
Semuanya MembaikSatu tahun berlalu, sepertinya semuanya membaik. Aron sudah sehat, menjadi anak yang ceria, namun dia tetap harus mendapatkan terapy untuk tumbuh kembangnya. Benturan di kepala ketika kecelakaan yang dia alamai setahun yang lalu menyisakan masalah yang harus diseleseikan, tubuhnya harus banyak dilatih supaya bisa tumbuh dengan normal, namun semuanya bisa diatasi, dia tumbuh dengan baik. Aron memiliki sumber daya, dia menjadi putra tertua Reynold Hamzah.Tuan Domani mendapatkan hukumannya, sesuai dengan kejahatan yang dia lakukan. Dia akan lama berada di penjara, lebih dari sepuluh tahun. Dia dan istrinya memutuskan untuk berhenti memperjuangkan Aron, menyerahkan Aron pada tangan yang tepat. "Ayah pulang," ucap Reynold ketika masuk ke dalam kamar anak anaknya. Di sana terlihat Aron sedang bermain dengan perawat Susi, sedangkan Arion, putra keduanya yang berusia lima bulan berada di gendongan Devanka. Mendengar suaminya datang, Devanka memberi isyarat kepada Reynold un
Tabir Rencana PembunuhanTuan Domani masuk ke dalam kamarnya, dia mulai duduk di tempat tidur. Dia terlihat menghela nafas panjang, lalu mulai menangis sejadi jadinya, dia tidak menyangka apa yang direncanakannya justru menyebabkan penyesalan yang mendalam. Tuan Domani mengingat waktu ketika dia bertemu dengan dua orang kepercayaannya.Di ruang kunjungan penjara, terlihat tuan Domani sedang menemui pengunjung yang merupakan dua orang anak buahnya, anak buah kepercayaannya."Semua sudah siap tuan, kami akan melaksanakan semua perintah tuan," ucap salah seorang. "Baiklah, lakukan dengan baik, saya tidak ingin ada kesalahan sekecil apapun," ucap tuan Domani. "Baik tuan, kami akan mulai mengintainya, dan ketika ada kesempatan, kami akan segera melaksanakan rencana itu," ucap orang yang lain. Dua orang dengan pakaian serba hitam itu terlihat begitu serius dan menakutkan. Sepertinya ada rencana jahat yang serang mereka rencanakan. Satu jam sebelumnya, tuan Domani sudah bertemu dengan asi
Tersandung RasaDevanka dan Reynold sudah berada di rumah sakit tempat pembacaan hasil tes DNA, di sana sudah ada cukup banyak wartawan, perwakilan dari rumah sakit, dan beberapa orang yang memiliki kepentingan. Dari pintu terlihat seorang wanita yang tidak asing bagi Reynold."Kenapa dia ada di sini," bisik Reynold seraya melihat ke arah wanita bertubuh tambun itu. Terlihat elegan, berkelas dengan dress warna putih, membuat penampilannya menarik walaupun berbobot lebih dari delapan puluh kilogram."Siapa Rey?" tanya Devanka."Dia," ucap Reynold seraya melihat ke arah wanita itu. Devanka mengarahkan matanya, terlihat mengerutkan dahi, lalu dia menyakini bahwa belum pernah melihat wanita itu sebelumnya. "Dia nyonya Domani, istri dari presdir Domani. Untuk apa dia datang, dia juga di temani pengacara," ucap Reynold."Apa jangan jangan," ucap Reynold terhenti ketika melihat seseorang mulai berbicara dari alat pengeras suara.Salah seorang perwakilan dari rumah sakit terlihat sudah menai
Upacara PemakamanSemua orang mengantar kepergian Monalisa, dengan tatapan kesedihan, hati yang lara, menyakitkan, seorang ibu harus meninggalkan anaknya yang masih berusia tiga bulan bulan. Bayi kecil itu bahkan belum mengenal ibunya dengan baik, belum belajar memanggilnya, mengenali suaranya dengan jelas, belum meraba raba wajahnya, banyak hal yang belum dilakukan dan itu sangat menyayat hati.Semua orang memakai pakaian serba hitam, menandakan hati yang sedang kelam. Devanka terus menangis, menempel di dada suaminya, mencari perlindungan dari rasa sakit kehilangan. Monalisa di makamkan di area pemakaman elit untuk kelas atas, yang memiliki harga hampir setengah miliar per kaplingnya. Tuan besar Hamzah mengatur semua upacara pemakaman dan Monalisa mendapatkan penghormatan terakhirnya dengan layak.Di dalam penjara, ayah Monalisa menatap tembok, menyembunyikan kepedihannya. Dari punggungnya terlihat bahwa dia sedang menangis, tersedu sedu, seorang pria yang sangar akhirnya bisa tumba
Cinta MembaraJaksa Putri sampai di rumah sakit, dia dan Evo segera berlari masuk. Di depan pintu unit gawat darurat ada tuan muda Reynold, inspektur Yusuf, sekretaris Pete dan juga beberapa anak buah dari inspektur Yusuf.Langkah Evo terhenti, dia terdiam sejenak."Itu inspektur Yusuf?" tanya Evo."I-iya, kau mengenalnya? tanya jaksa Putri."Ayo kita segera mendekat ke sana," ucap Evo yang kemudian melanjutkan langkahnya mendekat ke arah ruang unit gawat darurat."Selamat malam," sapa jaksa Putri pada semua orang yang ada di sana."Oh, jaksa Putri, kau juga ada di sini?" tanya inspektur Yusuf."Jaksa Putri menangani kasus Monalisa," ucap sekretaris Pete."Oh begitu rupanya, bagaimana kelanjutan kasusnya?" tanya inspektur Yusuf."Hasil tes DNA akan diumumkan besok pagi, kasus ini mendekati akhir," ucap inspektur Yusuf."Walaupun dia sudah tidak ada, kau harus menuntaskan kasusnya, hingga selesei," pinta inspektur Yusuf."Ti-tidak ada?" tanya jaksa Putri yang belum mengerti dengan situ
Debaran Hati Sang JaksaTiba tiba seolah awan mendung berkumpul di langit, sunyi sepi, dengan hembusan angin dingin. Sebentar lagi badai kepedihan akan menerjang. Kabar duka ini sungguh sangat mengerikan.Devanka terhuyung, pandangannya gelap, lalu tidak sadarkan diri."Rey," bisiknya setelah tersadar dan dia mendapati dirinya sudah berada di sebuah ruang perawatan."Dev, kau sudah siuman," bisik Reynold seraya mendekat ke arah Devanka, menggenggam tangannya lalu memeluknya erat untuk sekedar menyalurkan perasaan."Aku sungguh tidak menyangka Monalisa akan seperti ini," ucap Devanka, lalu dia kembali menangis. "Tenanglah," bisik Reynold. "Ada Aron yang harus kau pikirkan, kau harus bangkit dan kuatkan hatimu," bisik Reynold."Anak sekecil itu Rey, dia harus kehilangan ibunya," ucap Devanka dalam tangis."Rey, kakek sudah meminta orang untuk menyiapkan prosesi pemakaman, kita urus saja," ucap kakek Hamzah seraya memegang bahu Reynold."Baik kek," ucap Reynold. Devanka melepaskan pel
Sebuah KehilanganReynold dan Devanka masuk ke dalam rumah sakit. Mereka terlihat gugup, mencari keberadaan Monalisa juga Aron."Nur, hubungi Aldo dan sekretaris Pete, minta mereka menghubungi inspektur Yusuf untuk mengurus masalah ini," pinta Reynold pada pengawal Nur."Baik tuan," ucap pengawal Nur yang kemudian segera menjalankan perintah tuan mudanya itu.Beberapa saat kemudian, Aldo dan sekretaris Pete sudah ada di gurun hijau, bersama dengan inspektur Yusuf dan tim investigasi. "Ini semua rekaman kamera pengawas yang ada di tempat ini, mereka benar benar sudah merencanakannya," ucap inspektur Yusuf yang terlihat mengecek hasil tangkapan kamera pengawas yang dia kumpulkan."Mereka mensabotase kamera pengawas, semuanya," ucap inspektur Yusuf. Mendengar hal itu, Sekretaris Pete terlihat berpikir."Bagaimana dengan kamera dashboard? mobil antik tuan besar Hamzah di pajang di gedung ini, berhadapan langsung dengan lapangan golf. Mobil itu dilengkapi kamera dashboard yang selalu meny
Tragedi Pesta LampionDevaka terlihat begitu cantik, dengan gaun berwarna putih, transparan di bagian lengan dan punggung. Perutnya yang sudah terlihat lebih menonjol membuat penampilannya semakin menawan, ibu hamil yang mempesona. Kehamilannya memasuki usia tiga bulan, kehamilan yang sehat dan di dambakan hampir semua orang, karna Devanka sama sekali tidak merasa repot, mual muntah berlebihan, sakit di sana sini, dia tidak merasakan itu semua, perasaannya hanya sangat bahagia, menerima kehamilannya dengan perasaan luar biasa."Kau cantik," ucap Reynold."Terimakasih, apa tidak terlihat gendut? sepertinya berat badanku naik," ucap Devanka."Tidak dan tidak menjadi masalah, kau harus banyak makan, supaya kehamilanmu sehat," ucap Reynold yang terlihat memeluk Devanka dari belakang, tepat di depan cermin besar yang ada di kamarnya. "Semoga kau tidak melihat wanita lain setelah melihatku bertambah berat badan," ucap Devanka seraya tersenyum."Tidak mungkin, aku hanya jatuh cinta padamu,"
Kasih Tulus Devanka pada AronDevanka dengan telaten mengurus Aron, terlihat seperti tidak merasa lelah sedikitpun. Monalisa melihat ketulusan itu, rasa kasih dan sayang itu, apa mungkin dia selama ini sangat keterlaluan pada Devanka, seperti duri di dalam daging, seperti bayangan buruk, seperti musuh dalam selimut, hatinya tidak benar benar tulus. Dia ingat ketika Miki atau lebih dikenal dengan Mike membuatnya jatuh dari tebing, walaupun bukan dia secara langsung, namun orang suruhan itu berhasil membuat Devanka dan Reynold melewati hari hari sulit di kota kecil.Devanka berusaha membuat Aron tersenyum, dengan senyumnya, ekspresi lucu wajahnya, nada suara lucunya, terlihat seperti seorang ibu yang sedang bermain dengan anaknya. Monalisa masih menatapnya dengan segala pandangan rasa, dia mulai merasa Devanka lebih pantas menjadi ibu Aron daripada dirinya."Ada apa?" tanya Devanka yang ternyata mengamati Monalisa sedari tadi."Ti-tidak, Aron beruntung memilikimu," ucap Monalisa."Apa